Anda di halaman 1dari 22

MAKALAH

Kondisi Koma Selama Kehamilan


Koma Diabetika & Koma Hipoglikemia

Disusun Oleh ( Akbid 1 ) :

1. Nur indah. O 15701010002


2. Fitriah 15701010006
3. Hasni 15701010009
4. Nisi Sula Y 15701010016
5. Sri Wahyuni 15701010017
6. Asnani 15701010021
7. Jamila 15701010024
8. Eka Yuliani 15701010022

JURUSAN KEBIDANAN
FAKULTAS ILMU KESEHATAN
UNIVERSITAS BORNEO TARAKAN
2017/2018

i
KATA PENGANTAR

Puji syukur kami panjatkan kehadirat Allah SWT.Karena dengan rahmat,


karunia, serta taufik dan hidayah-Nya lah kami dapat menyelesaikan makalah
Kegawatdaruratan daerah pesisir.
Kami sangat berharap makalah ini dapat berguna dalam rangka menambah
wawasan serta pengetahuan kita mengenai kegawat daruratan daerah pesisir.
sepenuhnya bahwa di dalam tugas ini terdapat kekurangan-kekurangan dan jauh
dari apa yang kami harapkan. Untuk itu, penulis berharap adanya kritik, saran dan
usulan demi perbaikan di masa yang akan datang, mengingat tidak ada sesuatu
yang sempurna tanpa saran yang membangun.
Semoga makalah sederhana ini dapat dipahami bagi siapapun yang
membacanya. Sekiranya makalah yang telah disusun ini dapat berguna bagi
penulis sendiri maupun orang yang membacanya. Sebelumnya kami mohon maaf
apabila terdapat kesalahan kata-kata yang kurang berkenan dan kami mohon kritik
dan saran yang membangun demi perbaikan di masa depan.

Tarakan, 29 Oktober 2017

Penulis,

ii
DAFTAR ISI

KATA PENGANTAR .................................................................................. i


DAFTAR ISI ................................................................................................. ii
BAB I PENDAHULUAN ............................................................................. 1
A. Latar belakang .................................................................................... 1
B. Tujuan ................................................................................................ 2
C. Manfaat .............................................................................................. 2
BAB II TINJAUAN PUSTAKA.................................................................. 3
A. Fenomena Perforasi Uterus ................................................................ 3
B. Pathogenesis ....................................................................................... 6
C. Penyebab Perforasi Uterus ................................................................. 7
D. Gejala/Keluhan ................................................................................... 11
E. Penyebab ............................................................................................ 12
F. Penanganan ......................................................................................... 12
BAB III PENUTUP ...................................................................................... 13
A. Kesimpulan......................................................................................... 13
B. Saran ................................................................................................... 13
DAFTAR PUSTAKA ................................................................................... 14

iii
BAB I
PENDAHULUAN
A. Latar Belakang
Diabetes Mellitus (DM) merupakan salah satu masalah kesehatan
yang berdampak pada produktivitas dan dapat menurunkan Sumber Daya
Manusia.Penyakit ini tidak hanya berpengaruh secara individu, tetapi sistem
kesehatansuatu negara. Walaupun belum ada survei nasional, sejalan dengan
perubahangaya hidup termasuk pola makan masyarakat Indonesia diperkirakan
penderitaDM ini semakin meningkat, terutama pada kelompok umur dewasa
keataspada seluruh status sosial ekonomi. Saat ini upaya penanggulangan
penyakitDM belum menempati skala prioritas utama dalam pelayanan
kesehatan,walaupun diketahui dampak negatif yang ditimbulkannya cukup besar
antaralain komplikasi kronik pada penyakit jantung kronis, hipertensi, otak,
systemsaraf, hati, mata dan ginjal.
DM atau kencing manis adalah suatu penyakit yang disebabkan oleh
peningkatan kadar gula dalam darah (hiperglikemi) akibat kekurangan
hormoninsulin baik absolut maupun relatif. Absolut berarti tidak ada insulin
samasekali sedangkan relatif berarti jumlahnya cukup/memang sedikit tinggi
ataudaya kerjanya kurang. Hormon Insulin dibuat dalam pancreas. Ada 2
macamtype yaitu DM type Iatau disebut DM yang tergantung pada insulin. DM
inidisebabkan akibat kekurangan insulin dalam darah yang terjadi
karenakerusakan dari sel beta pancreas.Gejala yang menonjol adalah
terjadinyasering kencing (terutama malam hari), sering lapar dan sering
haus,sebagian besar penderita DM type ini berat badannya normal atau
kurus.Biasanya terjadi pada usia muda dan memerlukan insulin seumur hidup.
DM type II atau disebut DM yang tak tergantung pada insulin. DM
inidisebabkan insulin yang ada tidak dapat bekerja dengan baik, kadar
insulin dapat normal, rendah atau bahkan bahkan meningkat tetapi fungsiinsulin
untuk metabolisme glukosa tidak ada/kurang. Akibatnya glukosadalam darah
tetap tinggi sehingga terjadi hiperglikemia, 75% daripenderita DM type II dengan

1
obersitas atau ada sangat kegemukan dan biasanya diketahui DM setelah usia 30
tahun.
DM tipe 3 atau disebut Diabetes mellitus gestasional (bahasa
Inggris: gestational diabetes, insulin-resistant type 1 diabetes, double diabetes,
type 2 diabetes which has progressed to require injected insulin, latent
autoimmune diabetes of adults, type 1.5" diabetes, type 3 diabetes, LADA) atau
diabetes melitus yang terjadi hanya selama kehamilan dan pulih setelah
melahirkan, dengan keterlibatan interleukin-6 dan protein reaktif C pada
lintasan patogenesisnya. GDM mungkin dapat merusak kesehatan janin atau ibu,
dan sekitar 2050% dari wanita penderita GDM bertahan hidup.
Hipoglikemi adalah kadar glukosa darah di bawah normal.Diagnosis
hipoglikemia ditegakkan bila kadar glukosa darah < 50 mg% (2,8 mmol/L) atau
bahkan <40 mg% (2,2 mmol).(dikutip oleh Djoko Wahono S, 2006).
Hipoglikemi ada tiga tingkatan yaitu dari ringan: simptomatik, dapat diatasi
sendiri, tidak ada gangguan aktivitas sehari hari yang nyata, sedang :
simptomatik, dapat diatasi sendiri, menimbulkan gangguan aktivitas sehari hari
yang nyata, da berat : sering (tidak selalu ) tidak simptomatik, karena gangguan
kognitif pasien tidak mampu mengatasi sendiri.pada tingkatan berat,
membutuhkan pihak ketiga tetapi membutuhkan terapi parenteral,tetapi di sisi lain
Membutuhkan terapi parenteral (glukagon intramuskular atau glukosa intravena)
,disertai koma atau kejang.
Munculnya gejala dan kadar glukosa sangat bervariasi pada setiap bagi. Gejala
biasanya muncul bila kadar glukosa < 40 mg/dL dan tampak antara 24 dan 72 jam
setelah kelahiran atau dalam 6 jam setelah suatu kelahiran bayi mengalami stress
berat. Saat bayi berusia 72 jam, pencapaian kadar glukosa sebesar 45 mg/dL atau
lebih adalah hasil yang diharapkan tanpa mempertimbangkan berat badan, usia
gestasi atau faktor predisposisi lainnya. Manifestasi klinis sangat beragam yaitu
mencakup gemetar atau kejang, iritabilitas, letargi atau hipotonia, pernapasan
tidak teratur, apnea, sianosis, pucat, menolak untuk mengisap atau kurang minum
ASI, menangis dengan suara melengking atau melemah, hipotermia, diaporesis
atau aktivitas kejang neonatus. Jika bayi hipiglikemia dibiarkan tidak mendapat

2
terapi dapat menyebabkan kerusakan otak dan retardasi mental. Hipoglikemia
merupakan salah satu kegawatan diabetic yang mengancam, sebagai akibat dari
menurunnya kadar glukosa darah < 60 mg/dl.
B. Manfaat
1. Hasil penyusunan makalah ini dapat memberikan wawasan tentang koma
diabetikum dan koma hipoglikemia, dengan menggunakan asuhan kebidanan.
2. Memberikan pengetahuan dan keterampilan pada keluarga tentang perawatan
koma diabetikum dan koma hipoglikemia.
C. Tujuan
Untuk mengetahui penatalaksanaan pasien koma diabetikum dan koma
hipoglikemia.

3
BAB II
PEMBAHASAN
1. Koma Diabetika
1. Definisi
Ketoasidosis diabetic (diabetic ketoacidosis) atau KAD adalah keadaan
gaway darurat akibat hiperglikemia di mana terbentuk banyak asam dalam
darah. Ketoasidosis diabetik (KAD) merupakan komplikasi akut diabetes
melitus yang serius, suatu keadaan darurat yang harus segera diatasi.
Merupakan komplikasi metabolik yang paling serius dari Diabetes Mellitus
Tipe 1. KAD memerlukan pengelolaan yang cepat dan tepat, mengingat angka
kematiannya yang tinggi. Pencegahan merupakan upaya penting untuk
menghindari terjadinya KAD.
Ketoasidosis diabetik (KAD) adalah keadaan dekompensasi kekacauan
metabolik yang ditandai oleh trias hiperglikemia, asidosis dan ketosis, terutama
disebabkan oleh defisiensi insulin absolut atau relatif. KAD dan hipoglikemia
merupakan komplikasi akut diabetes melitus (DM) yang serius dan
membutuhkan pengelolaan gawat darurat. Akibat diuresis osmotik, KAD
biasanya mengalami dehidrasi berat dan bahkan dapat sampai menyebabkan
syok.
2. Epidemiologi
Di negara maju dengan sarana yang lengkap, angka kematian KAD berkisar
9-10%, sedangkan di klinik dengan sarana sederhana dan pasien usia lanjut
angka kematian dapat mencapai 25-50%. Angka kematian menjadi lebih tinggi
pada beberapa keadaan yang menyertai KAD seperti sepsis, syok yang berat,
infark miokard akut yang luas, pasien usia lanjut, kadar glukosa darah awal
yang tinggi, uremia dan kadar keasaman darah yang rendah. Kematian pada
pasien KAD usia muda, umumnya dapat dihindari dengan diagnosis cepat,
pengobatan yang tepat dan rasional, serta memadai sesuai dengan dasar
patofisiologinya. Pada pasien kelompok usia lanjut, penyebab kematian lebih
sering dipicu oleh faktor penyakit dasarnya.

4
Jumlah pasien KAD dari tahun ke tahun relatif tetap/tidak berkurang dan
angka kematiannya juga belum menggembirakan. Mengingat 80% pasien KAD
telah diketahui menderita DM sebelumnya, upaya pencegahan sangat berperan
dalam mencegah KAD dan diagnosis dini KAD.
Tabel 1. Jumlah Kasus dan Angka Kematian Ketoasidosis Diabetik di RS
Dr. Cipto Mangunkusumo

Angka
Tahun Jumlah kasus
Kematian (%)
1983-1984 (9
14 13,4
Bulan)
1984-1988(48
55 40
Bulan)
1995 (12 Bulan) 17
1997 (6 Bulan) 23 18,7
1998-1999 (12
37 51
Bulan)

3. Klasifikasi
Ketoasidosis Diabetikum (KAD) diklasifikasikan menjadi empat yang
masing-masing menunjukkan tingkatan atau stadiumnya.
Tabel 2. Klasifikasi Ketoasidosis Diabetik
Stadium Macam, KAD pH Darah Bikarbonat Darah
1. Ringan KAD ringan 7,30-7,35 15-20 mEq/l
2. Sedang Perkoma Diabetik 7,20-7,30 12-15 mEq/l
Koma Diabetik
3. Berat 6,90-7,20 8-12 mEq/l
(KD)
4. Sangat Berat KD Berat <6,90 < 8 mEq/l

4. Faktor Pencetus

5
Ada sekitar 20% paseien KAD yang baru diketahui menderita DM untuk
pertama kali. Pada pasien KAD yang sudah diketahui DM sebelumnya, 80%
dapat dikenali adanya faktor pencetus ini penting untuk pengobatan dan
pencegahan ketoasidosis berulang. Faktor pencetus yang berperan untuk
terjadinya KAD adalah infeksi, infark miokard akut, pankreatitis akut,
penggunaan obat golongan steroid, mengehentikan, atau mengurangi dosis
insulin. Sementara itu 20% pasien KAD tidak ditemukan faktor pencetus.
5. Patofisiologi
KAD adalah suatu keadaan dimana terdapat defisiensi insulin absolut
atau relatif dan peningkatan hormon kontra regulator (glukagon, ketokolamin,
kortisol, dan hormone pertumbuhan); keadaan tersebut menyebabkan
produksi glukosa hati meningkat dan utilisasi glukosa oleh sel tubuh menurun,
dengan hasil akhir hiperglikemia. Keadaan hiperglikemia sangat bervariasi
dan tidak menentukan berat-ringannya KAD. Adapun gejala dan tanda klinis
KAD dapat dkelompokkan menjadi dua bagian yaitu (gambar 1) :
a. Akibat hiperglikemia
b. Akibat ketosis

Gambar 1. Patofisiologi KAD

6
Walaupun sel tubuh tidak dapat menggunakan glukosa, sistem
homeostasis tubuh terus teraktivasi untuk memproduksi glukosa dalam
jumlah banyak sehingga terjadi hiperglikemia. Kombinasi defisiensi insulin
dan peningkatan kadar hormon kontra regulator terutama epinefrin,
mengaktivasi hormon lipase sensitif pada jaringan lemak. Akibat lipolisis
meningkat, sehingga terjadi peningkatan produksi benda keton dan asam
lemak bebas secara berlebihan. Akumulasi produksi benda keton oleh sel hati
dapat menyebabkan metabolik asidosis. Benda keton utama adalah asam
asetoasetat (AcAc) dan 3 beta hidroksi butirat (3HB); dalam keadaan normal
kadar 3HB meliputi 75-85% dan aseton darah merupakan benda keton yang
tidak begitu penting. Meskipun sudah tersedia bahan bakar tersebut sel-sel
tubuh masih tetap lapar dan terus memproduksi glukosa.
Hanya insulin yang dapat menginduksi transpor glukosa ke dalam sel,
member signal untuk proses perubahan glukosa menjadi glikogen ,
menghambat lipolisis pada sel lemak (menekan pembentukan asam lemak
bebas), menghambat glukoneogenesis pada sel hati serta mendorong proses
oksidasi melalui siklus Krebs dalam mitokondria sel. Melalui proses oksidasi
tersebut akan dihasilkan adenin trifosfat (ATP) yang merupakan sumber
energi utama sel.
Resistensi insulin juga berperan dalam memperberat keadaan defisiensi
insulin relatif. Meningkatnya hormon kontra regulator insulin, meningkatnya
asam lemak bebas, hiperglikemia, gangguan keseimbangan elektrolit dan
asam-basa dapat mengganggu sensitivitas insulin.

6. Peranan Hormon
a. Peranan Insulin
Pada KAD terjadi defisiensi insulin absolut atau relatif terhadap
hormon kontra regulasi yang berlebihan (glukagon, epinefrin, kortisol, dan
hormon pertumbuhan). Defisiensi insulin dapat disebabkan oelh resistensi

7
insulin atau suplai insulin endogen atau eksogen yang berkurang.
Defisiensi aktivitas insulin tersebut, menyebabkan 3 proses patofisiologi
yang nyata pada 3 organ, yaitu sel-sel lemak, hati dan otot. Perubahan
yang terjadi terutama melibatkan metabolisme lemak dan karbohidrat
(gambar 1).
b. Peranan Glukagon
Diantara hormon-hormon kontraregulator, glukagon yang paling
berperan dalam ketogenesis KAD. Glukagon mengahambat proses
glikolisis dan menghambat pembentukan malonyl CoA adalah suatu
penghambat cartnitine acyl transferase (CPT 1 dan 2) yang bekerja pada
transfer asam lemak bebas ke dalam mitokondria. Dengan demikian
peningkatan glukagon akan merangsang oksidasi beta asam lemak dan
ketogenesis.
Pada pasien DM tipe 1, kadar glukagon darah tidak teregulasi dengan
baik, bila kadar insulin rendah maka kadar glukagon darah sangat
meningkat serta mengakibatkan reaksi kebalikan respons insulin pada sel-
sel lemak dan hati.
c. Hormon kontra regulator insulin lain
Kadar epinefrin dan kortisol darah menngikat pada KAD. Hormon
pertumbuhan (GH) pada awal terapi KAD kadarnya kadang-kadang
meningkat dan lebih meningkat lagi dengan pemberian insulin.
Keadaan stres sendiri meningkatkan hormon kontra regulasi yang pada
akhirnya akan menstimulasi pembentukan benda-benda keton,
glukonoegenesis serta potensial sebagai pencetus KAD. Sekali proses
KAD terjadi maka akan terjadi stress berkepanjangan.

7. Gejala klinis
Gejala-gejala dari KAD berupa: (1) dehidrasi: kekeringan di mulut dan
hilangnya elastisitas kulit, (2) napas berbau kecut/asam, (3) mual-mual,
muntah-muntah, dan rasa sakit di perut, (4) napas berat, (5) tarikan napas
meningkat, (6) merasa sangat lemah dan mengantuk.

8
Areataeus menjelaskan gambaran klinis KAD sebagai berikut keluhan
poliuri, dan polidipsi sering kali mendahului KAD serta didapatkan riwayat
berhenti menyuntik insulin, demam, atau infeksi. Muntah-muntah merupakan
gejala yang sering dijumpai terutama pada KAD anak. Dapat pula dijumpai
nyeri perut yang menonjol dan hal itu berhubungan dengan gastroparesis-
dilatasi lambung.
Derajat kesadaran pasien dapat dijumpai mulai kompos mentis, delirium,
atau depresi sampai dengan koma. Bila dijumpai kesadaran koma perlu
dipikirkan penyebab penurunan kesadaran lain (misalnya uremia, trauma,
infeksi, minum alcohol).
Infeksi merupakan faktor pencetus yang paling sering. Walaupun faktor
pencetusnya adalah infeksi, kebanyakan pasien tidak mengalami demam.bila
dijumpai nyeri abdomen perlu dipikirkan kemungkinan kolesistisis, iskemia
usus, apendisitis, divertikulitis, atau perforasi usus. Bila pasien tidak
menunjukkan respons yang baik terhadap pengobatan KAD maka perlu dicari
kemungkinan infeksi tersembunyi (sinusitis, abses gigi, abses perirektal).
8. Diagnosis
Ketoasidosis diabetik perlu dibedakan dengan ketosis diabetik ataupun
hiperglikemia hiperosmolar nenketotik. Langkah pertama yang harus diambil
pada pasien dengan KAD terdiri dari anamnesis dan pemeriksaan fisik yang
cepat dan teliti dengan terutama memperhatikan patensi jalan napas, status
mental, status ginjal dan kardiovaskular, dan status hidrasi. Langkah-langkah
ini harus dapat menentukan jenis pemeriksaan laboratorium yang harus segera
dilakukan, sehingga penatalaksanaan dapat segera dimulai tanpa adanya
penundaan.
Pemeriksaan laboratorium yang penting dan mudah untuk segera
dilakukan setelah dilakukannya anamnesis dan pemeriksaan fisik adalah
pemeriksaan kadar glukosa darah dengan glucose sticks dan pemeriksaan urin
dengan mengunakan urine strip untuk melihat secara kualitatif jumlah
glukosa, keton, nitrat, dan leukosit dalam urin. Pemeriksaan laboratorium
lengkap untuk dapat menilai karakteristik dan tingkat keparahan KAD

9
meliputi kadar HCO3, anion gap, pH darah dan juga idealnya dilakukan
pemeriksan kadar AcAc dan laktat serta 3HB.
Tjokroprawiro memberikan kriteria diagnosis untuk Ketoasidosis
Diabetikum sebagai berikut:
a. Klinis : poliuria, polidipsia, mual dan atau muntah, pernapasan Kussmaul
(dalam dan frekuens), lemah, dehidrasi, hipotensi sampai syok, kesadaran
terganggu sampai koma.
b. Darah : hiperglikemia lebih dari 300 mg/dl (biasanya melebihi 500 mg/dl).
Bikarbonat kurang dari 20 mEq/l (dan pH < 7,35).
c. Urine : glukosuria dan ketonuria
9. Penatalaksanaan
Prinsip-prinsip pengelolaan KAD ialah :
a. Penggantian cairan dan garam yang hilang.
b. Menekan lipolisis sel lemak dan menekan glukoeogenesis sel hati dengan
pemberian insulin 9
c. Mengatasi stres sebagai pencetus KAD
d. Mengembalikan keadaan fisiologi normal dan menyadari pentingnya
pemantauan serta penyesuaian pengobatan.
Pengobatan KAD tidak terlalu rumit, ada 6 hal yang perlu diberikan: 5
diantaranya ialah: cairan, garam ,insulin, kalium dan glukosa. Sedangkan
yang terakhir terapi sangat menentukan adalah asuhan keperawatan. Di sini
diperlukan kecermatan dalam evaluasi sampai keadaan KAD teratasi dan
stabil.

(a) Cairan
Untuk mengatasi dehidrasi digunakan larutan garam fisiologis.
Berdasarkan perkiraan hilangnya cairan pada KAD mencapai 100 ml per
kg berat badan, maka pada jam pertama diberikan 1 sampai 2 liter, jam
kedua diberikan 1 liter dan selanjutnya sesuai protokol.

10
Tujuannya ialah untuk memperbaiki perfusi jaringan dan menurunkan
hormon kontraregulator insulin. Bila kadar glukosa kurang dari 200 mg%
maka perlu diberikan larutan yang mengandung glukosa (dekstrosa 5%
atau 10%).
(b) Insulin
Terapi insulin harus segera dimulai sesaat setelah diagnosis KAD dan
rehidrasi yang memadai. Pemberian insulin akan ,menurunkan hormon
glukagon sehingga dapat menekan produksi benda keton di hati, pelepasan
asam lemak bebas dari jaringan lemak, pelepasan asam amino dari
jaringan otot, dan meningkatkan utilisasi glukosa oleh jaringan. Tujuan
pemberian insulin ini bukan hanya untuk mencapai kadar glukosa normal
tetapi untuk mengatasi keadaan ketonemia. Oleh karena itu bila kadar
glukosa kurang dari 200 mg% insulin diteruskan dan untuk mencegah
hipoglikemia diberikan cairan yang mengandung glukosa sampai asupan
kalori oral pulih kembali.
(c) Kalium
Pada awal KAD biasanya kadar ion K serum meningkat. Hiperkalemia
yang fatal sangat jarang dan bila terjadi harus segera diatasi dengan
pemberian bikarbonat. Bila pada elektro kardiogram ditemukan
gelombang T yang tinggi, pemberian cairan dan insulin dapat segera
mengatsi keaadan hiperkalemia tersebut.
(d) Glukosa
Setelah rehidrasi awal 2 jam pertama, biasanya kadar glukosa darah
akan turun. Selanjutnya dengan pemberian insulin diharapkan terjadi
penurunan kadar glukosa sekitar 60 mg%/ jam. Bila kadar glukosa
mencapai kurang dari 200 mg% maka dapat dimulai infus yang
mengandung glukosa. Perlu ditekankan tujuan terapi KAD bukan untuk
menormalkan kadar glukosa tapi untuk menekan ketogenesis.
(e) Bikarbonat
Terapi bikarbonat pada KAD menjadi topik perdebatan selama
beberapa tahun. Pemberian bikarbonat hanya dianjurkan pada KAD yang
berat. Hal ini disebabkan karena pemberian bikarbonat dapat :

11
(a) Menurunkan pH intraseluler akibat difusi CO2 yang dilepas
bikarbonat
(b) Menimbulkan efek negatif pada disosiasi oksigen di jaringan
(c) Hipertonis dan kelebihan natrium
(d) Meningkatkan insiden hipokalemia
(e) Gangguan fungsi serebral
(f) Terjadi alkaliemia bila bikarbonat terbentuk dari asam keto
Saat ini bikarbonat diberikan bila pH kurang dari 7,1 namun walaupun
demikian komplikasi asidosis laktat dan hiperkalemia yang mengancam
tetap merupakan indikasi pemberian bikarbonat.
Disamping hal tersebut diatas pengobatan umum tak kalah penting yaitu :
a. Antibiotik yang adekuat
b. Oksigen bila tekanan O2 kurang dari 80 mmHg
c. Heparin bila ada DIC atau bila hiperosmolar (lebih dari 380
mOsm/liter)
10. Pencegahan
Faktor pencetus utama KAD ialah pemberian dosis insulin yang kurang
memadai dan kejadian infeksi. Pada beberapa kasus, kejadian tersebut dapat
dicegah dengan akses pada system pelayanan kesehatan lebih baik (termasuk
edukasi DM) dan komunikasi efektif terutama pada saat penyandang DM
mengalami sakit akut (misalnya batuk pilek, diare, demam, luka).
Pasien DM harus didorong untuk perawatan mandiri terutama saat
mengalami masa-masa sakit, dengan melakukan pemantauan kadar glukosa
darah dan keton urin sendiri. Di sinilah pentingnya edukator diabetes yang
dapat membantu pasien dan keluarga, terutama pada keadaan sulit.

11. Prognosis
Prognosis baik selama terapi adekuat dan selama tidak ada penyakit lain
yang fatal (sepsis, syok septik, infark miokard akut, thrombosis serebral, dll).

12
B. KOMA HIPOGLIKEMIA
1. DEFINISI HIPOGLIKEMIA
Hipoglikemia dapat diartikan sebagai kadar glukosa darah di bawah
harga normal. Kadar glukosa plasma kira-kira 10% lebih tinggi bila
dibanding kadar glukosa darah keseluruhan karena eritrosit mengandung
kadar glukosa yang relatif lebih rendah. Kadar glukosa arteri lebih tinggi
dibandingkan dengan vena, sedangkan kadar glukosa darah kapiler di antara
kadar arteri dan vena.
2. KLASIFIKASI HIPOGLIKEMIA
Hipoglikemia akut menunjukkan gejala Triad Whipple. Triad Whipple
meliputi:
a. Keluhan adanya kadar glukosa darah plasma yang rendah. Gejala otonom
seperti berkeringat, jantung berdebar-debar, tremor, lapar.
b. Kadar glukosa darah yang rendah (<3 mmol/L). Gejala neuroglikopenik
seperti bingung, mengantuk, sulit berbicara, inkoordinasi, perilaku berbeda,
gangguan visual, parestesi, mual sakit kepala.
c. Hilangnya dengan cepat keluhan sesudah kelainan biokimia dikoreksi.

Hipoglikemia juga dapat dibedakan menjadi:


a. True hipoglikemi, ditandai dengan kadar glukosa darah sewaktu < 60
mg/dl
b. Koma hipoglikemi, ditandai dengan kadar glukosa darah sewaktu < 30
mg/dl
c. Reaksi hipoglikemi, yaitu bila kadar glukosa darah sebelumnya naik,
kemudian diberi obat hipoglikemi dan muncul tanda-tanda hipoglikemia
namun kadar glukosa darah normal.
d. Reaktif hipoglikemi, timbul tanda-tanda hipoglikemi 3-5 jam sesudah
makan. Biasanya merupakan tanda prediabetik atau terjadi pada anggota
keluarga yang terkena diabetes melitus.
3. ETIOLOGI DAN FAKTOR PREDISPOSISI
Etiologi hipoglikemia antara lain:

13
a. Hipoglikemia pada DM stadium dini.
b. Hipoglikemia dalam rangka pengobatan DM
1) Penggunaan insulin
2) Penggunaan sulfonilurea
c. Hipoglikemia yang tidak berkaitan dengan DM
1) Hiperinsulinisme alimenter pasca gastrektomi
2) Insulinoma
3) Penyakit hati berat
4) Tumor ekstrapankreatik: fibrosarkoma, karsinoma ginjal
5) Hipopituitarisme

Faktor predisposisi terjadi hipoglikemia


a. Kadar insulin berlebihan
1) Dosis yang berlebihan
2) Peningkatan bioavailabilitas insulin: absorpsi cepat oleh karena
latihan jasmani, penyuntikan insulin di perut, perubahan ke human
insulin, penurunan clearance insulin
b. Peningkatan sensitivitas insulin
1) Penyakit Addison, hipopituarisme
2) Penurunan berat badan
3) Latihan jasmani, post partum
c. Asupan karbohidrat berkurang
1) Makan tertunda, porsi makan kurang
2) Anorexia nervosa
3) Muntah, gastroparesis
d. Lain-lain
Alkohol, obat-obatan yang meningkatkan kerja sulfonilurea

4. TATALAKSANA HIPOGLIKEMI
a. Glukosa oral

14
Setelah dignosa hipoglikemi ditegakkan dengan pemeriksaan glukosa
darah kapiler, berikan 10-20 gram glukosa oral. Dapat berupa roti, pisang
atau karbohidrat kompleks lainnya. Pada penderita yang sulit menelan
dapat diberikan madu atau gel glukosa pada mukosa mulut.
b. Glukosa intravena
Pada pasien koma hipoglikemi diberikan injeksi glukosa 40% intravena 25
mL yang diencerkan 2 kali

Injeksi glukosa 40% intravena 25 mL


1 flash Bila kadar glukosa 60-90 mg/dL 1 flash dapat meningkatkan kadar
2 flash Bila kadar glukosa 30-60 mg/dL glukosa 25-50 mg/dL.
3 flash Bila kadar glukosa < 30 mg/dL Kadar glukosa yang diinginkan >
120 mg/dL

c. Bila belum sadar, dilanjutkan infus maltosa 10% atau glukosa 10%
kemudian diulang 25 cc glukosa 40% sampai penderita sadar.
d. Injeksi metil prednisolon 62,5 125 mg intravena dan dapat diulang.
Dapat dikombinasi dengan injeksi fenitoin 3 x 100 mg intravena atau
fenitoin oral 3 x 100 mg sebelum makan.
e. Injeksi efedrin 25 -50 mg (bila tidak ada kontra indikasi) atau injeksi
glukagon 1 mg intramuskular. Kecepatan kerja glukagon sama dengan
pemberian glukosa intravena. Bila penderita sudah sadar dengan
pemberian glukagon, berikan 20 gram glukosa oral dan dilanjutkan dengan
40 gram karbohidrat dalam bentuk tepung untuk mempertahankan
pemulihan.
f. Bila koma hipoglikemia terjadi pada pasien yang mendapat sulfonilurea
sebaiknya pasien tersebut dirawat di rumah sakit, karena ada risiko jatuh
koma lagi setelah suntikan dekstrosa. Pemberian dekstrosa diteruskan
dengan infus dekstrosa 10% selama 3 hari. Monitor glukosa darah setiap
3-6 jam sekali dan kadarnya dipertahankan 90-180 mg%. Hipoglikemia
karena sulfonilurea ini tidak efektif dengan pemberian glukagon.

15
5. HIPOGLIKEMIA DAN KERUSAKAN OTAK

Glukosa merupakan sumber energi utama untuk otak. Pada keadaan


normal, 90% energi yang dibutuhkan untuk mempertahankan gradien ion
melintasi membran sel dan menyalurkan impuls listrik datang dari glukosa.
Glukosa masuk ke otak melalui GLUT 1 dalam kapiler-kapiler otak. Alat
transport lain kemudian menyebarkannya ke sel neuron dan glia. Glukosa
diambil dari darah dalam jumlah besar dan jaringan serebrum pada orang
normal ialah 0,95-0,99. Secara umum penggunaan glukosa pada keadaan
istirahat setara dengan aliran darah dan konsumsi O2.
Simpanan karbohidrat dalam jaringan saraf sangat terbatas dan
fungsi normal bergantung pada pasokan glukkosa yang kontinu. Bila kadar
glukosa plasma turun, gejala awal adalah berdebar-debar, berkeringat, dan
kegelisahan karena efek saraf otonom. Pada kadar glukosa plasma yang
lebih rendah, gejala neuroglikopenik mulai muncul. Gejala mencakup rasa
lapar, kebingungan, dan kelainan kognitif lain. Pada kadar glukosa plasma
yang lebih rendah lagi terjadi letargi, koma, kejang dan akhirnya kematian.
Glukosa plasma
mmol/L mg/dL
90
4,6 Inhibisi sekresi insulin
75
3,8 Sekresi glukagon,efinefrin, hormon
pertumbuhan
60
3,2 Sekresi kortisol
2,8 Disfungsi kognitif
45
2,2 Letargi
1,7 30 Koma
1,1 Kejang
15
0,6 Kerusakan otak permanen
0 0 Kematian

16
Mekanisme tubuh untuk mengkompensasi penurunan kadar glukosa
plasma adalah inhibisi sekresi insulin endogen pada kadar glukosa plasm 80
mg/dL. Selain itu juga terjadi peningkatan sekresi hormon glukagon,
epinefrin dan hormon pertumbuhan. Ekskresi hormon glukagon mula-mula
akan meningkatkan glikogenolisis dan glukoneogenesis. Epinefrin
meningkatkan pengeluaran glukosa oleh hati dengan meningkatkan
glikogenolisis dan glukoneogenesis juga meningkatkan lipolisis di jaringan
lemak serta glikogenolisis dan proteolisis di otot. Hormon pertumbuhan
melawan kerja insulin di jarigan perifer (lemak dan otot), menurunkan
penggunaan glukosa di berbagai jaringan tepi serta meningkatkan
glukoneogenesis.

6. TERAPI HIPOGLIKEMIA DENGAN OEDEM SEREBRI

Adapula sebagian kecil pasien yang tidak berespons terhadap


glukosa intravena dan injeksi glukagon serta tetap tidak sadar walaupun
kadar glukosa darah sudah di atas normal. Pada pasien ini biasanya terjadi
edema serebri dan perlu pengobatan dengan manitol atau deksametason.
Dosis manitol 1,5-2 g/kg BB diberikan setiap 6-8 jam. Dosis awal
deksametason 10 mg bolus dilanjutkan 2 mg setiap 6 jam. Pasien tetap
mendapat infus dekstrosa 10% dan glukosa darah di sekitar 180 mg%, di
samping dicari penyebab koma yang lain. Hindari fluktuasi kadar glukosa
yang besar karena akan memperberat edema serebri. Bila koma
berlangsung lama perlu diberikan insulin dalam dosis kecil.

7. GLIBENKLAMID SEBAGAI OBAT HIPOGLIKEMI ORAL


Glibenklamid merupakan derivat sulfonilurea yang masih sering
digunakan sebagai obat antidiabetik oral. Derivat sulfonilurea bekerja
dengan merangsang sekresi insulin di pankreas.
Farmakodinamik

17
Penurunan kadar glukosa darah yang terjadi setelah pemberian
sulfonilurea disebabkan oleh perangsangan sekresi insulin di pankreas.
Farmakokinetik
Absorpsi sulfonilurea melalui usus baik sehingga dapat diberikan per
oral. Setelah absorpsi, obat ini akan tersebar ke seluruh cairan ekstrasel.
Dalam plasma sebagian terikat pada protein plasma terutama albumin.
Glibenklamid dimetabolisme di hati, hanya 25% metabolit diekskresi
melalui urin dan sisanya diekskresikan melalui empedu dan tinja.
Glibenklamid efektif denga pemberian dosis tunggal. Bila pemberian
dihentikan, obat akan bersih dari serum sesudah 36 jam.

Efek samping
Hipoglikemia merupakan efek samping utama dari pemakaian
glibenklamid. Pasien usia lanjut dan pasien dengan gangguan hati
memiliki resiko lebih besar terjadi hipoglikemi dengan terapi glibenklamid.
Hipoglikemi akibat penggunaan glibenklamid dapat timbul pada dosis
berapapun dengan gejala yang sangat bervariasi. Keluhan hipoglikemia
pada usia lanjut sering tidak diketahui dan mungkin dianggap sebagai
keluhan-keluhan pusing atau transient ischemia attact. Hipoglikemi akibat
sulfonilurea tidak jarang terutama sulfonilurea yang bekerja lama seperti
glibenklamid. Pada usia lanjut respon otonomik cenderung turun dan
sensitifitas perifer epinefrin juga berkurang. Pada otak yang menua
gangguan kognitif meungkin terjadi pada hipoglikemia yang ringan.
Dosis
Dosis awal glibenklamid 2,5-5 mg/hari, dosis maksimal 20 mg/hari.
Interaksi obat
Obat yang dapat meningkatkan resiko hipoglikemia sewaktu
pemberian sulfonilurea adalah insulin, alkohol, fenformin, sulfonamid,
salisilat dosis besar, fenilbutazon, oksibutazon, probenesid, dikumarol,
kloramfenikol.

18
Propanolol dan obat penghambat adrenoseptor akan menghambat
reaksi takikardi, berkeringat dan tremor pada hipoglikemia sehingga
keadaan hipoglikemi memberat tanpa diketahui.

19

Anda mungkin juga menyukai