Anda di halaman 1dari 28

1

BAB I

PENDAHULUAN

A. Latar Belakang

Pada dasarnya fungsi dan peranan masjid saat ini merupakan suatu

kelompok tertentu dengan maksud mencapai tujuan di bidang sosial, agama,

dan kemanusiaan, masjid merupakan salah satu wadah atau sarana untuk

menyebarkan Dakwah Islamiyah yang paling strategis dalam membina dan

menggerakan potensi umat Islam untuk mewujudkan sumber daya manusia

yang tangguh dan berkualitas, sebagai pusat pembinaan umat Islam,

eksistensi masjid kini dihadapkan pada berbagai perubahan yang terus

bergulir di lingkungan masyarakat. Di era globalisasi perubahan-perubahan

tatanan saat ini yang begitu cepat seyogyanya harus memiliki sikap yang

arif dan bijaksana dalam mengarahkan masyarakat untuk mengingat kepada

Sang Khaliq dengan selalu melaksanakan kewajiban seorang muslim,

dimanapun masjid didirikan, fungsi dan peran yang diembannya sama saja,

baik yang terdapat di kota besar maupun yang terdapat di desa-desa.

Masjid adalah tempat untuk beribadah, khususnya untuk mendirikan

salat yang wajib maupun yang sunnah, orang akan merasa sudah puas

apabila masjidnya sudah dapat dipergunakan untuk salat, balajar mengaji,

dan menunaikan ibadah zakat (kepanitiaan). Keadaan semacam itu

sejujurnya harus diakui kurang serasi dengan gerak laju pembangunan dan

kemajuan yang sangat cepat seperti sekarang ini, juga tidak serasi dengan

Fungsi Masjid Sebagai, Restu Ikhtian Prayogo, FKIP UMP, 2017


2

semangat Islam yang mengajarkan dan selalu mendorong umatnya untuk

maju dengan melaksanakan pembaruan di semua bidang.

Nama yang diberikan pada masjid menggambarkan bahwa fungsi

masjid sebagai tempat berkumpul, masjid di perkotaan biasanya

dimanfaatkan pula untuk pengajian anak-anak dan remaja, kaum ibu, atau

bapak pada waktu-waktu tertentu. Masjid juga sering dijadikan sebagai

tempat berkumpul dan berbincang-bincang mengenai masalah spesial yang

biasanya dilakukan sehabis salat atau ketika menunggu waktu salat tiba

yang dilakukan di serambi masjid, selain itu juga sebagai tempat utama

perayaan hari-hari besar keagamaan, masjid menjadi pusat penerangan

pembangunan di kota. Masjid biasanya dibangun lebih besar dari pada

langgar atau mushala yang dapat menampung kapasitas 50 jamaah, masjid

besar merupakan masjid yang dapat mewakili suatu kecamatan, karena

masjid ini selain dipakai salat jumat juga dapat menampung salat ied yang

memiliki kapasitas 500 keatas (A. Bachrun Rifai 2005:90).

Begitu pula dengan Masjid Agung Baitussalam Purwokerto

merupakan salah satu masjid yang pertama kali berdiri di Kelurahan

Sokanegara, Kabupaten Banyumas. Dilihat dari segi bentuk dan kondisi

bangunan fisik, masjid di perkotaan biasanya relatif sederhana atau rata-rata

kurang permanen yang sewaktu-waktu mengalami pemugaran dan renovasi

dan dilakukan secara swadaya, Meski pada awal tujuan pendirian masjid

sangat sempit, namun fungsi masjid kemudian semakin berkembang dari

masa ke masa, dari periode ke periode selanjutnya. Hal ini menandakan

Fungsi Masjid Sebagai, Restu Ikhtian Prayogo, FKIP UMP, 2017


3

bahwa apa yang dilakukan oleh Rasulullah pada periode awal Islam tidak

terlepas dari fungsi masjid sebagai pembentuk peradaban umat Islam dan

oleh karena itu, secara fungsional sebagai tempat ibadah, secara eksistensial

sebagai lembaga dan pranata sosial Islam, masjid dapat dipandang sebagai

warisan kebudayaan Islam paling penting di dunia.

Masjid Agung Baitussalam Purwokerto sering kali dipergunakan

sebagai kegiatan dakwah dan pembinaan umat. Pada dasarnya, setiap

kegiatan dakwah yang bercorak sosial, ekonomi, pendidikan, dan

kesejahteraan sosial, serta peningkatan taraf hidup umat untuk mencapai

kebahagiaan dan kesejahteraan hidup lahir batin merupakan dakwah bil hal

atau dakwah pembangunan. Sesuai dengan fungsinya bahwa ajaran Islam

diturunkan untuk membimbing manusia agar mencapai ridha Allah yaitu

berupa kebahagiaan di dunia dan akhirat. Masjid berperan sebagai sarana

untuk pembinaan umat Islam secara total untuk mencapai dua kebahagiaan

tersebut, dari fenomena diatas menunjukkan betapa besar peranan masjid

dalam membangun kesatuan, persatuan dan kesejahteraan umat Islam,

masjid juga dapat dijadikan sebagai barometer, kualitas jamaah yang ada di

sekitarnya. Selain itu juga, kebersamaan dan kesamaan derajat di kalangan

masyarakat dapat diwujudkan melalui masjid.

Perkembangan yang nampak pada Masjid Agung Baitussalam

Purwokerto mampu sedikit demi sedikit memberikan warna terhadap

kehidupan sosial agama di wilayah sekitarnya yang berupa karakteristik

bangunan atau sarana fisik dengan perkembangan dan fungsinya terhadap

Fungsi Masjid Sebagai, Restu Ikhtian Prayogo, FKIP UMP, 2017


4

masyarakat sekitarnya, oleh karena itu penulis tertarik untuk meneliti

tentang Fungsi Masjid Sebagai Pusat Pembinaan Umat (Studi Kasus Di

Masjid Agung Baitussalam Purwokerto).

B. Rumusan Masalah

Setelah dikemukakan latar belakang di atas, maka dapat dirumuskan

permasalahan yang menjadi bahan kajian penelitian adalah sebagai berikut:

1. Bagaimana peran masjid di Kota Purwokerto?

2. Bagaimanakah fungsi Masjid Agung Baitussalam Purwokerto sebagai

salah satu pusat pembinaan umat dari tahun 1970 2016 ?

3. Apa faktor pendukung dan penghambat proses pembinaan umat di

Masjid Agung Baitussalam Purwokerto?

C. Tujuan Penelitian

Adapun tujuan penelitian yang ingin dicapai oleh penulis dalam

penelitian ini adalah sebagai berikut:

1. Untuk mengetahui peran masjid di Kota Purwokerto.

2. Untuk mengetahui fungsi Masjid Agung Baitussalam Purwokerto

sebagai salah satu pusat pembinaan umat dari tahun 1970 2016.

3. Untuk mengetahui faktor pendukung dan penghambat proses pembinaan

umat di Masjid Agung Baitussalam Purwokerto.

Fungsi Masjid Sebagai, Restu Ikhtian Prayogo, FKIP UMP, 2017


5

D. Manfaat Penelitian

1. Manfaat Teoritis

Untuk menambah khazanah keilmuan dan pengetahuan kongkrit

tentang fungsi Masjid Agung Baitussalam Purwokerto sebagai pusat

pembinaan umat.

2. Manfaat Praktis

Sebagai tambahan informasi bagi para takmir masjid dan

masyarakat tentang fungsi masjid dalam melakukan pembinaan umat.

E. Tinjauan Pustaka

Hasil penelitian terdahulu merupakan referensi bagi peneliti untuk

melakukan penelitian ini. Dalam penelitian tersebut terdapat perbedaan

permasalahan penelitian yaitu:

Skripsi Ahmad Khuzaini yang dibuat pada tahun 2012 yang

berjudul Peran Masjid dalam Pembinaan Umat sebagai Upaya Pendidikan

Islan non formal (Studi Kasus di Masjid Al Huda Weleri, Kendal. Hasil

penelitiannya adalah bahwa peran masjid Al Huda melalui takmirnya

dalam melakukan pembinaan umat sebagai upaya pendidikan Islam non

formal belum terlaksana dengan baik, sebab dalam proses pendidikannya

belum terdapat komponen-komponen dasar pendidikan secara lengkap,

seperti: tujuan pendidikan, kurikulum pendidikan, metode pendidikan dan

evaluasi pendidikan, sehingga kegiatan yang dilakukan Masjid Al Huda

baik pengajian rutin maupun pengajian remaja hanya berjalan begitu saja

Fungsi Masjid Sebagai, Restu Ikhtian Prayogo, FKIP UMP, 2017


6

tanpa adanya komponen-komponen dasar dalam pendidikan tersebut

secara lengkap.

Skripsi Slamet Fuad yang dibuat pada tahun 2009 yang berjudul

Pemanfaatan Masjid sebagai Media Pendidikan Islam Tinjauan Pendidikan

non formal (Studi Kasus di Masjid Al Kautsar Mendungan Pabelan

Kartasura). Hasil penelitiannya adalah bahwa pemanfaatan masjid Al

Kautsar sebagai media pendidikan Islam telah berjalan dengan baik. Hal

ini dapat dilihat dengan adanya kegiatan pendidikan yang dilaksanakan di

lingkungan masjid, dan pemanfaatan masjid yang sesuai dengan fungsi

masjid sebagai media pendidikan dengan maksimal.

Jadi penelitian yang sudah dikaji di atas bahwa skripsi yang dibuat

oleh Ahmad Khuzaini yang dilakukan di Masjid Al Huda Kendal, hanya

melakukan pendidikan Islam yang non formal namun belum tertata secara

baik karena proses pendidikannya pun belum ada komponen yang terkait

dengan ilmu pendidikan, pengajian yang dilakukan hanya sebatas

pengajian rutin biasa saja bagi para remaja. Penelitian ini seharusnya perlu

adanya pembelajaran yang baik dan tertata khususnya bagi para remaja

tentang pendidikan Islam non formal itu sendiri.

Kedua skripsi yang dibuat oleh Slamet Fuad yang dilakukan di

Masjid Al Kautsar hanya sebagai media Islam namun strukturnya sudah

berjalan secara baik, hal ini dapat dilihat juga dengan adanya pendidikan

yang dilakukan di lingkungan masjid dalam pemanfaatan masjid sudah

Fungsi Masjid Sebagai, Restu Ikhtian Prayogo, FKIP UMP, 2017


7

sesuai dengan fungsi masjid sebagaimana mestinya digunakan atau

dilakukan.

Berdasarkan karya tulis skripsi dan kajian terhadap beberapa

peneliti terdahulu di atas memang telah ada penelitian yang hampir sama

dengan penelitian yang akan penulis lakukan, akan tetapi ada perbedaan

yang mendasar, namun belum diteliti tentang fungsi masjid sebagai pusat

pembinaan umat khususnya tentang dakwah, pembinaan umat dan fungsi

masjid. Sehingga untuk itu penulis akan mencoba mengangkat penelitian

tentang fungsi masjid sebagai pusat pembinaan umat (studi kasus di

Masjid Agung Baitussalam Purwokerto) yang sebelumnya belum pernah

diteliti, sehingga penelitian ini memenuhi unsur kebaruan.

Penelitian yang dilakukan oleh peneliti yaitu dakwah, pembinaan

umat dan fungsi masjid. Dakwah adalah suatu ajakan atau seruan kepada

orang lain untuk memahami, meyakini dan mengamalkan ajaran-ajaran

Islam agar memperoleh kebahagiaan baik di dunia maupun diakhirat oleh

karena itu sudah menjadi kewajiban bagi setiap muslim yang akan

menjalankan kegiatan dakwah untuk memahami terlebih dahulu pengertian

dakwah secara tepat. Adapun pengertian dakwah secara termonologi,

meski tertulis dalam Al Quran, pengertian dakwah tidak ditunjukkan

secara eksplisit oleh nabi Muhammad, oleh karena itu umat Islam

memiliki kebebasan merujuk perilaku tertentu sebagai kegiatan dakwah

yaitu Dakwah adalah suatu usaha atau proses yang diselenggarakan

dengan sadar dan terencana, usaha yang dilakukan adalah mengajak

Fungsi Masjid Sebagai, Restu Ikhtian Prayogo, FKIP UMP, 2017


8

manusia ke jalan Allah, memperbaiki situasi yang lebih baik (dakwah

bersifat pembinaan dan pengembangan), usaha tersebut dilakukan dalam

rangka mencapai tujuan tertentu, yakni hidup bahagia sejahtera di dunia

dan di akhirat.

Pembinaan disebut sebagai sebuah pemikiran terhadap pola yang

direncanakan, setiap manusia memiliki tujuan hidup tertentu dan ia

memiliki keinginan untuk mewujudkan tujuan tersebut, apabila tujuan

tersebut tidak dicapai maka manusia akan berusaha untuk menata ulang

pola hidupnya. Perbuatan, tindakan, penanaman nilai-nilai perilaku budi

pekerti, perangai, tingkah laku baik terhadap Allah Swt, sesama manusia,

diri sendiri dan alam sekitar, yang dilakukan secara efisien dan efektif

untuk memperoleh kebahagiaan hidup di dunia dan akhirat. Umat yang

dimaksudkan disini adalah umat Islam, yaitu sekumpulan orang-orang

Islam yang hidup dalam suatu jamaah pada suatu daerah tertentu, mereka

beribadah mengamalkan syariat Islam dalam kehidupan sehari-hari

seoptimal mungkin. Dengan demikian defenisi pembinaan umat yang

dimaksudkan adalah membina dan mengarahkan umat (jamaah) muslim.

Masjid dilihat dari segi harfiah memanglah tepat sembahyang,

perkataan masjid berasal dari bahasa arab. Kata pokoknya sujadan, fiil

madinya sajada (ia sudah sujud), fiil sajada diberi awalan ma, sehingga

terjadilah isim makan. Isim makan menyebabkan perubahan bentuk sajada

menjadi masjidumasjida. Jadi ejaan aslinya adalah masjid (dengan a),

pengambil alihan kata masjid oleh bahasa Indonesia umumnya membawa

Fungsi Masjid Sebagai, Restu Ikhtian Prayogo, FKIP UMP, 2017


9

proses perubahan bunyi a menjadi e, sehingga terjadilah bunyi masjid,

perubahan bunyi ma menjadi me, disebabkan tanggapan awalan me dalam

bahasa Indonesia. Bahwa hal ini salah, sudah tentu kesalahan umum

seperti ini dalam Indonesianisasi kata-kata asing sudah biasa, dalam ilmu

bahasa sudah menjadi kaidah kalau suatu penyimpangan atau kesalahan

dilakukan secara umum ia dianggap benar.

Dimasa nabi Muhammad SAW dan dimasa sesudahnya, masjid

menjadi pusat, sentral kegiatan kaum muslimin, kegiatan di bidang

pemerintahan pun mencakup, ideologi, politik, ekonomi, sosial dan

peradilan serta militer dibahas dalam konseptual; masjid adalah pusat

kebudayaan Islam. Dari tempat inilah, syiar keislaman yang meliputi aspek

duniawi dan ukhrowi, material, spiritual, berbagai catatan sejarah telah

menoreh dengan baik mengenai kegemilangan peradaban Islam yang

secara langsung tempaan, jasmani, ruhani dan intelektual dipusat

peradaban yaitu masjid.

Sebagian besar umat Islam di Indonesia menganggap masjid

sebagai tempat ibadah yang lebih bersifat sakral karena aktifitas di

dalamnya bernuansa spiritual yang bersifat ukhrowi, sedangkan realitas

dan semangat umat Islam menginginkan masjid bukan saja sebagai tempat

ibadah yang terpisah dan mengakibatkan realitas kebutuhan umat, padahal

jika melihat sejarah Rasulullah Saw, fungsi masjid tidak hanya mencakup

wilayah ritual tetapi lebih pada fungsi masjid sebagai institusi masyarakat

yang mampu menjadi pusat kegiatan dan aktifitas yang berdimensi sosial

Fungsi Masjid Sebagai, Restu Ikhtian Prayogo, FKIP UMP, 2017


10

kemasyarakatan. Masjid bukan sekedar memiliki peran dan fungsi sebagai

sarana peribadatan saja bagi jamaahnya namun masjid memiliki misi yang

luas mencakup, bidang pendidikan, agama, dan pengetahuan, bidang

peningkatan hubungan sosial kemasyarakatan bagi para anggota jamaah,

dan peningkatan ekonomi jamaah, sesuai dengan potensi lokal yang

tersedia. Untuk mengoptimalisasikan peran dan fungsi masjid tersebut

dapat diturunkan menjadi langkah-langkah strategis sebagai berikut:

Misi pertama (Iman dan Taqwa) dengan kegiatan strategis sebagai

berikut: Menyelenggarakan pengajian berbagai ilmu-ilmu Islam yang

bertujuan menyempurnakan kemampuan jamaah, sehingga dalam

kehidupan kesehariannya akan lebih teratur dan terarah, selalu

berpedoman pada ajaran Islam, menyelenggarakan berbagai macam salat,

mulai dari salat wajib, sunah dan fardu kifayah, menyelenggarakan

berbagai kegiatan sosial keagamaan seperti, peringatan ataupun

penyambutan hari besar Islam dan tahun baru hijriyah, pembukaan dan

pelepasan jamaah haji.

Misi kedua (Meningkatkan Pendidikan) dengan kegiatan strategis

sebagai berikut: Menyelenggarakan lembaga pendidikan formal mulai dari

taman kanak-kanak hingga perguruan tinggi sesuai dengan kepentingan

anggota jamaah masjid yang bersangkutan, menyelenggarakan pendidikan

informal seperti pengajian yang diikuti oleh berbagai kelompok umur,

menyelenggarakan kursus-kursus untuk meningkatkan keterampilan

Fungsi Masjid Sebagai, Restu Ikhtian Prayogo, FKIP UMP, 2017


11

khusus seperti, bahasa, otomotif, komputer, menjahit, tentunya disesuaikan

dengan kebutuhan jamaah.

Misi ketiga (Meningkatkan Hubungan Sosial Kemasyarakatan)

dengan kegiatan strategis sebagai berikut: Pertemuan silaturahmi antara

pengelolaan masjid dan seluruh anggota jamaah, untuk itu diperlukan data

jamaah yang valid dan akurat, menjadikan masjid sebagai tempat

pelaksanaan kegiatan seperti pernikahan, syukuran, pelepasan, dan

penyambutan jamaah haji termasuk penyelenggaraan jenazah,

menggiatkan dan menggairahkan salat jamaah dengan bimbingan imam

secara teratur.

Misi keempat (Meningkatkan Ekonomi Jamaah) dengan kegiatan

strategis sebagai berikut: Menyelenggarakan kursus dan bimbingan usaha

ekonomis produktif dari hal-hal yang sederhana sampai hal urusan

ekonomi kelas atas sesuai dengan keadaan jamaah, memanfaatkan sumber

alam yang tersedia dengan tetap memperhatikan kelestarian lingkungan,

seperti bagi nelayan, perlu memelihara terumbu karang agar ikan tetap

berkembang biak sehingga dengan demikian nelayan dapat tetap

memperoleh hasil tangkapan yang memadai, mengusahakan permodalan

melalui koperasi dan lembaga keuangan yang menguntungkan seperti

membangun BMT dengan dukungan pengelolaan zakat, kerjasama dengan

perbankan, mencari modal dari luar negeri dan usaha lain yang halal.

Fungsi Masjid Sebagai, Restu Ikhtian Prayogo, FKIP UMP, 2017


12

F. Landasan Teori

1. Pengertian Dakwah

A. Definisi Ilmu Dakwah

Secara etimologis (lughatan) dakwah berasal dari bahasa arab,

yaitu dari kata daa, yadu, mengandung arti mangajak, menyuru,

memanggil, maka dawatan berarti ajakan, seruan, panggilan kepada

Islam. Secara terminologis (istilah), dakwah Islam mempunyai beberapa

pengertian yang telah diberikan oleh para pakar di antaranya sebagai

berikut :

Syed Qutb, misalnya memberikan pengertian dakwah adalah

mengajak atau menyeru orang lain masuk ke dalam sabilillah (jalan allah),

bukan untuk mengikuti dai atau bukan pula untuk mengikuti sekelompok

orang.

Zahrah menjelaskan bahwa dakwah dapat dibedakan dalam dua hal

: Pertama, pelaksanaan dakwah perorangan. Kedua, adanya organisasi

dakwah untuk menunaikan misi dakwah. Dalam pengertian ini, yang

pertama dapat disebut tabligh, dan yang terakhir disebut dakwah bi al-

harakah atau dakwah dalam arti yang lebih luas. Dakwah Islam dapat

dikembangkan menjadi suatu proses mengajak ummat manusia supaya

masuk ke jalan Allah secara menyeluruh, baik dengan lisan, tulisan,

maupun dengan perbuatan, sebagai ikhtiar umat muslim mewujudkan

ajaran Islam menjadi kenyataan dalam kehidupan syahsiya, unsur, jamah,

Fungsi Masjid Sebagai, Restu Ikhtian Prayogo, FKIP UMP, 2017


13

dalam semua aspek kehidupan secara berjamaah segingga terwujud khairul

umat

B. Ilmu Dakwah dan Ruang Lingkupnya

Ilmu Dakwah, sebagai salah satu keilmuan Islam, merupakan

kumpulan pengetahuan yang berasal dari ajaran dan pemikiran Islam yang

dikembangkan oleh umatnya dalam susunan yang sistematis dan

terorganisir, yang membahas masalah yang ditimbulkan dalam interaksi

antar unsur dalam sistem pelaksanaan kewajiban dakwah (mengajak

kejalan allah) dengan maksud memperoleh pemahaman yang mengenai

kenyataan dakwah sehingga dapat diperoleh susunan pengetahuan yang

bermanfaat bagi penegakan tugas dakwah yang bertujuan terwujudnya

khairul ummah.

Jadi, ilmu dakwah adalah transformatif yang mewujudkan ajaran

Islam menjadi tatanan khairul ummah atau mewujudkan iman menjadi

amal saleh sedangkan hakikatnya adalah ilmu yang menyadarkan dan

mengembalikan kepada fitri, fungsi, dan tujuan hidupnya menurut Islam.

Oleh kerena itu, ilmu dakwah bisa juga dikatakan sebagai ilmu rekayasa

masa depan umat dan peradaban.

C. Objek Ilmu Dakwah

1. Objek material

Objek material ilmu dakwah adalah semua aspek ajaran Islam

(dalam Al Quran dan hadist), sejarah dan beradapan Islam (hasil ijtihat

alim-ulama dan realisasinya dalam sistem pengetahuan, hukum, sosial,

Fungsi Masjid Sebagai, Restu Ikhtian Prayogo, FKIP UMP, 2017


14

politik, ekonomi, teknologi, pendidikan, dan kemasyarakatan lainnya

khususnya kelembagaan Islam). Dengan demikian, objek material ilmu

dakwah adalah ajaran pokok Islam (Al Quran dan hadist) dan

manifestasinya dalam semua aspek kegiatan dan kehidupan umat Islam

dalam sepanjang sejarah Islam. Objek material ini termanifestasi dalam

disiplin-disiplin ilmu keIslaman yang kemudian berfungsi sebagai ilmu

bantu disiplin ilmu dakwah Islam.

2. Objek formal

Objek formal ilmu dakwah adalah mengkaji salah satu sisi objek

material tersebut, yakni kegiatan mengajak umat manusia supaya masuk

ke jalan allah dalam semua segi kehidupan. Bentuk kegiatan mengajak

terdiri dari, mengajak dengan lisan dan tulisan (dakwah bi al-lisan dan al-

qalam), mengajak dengan perbuatan (dakwah bi al-hal, aksi sosial Islam),

dan mengkoordinasikan kegiatan mengajak (bi al-lisan,bi al-qalam, bi al-

hal), serta mengelolah hasil-hasil dakwah dalam bentuk lembaga-lembaga

Islam sebagai dakwah secara efisien dan efektif dengan melakukan

sistematisasi tindakan, koordinasi, sinkronisasi dan integrasi program dan

kegiatan dengan sumber daya dan waktu yang tersedia untuk mencapai

sasaran dan tujuan dakwah Islam.

D. Teori proses dan Tahapan Dakwah

Ada beberapa tahapan dakwah Rosulullah dan para sahabatnya

yang dapat dibagi menjadi tiga tahapan. Pertama, tahap pembentukan

(takwin). Kedua, tahap penataan (tandhim). Ketiga, tahap perpisahaan dan

Fungsi Masjid Sebagai, Restu Ikhtian Prayogo, FKIP UMP, 2017


15

pendelegasian amanah dakwah kepada generasi penerus. Pada setiap

tahapan memiliki kegiatan dengan tantangan khusus dengan masalah yang

dihadapi. Dalam hal ini dapat dinyatakan ada beberapa model dakwah

sebagai proses perwujudan realitas umatan khairan.

Model dakwah dalam tahapan pembentukan (Takwin). Pada

tahapan ini kegiatan utamanya adalah dakwah bil lisan (tabligh) sebagai

ikhtiar sosialisasi ajaran tauhid kepada masyarakat makkah. Interaksi

Rosulullah Saw dengan madu mengalami ekstensi secara bertahap:

keluarga terdekat, ittishal fardhi dan kemudian kepada kaum musryrikin,

ittishal jamaI. Sasarannya bagaimana supaya terjadi internalisasi Islam

dalam kepribadian madu, kemudian apa yang sudah diterima dan dicerna

dapat diekspresikan dalam gairah dan sikap membela keimanan (akidah)

dari tekanan kaum Quraisy. Hasilnya sangat signifikan, para elite dan

awam masyarakat menerima dakwah Islam.

Tahap penataan dakwah (tandzim), Tahap tandzim merupakan

hasil internalisasi dan eksternalisasi Islam dalam bentuk institusionalisasi

Islam secara komprehensip dalam realitas sosial. Tahap ini diawali dengan

hijrah Nabi Saw ke Madinah (sebelumnya yastrib). Hijrah dilaksanakan

setelah nabi memahami karakteristik sosial madinah baik melalui

informasi yang diterima dari Muaab ibn Umair maupun interaksi nabi

dengan jamaah haji peserta baiatul Aqabah. Dari strategi dakwah, hijrah

dilakukan ketika tekanan kultural, truktural, dan militer sudah sedemikian

Fungsi Masjid Sebagai, Restu Ikhtian Prayogo, FKIP UMP, 2017


16

mencengkam, sehingga jika tidak di laksanakan hijrah, dakwah dapat

mengalami involusi kelembagaan dan menjadi lumpuh.

Hijrah dalam proses dakwah Islam menjadi sunnatullah. Madu

(masyarakat) diajak memutus hubungan dari lingkungan dan tata nilai

yang dhalim sebagai upaya pembebasan manusia untuk menemukan jati

dirinya sebagaimana kondisi fitrinya yang telah terendam lingkungan

sosio-kultural yang tidak Islami. Hal ini berarti merupakan peristiwa

menjadi muslim dalam sejarah sebagai sebagai perwujudan muslim dalam

dunia fitri. Semuanya menunjukan bahwa tanpa hijrah secara

komprehensif maka kegiatan dakwah kehilangan akar alamiahnya kembali

ke fitri. Tahap pelepasan dan kemandirian, pada tahap ini ummat dakwah

(masyarakat binaan Nabi Saw) telah siap menjadi masyarakat yang

mandiri dan, karena itu, merupakan tahap pelepasan dan perpisahan secara

manajerial. Apa yang dilakukan Rasulullah Saw ketika haji wada dapat

mencerminkan tahap ini dengan kondisi masyarakat yang telah siap

meneruskan risalahnya (Dalinur, Dosen Tetap Fakultas Dakwah dan

Komunikasi IAIN Raden Fatah Palembang Jurnal Wardah: No. 23/ Th.

XXII/Desember 2011).

E. Jenis-Jenis Dakwah

Dapat dilakukan dengan berbagai cara, sesuai dengan kemampuan

masing-masing juru dakwah. Yang pasti, setiap Muslim wajib

melaksanakannya karena seorang Muslim berkewajiban menyebarkan

kebenaran Islam kepada orang lain.

Fungsi Masjid Sebagai, Restu Ikhtian Prayogo, FKIP UMP, 2017


17

3. Dakwah Fardiah

Dakwah Fardiah merupakan metode dakwah yang dilakukan

seseorang kepada orang lain (satu orang) atau kepada beberapa orang

dalam jumlah yang kecil dan terbatas. Biasanya dakwah fardiah terjadi

tanpa persiapan yang matang dan tersusun secara tertib. Termasuk kategori

dakwah seperti ini adalah menasihati teman sekerja, teguran, anjuran

memberi contoh. Termasuk dalam hal ini pada saat mengunjungi orang

sakit, pada waktu ada acara tahniah (ucapan selamat), dan pada waktu

upacara kelahiran (tasmiyah).

4. Dakwah Ammah

Dakwah Ammah merupakan jenis dakwah yang dilakukan oleh

seseorang dengan media lisan yang ditujukan kepada orang banyak dengan

maksud menanamkan pengaruh kepada mereka. Media yang dipakai

biasanya berbentuk khotbah (pidato). Dakwah Ammah ini kalau ditinjau

dari segi subyeknya, ada yang dilakukan oleh perorangan dan ada yang

dilakukan oleh organisasi tertentu yang berkecimpung dalam soal-soal

dakwah.

5. Dakwah bil-Lisan

Dakwah jenis ini adalah penyampaian informasi atau pesan

dakwah melalui lisan (ceramah atau komunikasi langsung antara subyek

dan obyek dakwah). Dakwah jenis ini akan menjadi efektif bila

disampaikan berkaitan dengan hari ibadah, seperti khutbah Jumat atau

khutbah hari Raya, kajian yang disampaikan menyangkut ibadah praktis,

Fungsi Masjid Sebagai, Restu Ikhtian Prayogo, FKIP UMP, 2017


18

konteks sajian terprogram, disampaikan dengan metode dialog dengan

hadirin.

6. Dakwah bil-Haal

Dakwah bil al-Hal adalah dakwah yang mengedepankan perbuatan

nyata. Hal ini dimaksudkan agar si penerima dakwah (al-Madulah)

mengikuti jejak dan hal ikhwal si Dai (juru dakwah). Dakwah jenis ini

mempunyai pengaruh yang besar pada diri penerima dakwah. Pada saat

pertama kali Rasulullah Saw tiba di kota Madinah, beliau mencontohkan

Dakwah bil-Haal ini dengan mendirikan Masjid Quba dan mempersatukan

kaum Anshor dan kaum Muhajirin dalam ikatan ukhuwah Islamiyah.

7. Dakwah bit-Tadwin

Memasuki zaman global seperti saat sekarang ini, pola dakwah bit

at-Tadwin (dakwah melalui tulisan) baik dengan menerbitkan kitab-kitab,

buku, majalah, internet, koran, dan tulisan-tulisan yang mengandung pesan

dakwah sangat penting dan efektif. Keuntungan lain dari dakwah model ini

tidak menjadi musnah meskipun sang dai, atau penulisnya sudah wafat.

Menyangkut dakwah bit-Tadwim ini Rasulullah saw bersabda,

Sesungguhnya tinta para ulama adalah lebih baik dari darahnya para

syuhada.

8. Dakwah bil Hikmah

Dakwah bil Hikmah Yakni menyampaikan dakwah dengan cara

yang arif atau bijak, yaitu melakukan pendekatan sedemikian rupa

sehingga pihak obyek dakwah mampu melaksanakan dakwah atas

Fungsi Masjid Sebagai, Restu Ikhtian Prayogo, FKIP UMP, 2017


19

kemauannya sendiri, tidak merasa ada paksaan, tekanan maupun konflik.

Dengan kata lain dakwah bi al-hikmah merupakan suatu metode

pendekatan komunikasi dakwah yang dilakukan atas dasar persuasif.

2. Pembinaan Umat

Dalam kehidupan dunia ini selalu mengalami perubahan dan

perkembangan. Begitu pula umat Islam, mereka hakekatnya merupakan

kumpulan individu yang jumlahnya banyak juga mengalami perubahan

dalam kehidupannya. Perubahan itu bisa ke arah lebih baik, bisa pula ke

arah buruk, tergantung pengarah dan pengaruh yang dominan pada

lingkungannya. Jika yang dominan adalah keburukan, maka kualitas

masyarakat bisa menjadi lebih buruk, demikian sebaliknya. Maka, dalam

hal ini berlakulah hukum komunikasi GIGO (Garbade In Garbade Out)

yang berarti jika yang masuk itu sampah maka yang keluar adalah sampah

pula.

Amar Maruf Nahi Mungkar, sungguh Islam memiliki konsep

kehidupan yang sempurna sudah terbukti dalam laboratorium sejarah dapat

menjadikan masyarakat jahiliyah menjadi beradab. Untuk menjaga dan

meningkatkan kualitas kebaikan umat, dalam Islam dikenal adanya

perintah amar maruf nahi munkar (menyeru kepada kebaikan dan

mencegah keburukan). Dengan amar maruf, masyarakat diarahkan untuk

terus beramal shaleh sehingga dapat menambah kualitas kebaikan dunia

dan akhiratnya. Sedangkan nahi munkar adalah usaha untuk membentengi

dari berbagai penyakit masyarakat yang dapat merusak kualitas

Fungsi Masjid Sebagai, Restu Ikhtian Prayogo, FKIP UMP, 2017


20

kebaikannya. Antara keduanya terdapat perbedaan dari sisi resiko yang

ditanggung. Nahi munkar memiliki resiko lebih tinggi dibanding amar

maruf. Dua tugas mulia ini merupakan pengawal masyarakat yang

menyelamatkan mereka dari segala bentuk keburukan. Keduanya harus

ada dan ditangani secara serius, sistematis dan terukur secara berjamaah .

Dua hal ini wajib adanya dalam sebuah masyarakat. Jika tidak dilakukan,

maka doa mereka tidak akan dikabulkan Allah, bahkan siksa dan bencana

dari berbagai sisi kehidupan pasti akan datang silih berganti. Karena hal

ini merupakan syariat yang wajib adanya di tengah-tengah umat, maka

wajib bagi mereka untuk menegakkannya, berapapun biayanya dan

konsekuensi yang ada padanya.

Wajib Berjamaah, dalam Al Quran surat Ali-Imran ayat, Allah

Subhanahu wa taala secara lengkap memberikan petunjuk yang terbaik

bagi umat manusia secara jelas, rinci dan diikuti contoh kebaikan yang

dihasilkan bila dalam sebuah mayarakat terdapat amar maruf nahi munkar

dan konsekuensi yang timbulkan bila tidak ditegakkan.

Pertama, Allah melarang umat Islam mengikuti cara beragama para

ahli kitab (kaum Yahudi dan Nasrani). Mereka beragama, tetapi tidak lagi

memedomani kitabnya. Akibatnya agama dicampakkan dari kehidupan

kesehariannya (sekularisasi agama). Kehidupan masyarakat tidak lagi

dipimpin berdasarkan kitab suci melainkan oleh nafsu. Dalam bahasa Al

Quran dinyatakan kembali kufur sesudah beriman.

Fungsi Masjid Sebagai, Restu Ikhtian Prayogo, FKIP UMP, 2017


21

Kedua, masyarakat harus senantiasa diarahkan untuk mendalami

dan menghayati isi kitab suci dan sunnah-sunah nabi serta berpegang

teguh kepada keduanya. Jika kedua sumber hukum itu diamalkan niscaya

mereka akan ditunjukkan kepada jalan hidup yang lurus.

Ketiga, masyarakat terus dibina taqwanya sampai tingkat taqwa

yang sebenar-benarnya. Dengan pembinaan yang intensif, terprogram dan

konsisten, maka akan terjadi perubahan kehidupannya dengan

mengamalkan isi kandungan Al Quran dalam bingkai kehidupan sesuai

contoh Nabi Muhammad Shallalahu alaihi wa salam.

Keempat, dalam mengamalkan Al Quran dan sunnah masyarakat

harus hidup terpimpin, dengan Imaam yang ditaati bersama. Itulah yang

dimaksud dengan hidup berjamaah. Masyarakat yang terpimpin dalam

mengamalkan syariat sebagaimana dipraktekkan Rasulullah bersama para

sahabatnya (manhaj nubuwah) itulah yang mendapat petunjuk dan selamat

di dunia dan akhirat. Sebaliknya, jika masyarakat itu berbuat sendiri-

sendiri, tidak ada pemimpin yang ditaati dan tidak ada ikatan aqidah dan

jamaah diantara mereka, maka mereka digambarkan berada di tepi jurang

neraka.

Kelima, dalam hidup berjamaah mesti ada pembagian tugas. Ada

kelompok yang melakukan seruan kepada kebaikan dan ada pula yang

mencegah dari berbagai keburukan. Keduanya harus dilakukan secara

sistematis dan terintegrasi. Jika yang demikian dilakukan dengan baik,

niscaya umat akan mengalami keberuntungan.

Fungsi Masjid Sebagai, Restu Ikhtian Prayogo, FKIP UMP, 2017


22

Setelah hijrahnya Rasulullah ke Madinah dan masa Khalifaur

Rasyidin memimpin umat, mereka mempunyai wibawa sehingga disegani

semua bangsa, termasuk Romawi dan Persia. Mereka bahkan merasa

gundah dengan bayang-bayang kekalahan jika akan menyerang umat Islam

walau masih berjarak dua bulan perjalanan. Itu semua karena Muslimin

hidup berjamaah, terpimpin dengan seorang Khalifah atau Imaam.

Sebaliknya, jika umat tidak lagi mengindahkan persatuan. Mereka

berpecah-belah dalam sekat sekat golongan dan partai, maka tidak ada

lagi kewibawaan di mata umat lain. Maka Allah mengancam dengan azab

yang sangat berat sebagai buah kedurhakaan mereka. Allah

menggambarkan beratnya azab dengan wajah-wajah mereka ada yang

hitam kelam. Allah berfirman, Rasakan azab itu disebabkan kekufuran

kalian (berpecah belah). Sedangkan bagi orang yang hidup berjamaah,

maka bagi mereka digambarkan menghadap Allah dengan wajahnya putih

berseri. Mereka berada dalam rahmat dan kasih sayang Allah serta

dimasukkan ke dalam surga yang kekal di dalamnya.

Pada ayat berikutnya, Allah menegaskan bahwa semuanya telah

dipaparkan dengan jelas. Allah tidak akan pernah berlaku zalim kepada

hamba-Nya. Semua yang ada di langit dan bumi adalah milik Allah dan

akan kembali kepadaNya segala urusan. Semuanya akan dipertanggung

jawabkan di hadapan-Nya.

Pada ayat berikutnya, Allah mengulang pentingnya pembinaan

umat dengan selalu menegakkan amar maruf dan nahi munkar. Jika itu

Fungsi Masjid Sebagai, Restu Ikhtian Prayogo, FKIP UMP, 2017


23

dilakukan dengan baik seperti telah diterangkan di atas, maka pasti akan

terwujud umat yang terbaik. Bahkan kaum non-muslim pun pasti akan

mendapatkan kebaikan dengan ditegakkannya amalan di atas. Akan tetapi,

kebanyakan manusia, mereka melanggar syariat Allah (fasik). Karena itu

wahai mukmin (umat Islam) jangan seperti mereka yang fasik itu. Allah

menjamin dengan hidup mengamalkan Islam secara berjamaah, maka

godaan, gangguan, bahkan permusuhan kaum Yahudi dan Nasrani tidak

akan membahayakan kamu, karena kamu dalam keadaan kuat. Jika mereka

memerangi kamu sekalipun, akhirnya mereka akan mundur kebelakang

atau melarikan diri.

Kehinaan akan menimpa siapapun termasuk umat Islam jika dalam

hidup tidak memelihara dan menegakkan aturan Allah. Umat Islam

sekalipun jika mengingkari ayat-ayat Allah, mengingkari sunnah-sunnah

rasul-Nya, tidak hidup berjamaah, tidak memiliki kepemimpinan yang

bermanhaj nubuwah, maka pasti kemaksiatan akan merajalela, musibah

akan datang silih berganti, dan kehidupan mereka akan diliputi kehinaan

dunia dan juga akhirat (Sumber: Miraj Islamic News Agency).

G. Metode Penelitian

Penelitian mengenai Fungsi Masjid sebagai Pusat Pembinaan Umat

(Studi Kasus di Masjid Agung Baitussalam Purwokerto tahun 1970-2016) ini

menggunakan metode penelitian historis. Metode penelitian historis sendiri

merupakan proses dalam mengkaji dan menganalisis secara kritis tentang apa

yang terjadi di Masjid Agung Baitussalam Purwokerto. Sugeng priyadi

Fungsi Masjid Sebagai, Restu Ikhtian Prayogo, FKIP UMP, 2017


24

(2011:4-5) tahapan-tahapan dalam penelitian yang menggunakan metode

historis antara lain:

Pengumpulan sumber (heuristik), yaitu kegiatan atau usaha untuk

mencari dan menemukan sumber-sumber sejarah sebagai bahan yang akan

dikaji dalam penelitian baik itu berupa sumber benda, sumber tulisan maupun

sumber lisan. Sejarawan harus mencari sebanyak-banyaknya pelaku sejarah

yang terlibat. Pencarian tersebut melibatkan seseorang atau beberapa pelaku

yang mengetahui ada tidaknya pelaku yang lain untuk diwawancara (Priyadi.

2014:90).

Untuk menulis data, penulis datang sendiri ke Masjid Agung

Baitussalam sehingga dapat mengumpulkan dan menyusun data terkait

permasalahan yang terjadi supaya nantinya dapat memudahkan penulis untuk

mencari data yang valid dan dapat digunakan sebagai bahan untuk penelitian.

Data yang didapat di Masjid Agung Baitussalam sendiri berupa wawancara

dan dokumen yang ada di masjid tersebut.

Keabsahan sumber (verifikasi) dalam penelitian sejarah identik

dengan kritik sumber, yaitu kritik eksteren yang mencari otentikan

(keabsahan) sumber dan kritik intern yang menilai apakah sumber itu

kreadibilitas (kebiasaan untuk dipercaya) atau tidaknya (Priyadi, 2011:75).

Tujuan dari kegiatan ini ialah bahwa setelah peneliti berhasil mengumpulkan

sumber-sumber dalam penelitiannya, ia tidak akan menerima begitu saja apa

yang tercantum dan tertulis pada sumber-sumber itu. Langkah selanjutnya ia

harus menyaring secara kritis, terutama terhadap sumber-sumber pertama,

agar terjaring fakta yang menjadi pilihannya. Langkah-langkah inilah yang

Fungsi Masjid Sebagai, Restu Ikhtian Prayogo, FKIP UMP, 2017


25

disebut kritik sumber, baik terhadap bahan materi (eksteren) sumber ataupun

terhadap substansi (isi) sumber (Helius S, 2007:131).

Dilihat dari kritik eksteren sendiri, penulis melakukan wawancara

kepada narasumber terkait dengan Masjid Agung Baitussalam dalam hal ini

peneliti juga membandingkan dan menganalisis antara narasumber I dengan

narasumber yang lainnya, kemudian hasil dari wawancara tersebut dapat

ditarik kesimpulan sehingga nanti data yang diperoleh berupa dokumen asli.

Dilihat dari kritik interen dimana peneliti harus menganalisis tentang

keabsahan sumber dari hasil wawancara tersebut sehingga orang yang

dijadikan sebagai objek wawancara ini dapat dipercaya maupun tidak dalam

membagikan informasi yang ada di Masjid Agung Baitussalam.

Penafsiran (interpretasi) penafsiran dalam metode sejarah

menimbulkan subjektifitas sejarah, yang sangat sukar dihindari, karena

ditafsirkan oleh sejarawan (si subjek), sedangkan yang objektif adalah

faktanya. Penafsiran model sejarah tersebut dapat diharapkan dalam ilmu

antropologi, seni pertunjukan, studi agama, filologi, arkeologi, dan ilmu

sastra (Priyadi, 2011: 88-89). Dalam penelitian ini, peneliti meneliti fakta-

fakta yang terdapat pada sumber sejarah yang telah terkumpul dan sudah

mengalami tahap verifikasi kemudian peneliti menafsirkan data tersebut.

Penafsiran dilakukan sesuai dengan teori dan pendekatan yang digunakan

dalam penelitian ini, seperti tercantum dalam landasan teori.

Dalam hal ini penulis dapat mengungkapkan kembali dari data yang

diperoleh melalui berbagai sumber seperti, wawancara dan dokumen supaya

data tersebut dapat mendukung dalam proses interpretasi. Kemudian penulis

Fungsi Masjid Sebagai, Restu Ikhtian Prayogo, FKIP UMP, 2017


26

mencari fakta dari wawancara I dan wawancara II supaya data tersebut dapat

dirangkai menjadi satu kesatuan yang padau terkait penelitian yang dilakukan

di Masjid Agung Baitussalam.

Penulisan (historiografi) merupakan penyusunan sejarah yang

didahului oleh penelitian terhadap peristiwa-peristiwa masa lampau. Dalam

penulisan karya ilmiah ini, peneliti lebih, memperlihatkan aspek-aspek

kronologis peristiwa. Aspek ini sangat penting karena arah peneliti adalah

penelitian sejarah sehingga proses peristiwa dijabarkan secara detail.

Dalam hal ini penulis mencatat, menyusun, dan merangkai fakta-fakta

dari hasil penelitian sesuai dengan fakta yang disampaikan oleh narasumber

sehingga penulis juga mencatat hasil wawancara dari awal sampai akhir

supaya data tersebut dapat digunakan sebagaimana mestinya dan dapat

digunakan sebagai bahan untuk dikaji sebagaimana mestinya.

H. Sistematika Penelitian

Pembahasan dalam penyusunan skripsi terdiri dari 3 bagian, yaitu

bagian awal, bagian isi, dan bagian akhir. Bagian awal memuat judul,

halaman penyertaan keaslian, halaman pengesahan, halaman motto, halaman

persembahan, halaman kata pengantar, halaman abstrak, serta halaman daftar

isi. Bagian isi terdiri dari beberapa hal, yaitu:

BAB I :

Berisi tentang pendahuluan, meliputi latar belakang masalah, rumusan

masalah, tujuan penelitian, manfaat penelitian, tinjauan pustaka, landasan

teori, metode penelitian, sistematika penulisan skripsi.

Fungsi Masjid Sebagai, Restu Ikhtian Prayogo, FKIP UMP, 2017


27

BAB II: BERISI TENTANG MASJID DAN PEMBINAAN UMAT DI

PURWOKERTO.

A. Fungsi masjid berisi tentang:

1. Fungsi Masjid

2. Manajemen pengelolaan Masjid

3. Dinamika Umat Islam di Purwokerto.

B. Pembinaan Umat berisi tentang:

1. Pengertian Pembinaan Umat

2. Urgensi Masjid Sebagai Sarana Pembinaan Umat

3. Bentuk Aktivitas Pembinaan Umat.

C. Gambaran Umum Masjid Agung Baitussalam Purwokerto

1. Sejarah Berdiri dan Perkembangannya

2. Letak Geografis

3. Visi, Misi dan Tujuan

4. Susunan Kepengurusan Takmir Masjid

5. Keadaan Sarana dan Prasarana.

BAB III: FUNGSI MASJID AGUNG BAITUSSALAM SEBAGAI

PUSAT PEMBINAAN UMAT ISLAM DI PURWOKERTO

A. Dasar Kekuatan Yang Dibangun di Masjid Agung Baitussalam

Purwokerto

1. Segi Aqidah

2. Segi Ekonomi

3. Segi Kecerdasan

Fungsi Masjid Sebagai, Restu Ikhtian Prayogo, FKIP UMP, 2017


28

4. Segi Kepemimpinan

5. Segi Fisik

B. Fungsi Masjid Masjid Baitussalam Purwokerto

1. Tempat Beribadah

2. Tempat Menuntut Ilmu

3. Ilmu Yang Bermanfaat

4. Menuntut Ilmu Memudahkan Jalan Menuju Surga

5. Kaidah Menuntut Ilmu

BAB IV:FAKTOR PENDORONG DAN FAKTOR PENGHAMBAT

1. Faktor Pendukung

2. Faktor Penghambat

BAB V: PENUTUP

1. Kesimpulan

2. Saran

DAFTAR PUSTAKA

LAMPIRAN

Fungsi Masjid Sebagai, Restu Ikhtian Prayogo, FKIP UMP, 2017

Anda mungkin juga menyukai