Jurluhnak VI A
Yuni Eka Puspitasari
07.2.2.14.1824
Puji syukur kehadirat Tuhan yang maha esa karena atas rahmat, taufik dan
hidayah-Nya dapat tersusunya makalah gizi dan ketahanan pangan yang berjudul
Konsep Ketahanan Pangan sesuai dengan batas waktu yang telah ditentukan. Makalah
ini dapat diselesaikan dengan baik tidak lepas dari dukungan, bantuan dan bimbingan
berbagai pihak. Oleh karena itu, penulis ingin mengucapkan terima kasih kepada:
1. Orangtua yang sangat membantu dalam memberikan motivasi serta nasehat
yang bermanfaat dalam proses penulisan makalah ini.
2. Yudi Rustandi, SST, MSi., selaku Ketua Jurusan Penyuluhan Peternakan.
3. Luki Amar Hendawati S. Pt, M. Mc., selaku Dosen Pengampu.
4. Novita Dewi Kristanti, S.Pt., MS.i, selaku Dosen Pengampu.
Penulis menyadari segala kekurangan dan keterbatasan yang dimiliki,oleh karena itu
sangat mengharapkan kritik dan saran yang membangun guna penyempurna makalah
ini. Semoga allah SWT memberikan balasan atas segala bimbingan dan bantuan yang
diberikan dan penulis berharap makalah ini dapat bermanfaat bagi kita semua.
Penulis
ii
DAFTAR ISI
HALAMAN JUDUL.i
KATA PENGANTAR.iii
DAFTAR ISI...iv
DAFTAR GAMBAR vii
BAB I PENDAHULUAN
1.1 Latar Belakang1
1.2 Rumusan Masalah.2
1.3 Tujuan..2
BAB II TINJUAN PUSTAKA
2.1 Kebutuhan Gizi Masyarakat.4
BAB III HASIL dan PEMBAHASAN
3.1 Pengertian Gizi5
3.2 Pengertian Ketahanan Pangan5
3.3 Faktor-faktor Yang Mempengaruhi Ketahanan Pangan.....6
3.4 Subsistem Ketahanan Pangan.8
3.5 Status Gizi dan Ketahanan Pangan di United Emirat Arab.9
BAB VI PENUTUP
4.1 Kesimpulan16
4.2 Saran..16
DAFTAR PUSTAKA17
iii
BAB I
PENDAHULUAN
1.3. Tujuan
Adapun tujuan penulisan makalah ini adalah:
a) Agar mahasiswa memahami pengertian gizi.
b) Agar mahasiswa memahami gizi di United Emirat Arab.
c) Agar mahasiswa memahami faktor-faktor yang mempengaruhi ketahanan
pangan di United Emirat Arab.
2
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
3
Timur, tapi mungkin begitu Diperoleh dari sumber yang lebih jauh. UEA juga
Impor ini dari Malaysia, Argentina, dan Amerika Serikat. Ini menyumbang sekitar
80% dari semua itu Impor ke United Emirat Arab. INDUSTRI MAKANAN DI UAE
DAN ITS DISTRIBUSI GEOGRAFIS Pada tahun 2013, ada 2.563 perusahaan
yang beroperasi Di industri makanan di United Emirat Arab. Di antaranya adalah
1.641 Perusahaan di industri roti, yang mewakili 64% dari total perusahaan UEA
dalam bisnis ini. Kakao dan pabrik coklat berada di urutan kedua dengan 13,6%
dari total produksi pangan.
Dijelaskan sebagai kebutuhan gaya hidup, dan di beberapa Negara itu
merupakan modernisasi standar hidup. Selain itu, coklat dan coklat juga
digunakan di Indonesia Beberapa produk manufaktur lainnya. Sayangnya, Hanya
satu pendirian yang bergerak di bidang sayuran pengolahan. Ini tidak memadai
untuk kebutuhan United Emirat Arab. Data menunjukkan bahwa Dubai memiliki
hampir setengah dari semua Perusahaan pengolahan makanan United Emirat
Arab dengan 48% diikuti oleh Sharjah 19%, dan Ajman 13%. Ketiga gabungan
gabungan Emirates ini lebih dari 80% semua produsen makanan di United Emirat
Arab. Mereka berada di dekat satu sama lain dan mewakili United Emirat Arab,
segitiga manufaktur makanan utama. Sebagian besar tenaga kerja Angkatan
kerja yang bekerja di perusahaan makanan Dubai tinggal di Ajman dan Sharjah
karena biaya sewa akomodasi jauh lebih murah di dua Emirates ini daripada di
Dubai.
4
BAB II
PEMBAHASAN
5
2.3. Faktor- Faktor Yang Mempengaruhi Ketahanan Pangan
Tambunan (2008) mengidentifikasi faktor- faktor utama ketahanan
pangan, yaitu:
a) Lahan
Lahan merupakan komponen yang krusial dalam kegiatan pertanian.
Masalah lahan pertanian akibat konversi yang tidak bisa dibendung menjadi
tambah serius akibat distribusi lahan yang timpang. Ini ditambah lagi dengan
pertumbuhan penduduk di perdesaan akan hanya menambah jumlah petani
gurem atau petani yang tidak memiliki lahan sendiri atau dengan lahan yang
sangat kecil yang tidak mungkin menghasilkan produksi yang optimal, akan
semakin banyak. Lahan pertanian yang semakin terbatas juga akan menaikan
harga jual atau sewa lahan, sehingga hanya sedikit petani yang mampu membeli
atau menyewanya, dan akibatnya, kepincangan dalam distribusi lahan tambah
besar.
b) Infrastruktur
Pembangunan infrastruktur pertanian menjadi syarat penting guna
mendukung pertanian yang maju. Contohnya di Jepang, survei infrastruktur
selalu dilakukan untuk menjamin kelancaran distribusi produk pertanian.
Perbaikan infrastruktur di negara maju ini terus dilakukan sehingga tidak menjadi
kendala penyaluran produk pertanian, yang berarti juga tidak mengganggu atau
mengganggu arus pendapatan ke petani. Irigasi (termasuk waduk sebagai
sumber air) merupakan bagian terpenting dari infrastruktur pertanian.
Ketersediaan jaringan irigasi yang baik, dalam pengertian tidak hanya kuantitas
tetapi juga kualitas, dapat meningkatkan volume produksi dan kualitas komoditas
pertanian, terutama tanaman pangan, secara signifikan. Jaringan irigasi yang
baik akan mendorong peningkatan indeks pertanaman.
c) Teknologi, keahlian, dan wawasan
Maka dapat dikatakan bahwa semakin berpendidikan petani-petani di
suatu wilayah semakin banyak penggunaan traktor (dan alat-alat pertanian
modern lainnya) di wilayah tersebut, ceteris paribus, faktor-faktor lainnya
mendukung. Dalam kata lain, tingkat pengetahuan petani, selain faktor-faktor lain
seperti ketersedian dana, merupakan suatu pendorong penting bagi kelancaran
atau keberhasilan dari proses modernisasi pertanian.
6
d) Energi
Energi sangat penting untuk kegiatan pertanian lewat dua jalur, yakni
langsung dan tidak langsung. Jalur langsung adalah energi seperti listrik atau
bahan bakar minyak (BBM) yang digunakan oleh petani dalam kegiatan
bertaninya, misalnya dalam menggunakan traktor. Sedangkan lewat jalur tidak
langsung adalah energi yang digunakan oleh pabrik pupuk dan pabrik yang
membuat input-input lainnya dan alat-alat transportasi dan komunikasi.
e) Dana
Penyebab lainnya yang membuat rapuhnya ketahanan pangan di
Indonesia adalah keterbatasan dana. Diantara sektor-sektor ekonomi, pertanian
yang selalu paling sedikit mendapat kredit dari perbankan (dan juga dana
investasi) di Indonesia. Bahkan kekurangan modal juga menjadi penyebab
banyak petani tidak mempunyai mesin giling sendiri. Padahal jika petani punya
mesin sendiri, berarti rantai distribusi tambah pendek yang berarti juga
kesempatan lebih besar bagi petani untuk mendapatkan lebih banyak
penghasilan.
f) Lingkungan fisik/iklim
Pertanian, terutama pertanian pangan, merupakan sektor yang paling
rentan terkena dampak perubahan iklim, khususnya yang mengakibatkan musim
kering berkepanjangan, mengingat pertanian pangan di Indonesia masih sangat
mengandalkan pada pertanian sawah yang berarti sangat memerlukan air yang
tidak sedikit.
Dampak langsung dari pemanasan global terhadap pertanian di Indonesia
adalah penurunan produktivitas dan tingkat produksi sebagai akibat
terganggunya siklus air karena perubahan pola hujan dan meningkatnya
frekuensi anomali cuaca ekstrim yang mengakibatkan pergeseran waktu, musim,
dan pola tanam.
g) Relasi kerja
Relasi kerja akan menentukan proporsi nisbah ekonomi yang akan dibagi
kepada para pelaku ekonomi di pedesaan, dalam kata lain, pola relasi kerja yang
ada di sektor pertanian akan sangat menentukan apakah petani akan menikmati
atau tidak hasil pertaniannya. Salah satu indikator atau proxy yang dapat
digunakan untuk mengukur hasil yang dinikmati oleh petani adalah nilai tukar
petani (NTP), yang diperoleh dari perbandingan indeks harga yang diterima
petani (IT) terhadap indeks harga yang dibayar petani (IB).
7
h) Ketersediaan input lainnya
Keterbatasan pupuk dan harganya yang meningkat terus merupakan
hambatan serius bagi pertumbuhan pertanian di Indonesia dalam beberapa
tahun belakangan ini dilihat dari ketersediaan input lainnya. Walaupun niatnya
jelas, namun dalam implementasi di lapangan, pemerintah selama ini kelihatan
kurang konsisten dalam usahanya memenuhi pupuk bersubsidi untuk petani agar
ketahanan pangan tidak terganggu. Tanpa ketersediaan sarana produksi
pertanian, termasuk pupuk dalam jumlah memadai dan dengan kualitas baik
danrelatif murah, sulit diharapkan petani, yang pada umumnya miskin, akan
mampu meningkatkan produksi komoditas pertanian.
2.4. Subsistem Ketahanan Pangan
Ketahanan pangan merupakan suatu sistem yang terintegrasi yang terdiri
atas berbagai subsistem (Maleha dan Adi Sutanto, 2006). Subsistem utamanya
adalah ketersediaan pangan, distribusi pangan dan konsumsi pangan.
Terwujudnya ketahanan pangan merupakan sinergi dari interaksi ketiga
subsistem tersebut. Ketiga subsistem tersebut adalah:
8
3. Subsistem konsumsi pangan menyangkut upaya peningkatan
pengetahuan dan kemampuan masyarakat agar mempunyai pemahaman atas
pangan, gizi dan kesehatan yang baik, sehingga dapat mengelola konsumsinya
secara optimal. Konsumsi pangan hendaknya memperhatikan asupan pangan
dan gizi yang cukup dan berimbang, sesuai dengan kebutuhan bagi
pembentukan manusia yang sehat, kuat, cerdas dan produktif. Pemerintah harus
bisa mengontrol agar harga pangan masih terjangkau untuk setiap individu
dalammengaksesnya, karena kecukupan ketersediaan pangan akan dirasa
percuma jika masyarakat tidak punya daya beli yang cukup untuk mengakses
pangan. Oleh karena itu faktor harga pangan menjadi sangat vital perannya
dalam upaya mencukupi kebutuhan konsumsi pangan.
9
muncul. Mereka yang selalu tinggal di desa memiliki asupan kalori terendah dan
proporsi terendah terdiri dari lemak. Jika tidak, di antara kelompok lain, total
kalori dan diet komposisi tidak terlalu bervariasi. Begitu pula perempuan yang
tinggal di desa, direlokasi Dari permukiman / desa ke kota, atau dipindahkan dari
kota ke kota ke desa / kelurahan Memiliki tingkat aktivitas fisik yang jauh lebih
tinggi. Sementara itu, responden wanita yang tinggal di kota kecil atau besar atau
kota, dan mereka yang pindah ke kota-kota telah jauh lebih rendah tingkat
aktivitas fisik sedang atau tinggi dan tingkat prevalensi kelebihan berat badan
yang lebih tinggi dan obesitas.
Utilitas, dan tunjangan bulanan dari pemerintah. Jadi, asosiasi kekayaan
mungkin tidak menonjol seperti di tempat lain. Temuan bahwa total kalori
menurun dengan kekayaan sampai kuintil kekayaan tertinggi kedua (Q4), di
mana proporsi energi dari lemak adalah yang tertinggi. Selain itu, rumah tangga
terkaya memiliki asupan kalori tertinggi sementara. Perempuan dari rumah
tangga dengan persentil ke-40 sampai 60 persen memiliki rata-rata terendah
asupan kalori, dan proporsi tertinggi dari makanan mereka yang berasal dari
karbohidrat. Untuk aktivitas fisik, asosiasi mirip U antara kekayaan rumah tangga
dan fisik tinggi aktivitas, dan dengan keresahan ada. Wanita Emirati dewasa dari
yang termiskin (Q1) dan rumah tangga terkaya (Q5) memiliki tingkat aktivitas fisik
sedang hingga tinggi yang sangat rendah. Selain itu, ketidakaktifan yang diukur
dengan waktu yang dihabiskan untuk duduk meningkat dengan kekayaan sampai
kekayaan ke-4 kuintil. Saat ini United Emirat Arab telah mengalami transformasi
ekonomi dan sosial yang luar biasa dalam 30-40 priode. Sementara itu,
prevalensi obesitas dan kelebihan berat badan pada populasi Emirat tinggi dan
telah meningkat seiring berjalannya waktu. Perbandingan antara wanita dewasa
Emirat 65% saat ini.
10
(Flegal et al 2010). Jika dibandingkan dengan temuan dari studi 1998-1999 (Al-
Hourani et al 2003) dan tahun 2005 Survei Kesehatan Siswa Berbasis Sekolah
Global (UAE-GSHS 2005), penelitian ini menunjukkan bahwa angka prevalensi
kelebihan berat badan meningkat di kalangan gadis remaja Emirat dari tahun
1999 sampai 2005 namun tinggal sekitar 21%.
Obesitas meningkat secara dramatis, terutama dari tahun 2005 sampai
2009, hampir dua kali. Jarak antara anak remaja Emirat dengan keduanya
mengalami kelebihan berat badan dan obesitas, sedikit menurun di tahun 2010
dibandingkan perkiraan tahun 2005. Perbedaan pada jenis kelamin , yang tidak
ada pada tahun 2005, muncul antara anak laki-laki dan perempuan di tahun 2009
dan jauh lebih besar dibanding negara lain, seperti halnya Amerika Serikat
(Ogden et al 2010).
Negara-negara Teluk Arab lainnya juga telah mengamati perbedaan jenis
kelamin yang serupa dalam prevalensi kelebihan berat badan dan obesitas
antara pria dan wanita di sebagian besar kelompok usia. Hal ini menunjukkan
bahwa di Negara Teluk Arab mungkin sangat kondusif bagi perempuan kelebihan
berat badan atau obesitas antara lain yakni anak-anak. Perkiraan berdasarkan
data tahun 1999 (Malik dan Bakir 2007), dan menunjukkan sedikit peningkatan
pada angka prevalensi pada kelebihan berat badan dan obesitas di kalangan
anak laki-laki.
Sejumlah faktor yang melatarbelakangi pada masing-masing individu,
rumah tangga, masyarakat, ekonomi dan tingkat lingkungan dapat berkontribusi
pada meningkatnya angka kelebihan berat badan, obesitas dan gizi. Pada tingkat
individu, ngemil meningkat, tingginya tingkat konsumsi minuman kalori, dan
aktivitas yang berkurang kemungkinan merupakan faktor yang memperhitungkan
tren ini. Kebiasaan ngemil atau jajanan junk food yang terkesan serba instan
dalam bentuk menyajikan sebagian besar kalori untuk masyarakat Emirat. Meski
dari beberbagai refrensi menunjukkan bahwa hasil evaluasi dari responden
hanya melaporkan 1,5 camilan/hari, angka ini mencerminkan tingkat asupan
kalori dari makanan ringan tinggi seperti halnya di Amerika Serikat (Piernas dan
Popkin 2010, Piernas dan Popkin 2010). Meskipun orang Amerika memiliki dua
kali jumlah kesempatan makan dibandingkan dengan Emirat. Namun hal ini,
mungkin mencerminkan lebih banyak makanan padat kalori yang dikonsumsi
sebagai makanan ringan, dalam waktu yang lebih lama dihabiskan.
11
Makan yang telah dikategorikan untuk ngemil dan minuman yang memiliki
kalor account untuk 8% sampai 14% dari total kalori, yang berada di bawah yang
ditemukan di AS, Inggris, dan Meksiko, di antara negara-negara dengan studi
nasional tentang minuman ini (Barquera et al 2008, Popkin 2010, Popkin 2010).
Sementara tingkat ini relatif rendah untuk wanita dewasa, minuman manis
berlemak (soda dan minuman buah) dan mengganti susu dengan susu.
Konsumsi susu rendah lemak di kalangan anak-anak dan remaja, merupakan
target pengurangan kalori. Saat ini, tingkat aktivitas fisik rendah di kalangan
Emirat, terutama di kalangan wanita. Mereka yang tinggal di daerah perkotaan
hanya 41% wanita Emirati yang melakukan aktifitas tingkat sedang atau tingginya
aktivitas fisik, dibandingkan dengan 82% wanita A.S. (Kruger et al 2007) dan
65% dari wanita Saudi (Al-Hazzaa 2007).
Studi terdahulu di United Emirat Arab telah menyinggung kemungkinan
kemasyarakatan dan alasan institusional yang menjelaskan tingkat aktivitas fisik
rendah di antara masyarkat Emirat dari semua Usia (Carter et al 2003, Musaiger
et al 2003, Wasfi et al 2008), namun khususnya di antaranya perempuan (Ali et
al 2008, Berger dan Peerson 2009, Kerkadi et al 2005, Musaiger et al 2003,
Wasfi et al 2008). Penjelasan untuk keterlibatan rendah dalam aktivitas fisik
termasuk kuat norma sosio-kultural yang menciptakan hambatan bagi
keterlibatan olahraga, sebab masih kurangnya panutan untuk wanita, dan
aksesnya cukup terbatas untuk ke tempat olahraga (Berger, Peerson 2009). Oleh
karena itu, wanita cenderung menghabiskan sebagian besar waktunya di dalam
rumah, sementara bersosialisasi atau menonton televisi sering melibatkan makan
dan ngemil yang mengandung lemak tinggi atau makanan bergula (Kerkadi et al
2005). Bahkan kegiatan rumah seperti persiapan makanan dan pekerjaan rumah
tangga seperti ini sering dilakukan oleh pembantu rumah tangga atau juru masak
(Al-Hourani dkk 2003, Mabry dkk. 2009), yang keberadaannya terkait secara
signifikan, hal ini akan memiliki efek antimenerasi karena anak-anak Emirat
cenderung meniru perilaku gaya hidup anggota keluarga. Tentunya, faktor tingkat
individu lainnya seperti motivasi atau preferensi pribadi itu akan berinteraksi
dengan faktor-faktor sosial budaya dan lingkungan. Hal ini juga penting, tapi
memang begitu faktor lingkungan seperti di perkotaan yang tidak dirancang untuk
berjalan kaki telah membuat Emirat sangat berat bergantung pada mobil
(Musaiger et al 2003b). Memang, nampaknya lebih urban dan mungkin lebih
obesogenik, berdasarkan temuan beberapa penelitian bahwa perempuan yang
12
pindah ke kota dalam 5 tahun terakhir memiliki tingkat prevalensi tertinggi untuk
kelebihan berat badan dan obesitas.
Adapun beberapa strategi yang yang dilakukan oleh pemerintah dengan
melihat semakin tinggi angka urbanisasi dengan gaya hidup yang tidak
beraturan. Sehingga petugas kesehatan juga harus bekerja dengan perencana
untuk memastikan masyarakat memiliki akses terhadap fasilitas dan desain
latihan komunitas yang aktif transportasi aktif, aman untuk berolahraga. Akses ke
berbagai pilihan makanan sehat yang lebih beragam, bersama dengan
pendidikan nutrisi masyarakat yang penting (misalnya, membatasi konsumsi
soda sugared padat kalori, minuman buah dan susu utuh dan susu rendah lemak
/skim sebagai gantinya. Selain itu, praktisi kesehatan harus terus mengukur
status dan berat badan masyarakatnya. Hal ini memungkinkan dokter untuk
menghilangkan penambahan berat badan yang tidak perlu dan memberikan
rekomendasi diet dan aktivitas yang sesuai, juga ahli diet, atau spesialis lain.
13
yang canggih dan konstan serta akses mudah ke impor makanan dan minuman
global saat ini tersebar luas di United Emirat Arab.
14
BAB IV
PENUTUP
4.1 Kesimpulan
a) Jelas bahwa tidak ada Negara yang bisa sepenuhnya dan mandiri,
mandiri di semua makanan pokok. Meskipun demikian, negara bisa
berusaha keras untuk menghasilkan makanan dalam jumlah cukup dalam
raangka memberi makan bagi semua rakyatnya. Hal ini menunjukkan
bahwa strategi makanan masa depan di United Emirat Arab harus lebih
fokus pada peternakan dan pertanian domestik, perbaikan lingkungan
pertanian lokal, penggunaan lahan dengan teknologi tepat guna dan
teknik untuk mendukung pertumbuhan tanaman yang paling sesuai untuk
kondisi iklim yang gersang. Selain itu, kebijakan terbuka distribusi lahan
pertanian memungkinkan lahan pertanian untuk non-petani. Namun hal ini
bisa mengakibatkan beberapa lahan pertanian pembatasan proyek
pemerintahan masa depan diperluas.
b) Gizi adalah zat-zat yang dapat memberikan energi adalah karbohidrat,
lemak, dan protein, oksidasi zat-zat gizi ini menghasilkan energi yang
diperlukan tubuh untuk melakukan kegiatan atau aktivitas.
c) Ketahanan Pangan adalah tersedianya pangan dalam jumlah dan kualitas
yang cukup, terdistribusi dengan harga terjangkau dan aman dikonsumsi
bagi setiap warga untuk menopang aktivitasnya sehari-hari sepanjang
waktu.
d) Faktor-faktor yang mempengaruhi ketahanan pangan adalah lahan,
infrastruktur, teknologi, keahlian, dan wawasan, energi, dana, lingkungan
fisik/iklim, relasi kerja, dan ketersediaan input lainnya.
15
4.2 Saran
1. Ketahanan pangan dan status kebutuhan gizi akan selalu berjalan
berimbang dimana hal ini, kondisi yang harus diwujudkan bersama-sama
oleh pemerintah dan masyarakat di semua Negara. Sebagai masyarakat
suatu bangsa, kita bisa memulai meningkatkan ketahanan pangan
dengan mengonsumsi hasil bumi lokal atau membeli produk petani lokal,
mengganti gaya hidup dan makan kita sehingga produk yang kita makan
lebih bervariasi (diversifikasi pangan) untuk menghindari ketergantungan
pada makanan sampah (junk food) serba instan, dan memperlakukan
pangan dengan bijak.
16
DAFTAR PUSTAKA
Saif Al Qaydi, dkk. 2016. The Status and Prospects for Agriculture in the United
Arab Emirates (UAE) and their Potential to Contribute to Food Security.
Geography and Urban Planning Department, UAE University, P. O. Box
15551, Al Ain, United Arab Emirates. Journal of Basic & Applied Sciences,
2016, Volume 12.
Shu Wen Ng, PhD, Sahar Zaghloul, PhD, Habiba Ali, PhD, Gail Harrison, PhD4,
Karin Yeatts, PhD, Mohamed El, Sadig, PhD, and Barry M. Popkin, PhD.
2012. Transition Nutrion in Uni Emirat Arab (UEA). Departemen Nutrion,
Gillings Shcool of Global Public Health, Universitas North Carolina di
Chapel Hill. Eur J Clin Nutr. Author manuscript; available in PMC 2012
March 15.
17