TINJAUAN PUSTAKA
2.1. Definisi
2.2 Epidemiologi
2.3 Etiologi
Banyak Studi neuropsikologi menunjukkan bahwa ADHD sebenarnya hasil
dari interaksi kompleks antara faktor genetik dan lingkungan. Sampai saat ini belum
ditemukan penyebab utama ADHD, berbagai faktor berperan terhadap terbentuknya
gangguan tersebut.
Faktor Genetik
Bukti adanya dasar genetik untuk ADHD mencakup concordance yang lebih
tinggi pada kembar monozigot dibandingkan dizigot. Saudara kandung anak
hiperaktif juga memiliki risiko kira-kira dua kali untuk memiliki gangguan
dibandingkan populasi umum. Saudara kandung tersebut dapat mempunyai geiala
hiperaktif yang menonjol sedangkan saudara kandung yang lain dapat mempunyai
gejala defisit atensi yang menonjol. Pola biologis anak-anak dengan gangguan ini
memiliki risiko yang lebih tinggi untuk ADHD dibandingkan orang tua adoptif.
Meskipun heritabilitas yang tinggi pada ADHD ditunjukkan melalui studi
observasi kembar dan adopsi, namun terbukti sulit untuk mengidentifikasi gen-gen
tertentu yang mendasari kondisi tersebut.
Kerusakan Otak
Diperkirakan bahwa beberapa. anak yang menderita ADHD mengalami
kerusakan ringan pada sistem saraf pusat dan perkembangan otak selama periode
janin dan perinatal. Kerusakan otak yang dihipotesiskan mungkin dapat disebabkan
karena gangguan sirkulasi, toksik, metabolik, mekanik, atau fisik pada otak selama
masa awal bayi yang disebabkan oleh infeksi, peradangan, dan trauma. Tanda-tanda
neurologis nonfokal (halus) ditemukan dengan angka yang lebih tinggi pada anak
dengan ADHD dibandingkan dengan populasi umum.
Faktor Neurokimia
Obat yang paling luas dipelajari di dalam terapi ADHD, yaitu stimulan.
memengaruhi dopamin dan norepinefrin, sehingga menimbulkan hipotesis
neurotransmiter yang mencakup kemungkinan disfungsi pada kedua sistem
adrenergik dan dopaminergik. Secara keseluruhan, tidak ada bukti jelas yang
mengaitkan satu neurotransmiter di dalam timbulnya ADHD tetapi banyak
neurotransmiter dapat terlibat di dalam prosesnya.
Faktor Neurofisiologis
Hubungan fisiologis adalah adanya berbagai poia elektroensefalogram (EEG)
abnormal nonspesifik yang tidak beraturan dibandingkan dengan kontrol normal.
Sejumlah studi yang menggunakan positron emission tomography (PET) menemukan
berkurangnya aliran darah otak serta laju metabolik di area lobus frontalis anak-anak
dengan ADHD dibandingkan dengan kontrol.
Faktor Psikososial
Peristiwa psikik yang memberikan stres, gangguan pada keseimbangan
keluarga, serta faktor pencetus ansietas lain turut berperan di dalam mulainya atau
berlanjutnya ADHD. Faktor predisposisi dapat mencakup temperamen anak, faktor
familial-genetik, dan tuntutan masyarakat untuk patuh dengan cara berperilaku atau
berpenampilan dengan cara yang rutin. (Sadock, B. J. and Sadock V. A, 2010)
2.4 Klasifikasi
Kriteria dari Diagnostic and Statistical Manual of Mental Disorders (DSM) of
the American Psychiatric Association adalah diagnosa panduan di Amerika. Kriteria
yang paling baru, DSM-V, yang dibuat pada Mei 2013, tidak berubah secara
substansial dari DSM-IV. Di kedua versi tersebut, diagnosa pada anak berdasarkan
sedikitnya ada 6 dari 9 gejala di salah satu atau kombinasi dari kurangnya perhatian
dan hiperaktif-impulsif. Salah satu penyataan dari DSM-V menyebutkan bahwa
perhatian terhadap lingkungan anak diperlukan dalam resiko dan faktor prognostik
anak ADHD. Stress yang berkepanjangan seperti kemiskinan dan kekerasan fisik atau
emosional dapat menyebabkan gejala ADHD atau dapat meningkatkan keparahan
gejala ADHD.
The International Classification of Diseases, 10th edition (ICD-10)
menggunakan istilah yang lain kelainan hyperkinetik. Diagnosa ADHD
berdasarkan klasifikasi ini membutuhkan adanya gangguan perhatian dan masalah
aktifitas. Oleh sebab itu, angka ADHD berdasarkan kriteria ICD-10 lebih rendah
dibanding kriteria DSM-5.
Inatensi, Hiperaktif,
dan Impulsif