Anda di halaman 1dari 10

BAB II

TINJAUAN PUSTAKA
2.1. Definisi

Attention-deficit/hyperactivity disorder (ADHD) atau gangguan pemusatan perhatian


dan hiperaktifitas (GPPH) adalah kelainan pada otak yang ditandai dengan gangguan
pemusatan perhatian yang berkelanjutan dan atau hiperaktif-impulsif yang diikuti
gangguan fungsi atau perkembangan.

Gangguan deficit atensi/hiperaktifitas (ADHD) terdiri atas pola tidak menunjakkan


atensi nyang persisten dan/atau perilaku yang impulsive serta hiperaktif, yang bersifat
lebih berat dari pada yang diharapkan pada anak dengan usia dan tingkat
perkembangan yang serupa. Untuk memenuhi kriteria diagnosis ADHD, beberapa
gejala harus ada sebelum usia 7 tahun, meskipun banyak anak tidak terdiagnosis
hingga usia mereka lebih dari 7 tahun, saat perilaku mereka menimbulkan masalah di
sekolah dan di tempat lain. Hendaya akibat tidak adanya atensi dan/atau
hiperaktivitas-impulsivitas harus ada pada sedikitnya dua keadaan dan mangganggu
fungsi secara sosial, akademik dan aktifitas ekstrakuriler yang sesuai perkembangan.
Gangguan ini tidak boleh ada didalam perjalanan gangguan perkembangan pervasive,
skizofrenia atau gangguan psikotik lain, serta tidak boleh disebabkan oleh gangguan
jiwa lain.

2.2 Epidemiologi

Diperkirakan 3-7 dari 100 anak sekolah, menderita ADHD (American


Psychiatric Association, 2000). Ini berarti bahwa pada 40 murid dalam satu kelas,
minimal satu orang mengalami ADHD. Anak ADHD ternyata sering ditemukan di
tengah masyarakat, terutama di perkotaan. Penelitian dr. Dwijo, SpKJ tahun 2000-
2004, dari 4.015 siswa usia 6-13 tahun di 10 SD di wilayah Jakarta Pusat dan Jakarta
Barat menunjukan prevalensi 26,2% untuk ADHD berdasarkan kriteria DSM IV.
Maka dapat dicurigai bahwa mereka sangat mungkin tersebar di sekolah-sekolah
umum (Aini, 2010).
Menurut National Survey of Childrens Health (NSHC) di Amerika Serikat
pada tahun 2007 bahwa persentase anak berumur 4-17 tahun yang dilaporkan dengan
diagnosis ADHD meningkat dari 7,8% menjadi 9,5% selama 2003-2007 (21,8%
peningkatan dalam 4 tahun) (Visser et al, 2010).

2.3 Etiologi
Banyak Studi neuropsikologi menunjukkan bahwa ADHD sebenarnya hasil
dari interaksi kompleks antara faktor genetik dan lingkungan. Sampai saat ini belum
ditemukan penyebab utama ADHD, berbagai faktor berperan terhadap terbentuknya
gangguan tersebut.
Faktor Genetik
Bukti adanya dasar genetik untuk ADHD mencakup concordance yang lebih
tinggi pada kembar monozigot dibandingkan dizigot. Saudara kandung anak
hiperaktif juga memiliki risiko kira-kira dua kali untuk memiliki gangguan
dibandingkan populasi umum. Saudara kandung tersebut dapat mempunyai geiala
hiperaktif yang menonjol sedangkan saudara kandung yang lain dapat mempunyai
gejala defisit atensi yang menonjol. Pola biologis anak-anak dengan gangguan ini
memiliki risiko yang lebih tinggi untuk ADHD dibandingkan orang tua adoptif.
Meskipun heritabilitas yang tinggi pada ADHD ditunjukkan melalui studi
observasi kembar dan adopsi, namun terbukti sulit untuk mengidentifikasi gen-gen
tertentu yang mendasari kondisi tersebut.
Kerusakan Otak
Diperkirakan bahwa beberapa. anak yang menderita ADHD mengalami
kerusakan ringan pada sistem saraf pusat dan perkembangan otak selama periode
janin dan perinatal. Kerusakan otak yang dihipotesiskan mungkin dapat disebabkan
karena gangguan sirkulasi, toksik, metabolik, mekanik, atau fisik pada otak selama
masa awal bayi yang disebabkan oleh infeksi, peradangan, dan trauma. Tanda-tanda
neurologis nonfokal (halus) ditemukan dengan angka yang lebih tinggi pada anak
dengan ADHD dibandingkan dengan populasi umum.
Faktor Neurokimia
Obat yang paling luas dipelajari di dalam terapi ADHD, yaitu stimulan.
memengaruhi dopamin dan norepinefrin, sehingga menimbulkan hipotesis
neurotransmiter yang mencakup kemungkinan disfungsi pada kedua sistem
adrenergik dan dopaminergik. Secara keseluruhan, tidak ada bukti jelas yang
mengaitkan satu neurotransmiter di dalam timbulnya ADHD tetapi banyak
neurotransmiter dapat terlibat di dalam prosesnya.
Faktor Neurofisiologis
Hubungan fisiologis adalah adanya berbagai poia elektroensefalogram (EEG)
abnormal nonspesifik yang tidak beraturan dibandingkan dengan kontrol normal.
Sejumlah studi yang menggunakan positron emission tomography (PET) menemukan
berkurangnya aliran darah otak serta laju metabolik di area lobus frontalis anak-anak
dengan ADHD dibandingkan dengan kontrol.
Faktor Psikososial
Peristiwa psikik yang memberikan stres, gangguan pada keseimbangan
keluarga, serta faktor pencetus ansietas lain turut berperan di dalam mulainya atau
berlanjutnya ADHD. Faktor predisposisi dapat mencakup temperamen anak, faktor
familial-genetik, dan tuntutan masyarakat untuk patuh dengan cara berperilaku atau
berpenampilan dengan cara yang rutin. (Sadock, B. J. and Sadock V. A, 2010)
2.4 Klasifikasi
Kriteria dari Diagnostic and Statistical Manual of Mental Disorders (DSM) of
the American Psychiatric Association adalah diagnosa panduan di Amerika. Kriteria
yang paling baru, DSM-V, yang dibuat pada Mei 2013, tidak berubah secara
substansial dari DSM-IV. Di kedua versi tersebut, diagnosa pada anak berdasarkan
sedikitnya ada 6 dari 9 gejala di salah satu atau kombinasi dari kurangnya perhatian
dan hiperaktif-impulsif. Salah satu penyataan dari DSM-V menyebutkan bahwa
perhatian terhadap lingkungan anak diperlukan dalam resiko dan faktor prognostik
anak ADHD. Stress yang berkepanjangan seperti kemiskinan dan kekerasan fisik atau
emosional dapat menyebabkan gejala ADHD atau dapat meningkatkan keparahan
gejala ADHD.
The International Classification of Diseases, 10th edition (ICD-10)
menggunakan istilah yang lain kelainan hyperkinetik. Diagnosa ADHD
berdasarkan klasifikasi ini membutuhkan adanya gangguan perhatian dan masalah
aktifitas. Oleh sebab itu, angka ADHD berdasarkan kriteria ICD-10 lebih rendah
dibanding kriteria DSM-5.

Kriteria Diagnostik DSM-V-TR untuk Gangguan Defisit-Atensi/Hiperaktivitas


(Maslim, Rudi. 2013).

A. baik (1) atau (2):


(1) enam (atau lebih) dari gejala inatensi berikut ini telah ada sedikitnya
selama 6 bulan hingga suatu derajat yang maladaptif dan tidak konsisten
dengan tingkat perkembangan:
Inatensi
(a) sering tidak dapat memberikan perhatian erat pada rincian atau
membuat kesalahan yang ceroboh pada pekerjaan sekolah, pekerjaan,
atau aktivitas lain.
(b) sering memiliki kesulitan dalam mempertahankan perhatian dalam
tugas atau aktivitas bermain.
(c) sering tampak tidak mendengarkan ketika diajak bicara secara
langsung.
(d) sering tidak mengikuti instruksi dan tidak dapat menyelesaikan
pekerjaan sekolah, tugas, di tempat kerja (tidak disebabkan oleh
perilaku oposisional atau memahami instruksi).
(e) sering memiliki kesulitan untuk mengatur tugas dan aktivitas.
(f) sering menghindari, tidak menyukai, atau enggan terlibat di dalam
tugas yang memerlukan upaya mental yang lama (seperti tugas
sekolah atau pekerjaan rumah).
(g) sering kehilangan benda-benda yang penting untuk tugas atau aktivitas
(misal, mainan, tugas sekolah, pensil, buku, atau alat-alat).
(h) sering mudah teralih perhatiannya oleh stimulus eksternal.
(i) sering lupa di dalam aktivitas sehari-hari.
(2) enam (atau lebih) dari gejala hiperaktivitas-impulsivitas berikut ini yang
telah berlangsung sedikitnya selama 6 bulan hingga suatu derajat yang
maladaptive dan tidak konsisten dengan tingkat perkembangan:
Hiperaktivitas
(a) sering gelisah dengan tangan atau kaki atau menggeliat di kursi.
(b) sering meninggalkan bangku di ruang kelas atau disituasi lain padahal
diharapkan ia tetap duduk.
(c) sering berlari di sekeliling atau memanjat pada situasi yang tidak
sesuai (pada remaja) atau orang dewasa, dapat terbatas pada perasaan
gelisah subjektif).
(d) sering memiliki kesulitan di dalam bermain atau terlibat di dalam
aktivitas senggang diam-diam.
(e) sering sangat aktif atau sering bertindak seolah-olah dikendalikan
oleh motor.
(f) sering bicara berlebihan.
Impulsivitas
(g) sering menjawab pertanyaan segera sebelum pertanyaannya selesai.
(h) sering memiliki kesulitan dalam menunggu giliran.
(i) sering mengganggu orang lain (misal, memotong percakapan atau
permainan).
B. beberapa gejala hiperaktif-impulsif atau inatensi yang menyebabkan hendaya
terjadi sebelum usia 7 tahun.
C. beberapa hendaya akibat gejala ada dalam dua atau lebih keadaan (misal, di
sekolah [atau tempat kerja], dan di rumah).
D. harus ada bukti jelas adanya hendaya di dalam fungsi sosial, akademik, atau
pekerjaan yang secara klinis bermakna.
E. gejala tidak hanya terjadi selama perjalanan gangguan perkembangan
pervasif, skizorenia, atau gangguan psikotik lain serta tidak disebabkan oleh
gangguan jiwa lain (misal, gangguan mood, gangguan ansietas, gangguan
disosiatif, atau gangguan kepribadian).
pemberian kode didasarkan atas tipe:
gangguan defisit-atensi/hiperaktivitas, tipe kombinasi: jika Kriteria A1
dan A2 terpenuhi untuk selama 6 bulan terakhir.
gangguan defisit-atensi/hiperaktivitas, dominan tipe inatensi: jika Kriteria
A1 terpenuhi tetapi Kriteria A2 tidak terpenuhi untuk 6 bulan terakhir.
gangguan defisit-atensi/hiperaktivitas, dominan tipe hiperaktif-impulsif:
jika Kriteria A2 terpenuhi tetapi Kriteria A1 tidak terpenuhi untuk 6 bulan
terakhir.
catatan pemberian kode: untuk individu (terutama remaja dan dewasa) yang
saat ini memiliki gejala yang tidak lagi memenuhi kriteria utuh, harus dirinci
dalam remisi parsial. (Maslim, Rudi. 2013).
2.5 Diagnosis Banding
Pertama kali harus dipertimbangkan kelompok temperamental yang terdiri
atas tingkat aktivitas yang tinggi serta rentang perhatian yang singkat, tetapi di dalam
kisaran normal yang diharapkan untuk usia anak. Membedakan ciri temperamental ini
dengan gejala utama ADHD sebelum usia 3 tahun sulit dilakukan, terutama karena
gambaran sistem saraf yang imatur normal dan adanya tanda hendaya visual-motorik-
persepsi yang bertumpang-tindih sering ditemukan pada ADHD. Ansietas pada anak
harus dievaluasi. Ansietas dapat menyertai ADHD sebagai gambaran sekunder, dan
ansietas sendiri dapat ditunjukkan dengan overaktivitas dan mudah teralih
perhatiannya.
Banyak anak dengan ADHD memiliki depresi sekundcr di dalam reaksi
terhadap frustrasi mereka yang berkelanjutan akibat kegagalan mereka untuk belajar
dan rendahnya harga-diri yang ditimbulkan. Keadaan ini harus dibedakan dengan
gangguan depresif primer, yang mudah dibedakan dengan hipoaktivitas dan
penarikan diri. Mania dan ADHD memiliki kesamaan gambaran inti, seperti
verbalisasi yang berlebihan, hiperaktivitas motorik, dan sangat mudah teralih
perhatiannya. Di samping itu, pada anak-anak dengan mania, iritabilitas tampak lebih
lazim dibandingkan dengan euforia. Meskipun mania dan ADHD dapat teriadi
bersamaan, pada anak dengan gangguan bipolar I, lebih terdapat gejala membaik dan
kemudian memburuk dibandingkan pada ADHD. ADHD pada anak dengan gangguan
bipolar I pada pemantauan-lanjutan 4 tahun memiliki kejadian bersamaan gangguan
tambahan lain yang lebih tinggi serta riwayat keluarga adanya gangguan bipolar yang
lebih tinggi serta gangguan mood lain dibandingkan dengan anak-anak tanpa
gangguan bipolar.
Gangguan tingkah laku dan ADHD sering terdapat bersamaan, dan keduanya
harus didiagnosis. Berbagai jenis gangguan belajar juga harus dibedakan dengan
ADHD; seorang anak bisa tidak dapat membaca atau melakukan matematik karena
gangguan belajar, bukan karena inatensi. ADHD sering terdapat bersamaan dengan
satu atau lebih gangguan belajar, termasuk gangguan membaca, gangguan matematik,
dan gangguan ekspresi tulisan.

2.6 Perjalanan Gangguan dan Prognosis


Perjalanan gangguan ADHD bervariasi. Gejala dapat ada hingga remaja atau
dewasa; gejala ini dapat pulih saat pubertas; atau hiperaktivitas dapat hilang,
tetapi berkurangnya rentang atensi dan masalah pengendalian impuls dapat
bertahan. Overaktivitas biasanya merupakan gejala pertama yang akan pulih,
dan mudah teralih perhatian adalah gejala yang terakhir pulih. Meskipun
demikian, sebagian besar pasien dengan ganggtuan ini mengalami remisi
parsial dan rentan terhadap perilaku antisocial, gangguan penggunaan zat, dan
gangguan mood.
2.8 Terapi
Farmakoterapi
Agen farmakologis yang terlihat memiliki efektivitas yang signfikan serta catatan
keamanan yang sangat baik di dalam terapi ADHD, adalah stimulant SSP, termasuk
sediaan metilfenidat lepa-segera dan lepas-lama (Ritalin, Rtalin SR, Concerta,
Metadate CD, Metadate ER), dextroamfetamin (Dexedrine, Dexedrine spansul), dan
kombinasi dextroamfetamin dengan gram amfetamin (Adderall, Adderall XR). Satu
bentuk tambahan metilfenidat yang hanya mengandung D-ctantiomer,
dexmetilfenidat (Foculin), baru-baru ini ditempatkan di pasaran, ditujukna untuk
memaksimalkan efek target dan meminimalkan efek samping pada individu dengan
ADHD yang mendapatkan respon parsial dari metilfenidat. Agen lini kedua dengan
bukti efektifitas untuk beberapa anak dan remaja dengan ADHD mencakup
antidepresan seperti bupropin (Wellbutrin, Wellbutrin SR), venlafaksin (Effexor,
Effexor SR), dan agonis reseptor alfa adrenergic klonidin (Catapres) dan guanfasin
(Tenex).
Agen yang baru , atomoxetin (Strattera) disetujui tahun 2003 sebagai obat
nonstimulan untuk terapi ADHD. Atomoxetin adalah inhibitor ambilan kembali
norepinefrin dan tidak mempengaruhi dopamine. Obat ini menghambat enzim 2D6
dan dapat menurunkan metabolisme SSRI sebagai akibatnya. Dosis umum untuk
atomoxapin adalah dari 40-100mg per hari diberikan dalam dosis tunggal tidak
terbagi.

Memonitor Terapi Stimulan


Pada tingkat dasar, bersamaan dengan parameter praktik AACAP yang paling kini,
sebelum memulai pengobatan stimulan, dianjrkan pemeriksaan berikut ini:
- Pemeriksaan fisik
- Tekanan darah
- Denyut nadi
- Berat badan
- Tinggi badan
Dianjurkan bahwa anak dan remaja yang akan diterapi dengan stimulan diperiksa hal-
hal di atas setiap tiga bulan dan pemeriksaan fisik setiap tahun.
Evaluasi Perkembangan Terapeutik
Monitor dimulai saat pertama diberikan obat. Pada sebagian besar pasien, stimulan
mengurangi overaktifitas, perhatian yang mudah teralih, impulsivitas, meledak-ledak,
dan iritabilitas.
Intervensi Psikososial
Obat saja sering tidak cukup untuk memuaskan kebutuhan terapeutik yang
komprehensif pada anak dengan gangguan ini. Kelompok ketrampilan sosial,
pelatihan orang tua, serta intervensi perilaku di sekolah dan rumah dapat efektif
dalam keseluruhan penatalaksanaan anak-anak dengan ADHD. Evaluasi dan terapi
gangguan belajar yang juga ada atau gangguan psikiatrik lainnya adalah hal yang
penting.

Faktor Kerusakan Faktor Faktor Faktor


Genetik Otak Neurokimia Neurofisiologis Psikososial

Heritabi- Kerusakan Kemungki- Berkurangnya Peristiwa


litas SSP dan nan aliran darah psikik
yang perkem- disfungsi otak serta laju yang dapat
tinggi bangan neurotrans- metabolik di menim-
otak mitter pada area lobus bulkan
selama sistem frontalis stress pada
periode adrenergik anak
janin dan dan
perinatal dopaminer-
gik

Inatensi, Hiperaktif,
dan Impulsif

Anda mungkin juga menyukai