LAPORANKASUS
1.1 Identifikasi
Nama :An.OuyTrisulaPituAzi(L)
Medicalrec :1007378
Tgllahir :20Mei1994(23tahun)
Alamat :Jl.MayorZenLrg.YadaRT30rw01Kalidoni
Palembang
Agama :Islam
Statusperkawinan :BelumKawin
Pekerjaan :Pelajar
MRS :29Mei2017
Ruangan :Lematang2.1
1.2 Anamnesa
Keluhanutama Sesaknafassejak1harisebelummasukRumah
Sakit
2
Riwayatpenyakit Sering sakit gigi dan gusi bengkak sejak 1
dankeluhan tahun yang lalu
sistemik Hipertensi disangkal
Alergidebu/dingindisangkal
Darahtinggidisangkal
Diabetesmellitusdisangkal
Kelainandarahdisangkal
Hepatitisdisangkal
Kelainanhatilainnyadisangkal
HIV/AIDSdisangkal
Riwayatpenyakitpernapasandisangkal
Kelainanpencernaandisangkal
Riwayatkelainankelenjarludahdisangkal
Epilepsidisangkal
Riwayat Cabutgigi(+),1tahunyanglalu
perawatangigi Tambalgigi()
danmulut Trauma()
sebelumnya Membersihkankaranggigi()
3
1.3 Pemeriksaanfisik
a. StatusUmumPasien(Jumat,2Juni2017)
KeadaanUmumPasien :Tampaksakitberat
Sensorium :ComposMentis
BeratBadan :52kg
TinggiBadan :162cm
BMI :19,8kg/m2(underweight)
VitalSign :TD =130/80mmHg
N =114x/menit,isidan
tegangancukup
T =36,8oC
R =22x/menit
b. PemeriksaanEkstraOral:
Wajah
Inspeksi :normocephali,simetris(+)
Bibir :Bibirmerah,lembab
PembesaranKGB:terabapembesaranpadaleherkanandankiri,
kenyal(+),fluktuatif(+),sakit(+)
Temporomandibulajoint:didapatkantrismusdenganjarakinterinsisivus
rahangatasdanrahangbawah3cm
c. PemeriksaanIntraOral:
Debris : (+) pada semua regio
Plak : (+) pada semua regio
Kalkulus : (+) pada gigi 15, 12, 11, 21, 25,26, 35, 32,
41,42, 45
Perdarahan Papila interdental : belum dapat dinilai
Identifikasi risiko karies : belum dapat dinilai
Gingiva : tidak ada
Mukosa : normal
Palatum : normal
4
Lidah : licin, atrofi papil (-)
Dasar Mulut : terdapat phlegmon (infeksi) dasar mulut
Hubungan rahang : belum dapat dinilai
Kelainan gigi geligi :- karies pada gigi 15, 12, 11, 21, 26, 34
- gangrene radiks pada gigi 36 dan 37
- ganggren pulpa pada gigi 46 dan 47
- malposisi gigi 15, 32, 41
- missing teeth gigi 14
- partial erupted gigi 38
- un- erupted gigi 18, 28 dan 48
d. Odontogram
D3 D3 D3 D3
MP D3
18 17 16 15 14 13 12 11 21 22 23 24 25 26 27 28
UE 55 54 53 52 51 61 62 63 64 65 UE
85 84 83 82 81 71 72 73 74 75
48 47 46 45 44 43 42 41 31 32 33 34 35 36 37 38
UE MP MP D3 PE
5
Gambar 1.1: Tampak depan. Terlihat trismus, dan kalkulus dan malposisi pada
region anterior
Gambar 1.2: Tampak wajah simetri dan bekas aspirasi yang ditutup perban
1.4 PemeriksaanPenunjang
1. Laboratorium (29 Mei 2017)
Hb 12,1g/dl
WBC 4700/mm3
HT 36%
PLT 496.000/mm3
SGOT 11
SGPT 8
DiffCount 0/2/45/40/13
Albumin 2,7
Ureum 16
6
Kreatinin 0,64
Kalsium 8,3
Natrium 137
Kalium 3,4
Cl 98
GDS 138 g/dL
II.Radiologi
7
Gambar 1.4: Rongent soft tissue cervical AP Lateral
Kesan:
1.5 Temuanmasalah
Terdapatkalkuluspada gigi 15, 12, 11, 21, 25,26, 35, 32, 41,42,
45. Didapatkankariespadagigi15, 12, 11, 21, 26, 34.Terjadimalposisi
padagigi15,32,dan41. Ditemukanpulagangreneradikspadagigi 36
dan 37,ganggrenpulpapadagigi47dan46.Telahterjadiinfeksipada
radikstersebut.Infeksidicurigaitelahmenjalarkedasarmulut,sehingga
menimbulkan selulitis pada submandibula kanan, atau bisa disebut
dengan angina ludwig. Pembengkakan pada leher telah menimbulkan
nyeri sehingga menyebabkan pasien kesulitan untuk membuka mulut
(trismus)dankesulitanmenelan.
1.6 Rencanaterapi
1. Pemberian antibiotik dosis tinggi
- Ceftriaxone 2x1 gr injeksi iv
- Metronidazole 3x500 mg drip iv
2. Pro ektraksi berkala untuk gigi dengan gangrene radiks jika keadaan
umum membaik
8
3. Pro ektraksi berkala untuk gigi dengan gangrene pulpa jika keadaan
umum membaik
4. Pro scalling untuk menghilangkan kalkulus
5. Rencana penambalan pada gigi yang karies
6. Dental health education
1.7 Prognosis
Dubiaadbonam,karenatelahdilakukanaspirasipadabenjolandan
keadaanumumpasienmulaimembaik.Untukprognosiskelainanpadarongga
mulutadalahdubia. Pasienharusmelakukanpencabutandanperawatangigi
pada gigi yang rusak, secara berkala dan rutin agar tidak terjadi infeksi
berulang dan dapat menimbulakan pus lagi. Oral hygiene yang baik juga
meningkatkanprognosis.
BABII
TINJAUANPUSTAKA
9
2.1 AnatomiRonggaMulut
Mulut adalah rongga lonjong pada permulaan saluran pencernaan. Terdiri
atas dua bagian. Bagian luar yang sempit, atau vestibula, yaitu ruang di antara
gusi serta gigi dengan bibir dan pipi, dan bagian dalam, yaitu rongga mulut yang
dibatasi di sisi-sisinya oleh tulang maxilaris dan semua gigi, dan di sebelah
belakang bersambung dengan awal faring.1
Rongga mulut terbentang mulai dari permukaan dalam gigi sampai
orofaring. Atap mulut dibentuk oleh palatum durum dan mole. Di bagian
posterior palatum mole berakhir pada uvula. Lidah membentuk dasar mulut. Pada
bagian paling posterior dari rongga mulut terletak tonsil di antara kolumna
anterior dan posterior.2
10
b. Palatum mole terletak dibelakang yang merupakan lipatan menggantung
yang dapat bergerak, terdiri dari jaringan fibrosa dan selaput lendir.
Palatum mole adalah suatu daerah fleksibel muscular di sebelah posterior
palatum durum. Tepi posterior berakhir pada uvula. Uvula membantu
menutup nasofaring selama menelan.2
11
Gambar 2. 3 Diagram potongan sagital gigi molar pertama bawah manusia3
Semua gigi terdiri atas sebuah mahkota yang menonjol di atas gusi atau
gingival, dan satu atau lebih akar gigi meruncing yang tertanam di dalam lubang
atau alveolus di dalam tulang maksila atau mandibula. Batas antara mahkota dan
akar gigi disebut leher atau serviks.3
Manusia memiliki susunan gigi primer dan sekunder, yaitu:
a. Gigi primer, dimulai dari tuang diantara dua gigi depan yang terdiri dari 2
gigi seri, 1 taring, 3 geraham dan untuk total keseluruhan 20 gigi
b. Gigi sekunder, terdiri dari 2 gigi seri, 1 taring, 2 premolar dan 3 geraham
untuk total keseluruhan 32 gigi.
Fungsi gigi adalah dalam proses matrikasi (pengunyahan).
Komponen-komponen gigi meliputi:
a. Email
Email atau enamel merupakan jaringan terkeras gigi yang dibentuk oleh
sel-sel ameloblast. Ketebalan dan kepadatannya mempengaruhi permukaan
mahkota gigi. Lapisan email yang paling tebal terdapat pada lapisan insisal
dan oklusal gigi dan semakin menipis ke daerah cementoenamel junction.
Email mengandung hiddroksiapatit yang memberikan kekerasan pada gigi.
Kekerasan email juga semakin berkurang mendekati daerah dentin. Kepadatan
email berkurang diakibatkan oleh komponen anorganik pada dentin dan
cementoenamel junction lebih sedikit dibandingkan dengan email. Email
tersusun atas 93-95% komponen anorgani, 1% komponen organik, dan 4% air.
12
Email gigi tidak mengandung persyarafan, sehingga tidak akan menimbulkan
rasa sakit jika terdapat kerusakan hanya sebatas email. Faktor yang
mempengaruhi kerusakan email adalah keasaman makanan dan minuman.
b. Dentin
Dentin terletak di bawah email, terdiri atas rongga-rongga berisi cairan.
Apabila lubang telah mencapai dentin, cairan ini akan menghantarkan
rangsang ke pulpa, sehingga pulpa yang berisi pembuluh saraf akan
menghantarkan sinyal rasa sakit itu ke otak.4
Dentin bersifat semitranslusen dalam keadaan segar, dan berwarna agak
kekuningan. Komposisi kimianya mirip tulang namun lebih keras. Bahannya
20% organic dan 80% anorganik.3
c. Pulpa
Pulpa merupakan bagian yang lunak dari gigi. Bagian atap pulpa
merupakan bentuk kecil dari bentuk oklusal permukaan gigi. Pulpa
mempunyai hubungan dengan jaringan peri- atau interradikular gigi, dengan
demikian juga dengan keseluruhan jaringan tubuh. Oleh karena itu, jika ada
penyakit pada pulpa, jaringan periodontium juga akan terlibat. Demikian juga
dengan perawatan pulpa yang dilakukan, akan memengaruhi jaringan di
sekitar gigi.5
Bentuk kamar pulpa hampir menyerupai bentuk luar dari mahkota gigi,
misalnya tanduk pulpa terletak di bawah tonjol gigi. Pada gigi dengan akar
lebih dari satu, akan terbentuk lantai kamar pulpa yang mempunyai pintu
masuk ke saluran akar, disebut orifisum. Dari orifisum ke foramen apical
disebut saluran akar. Bentuk saluran akar ini sangat bervariasi, dengan kanal
samping yang beragam, selain kadang-kadang juga ditemukan kanal tambahan
(aksesori) yang ujungnya buntu, tidak bermuara ke jaringan periodontal.
(Tarigan, 2002) Pulpa gigi berisi sel jaringan ikat, pembuluh darah, dan
serabut saraf.1
Pada saluran akar ditemui pembuluh darah, jaringan limfe, juga jaringan
saraf, yang masuk ke rongga pulpa dan membentuk percabangan jaringan
yang teratur. Jaringan yang memasok darah dari pulpa, masuk dari foramen
apical, tempat arteri dan vena masuk serta keluar. Selain pembuluh darah dan
jaringan limfe, jaringan saraf masuk juga ke pulpa melalui foramen.5
13
d. Sementum
Bagian email pada akar gigi disebut sementum. Melihat sifat fisik dan
kimiawinya, sementum lebih mirip tulang dari jaringan keras lain dari gigi. Ia
terdiri atas matriks serat-serat kolagen, glikoprotein, dan mukopolisakarida
yang telah mengapur. Bagian servikal dan lapis tipis dekat dentin adalah
sementum aselular. Sisanya adalah sementum selular, dimana terkurung sel-sel
mirip osteosit, yaitu sementosit, dalam ensit dalam matriks.3
Jaringan penyokong gigi:
16
Gambar 2.7 Potongan Sagital Leher.6
Ruang potensial leher dalam dibagi menjadi ruang yang melibatkan daerah
sepanjang leher, ruang suprahioid dan ruang infrahioid. Ruang yang melibatkan
sepanjang leher terdiri dari: ruang retrofaring, ruang bahaya dan ruang
pervetebra. Ruang suprahioid terdiri dari: ruang submandibula, ruang parafaring,
ruang parotis, ruang mastikor, ruang peritonsil, ruang temporalis. Sedangkan,
ruang infrahioid hanya terdapat ruang pretrekeal.6,7
Gambar 2.8 Ruang potensial leher dalam (A) Potongan aksial, (B) potongan
sagital.
2.3 AbsesLeherDalam
2.3.1 Definisi
Abses leher adalah terkumpulnya nanah (pus) di dalam ruang potensial di
antara fasia leher sebagai akibat penjalaran infeksi dari berbagai sumber, seperti
gigi, mulut, tenggorok, sinus paranasal, telinga tengah dan leher. Gejala dan tanda
klinik biasanya berupa nyeri dan pembengkakan di ruang leher dalam yang
terlibat. Abses leher dalam dapat berupa abses peritonsil, abses retrofaring, abses
retrofaring, abses parafaring, abses submandibula dan angina Ludovici (Ludwigs
angina).6,8,9
2.3.2. Klasifikasi
17
1. Abses peritonsil
18
Gambar 2.9. ruang potensial terjadinya abses berdasarkan anatomi
19
Buccal Minimal Minimal Pipi Tidak Tidak
ada ada
2.3.3 Epidemiologi
Penelitian Anggraini (2015) didapatkan abses leher dalam berdasarkan
ruang yang terlibat terbanyak adalah ruang submandibula yaitu 47,1% diikuti
dengan ruang peritonsilar 27,5% , ruang parafaring dan angina ludovici 9,8%,
serta yang paling sedikit pada ruang retrofaring sebanyak 5,9% penderita.
Sedangkan pada penelitian Yang et al (2010) pada 100 kasus infeksi leher dalam
didapatkan abses submandibula 35%, abses parafaring 20%, abses mastikator 13
%, abses peritonsil 9%, abses sublingual 7%, parotis 3%, infrahyoid 26%,
retrofaring 13%, dan ruang karotis 11%. Bila dilihat dari prevalensi umur dan
jenis kelamin didapatkan penderita abses leher terbanyak adalah pada kelompok
umur di atas 40 tahun. Hal ini karena faktor-faktor adanya penyakit penyerta
seperti diabetes mellitus, penyakit jantung, hipertensi, gangguan sistem lainnya
yang dapat menjadi etiologi terjadinya abses leher dalam. Berdasarkan jenis
kelamin, penderita abses leher dalam lebih banyak dijumpai pada laki-laki
dibandingkan dengan perempuan, hal ini mungkin disebabkan oleh berbagai
faktor.8,11,12
2.3.4 Etiologi
Abses leher dalam paling sering disebabkan oleh infeksi campuran
beberapa kuman. Baik kuman aerob, anaerob maupun kuman fakultatif anaerob.
Kuman aerob yang sering ditemukan adalah stafilokokus, Streptococcus sp,
Haemofilus influenza, Streptococcus Peneumonia, Moraxtella catarrhalis,
Klebsiell sp, Neisseria sp. Kuman anaerob yang sering adalah
Peptostreptococcus, Fusobacterium dan bacteroides sp. Pseudomanas
aeruginosa merupakan kuman yang jarang ditemukan.7,8,9
Genus stafilokokus yang memiliki kepentingan klinis adalah
Staphylococcus aureus, Staphylococcus epidermidis, Staphylococcus
saprophyticus. Staphylococcus aureus bersifat patogen utama pada manusia dan
bersifat koagulase-positif. Dengan sifat koagulase ini memiliki potensi menjadi
patogen invasif. Beberapa strain dari S. aureus mempunyai kapsul sehingga
20
menyulitkan tubuh untuk melakukan fagositosis. Infeksi S. aureus dapat bersifat
hebat, terlokalisir, nyeri membentuk supurasi dan cepat sembuh dengan drainase
pus. Staphylococcus epidermidis bersifat koagulase-negatif dan bersifat flora
normal pada tubuh manusia seperti di saluran nafas atas. Infeksi dapat terjadi
akibat adanya trauma atau inflantasi alat-alat, pada daya tahan tubuh yang rendah.
Supurasi lokal merupakan ciri khas infeksi stafilokokus baik koagulase-positif
maupun koagulase negatif. Dari fokus manapun, organisme dapat menyebar
melalui vena maupun limfatik ke bagian tubuh lain. Supurasi dalam vena yang
menimbulkan trombosis merupakan gambaran umum penyebaran tersebut.12
Streptokokus mempunyai berbagai group sesuai dengan sifat dari kuman
tersebut dan tidak ada satu sistem yang bisa mengklasifikasikannya secara
sempurna. Yang banyak berperan pada abses leher dalam adalah Streptococcus
viridan, Streptococcus -haemolyticus, Streptococcus -haemolyticus, dan
Streptococcus pneumonia. Sedangkan Pseudomonas aeruginosa merupakan
patogen oportunistik dalam tubuh manusia, bersifat invasif dan patogen
nasokomial yang penting. Menimbulkan penyakit jika daya tahan tubuh penjamu
lemah. Abses yang dibentuk akibat pseudomas merupakan pus yang hijau
kebiruan. Kuman anaerob yang sering ditemukan pada abses leher dalam adalah
kelompok batang gram negatif, seperti Bacteroides, Prevotella, maupun
Fusobacterium. Gejala klinis yang menandakan adanya infeksi anaerob adalah: .
sekret yang berbau busuk akibat produk asam lemak rantai pendek dari
metabolisme anaerob, infeksi di proksimal permukaan mukosa, adanya gas dalam
jaringan, dan hasil biakan aerob negatif.12
2.3.5 Patogenesis
Pembentukan abses merupakan hasil perkembangan dari flora normal
dalam tubuh. Flora normal dapat tumbuh dan mencapai daerah steril dari tubuh
baik secara perluasan langsung, maupun melalui laserasi atau perforasi.
Berdasarkan kekhasan flora normal yang ada di bagian tubuh tertentu maka
kuman dari abses yang terbentuk dapat diprediksi berdasar lokasinya. Sebagian
besar abses leher dalam disebabkan oleh campuran berbagai kuman, baik kuman
aerob, anaerob, maupun fakultatif anaerob.8
Penyebaran abses leher dalam dapat melalui beberapa jalan yaitu
hematogen, limfogen, dan celah antar ruang leher dalam. Beratnya infeksi
21
tergantung dari virulensi kuman, daya tahan tubuh dan lokasi anatomi.Infeksi dari
submandibula dapat meluas ke ruang mastikor kemudian ke parafaring. Perluasan
infeksi ke parafaring juga dapat langsung dari ruang submandibula. Selanjutnya
infeksi dapat menjalar ke daerah potensial lainnya. Permulaan stadium ditandai
dengan area infiltrat yang bengkak dan hiperemis. Bila proses berlanjut, terjadi
supurasi sehingga daerah tersebut lebih lunak. Bila proses peradangan berlanjut
ke area sekitarnya akan menyebabkan iritasi pada muskulus pterigoid interna
sehingga timbul trismus.7,8,12
22
disertai pembengkakan di bawah mandibula dan atau dibawah lidah, mungkin
berfluktuasi. Trismus sering ditemukan. Anamnesis yang didapatkan pada abses
ludovici diagnosis ditegakkan berdasarkan riwayat sakit gigi, mengorek atau
cabut gigi, gejala dan tanda klinik berupa selulitis dengan tanda khas yakni
pembengkakan seluruh ruang submandibula, tidak membentuk abses, sehingga
keras pada perabaan submandibula. 8,10
2. Pemeriksaan fisik
Pemeriksaan pada abses peritonsil, didapatkan arkus faring tidak simetris,
pembengkakan di daerah peritonsil, uvula terdorong ke sisi yang sehat, dan
trismus. Tonsil hiperemis, kadang terdapat detritus, palatum mole tampak
membengkak dan menonjol ke depan, dapat teraba fluktuasi. Abses retrofaring
tampak benjolan pada dinding belakang faring, biasanya unilateral, mukosa
terlihat bengkak dan hiperemis. Pembengkakan di daerah parafaring ditemukan
pada abses parafaring, pendorongan dinding lateral faring ke medial, dan angulus
mandibula tidak teraba. Abses parafaring yang mengenai daerah prestiloid akan
memberikan gejala trismus yang lebih jelas. Abses submandibula didapatkan
demam,pembengkakan kelenjar submandibula atau sublingual dengan disertai
nyeri tekan dan fluktuasi. Keadaan gigi dan periordontal yang terinfeksi
ditemukan pada Anguna Ludovici dan tampak pembengkakan hiperemis dan
keras pada palpasi di daerah submandibula. Sedangkan pada Pseudo Angina
Ludovici dapat terjadi fluktuasi.8,10
3. Pemeriksaan penunjang
Abses retrofaring tampak pelebaran ruang retrofaring lebih dari 7 mm
pada dewasa serta pelebaran retrotrakeal lebih dari 14 mm pada anak dan lebih
dari 22 mm pada orang dewasa terlihat dari gambaran foto rontgent. Untuk
memastikan diagnosis abses dapat dilakukan pungsi aspirasi dari tempat yang
paling fluktuatif. 8,9,10
2.3.7 Penatalaksanaan
Prinsip utama adalah menjamin dan memelihara jalan nafas yang adekuat.
Pasien dalam posisi trendelenberg. Jika diperlukan jalan nafas buatan, intubasi
endotrakea sulit dilakukan karena abses merubah atau menyumbat jalan nafas atas.
Jika intubasi tidak mungkin dilakukan, maka dilakukan trakeostomi atau
krikotirotomi serta drainase abses yang baik selain dari dua hal di atas antibiotik
23
dosis tinggi terhadap kuman aerob dan anaerob harus diberikan secara
parenteral.7,8
Pemberian antibiotik yang baik adalah berdasarkan hasil biakan kuman
dan tes kepekaan antibiotik terhadap kuman penyebab infeksi. Biakan kuman
membutuhkan waktu yang lama untuk mendapatkan hasilnya, sedangkan
pengobatan harus segera diberikan. Sebelum hasil kultur kuman dan uji
sensitifitas keluar, diberikan antibiotik kuman aerob dan anaerob secara empiris.
Penicillin merupakan obat terpilih untuk infeksi kuman streptokokus dan
stafilokokus yang tidak menghasilkan enzim penicilinase. Gentamicin
menunjukkan efek sinergis dengan penicillin. clindamycin efektif terhadap
streptokokus, pneumokokus dan stafilokokus yang resisten terhadap penisilin.
Lebih khusus pemakaian clindamycin pada infeksi polimicrobial termasuk
Bacteroides sp maupun kuman anaerob lainnya pada daerah oral. Pada kultur
yang didapatkan kuman anaerob, maka antibiotik metronidazole, clindamycin,
carbapenem, sefoxitine, atau kombinasi penicillin dan -lactam inhibitor
merupakan obat terpilih. 7,8
2.4 InfeksiOdontogenik
Infeksi odontogenik merupakan salah satu diantara beberapa infeksi yang
paling sering kita jumpai pada manusia. Pada kebanyakan pasien infeksi ini
bersifat minor atau kurang diperhitungkan dan seringkali ditandai dengan
drainase spontan di sepanjang jaringan gingiva pada gigi yang mengalami
gangguan.13
Infeksi odontogenik umumnya melewati tiga tahap sebelum mereka
menjalani resolusi:
1. Selama 1 sampai 3 hari - pembengkakan lunak, ringan, lembut, dan
adonannya konsisten.
2. Antara 5 sampai 7 hari tengahnya mulai melunak dan abses merusak
kulit atau mukosa sehingga membuatnya dapat di tekan. Pus mungkin
dapat dilihat lewat lapisan epitel, membuatnya berfluktuasi.
3. Akhirnya abses pecah, mungkin secara spontan atau setelah
pembedahan secara drainase. Selama fase pemecahan, regio yang
terlibat kokoh/tegas saat dipalpasi disebabkan oleh proses pemisahan
jaringan dan jaringan bakteri.
24
Patogenesis14,15
Penyebaran infeksi odontogenik akan melalui tiga tahap yaitu tahap abses
dentoalveolar, tahap yang menyangkut spasium dan tahap lebih lanjut yang
merupakan tahap komplikasi. Suatu abses akan terjadi bila bakteri dapat masuk
ke jaringan melalui suatu luka ataupun melalui folikel rambut. Pada abses rahang
dapat melalui foramen apikal atau marginal gingival.
Penyebaran infeksi melalui foramen apikal berawal dari kerusakan gigi
atau karies, kemudian terjadi proses inflamasi di sekitar periapikal di daerah
membran periodontal berupa suatu periodontitis apikalis. Rangsangan yang
ringan dan kronis menyebabkan membran periodontal di apikal mengadakan
reaksi membentuk dinding untuk mengisolasi penyebaran infeksi. Respon
jaringan periapikal terhadap iritasi tersebut dapat berupa periodontitis apikalis
yang supuratif atau abses dentoalveolar.
Abses rongga mulut adalah suatu infeksi pada mulut, wajah, rahang, atau
tenggorokan yang dimulai sebagai infeksi gigi atau karies gigi. Kehadiran abses
dentoalveolar sering dikaitkan dengan kerusakan yang relatif cepat dari alveolar
tulang yang mendukung gigi. Jumlah dan rute penyebaran infeksi tergantung
pada lokasi gigi yang terkena serta penyebab virulensi organisme.16,17
25
BABIII
ANALISISMASALAH
26
Pada pemeriksaan intra oral didapatkan debris dan plak pada semua regio gigi.
Kalkulus pada gigi 15, 12, 11, 21, 25, 26, 35, 32, 41, 42 dan 45. Didapatkan
kariespadagigi15, 12, 11, 21, 26, 34.Terjadimalposisipadagigi15,32,dan41.
Ditemukanpulagangreneradikspadagigi36dan37,ganggrenpulpapadagigi
47dan46.Telahterjadiinfeksipadaradikstersebut.
Adanya gangren radiks pada gigi pasien dapat mencetuskan infeksi pada
akar gigi dan jaringan disekitarnya. gangren radiks ini menjadi tempat yang baik
untuk perkembangbiakan bakteri. Bakteri dapat mencapai jaringan periapikal.
Infeksi menyebar ke tulang spongiosa hingga kortikal. Karena tulang ini tipis,
infeksi akan masuk ke jaringan lunak. Seperti pada pasien ini, infeksi sudah
menyebar secara perikontinuitatum ke ruang potensial sehingga menyebabkan
abses pada leher dan submandibula.
Infeksi pada ruang submandibula ini sering berasal dari molar 2 atau 3
gigi bawah karena akarnya terletak setingkat dengan m.mylohyoideus yang
berada pada ruang ini. Infeksi yang menyebar ini dapat mengangkat lidah ke arah
atas-belakang sehingga dapat menyebabkan gangguan berupa obstruksi saluran
nafas. Pada pasien ini telah timbul gejala sesak nafas.
Penatalaksanaan pada pasien ini dimulai dengan mengevaluasi dan
melakukan proteksi pada jalan nafasnya. Lalu diberikan antibiotik dosis tinggi
seperti ceftriaxon IV dan metronidazole IV, hal ini guna untuk menekan infeksi
yang sedang berlangsung. Jika keadaan pasien telah membaik, dapat dilakukan
tindakan pada bagian gigi yang rusak, yaitu pro ekstraksi pada gigi dengan
gangren radiks dan pulpa disertai pro scalling, penambalan pada gigi yang karies
dan Dental Health Education. Edukasi juga penting untuk diberikan pada pasien
untuk menjaga kebersihan gigi dan mulut dengan menyikat gigi dua hingga tiga
kali sehari yaitu setelah sarapan dan sebelum tidur selama 3 menit. Pasien juga
diajarkan cara menyikat gigi yang benar.
27
DAFTAR PUSTAKA
3. Fawcett, DW. Buku Ajar Histologi Edisi 12. Jakarta: EGC; 2002.
4. Maulani, C. Kiat Merawat Gigi Anak, Panduan Orang Tua dalam Merawat
dan Menjaga Kesehatan Gigi bagi Anak-Anaknya. Jakarta: PT Elex Media
Komputindo; 2005.
6. Gadre A.K., Gadre K.C. Infection of the deep Space of the neck. Dalam:
Bailley BJ, Jhonson JT, editors. Otolaryngology Head and neck surgery. Edisi
ke-4. Philadelphia: JB.Lippincott Compan. 2014.
7. Rosen, E.J. Deep neck spaces and infections. Grand rounds presentatio.,
UTMB, Departmen Of Otolaryngology. London. 2012.
9. Ballenger ,J.J. Infection of the facial space of neck and floor of the mouth.
Dalam: Ballenger JJ editors. Diseases of the nose, throat, ear, head and neck.
Edisi ke-16. Philadelphia, London: Lea and Febiger. 2012
10. Quinn ,F.B, Buyten, J. Deep neck Space and Infection. Presentation UTMB,
Dept. of Otolaryngology. 2013.
11. Anggraini,V. Gambaran kasus abses leher dalam di rsup haji adam malik
medan tahun 2012-2014. Skripsi. Fakultas kedokteran Universitas sumatera
utara Medan. 2015.
28
12. Yang S.W., Lee M.H., See L.C., Huang S.H., Chen T.M., Chen T.A. Deep
neck abscess: an analysis of microbial etiology and effectiveness of
antibiotics. Infection and Drug Resistance. International Microbiology
Journal. 2008.
13. Sandor GB. Low DE. Davidson RJ. Antimicrobial treatment options in the
management of odontogenic infections. ADC Journal. 2006.
14. 11. Korner K.R. Manual of minor oral surgery for the general dentist.
blackwell munksgaard. 2006; p. 268-70
15. Les S, Lekven N. Temporal abscess after tooth extractions. BMJ Case
Reports 2010; 10(1136): 1-3.
16. Annals and Essences of Dentistry. Incongruous periapical abscess. 2(2) April
June 2010.
29