Anda di halaman 1dari 24

BAB 1

LAPORAN KASUS

A. Identitas Pasien
 Nama Pasien : Tn.M
 Jenis kelamin : Laki-laki
 Tanggal lahir : 18 Desember 1970
 Umur : 43 tahun
 Alamat : Pasar Minggu
 Tanggal masuk : 03 Juli 2019

B. Anamnesis
1. Keluhan Utama
Luka di kaki kiri

2. Riwayat Penyakit Sekarang


Dialami sejak ± 1 bulan yang lalu sebelum masuk rumah sakit akibat
garukan karena teras gatal, awalnya luka kecil tetapi pasien tidak pernah
berobat dan membersihkan luka tersebut, akhirnya luka melepuh dan
bernanah, lama kelamaan luka meluas, merah (+), pus (+), nyeri pada luka
(+), bengkak (+), bau (+), demam (+) sejak 2 hari sebelum masuk rumah
sakit, demam terus menerus, menggigil (-), berkeringat (-), sakit kepala (-),
batuk (-), sesak (-), penglihatan kabur (-), riwayat sering kram-kram (+), nyeri
pada kaki jika beraktivitas dan menghilang jika beristirahat. Tidak ada mual
dan muntah. Nyeri ulu hati tidak ada. Pasien mengeluhkan bahwa ia menjadi
cepat lapar dan haus. BAB : Belum 2 hari, warna kuning, BAK : kesan lancar,
warna kuning.

1
3. Riwayat Pengobatan
Belum diberikan pengobatan

4. Riwayat Penyakit Dahulu


Disangkal

5. Riwayat Penyakit Keluarga


Riwayat DM dalam keluarga (+) (ibu pasien)

C. Pemeriksaan Fisik
1. Pemeriksaan Umum
a. Kedadaan umum : Tampak sakit sedang
b. Kesadaran tekanan darah : Kompos mentis
c. Tekanan darah : 120/80 mmHg
d. Frekuensi nadi : 80x/menit
e. Frekuensi nafas : 20x/menit
f. Suhu : 37,5

2. Pemeriksaan Khusus
a. Kepala
Normochepal, trauma -/-
b. Mata
Konjungtiva anemis -/-, sklera ikterik -/-, pupil bulat isokor diameter
3mm/3mm, refleks cahaya +/+
c. Telinga
Bentuk auricular normal +/+, liang telinga lapang +/+, serumen +/+, secret
-/-
d. Hidung
Bentuk normal, septum nasal ditengah, tidak ada defiasi, edema konka -/-,
mukosa hiperemis -/-, secret -/-

2
e. Mulut
Faring hiperemis -/-, mukosa bibir tidak kering, tidak ada sianosis, lidah
tidak kotor, uvula ditengah, tonsil T1-T1
f. Leher
Tidak ada pembesaran kelenjar getah bening
g. Thoraks
1. Paru-paru
 Inspeksi : bentuk dada normal, pergerakan dada simetris kanan
dan kiri, tidak terlihat jejas
 Palpasi : vocal fremitus kanan dan kiri sama, tidak ada nyeri
tekan
 Perkusi : sonor/sonor
 Auskultasi : suara nafas vesikuler +/+, tidak ada suara nafas
tambahan
2. Jantung
 Inspeksi : iktus kordis tidak terlihat
 Palpasi : iktus kordis teraba di interkosta 5 garis midklavikula
sinistra
 Auskultasi : bunyi jantung I dan II regular, murmur -/-, gallop -/-
h. Abdomen
 Inspeksi : perut tampak datar, pelebaran vena (-)
 Palpasi : supel, hepar dan lien tidak teraba membesar, nyeri
tekan (-)
 Perkusi : timpani pada seluruh bagian perut, nyeri ketok (-)
 Auskultasi : bising usus normal
i. Ekstremitas
Akral hangat, CRT <2 detik, ulkus pada kruris sinistra, pus (+), dolor (+),
edema (+), hiperemis (+), gangren (+), kotor (+)

3
D. Pemeriksaan Laboratorium

Parameter Hasil Nilai rujukan


Hemoglobin 9,8 P 14-18 g/dl L 12-16 g/dl
Leukosit 25900 4500-10000/uL
Trombosit 294000 150000-450000 juta/mm3
Gula Darah Sewaktu 319 80-120 mg/dl

E. Diagnosa
Ulkus Diabetikum

F. Diagnosa Banding
1. Aterosklerosis
2. Abses Pedis

G. Penatalaksanaan
 IVFD RL 20 tpm
 Novorapid 1x14 U
 Konsul Sp.PD
 Konsul Sp.B

4
H. Follow Up Pasien

Tanggal Subjective (S), Objektive (O), Planning (P)


Assesment (A)
03/07/2019 S : Luka pada kaki kiri, pus (+),  Diet DM
bau (+), nyeri pada luka (+),  IVFD RL 20 tpm
susah digerkkan (+) Demam (-).  Cefoperazone 1gr/12j

Cepat lapar dan haus.  Ranitidin 1 amp/12 jam

BAK : Kesan Lancar, sering  Novorapid 3x15 U

terbangun malam hari.  Lantus 1X15 U


 Ibu profen 3x1
BAB : Biasa, warna kuning
 Perawatan luka
O: Tampak sakit sedang, kompos
 Periksa Gula Darah
mentis, TD: 120/80 mmHg, N:
80x/menit, RR: 20x/menit, S:
36,5 ºC
A: Ulkus Diabetikum

04/07/2019 S : Luka pada kaki kiri, pus (+),  Diet DM


bau (+), nyeri pada luka (+),  IVFD RL 20 tpm

susah digerkkan (+) Demam (-).  Cefoperazone 1gr/12j

BAK : Kesan Lancar, sering  Ranitidin 1 amp/12 jam

BAB : Biasa, warna kuning  Metformin 2x1

O: Tampak sakit sedang, kompos  Glimepiride 1x1


 Ibu profen 3x1
mentis, TD: 110/70 mmHg, N:
 Perawatan luka
82x/menit, RR: 20x/menit, S:
 Periksa Gula Darah
36,7 ºC, GDP: 93 mg/dl
A: Ulkus Diabetikum

5
05/07/2019 S : Luka pada kaki kiri, pus (+),  Rawat jalan
bau (+), nyeri pada luka (+),  Cefixime 2x1
susah digerkkan (+) Demam (-).  Asam mefenamat 3x1

BAK : Kesan Lancar, sering  Metformin 2x1

BAB : Biasa, warna kuning  Glimepiride 1x1

O: Tampak sakit sedang, kompos


mentis, TD: 120/80 mmHg, N:
80x/menit, RR: 20x/menit, S:
36,5 ºC, GDS: 151 mg/dl
A: Ulkus Diabetikum

6
BAB 2
TINJAUAN PUSTAKA

2.1 Definisi Diabetes Melitus dan Ulkus Diabetikum


Diabetes mellitus (DM) merupakan suatu kelompok penyakit metabolik
dengan karakteristik hiperglikemia yang terjadi karena kelainan sekresi insulin,
kerja insulin atau kedua-duanya. Pada penyandang DM dapat terjadi komplikasi
pada semua tingkat sel dan semua tingkatan anatomik. Komplikasi lain DM
dapat berupa kerentanan berlebih terhadap infeksi dengan akibat mudahnya
terjadi infeksi saluran kemih, tuberkulosis paru dan infeksi kaki, yang kemudian
dapat berkembang menjadi ulkus/gangren diabetes. 1
Kaki diabetik adalah segala bentuk kelainan yang terjadi pada kaki yang
disebabkan oleh diabetes mellitus. Faktor utama yang mempengaruhi
terbentuknya kaki diabetik merupakan kombinasi neuropati otonom dan
neuropati somatik, insufisiensi vaskuler, serta infeksi. Gangguan mikrosirkulasi
selain menurunkan aliran darah dan hantaran oksigen pada serabut saraf juga
menurunkan aliran darah ke perifer hingga aliran darah tidak cukup dan terjadi
iskemia dan gangren. Faktor lain yang juga berperan adalah trauma tekan yang
terjadi terus-menerus, respon imun pasien dan jenis mikroba.2
Penderita kaki diabetik yang masuk rumah sakit umumnya disebabkan oleh
trauma kecil yang tidak dirasakan oleh penderita. Mayoritas pasien yang
diamputasi kakinya bermula dengan munculnya ulkus pada kaki. Deteksi awal
dan perawatan yang baik bisa mencegah dari tindakan amputasi.3

2.2 Epidemiologi
Salah satu komplikasi menahun dan paling ditakuti dari DM adalah
kelainan pada kaki yang disebut sebagai kaki diabetik. Hasil pengelolaan kaki
diabetik sering mengecewakan, baik bagi dokter pengelola maupun penyandang
DM dan keluarganya.Seringkali kaki diabetik berakhir dengan kecacatan dan

7
kematian. Sampai saat ini, di Indonesia kaki diabetik masih merupakan masalah
yang rumit dan tidak terkelola dengan maksimal, karena selain kurangnya minat
untuk mendalami masalah kaki diabetik, ketidaktahuan masyarakat mengenai
kaki diabetik juga masih sangat menyolok. Sebagai tambahan, masalah biaya
pengobatan yang besar yang tidak terjangkau oleh masyarakat pada umumnya
juga menambah peliknya masalah kaki diabetik.
Di negara berkembang prevalensi kaki diabetik didapat jauh lebih besar
dibanding dengan negara maju yaitu kira-kira 2-4%. Data dari beberapa negara
tertentu menunjukkan bahwa 10-20% penderita harus dirawat di rumah sakit
akibat problem kaki diabetik. Di Amerika Serikat, persoalan kaki diabetik
merupakan sebab utama perawatan bagi pasien DM. Pada penelitian selama 2
tahun 16% perawatan akibat kaki diabetik. Diperkirakan sebanyak 15% pasien
DM akan mengalami persoalan kaki dalam kehidupan bersama DM. Keberhasilan
pengelolaan tukak diabetik berkisar diantara 57-94% bergantung pada besarnya
tukak tersebut. Prevalensi tukak diabetik pada penduduk sekitar 2-10%.
Sebenarnya hanya sebagian kecil persoalan kaki diabetik kemudian berlanjut
sampai memerlukan amputasi tungkai bawah sebanyak 15-19% pada pasien DM.
Di RSUPN dr. Cipto Mangunkusumo, masalah kaki diabetes masih
merupakan besar. Sebagaian besar perawatan penyandang DM selalu menyangkut
kaki diabetes. Angka kematian dan angka amputasi masih tinggi, masing-masing
sebesar 16% dan 25%. Nasib para penyandang DM pasca amputasi pun masih
sangat buruk. Sebanyak 14.3% akan meninggal dalam setahun pasca amputasi
dan sebanyak 37% akan meninggal 3 tahun pasca amputasi.

2.3 Etiologi
Ada banyak faktor yang berpengaruh dalam terjadinya kaki diabetik.
Secara umum faktor-faktor tersebut dapat dibagi menjadi:

8
 Faktor Predisposisi
Faktor yang mempengaruhi daya tahan jaringan terhadap trauma seperti
kelainan makrovaskuler dan mikrovaskuler, jenis kelamin, merokok, dan
neuropati otonom.
Faktor yang meningkatkan kemungkinan terkena trauma seperti neuropati
motorik, neuropati sensorik, limited joint mobility, dan komplikasi DM yang
lain (seperti mata kabur).
 Faktor Presipitasi
- Perlukaan dikulit
- Trauma
- Tekanan berkepanjangan pada tumit saat berbaring lama
 Faktor yang memperlambat penyembuhan luka
- Derajat luka
- Perawatan luka
- Pengendalian kadar gula darah

2.4 Patofisiologi

Terjadinya masalah kaki diawali adanya hiperglikemia pada penyandang


DM yang menyebabkan kelainan neuropati dan kelainan pada pembuluh darah.
Neuropati, baik neuropati sensorik maupun neuropati motorik dan autonomik
akan mengakibatkan berbagai perubahan pada kulit dan otot yang kemudian
menyebabkan terjadinya perubahan distribusi tekanan pada telapak kaki dan
selanjutnya akan mempermudah terjadinya ulkus.
Adanya kerentanan terhadap infeksi menyebabkan infeksi mudah merebak
menjadi infeksi yang luas. Faktor aliran darah yang kurang juga akan lebih lanjut
menambah rumitnya pengelolaan kaki diabetes.

9
1. Neuropati
Gangguan mikrosirkulasi dan neuropati punya hubungan yang erat dengan
pathogenesis kaki diabetik. Neuropati diabetik pada fase awal menyerang saraf
halus terutama di ujung-ujung kaki. Hal ini disebut sebagai fenomena dying back,
di mana ada teori yang menyatakan semakin panjang saraf maka semakin rentan
untuk diserang. Jika dibandingkan dengan ekstremitas atas, ternyata ekstremitas
bawah lebih dulu yang terkena. Gangguan mikrosirkulasi selain menurunkan
aliran darah dan hantaran oksigen pada serabut saraf (keadaan ini bersama
dengan proses jalur sorbitol dan mekanisme lain akan mengakibatkan neuropati)
juga akan menurunkan aliran darah ke perifer sehingga aliran tidak cukup dan
menyebabkan iskemia dan bahkan gangrene. Neuropati diabetik disebabkan oleh
gangguan jalur poliol (glukosa  sorbitol fruktosa) akibat kekurangan insulin.
Pada jaringan saraf, terjadi penimbunan sorbitol dan fruktosa serta penurunan
kadar mioinositol yang menimbulkan neuropati. Perubahan biokimia dalam
jaringan saraf akan mengganggu kerja metabolik sel Schwann dan menyebabkan
hilangnya akson.
Kecepatan konduksi motorik akan berkurang pada tahap dini perjalanan
neuropati. Selanjutnya timbul nyeri, paresthesia, berkurangnya
sensasi getar dan proprioseptik dan gangguan motorik yang disertai hilangnya
refleks-refleks tendon dalam, kelemahan otot dan atrofi. Neuropati dapat
menyerang saraf-saraf perifer (mononeuropati dan polineuropati), saraf-saraf
kranial atau sistem saraf otonom. Terserangnya sistem saraf otonom dapat
disertai diare nokturnal, keterlambatan pengosongan lambung dengan
gastroparesis, hipotensi postural, dan impotensi. Pasien dengan neuropati otonom
diabetik dapat menderita infark miokardial akut tanpa nyeri, pasien ini juga dapat
kehilangan respons katekolamin terhadap hipoglikemia dan tidak menyedari
reaksi-reaksi hipoglikemia.

10
a. Neuropati sensorik
Kehilangan fungsi sensorik menyebabkan penderita kehilangan daya
kewaspadaan proteksi kaki terhadap rangsangan dari luar. Nilai ambang
proteksi dari kaki ditemukan oleh normal tidaknya fungsi saraf sensoris kaki.
Pada keadaan normal sensasi yang diterima menimbulkan reflex untuk
meningkatkan reaksi pertahanan dan menghindarkan diri dari rangsangan
yang menyakitkan dengan cara mengubah posisi kaki untuk mencegah
terjadinya kerusakan yang lebih besar. Sebagian impuls akan diteruskan ke
otak dan di sini sinyal diolah kemudian respons dikirim melalui saraf motorik.
Pada penderita DM yang telah mengalami neuropati perifer saraf sensorik
(karena gangguan pengantaran impuls), pasien tidak merasakan dan tidak
menyadari adanya trauma kecil namun sering pasien tidak merasakan adanya
tekanan besar pada telapak kaki. Semuanya baru diketahui setelah timbul
infeksi, nekrosis atau ulkus yang sudah tahap lanjut dan dapat membahayakan
keselamatan pasien. Berbagai macam mekanisme terjadinya luka dapat terjadi
pada pasien DM, seperti:2
1) Tekanan rendah tetapi terus menerus dan berkelanjutan (luka pada tumit
karena lama berbaring, dekubitus)
2) Tekanan tinggi dalam waktu pendek. (luka, tertusuk paku/jarum)
3) Tekanan sedang berulang kali (pada tempat deformitas pada kaki).

b. Neuropati otonom
Pada kaki diabetik gangguan saraf otonom yang berperan terutama adalah
akibat kerusakan saraf simpatik. Gangguan saraf otonom ini mengakibatkan
perubahan aliran darah, produksi keringat berkurang atau tidak ada, hilangnya
tonus vasomotor dan lain-lain. Neuropati otonom mengakibatkan produksi
keringat berkurang terutama pada tungkai yang menyebabkan kulit penderita
mengalami dehidrasi, kering dan pecah-pecah sehingga memudahkan infeksi
lalu selanjutnya timbul selulitis, ulkus maupun gangrene. Selain itu neuropati

11
otonom juga menyebabkan terjadinya pintas arteriovenosa sehingga terjadi
penurunan nutrisi jaringan yang berakibat pada perubahan komposisi, fungsi
dan sifat viskoelastisitas sehingga daya tahan jaringan lunak dari kaki akan
menurun dengan akibat mudah terjadi ulkus.2,4

c. Neuropati Motorik
Kerusakan saraf motorik akan menyebabkan atrofi otot-otot instrinsik
yang menimbulkan kelemahan pada kaki dan keterbatasan gerak sendi akibat
akumulasi kolagen di bawah dermis sehingga terjadi kekakuan periartikuler.
Deformitas akibat atrofi otot dan keterbatasan gerak sendi menyebabkan
perubahan keseimbangan pada sendi kaki, perubahan cara berjalan, dan
menimbulkan titik tumpu baru pada telapak kaki serta berakibat pada
mudahnya terbentuk kalus yang tebal (claw foot). Seiring dengan berlanjutnya
trauma, di bagian dalam kalus tersebut mudah terjadi infeksi yang kemudian
berubah menjadi ulkus dan akhirnya gangren.2,4
Charcot foot merupakan deformitas kaki diabetik akibat neuropati yang
klasik dengan 4 tahap perkembangan.2
1) Adanya riwayat trauma ringan disertai kaki panas, merah dan bengkak.
2) Terjadi disolusi, fragmentasi dan fraktur pada persendian tarsometatarsal.
3) Terjadi fraktur dan kolaps persendian.
4) Timbul ulserasi plantaris pedis.

2. Fokus Infeksi
Infeksi dimulai dari kulit kaki dan dengan cepat menyebar melalui jalur
muskulofasial. Selanjutnya infeksi menyerang kapsul/sarung tendon dan otot,
baik pada kaki maupun pada tungkai sehingga terjadi sellulitis. Kaki diabetik
klasik biasanya timbul di atas kapsul metatarsal pada sisi plantar pedis.
Infeksi sering berlangsung agresif dan cepat meluas serta mudah
terbentuk gangren yang selanjutnya merupakan ancaman hilangnya kaki. Di

12
samping itu, 50% dari kasus ulkus/gangrene diabetes akan mengalami infeksi
akibat munculnya lingkungan gula darah yang subur untuk berkembangnya
bakteri patogen. Jika kadar gula darah tidak terkontrol maka infeksi akan jadi
lebih serius. Hal ini disebabkan karena pada infeksi akan disekresi hormon
kontra insulin (seperti katekolamin, kortisol, hormone pertumbuhan dan
glucagon.) yang menyebabkan meningkatnya kadar gula darah. Peningkatan
kadar gula darah juga menyebabkan gagalnya fungsi neutrofil dan gangguan
sistem immunologi. Sebagaimana diketahui, dalam melaksanakan fagositosis
sel PMN membutuhkan energi dari glukosa eksogen untuk mempertahankan
aktivitasnya. Dengan bantuan insulin yang melekat erat pada sel PMN,
glukosa ekstrasel dapat dipakai sebagai sumber energi. Sumber energi ini akan
berkurang pada pasien diabetes yang mengalami kekurangan insulin.

3. Vaskulopati
Pada pembuluh darah, akibat komplikasi DM terjadi ketidakrataan
permukaan dalam lapisan dalam arteri sehingga aliran lamellar berubah
menjadi turbulen yang berakibat pada mudahnya terbentuk thrombus. Pada
stadium lanjut seluruh lumen arteri akan tersumbat dan manakala aliran
kollateral tidak cukup, akan terjadi iskemia dan bahkan gangrene yang luas.
Manifestasi angiopati pada pembuluh darah penderita DM antara lain berupa
penyempitan dan penyumbatan pembuluh darah perifer yang terutama sering
terjadi pada tungkai bawah. Pada penderita muda, pembuluh darah yang
paling awal mengalami angiopati adalah arteri tibialis. Kelainan arteri akibat
diabetes juga sering mengenai bagian distal dari arteri femoralis profunda,
arteri poplitea, arteri tibialis dan arteri digitalis pedis. Akibatnya perfusi
jaringan distal dari tungkai menjadi kurang baik dan timbul ulkus yang
kemudian dapat berkembang menjadi nekrosis/gangren yang sangat sulit
diatasi dan tidak jarang memerlukan amputasi. Perubahan viskositas darah dan
fungsi trombosit, penebalan membrana basalis serta penurunan produksi

13
prostasiklin (vasodilator dan anti platelet aggregating agent) akan memacu
terbentuknya mikrotrombus dan penyumbatan mikrovaskuler. Peristiwa ini
akan mengakibatkan timbulnya iskemis organ dan/atau jaringan yang
bersangkutan, termasuk serabut saraf perifernya.

2.5 Gejala Klinis


Secara praktis gambaran klinik kaki diabetik dapat digolongkan sebagai
berikut:
a. Neuropati
Pada keadaan ini terjadi kerusakan saraf somatik, baik sensorik maupun
motorik serta saraf otonom, tetapi sirkulasi masih utuh. Neuropati menghambat
impuls rangsangan dan memutus jaringan komunikasi dalam tubuh. Neuropati
sensorik memberikan gejala berupa keluhan kaki kesemutan dan kurang rasa
terutama di daerah ujung kaki. Neuropati motorik ditandai dengan kelemahan
otot, atropi otot, mudah lelah, deformitas ibu jari dan sulit mengatur
keseimbangan tubuh. Pada kaki neuropati kaki masih teraba hangat, denyut nadi
teraba, reflek fisiologi menurun dan kulit jadi kering. Bila terjadi luka,
sembuhnya lama.
b. Iskemia
Ditandai dengan berkurangnya suplai darah. Namun pada keadaan ini sudah
ada kelainan neuropati pada berbagai stadium. Pasien mengeluh nyeri tungkai
bila berdiri, berjalan atau saat melaksanakan aktivitas fisik lain. Kesakitan juga
dapat terjadi pada arkus pedis saat istirahat atau malam hari. Pada pemeriksaan
terlihat perubahan warna kulit jadi pucat, tipis dan mengkilap atau warna
kebiruan. Kaki teraba dingin dan nadi poplitea atau tibialis posterior sulit diraba.
Dapat ditemukan ulkus akibat tekanan lokal. Ulkusnya sukar sembuh dan
akhirnya menjadi gangren.

14
2.6 Klasifikasi Kaki Diabetik

Klasifikasi Wagner
Wagner 0 : kulit intak/utuh
Wagner 1 : tukak superfisial
Wagner 2 : tukak dalam (sampai tendo, tulang)
Wagner 3 : tukak dalam dengan infeksi
Wagner 4 : tukak dengan gangren terlokalisasi
Wagner 5 : tukak dengan gangren luas sebelah kaki

2.7 Diagnosis
Melakukan diagnosis kaki diabetik merupakan hal yang sangat penting
karena berkaitan dengan keputusan dalam terapi. Penilaian kaki diabetik
dimulai dengan anamnesis dan pemeriksaan fisik dan pemeriksaan
penunjang. Anamnesis aktivitas harian, sepatu yang digunakan,
pembentukan kalus, deformitas kaki, keluhan neuropati, nyeri tungkai saat

15
beraktivitas, durasi menderita DM, penyakit komorbid, kebiasaan
(merokok,alkohol), obat-obat yang sedang dikonsumsi, riwayat menderita
ulkus/amputasi sebelumnya.
Pada penderita kaki diabetik, sering dikeluhkan nyeri saat beristirahat.
Sewaktu melakukan pemeriksaan fisik, pada perabaan sering terasa dingin.
Pulsasi pembuluh darah juga kurang kuat. Selain itu, sering juga ditemukan
terdapat gangren sampai ulkus.

2.8 Penatalaksanaan
A. Pencegahan Primer
Pencegahan primer meliputi pencegahan terjadinya kaki diabetik dan
terjadinya ulkus, bertujuan untuk mencegah timbulnya perlukaan pada kulit.
Pencegahan primer ini juga merupakan suatu upaya edukasi kepada
penyandang DM baik yang belum terkena kaki diabetik, maupun penderita
kaki diabetik untuk mencegah timbulnya luka lain pada kulit.1
Keadaan kaki penyandang DM digolongkan berdasarkan risiko
terjadinya dan risiko besarnya masalah yang mungkin timbul. Penggolongan
kaki diabetik berdasarkan resiko terjadinya masalah (Frykberg) yaitu:
1) Sensasi normal tanpa deformitas
2) Sensasi normal dengan deformitas atau tekanan plantar tinggi
3) Insensitivitas tanpa deformitas
4) Iskemia tanpa deformitas
5) Kombinasi/complicated
a. Kombinasi insensitivitas, iskemia, dan atau deformitas
b. Riwayat adanya tukak, seformitas Charcot
Pengelolaan kaki diabetik terutama ditujukan untuk pencegahan
terjadinya tukak, disesuaikan dengan keadaan resiko kaki. Berbagai usaha
pencegahan dilakukan sesuai dengan tingkat besarnya resiko tersebut.

16
Dengan memberikan alas kaki yang baik, berbagai hal terkait terjadinya
ulkus karena faktor mekanik akan dapat dicegah.
Penyuluhan diperlukan untuk semua kategori resiko tersebut.Untuk
kaki yang insensitif, alas kaki perlu diperhatikan benar untuk melindungi
kaki yang insensitif tersebut. Jika sudah ada deformitas, perlu perhatian
khusus mengenai alas kaki yang dipakai, untuk meratakan penyebaran
tekanan pada kaki. Untuk kasus dengan permasalahan vaskular, latihan kaki
perlu diperhatikan benar untuk memperbaiki vaskularisasi kaki. Untuk ulkus
yang complicated, akan dibahas lebih lanjut pada upaya pencegahan
sekunder.

B. Pencegahan Sekunder
Dalam pengelolaan kaki diabetik, kerja sama multi-disipliner sangat
diperlukan. Berbagai hal yang harus ditangani dengan baik agar diperoleh
hasil pengelolaan yang maksimal dapat digolongkan sebagai berikut:
1. Pengendalian Metabolik
Keadaan umum pasien harus diperhatikan dan diperbaiki. Kadar
glukosa darah diusahakan agar selalu senormal mungkin, untuk
memperbaiki berbagai faktor terkait hiperglikemia yang dapat
menghambat penyembuhan luka. Umumnya diperlukan insulin untuk
menormalisasi kadar gula darah. Status nutrisi harus diperhatikan dan
diperbaiki. Nutrisi yang baik akan membantu kesembuhan luka.
Berbagai hal lain juga harus diperhatikan dan diperbaiki, seperti kadar
albumin serum, kadar Hb dan derajat oksigenasi jaringan serta fungsi
ginjal. Semua faktor tersebut tentu akan menghmbat kesembuhan luka
sekiranya tidak diperhatikan dan tidak diperbaiki.
2. Pengendalian Vaskuler
Keadaan vaskular yang buruk tentu akan menghambat kesembuhan
luka. Berbagai langkah diagnostik dan terapi dapat dikerjakan sesuai

17
keadaan dan kondisi pasien. Umumnya kelainan pembuluh darah perifer
dapat dikenali melalui berbagai cara sederhana seperti warna dan suhu
kulit, perabaan arteri dorsalis pedis, arteri tibialis posterior, arteri
poplitea, dan arteri femoralis, serta pengukuran tekanan darah. Setelah
dilakukan diagnosis keadaan vaskularnya, dapat dilakukan pengelolaan
untuk kelainan pembuluh darah perifer dari sudut vascular, yaitu berupa:
Modifikasi faktor risiko:
 Stop merokok
 Memperbaiki faktor risiko terkait aterosklerosis, hiperglikemia,
hipertensi, dislipidemia
 latihan kaki merupakan terapi utama yang diberikan oleh ahli
rehabilitasi medik atau fisioterapis
3. Terapi Farmakologi
Jika mengacu pada berbagai penelitian yang sudah dikerjakan pada
kelainan akibat aterosklerosis di tempat lain (jantung, otak), mungkin
obat seperti aspirin dan lain sebagainya yang jelas dikatakan
bermanfaat, akan bermanfaat pula untuk pembuluh darah kaki
penyandang DM, tetapi sampai saat ini belum ada bukti yang cukup
kuat untuk menganjurkan pemakaian obat secara rutin guna
memperbaiki patensi pada penyakit pembuluh darah kaki penyandang
DM. Pengobatan kaki diabetik meliputi pengendalian gula darah,
penanganan kelainan kaki, neuropati diabetik, sirkulasi darah dan
penanganan infeksi serta rehabilitasi. Pengendalian gula darah harus
disertai upaya perbaikan keadaan umum penderita dengan nutrisi yang
memadai.
Untuk memperbaiki neuropati diabetik kita dapat memilih untuk
memakai secara bersama obat yang melancarakan aliran darah dan yang

18
memperbaiki metabolisme. Dalam memperbaiki aliran darah kita
harus memperbaiki struktur vaskuler yang telah mengalami kerusakan.
Sebagai mana yang telah kita ketahui gangguan endotel, gangguam
trombosit, dan dislipidemia menjadi penyebab utama terjadinya
angiopati. Jadi selain pengendalian gula darah, yang mutlak harus
dilakukan adalah pemberian anti agregasi dan vasodilator perifer.
Pemberian obat anti agregasi diharapkan dapat memperbaiki
vaskularisasi jaringan atau organ yang terserang. Ada beberapa pilihan
obat yang dapat dipakai, yaitu asetosal, pentoksifilin dan cilostazol.
Antibiotik diberikan bila ada infeksi. Oleh karena itu bila
ditemukan infeksi sebaiknya dilakukan pemeriksaan kultur. Tidak
jarang penderita datang dengan sepsis sehingga pemberian
antibiotik tidak perlu menunggu hasil kultur. Pada keadaan ini pilihan
antibiotiknya adalah antibiotik spektrum luas atau dikombinasi dengan
golongan kloksasilin untuk terapi vaskulitis dan golongan yang aktif
terhadap kuman anaerob seperti metronidazol dan klindamisin.
4. Revaskularisasi
Jika kemungkinan kesembuhan luka rendah atau jika ada
klaudikasio intermiten yang hebat, tindakan revaskularisasi dapat
dianjurkan. Sebelum tindakan revaskularisasi, diperlukan pemeriksaan
angiografi untuk mendapatkan gambaran pembuluh darah yang lebih
jelas.
Untuk oklusi yang panjang dianjurkan operasi bedah pintas terbuka.
Untuk oklusi yang pendek dapat dipikirkan prosedur endovaskular
(PTCA). Pada oklusi akut dapat pula dilakukan tromboarterektomi.
5. Pengendalian Luka
Perawatan luka sejak pertama kali pasien datang merupakan hal
yang harus dikerjakan dengan baik dan teliti. Evaluasi luka harus
dikerjakan secermat mungkin. Debridement yang baik dan adekuat akan

19
sangat membantu mengurangi jaringan nekrotik yang harus dikeluarkan
tubuh, dengan demikian akan sangat mengurangi produksi cairan/pus
dari ulkus/gangren.
Untuk ulkus dan ganggren dapat dilakukan bedah minor seperti
insisi, drainase abses, debrideman, dan nekrotomi dengan tujuan
mengeluarkan semua jaringan nekrosis untuk eliminasi infeksi, hingga
mempercepat penyembuhan luka. Sebelumnya perlu diketahui batas
yang tegas antara jaringan sehat dan jaringan nekrotik hingga nekrotomi
atau amputasi dapat direncanakan dengan seksama. Pada peradangan
yang berat/luas disertai penyebaran yang sangat cepat, amputasi harus
dipertimbangkan dengan segera. Bila ditunda, tidak jarang dapat
mengakibatkan septikemia.
Selama proses inflamasi masih ada, tidak akan terjadi proses
granulasi dan epitelisasi. Untuk menjaga suasana kondusif bagi
kesembuhan luka,dapat pula dipakai kasa yang dibasahi dengan salin.
Cara tersebut saat ini umum dipakai di berbagai tempat perawatan kaki
diabetik.
6. Pengendalian Edukasional
Edukasi sangat penting untuk semua tahap pengelolaan kaki
diabetik. Dengan penyuluhan yang baik, penyandang DM dan
ulkus/gangren diabetik maupun keluarganya diharapkan akan dapat
membantu dan mendukung berbagai tindakan yang diperlukan untuk
kesembuhan luka yang optimal.
Rehabilitasi merupakan program yang sangat penting yang harus
dilaksanakan untuk pengelolaan kaki diabetik. Bahkan sejak pencegahan
terjadinya ulkus diabetik dan kemudian segera setelah perawatan,
keterlibatan ahli rehabilitasi medik sangat diperlukan untuk mengurangi
kecacatan yang mungkin timbul pada pasien. Pemakaian alas

20
kaki/sepatu khusus untuk mengurangi tekanan plantar akan sangat
membantu mencegah terjadinya ulkus baru.

2.9 Komplikasi
Ada 3 faktor yang berperan dalam kaki diabetik yaitu neuropati,
iskemia, dan sepsis. Biasanya amputasi harus dilakukan. Hilangnya
sensori pada kaki mengakibatkan iskemia jaringan dan sepsis.
Neuropati, iskemia, dan sepsis bisa menyebabkan gangren dan amputasi.
Gas gangrene merupakan kondisi medis yang ditandai dengan
timbulnya gelembung-gelembung pada kulit yang pucat yang berubah
warna menjadi abu-abu atau merah keunguan. Hal ini disebabkan oleh
bakteri Clostridium, yang melepaskan racun mematikan dan
menghasilkan gas-gas yang menyebabkan kematian jaringan. Gas
gangrene merupakan bentuk paling fatal dari antara semua gangrene dan
intervensi medis dini diperlukan untuk mengurangi kematian akibat
komplikasi, seperti syok septik.

2.10 Prognosis
Prognosis penderita kaki diabetik sangat tergantung dari usia karena
semakin tua usia penderita diabetes melitus semakin mudah untuk
mendapatkan masalah yang serius pada kaki dan tungkainya. Selain itu,
lamanya menderita diabetes melitus, adanya infeksi yang berat, derajat
kualitas sirkulasi, dan keterampilan dari tenaga medis atau paramedis
mempengaruhi proses penyembuhan luka, sehingga secara tidak
langsung akan mempengaruhi prognosis.

21
BAB 3
PEMBAHASAN

Seorang laki-laki 43 tahun datang dengan keluhan luka di kaki kiri sejak ± 1
bulan yang lalu. Luka lama kelamaaan meluas, merah (+), pus (+), nyeri pada luka
(+), bengkak (+), bau(+). Pada riwayat penyakit dahulu pasien tidak mengetahui
adanya riwayat penyakit tertentu. Namun dalam riwayat keluarga, ibu pasien menderi
penyakit DM.
Dari hasil pemeriksaan fisik pada ekstremitas bawah didapatkan akral hangat,
CRT <2 detik, terdapat ulkus pada kruris sinistra, pus (+), dolor (+), edema (+),
hiperemis (+), gangren (+), kotor (+). Dari hasil pemeriksaan laboratorium
didapatkan Hb 9,8 Leukosit 25.900 dan GDS 319.
Pada pembahasan di katakaan bahwa klasifikasi kaki diabetik menurut
Wagner diantaranya:
Wagner 0 : kulit intak/utuh
Wagner 1 : tukak superfisial
Wagner 2 : tukak dalam (sampai tendo, tulang)
Wagner 3 : tukak dalam dengan infeksi
Wagner 4 : tukak dengan gangren terlokalisasi
Wagner 5 : tukak dengan gangren luas sebelah kaki
Pada pasien ini di temukan ulkus pada kaki, nyeri, terdapat pus, bau, hal ini di
akibatkan pasien tidak merawat luka dengan baik, namun luka tidak mencapai tendon
maupun tulang. Oleh karena itu pasien di kategorikan kedalam diabetic foot stage 2.
Dalam pengobatan pasien diberikan terapi Cefoperazone 2x1 gram.
Cefoperazone merupakan golongan obat sefalosporin generasi ke III sprectum luas
yang bersifat bakterisidal yang aktif terhadap bakteri gram positif maupun negatif.
Sehingga dapat menekan aktifitas bakteri sehingga tidak terjadi pembentukan ulkus
yang dalam.

22
Pasien juga mendapat terapi insulin. Sasaran utama terapi hiperglikemia
adalah mengendalikan glukosa darah basal (puasa, sebelum makan) hal ini dapat di
capai dengan terapi oral maupun insulin. Insulin yang dipergunakan untuk mencapai
sasaran glukossa darah basal adalah insulin basal (insulin kerja sedang atau panjang).
Pada pasien ini diberikan insulin kerja panjang Lantus (insulin Glargine) 1x 15IU.
Pasien juga menggunakan terapi untuk mengendalikan glukosa darah prandial,
dengan menggunakan insulin kerja cepat (Novorapid 1x15IU).
Pasien juga di berikan NSAID (Nonsteroid Anti Inflasi) ibuprofen 3x1 tab
untuk mengurangi rasa nyeri pada luka di kaki.

23
DAFTAR PUSTAKA

1. Waspadji S. Kaki Diabetes. Dalam: Sudoyo AW, Setiyohadi B, Alwi I, et al (eds).


Buku Ajar Ilmu Penyakit Dalam jilid III Edisi IV. Jakarta: FKUI, 2007: hal.1911-
36
2. Soetjahjo A. Peranan Neuropati Diabetik. Dalam: Majalah Kedokteran Andalas
Vo. 22 No. 1. Juni 1998, h.2-10
3. Shahab A. Komplikasi Kronik DM Penyakit Jantung Koroner. Dalam: Sudoyo
AW, Setiyohadi B, Alwi I, et al (eds). Buku Ajar Ilmu Penyakit Dalam Jilid III
Edisi IV. Jakarta: FKUI, 2007: h.1894-7
4. Schteingart DE. Pankreas: Metabolisme Glukosa dan Diabetes Mellitus. Price SA
& Wilson LM (eds). Patofisiologi: Konsep Klinis Proses-proses Penyakit Edisi 6
Volume 2. Jakarta:EGC, 2006: h.1259-74
5. Rowe, W.L. Diabetic ulcers [online].2011, april 01[citied on 2014, Maret 15th].
Available from: http://emedicine.medscape.com/
6. Fauci AS, Braunwald E, Kasper DL, et al. Harrison’s Manual of Medicine 17th
Edition. New York: McGraw-Hill, 2009; h.942-7
7. Sera M. Medical Condition Diseases [online].2013, maret 27[citied on 2014,
April 5th]. Available from: http://persify/medical-condition-diseases.com/

24

Anda mungkin juga menyukai