Anda di halaman 1dari 5

BIAYA MODAL ANTAR NEGARA

Pemahaman tentang mengapa biaya modal bervariasi antar negara penting untuk tiga alasan.
Pertama, hal ini dapat menjelaskan mengapa perusahaan multinasional yang berbasis di
sejumlah negara memiliki keunggulan kompetitif atas MNC yang lain. Seperti halnya
perbedaan dalam teknologi atau sumber daya, biaya modal antar negara juga berbeda. Hal ini
memungkinkan sejumlah perusahaan multinasional untuk menaikkan pangsa pasar global
mereka dengan mudah. Kedua, perbedaan biaya modal antar negara memungkinkan
perusahaan multinasional untuk menyesuaikan operasi internasional dan sumber dana mereka
dalam rangka mengambil keuntungan dari perbedaan tersebut. Ketiga, pemahaman mengenai
perbedaan-perbedaan dalam biaya dari masing-masing komponen modal (hutang dan ekuitas)
dapat membantu menjelaskan mengapa perusahaan multinasional yang berbasis di sejumlah
negara cenderung memiliki struktur modal yang lebih padat-hutang daripada perusahaan
multinasional yang berbasis di negara-negara yang lain. Perbedaan-perbedaan dalam biaya
hutang antar negara akan dijelaskan terlebih dahulu, yang diikuti dengan penjelasan tentang
perbedaan-perbedaan dalam biaya ekuitas.

Perbedaan dalam Biaya Hutang. Biaya dari hutang (cost of debt) bagi sebuah perusahaan
sangat ditentukan oleh suku bunga bebas-risiko dari valuta yang dipinjam dan premium risiko
yang diminta oleh kreditor. Biaya hutang mungkin lebih tinggi di sejumlah negara dibanding
negara-negara lain karena tingginya suku bunga bebas risiko, atau karena premium risiko
yang diminta lebih tinggi. Berikut adalah penjelasan mengenai perbedaan dalam suku bunga
bebas-risiko dan premium risiko.

Perbedaan dalam Suku Bunga Bebas-Risiko. Suku bunga bebas-risiko ditentukan oleh
interaksi antara permintaan dan penawaran dana. Setiap faktor yang mempengaruhi
permintaan atau penawaran akan mempengaruhi suku bunga bebas-risiko. Sejumlah faktor
yang memiliki pengaruh semacam itu (meskipun bervariasi antar negara) adalah ketentuan-
ketentuan perpajakan, aspek-aspek demografis, kebijakan-kebijakan moneter, dan kondisi
ekonomi. Ketentuan-ketentuan perpajakan di sejumlah negara dirancang untuk mendorong
orang agar lebih banyak menabung, yang bisa mempengaruhi penawaran tabungan, dan
dengan demikian, suku bunga. Peraturan-peraturan pajak sebuah negara yang berhubungan
dengan penyusutan dan kredit pajak investasi (investment tax credit) dapat juga
mempengaruhi suku bunga melalui pengaruhnya atas permintaan dana oleh korporasi.
Kondisi demografis (jumlah populasi dan sebagainya) dari sebuah negara mempengaruhi
penawaran tabungan dan permintaan terhadap dana pinjaman. Karena kondisi-kondisi
demografis berbeda antar negara, begitu juga kondisi permintaan dan penawaran, dan dengan
demikian, suku bunga nominal. Negara-negara yang sebagian besar populasinya berusia
muda cenderung memiliki suku bunga yang tinggi karena rumah tangga berusia muda
biasanya menabung sedikit dan banyak meminjam.

Kebijakan moneter yang diimplementasikan tiap bank sentral mempengaruhi penawaran


dana, dan tentu saja, suku bunga. Negara-negara yang menerapkan kebijakan moneter yang
longgar (sehingga pertumbuhan uang beredar menjadi tinggi) bisa meraih suku bunga
nominal yang rendah jika mereka dapat mengendalikan laju inflasi. Namun, sejumlah pakar
menyatakan bahwa kebijakan moneter longgar akan menimbulkan peningkatan suku bunga
dengan menaikkan ekspektasi inflasi dan permintaan dana. Poin yang relevan di sini adalah
bahwa terlepas dari bagaimana suatu kebijakan moneter mempengaruhi suku bunga, tiap
bank sentral mengimplementasikan kebijakan moneter yang berbeda, dan hasilnya adalah
suku bunga yang berbeda di tiap negara.

Karena kondisi ekonomi mempengaruhi suku bunga, suku bunga juga akan berbeda antar
negara. Biaya dari hutang di banyak negara berkembang jauh lebih tinggi daripada biaya
hutang di negara industri, terutama disebabkan oleh kondisi ekonomi. Ekspektasi inflasi yang
tinggi di negara-negara berkembang menyebabkan para kreditor meminta suku bunga bebas
risiko yang tinggi pula.

Perbedaan dalam Premium Risiko. Premium risiko dari hutang harus cukup besar demi
menyediakan kompensasi kepada kreditor terhadap risiko ketidakmampuan peminjam
melunasi kewajiban-kewajibannya. Risiko ini bisa bervariasi antar negara karena perbedaan
kondisi ekonomi, hubungan antara korporasi dengan kreditor, intervensi pemerintah, dan
tingkat ungkitan keuangan.

Jika kondisi ekonomi dalam suatu negara lebih stabil, risiko munculnya resesi relatif rendah.
Jadi, probabilitas sebuah perusahaan tidak mampu memenuhi kewajiban-kewajibannya
menjadi lebih rendah pula, dan premium risiko yang diminta kreditor juga akan rendah.

Hubungan antara korporasi dengan kreditor di sejumlah negara lebih erat daripada di negara-
negara yang lain. Di Jepang, para kreditor selalu siap mengucurkan kredit jika sebuah
korporasi mengalami masalah keuangan sehingga menurunkan risiko illiquidity. Biaya dari
masalah-masalah keuangan pada sebuah perusahaan Jepang ditanggung dengan beragam cara
oleh manajemen perusahaan, kreditor dan pelanggan. Karena masalah-masalah keuangan
tidak ditanggung sepenuhnya oleh kreditor, semua pihak yang terlibat memiliki lebih banyak
motivasi untuk menyelesaikan masalah. Jadi kecil kemungkinan (untuk suatu jumlah hutang
tertentu) perusahaan Jepang akan pailit, sehingga kreditor di sana juga meminta premium
risiko yang lebih rendah.

Pemerintah di sejumlah negara sering melakukan intervensi untuk menyelamatkan


perusahaan yang mau bangkrut. Sebagai contoh, di Inggris banyak perusahaan yang sebagian
sahamnya dimiliki pemerintah. Pemerintah tentu akan menyelamatkan perusahaan miliknya.
Bahkan, sekalipun tidak emiliki saham selembarpun, pemerintah mungkin menyediakan
subsidi langsung atau kredit kepada perusahaan yang pailit. Di AS, bantuan dari pemerintah
tidak se ring terjadi, karena pembayar pajak tidak mau menanggung biaya dari corporate
mismanagement. Walaupun pemerintah telah beberapa kali melakukan intervensi untuk
melindungi industri-industri tertentu, tetapi kemungkinan pemerintah AS akan turun tangan
menyelamatkan perusahaan yang pailit lebih rendah dibandingkan pemerintah-pemerintah
lain. Dengan demikian, premium risiko (untuk jumlah hutang tertentu) yang diminta para
kreditor di AS lebih tinggi dibandingkan kreditor-kreditor negara lain.

Perusahaan di sejumlah negara memiliki kapasitas peminjaman yang lebih besar karena
kreditor-kreditor mereka mau mentolerir tingkat ungkitan keuangan yang lebih tinggi.
Sebagai contoh, perusahaan di Jepang dan Jerrnan memiliki tingkat ungkitan keuangan yang
lebih tinggi daripada perusahaan AS. Jika semua faktor lain diasumsikan sama, perusahaan
yang memiliki ungkitan keuangan tinggi harus membayar premium risiko yang lebih tinggi.
Tetapi, faktor-faktor lain yang dimaksud tentu saja tidak sama. Bahkan, perusahaan ini
dibolehkan untuk menggunakan tingkat ungkitan keuangan yang lebih tinggi karena memiliki
hubungan unik dengan kreditor dan pemerintah.

Perbandingan Biaya Hutang di Berbagai Negara. Biaya dari hutang sebelum pajak (yang
diukur menggunakan yield dari obligasi korporasi) untuk berbagai negara ditampilkan dalam
Gambar 18.2. Biaya hutang di berbagai negara secara umum memiliki korelasi positif dari
waktu ke waktu. Biaya hutang nominal bagi perusahaan dalam masing-masing negara
mencapai puncaknya pada tahun 1980, menurun tajam selama awal tahun 1980-an, mendatar
selama akhir tahun 1980-an, dan kembali menurun se lama awal tahun 1990-an. Perbedaan
biaya hutang antar negara terutama disebabkan oleh perbedaan dalam suku bunga bebas
risiko.

Perusahaan multinasional yang beroperasi dalam negara-negara yang memiliki biaya modal
tinggi barangkali akan dipaksa untuk menolak proyek yang mungkin layak diterapkan oleh
MNC yang beroperasi di negara-negara yang memiliki biaya modal rendah. Di samping itu,
perusahaan multinasional yang beroperasi di negara-negara yang memiliki biaya modal tinggi
mungkin bakal menjual proyek berjalan mereka jika biaya pendanaan dianggap mulai
meninggi. Sebagai contoh, Lloyd Bank dari Inggris memutuskan untuk menjual operasi-
operasi perbankan mereka yang ada di AS pada tahun 1989. Alasan Lloyd adalah rendahnya
tingkat pengembalian, dan perusahaan dapat mendapatkan pengembalian yang setara jika
mengalihkan investasi ke dalam pasar uang Inggris. Seandainya biaya modal nominal bagi
perusahaan Inggris lebih rendah, Lloyd Bank mungkin tidak akan menjual opera si mereka
yang ada di AS.

Perbedaan dalam Biaya Ekuitas. Biaya dari ekuitas dalam sebuah negara merefleksikan
biaya oportunitas: apa yang bisa dihasilkan pemegang-pemegang saham dari investasi yang
memiliki risiko yang setara seandainya ekuitas didistribusikan kepada mereka. Pengembalian
dari ekuitas ini dapat disetarakan dengan suku bunga bebas-risiko yang seharusnya bisa
dihasilkan oleh pemegang saham, ditambah premium yang mencerminkan risiko dari
perusahaan. Karena suku bunga bebas-risiko bervariasi antar negara, biaya dari ekuitas
dengan demikian juga bervariasi dari satu negara ke negara lain.

Biaya dari ekuitas juga didasarkan pada peluang investasi di negara yang bersangkutan.
Dalam sebuah negara yang menyediakan banyak peluang investasi, pengembalian
potensialnya relatif tinggi, sehingga biaya oportunitas juga tinggi, dan selanjutnya, biaya
modal juga akan tinggi. Menurut McCauley dan Zimmer, biaya ekuitas dalam sebuah negara
dapat diestimasikan memakai rasio harga/laba.

Rasio harga/laba berhubungan dengan biaya modal karena rasio ini mencerminkan proporsi
harga saham perusahaan terhadap kinerja perusahaan (yaitu, laba). Rasio harga/laba yang
tinggi menyiratkan bahwa perusahaan menerima harga yang tinggi dari penjualan saham baru
untuk tingkat laba tertentu. Artinya, biaya dari pembiayaan memakai ekuitas adalah rendah.
Tetapi, rasio harga/laba harus disesuaikan untuk memperhitungkan dampak dari inflasi, laju
pertumbuhan laba, dan faktor-faktor lain.
Menggabungkan Biaya Hutang dan Biaya Ekuitas. Biaya dari hutang dan biaya dari
ekuitas dapat digabungkan untuk menghitung biaya modal. Proporsi hutang dan ekuitas yang
digunakan oleh perusahaan dalam tiap negara menentukan besamya biaya modal ini. Karena
biaya hutang dan biaya ekuitas berbeda antar negara, dapat dimengerti mengapa biaya modal
bagi perusahaan yang berbasis di negara-negara tertentu lebih rendah. Jepang sering
disebutkan sebagai negara yang memiliki biaya modal rendah. Jepang biasanya memiliki
suku bunga bebas-risiko rendah, yang tidak hanya mempengaruhi biaya dari hutang, tetapi
secara tidak langsung juga mempengaruhi biaya dari ekuitas. Di samping itu, rasio harga/laba
dari perusahaan Jepang umumnya tinggi, yang memungkinkan mereka untuk mendapatkan
pembiayaan ekuitas dengan biaya yang relatif murah. Perusahaan multinasional dapat
berupaya mengakses modal dari negara-negara yang biaya modalnya rendah. Tetapi jika
modal tersebut kemudian digunakan untuk mendukung operasi-operasi yang berlokasi di
negara yang lain, perusahaan multinasional harus menanggung risiko nilai tukar. Jadi, biaya
dari modal mungkin pada akhirnya ternyata lebih tinggi dari yang diperkirakan.

Anda mungkin juga menyukai