Penelitian ini dilakukan di laboratorium Mikrobiologi Lingkungan jurusan Teknik Lingkungan Gedung K Lantai 9, Universitas Trisakti selama 7 bulan, terhitung mulai dari bulan Oktober 2017 hingga April 2018.
5.2 Batasan Penelitian
5.2.1 Jenis Sorben Biosorben pada penelitian ini digunakan dengan mix culture yang terdiri dari Thiobacillus, Bacillus, dan Clostridium dalam kondisi yang hidup.
5.2.2 Sampel Limbah
Pada penelitian ini digunakan sampel limbah yang dihasilkan oleh pembuangan hasil olahan dari limbah industri . sehingga menghasilkan Cu2+ yang sangat tinggi.
5.2.3 Variabel Penelitian
Penelitian ini menggunakan variasi/variabel yaitu pH, waktu kontak (Td), suhu, dan 5.2.3.1 Penentuan Nilai Keasaman (pH) Optimum Mengacu pada studi literature yang telah dilakukan, untuk menentukan pH optimum pada proses biosorpsi dilakukan variasi pH dari pH 1, 3, 5, 7 dan 9 karena dapat mewakili nilai keasaman (pH) dari asam, netral, dan basa. Penelitian ini dilakukan dalam beberapa perlakuan perbandinga rasioa berbeda antara limbah berbanding nutrisi (L:N) pada masing-masing konsentrasi awal tembaga (Cu2+) dalam kondisi suhu kamar dengan waktu kontak (Td) dan umur biomassa yang sama untuk setiap sampel. pH : 1, 3, 5, 7, dan 9 Rasio perlakuan (L:N) : A (1:3), B (1:1). C (3:1), dan D (100% limbah) Konsentrasi awal Cu2+ : A (3 ppm), B (7 ppm), C (11 ppm), dan D (15 ppm) Suhu kamar : 25oC +- 2 Waktu kontak : 60 menit Umur biomassa : Pada hari ke-3
5.2.3.2 Penentuan Waktu Kontak (Td) Optimum
Setelah mendapatkan nilai keasaman (pH) optimum kemudian penelitian ini dilanjutkan dengan melakukan variasi waktu kontak (Td) 60, 120 180, 240, dan 300 menit untuk mendapatkan waktu kontak (Td) yang optimum dengan menggunakan perbandingan rasio perlakuan (L:N) yaitu A (1:3) dan D (100% limbah) pada masing- masing konsentrasi awal tembaga (Cu2+) dan nilai keasamanan (pH) 6 atau pH optimum dalam kondisi suhu kamar dan umur biomassa yang sama. Waktu kontak : 60, 120, 180, 240, dan 300 menit. Rasio perlakuan : A (1:3) dan D (100% limbah). Konsentrasi awal (Cu2+) : A (3 ppm) dan D (15 ppm). pH : 6 (kondisi optimum). Suhu kamar : 25oC +- 2 Umur biomasaa : pada hari ke-3
5.2.3.3 Penentuan Suhu (T) Optimum
Variabel terakhir adalah penentuan suhu optimum, setelah mendapatkan kondisi nilai keasaman (pH) yang optimum dan kondisi waktu kontak (Td) yang optimum langkah selanjutnya adalah menentukan suhu optimum pada penelitian. Dengan menggunakan perbandingan rasio perlakuan yang sama dengan sebelumnya yaitu A (1:3) dan D (100% limbah) pada masing-masing konsentrasi awal tembaga (Cu2+) dan nilai keasamanan (pH) 6 atau pH optimum dan waktu kontak 180 menit (kondisi optimum) dan umur biomassa yang sama. Suhu (T) : 5oC, 10 oC, 15 oC, 20 oC, 25 oC, dan 30 oC Waktu kontak : 180 menit (kondisi optimum) Rasio perlakuan : A (1:3) dan D (100% limbah). Konsentrasi awal (Cu2+) : A (3 ppm) dan D (15 ppm). pH : 6 (kondisi optimum). Umur biomasaa : pada hari ke-3 5.3 Desain Penelitian Tahapan tahapan penelitian ini dapat dilihat pada Gambar 3.1 berikut:
Gambar 3.1 Diagram Penelitian
5.4 Alat dan Bahan 5.4.1 Alat Alat yang digunakan untuk menunjang penelitian mengenai penyisihan logam berat ditampilkan oleh tabel sebagai berikut. Tabel 5.4 Alat yang digunakan beserta spesifisikasinya No Alat Spesifikasi 1 Erlenmeyer Pyrex (1000, 500, 300, 250, 100) mL 2 Beaker Glass Pyrex (1000, 500, 100) mL 3 Labu Ukur Pyrex (1000, 500, 100) mL 4 Mikroskop Elektron Olympus bx60m 5 Pipet tetes Kaca 6 Pipet mikro Socorex Acura 815 7 Oven Mommert UNB-400 8 Autoclave All American Model 25X 925 qt/ 24 L 9 pH indikator Merck 10 Kertas saring Whatman 42 11 Corong Kaca 13 Neraca Analitik Ohaus PAJ1003 14 Magnetic Stirrer Polygon PTFE 8*30 mm 15 Hotplate Stirrer Thermolyne Cimarec 2 SP 131320-33Q 16 Selang Plastik 17 Aerator Resun LP-100 18 Lux meter Yu Fiing YF-1065 19 Lampu Neon Phillips 20 Bunsen burner Kaca 21 Botol Kaca 22 Krusetang Stainless 23 Penjepit Kayu 5.4.2 Bahan Dalam melakukan penelitian tidak lepas menggunakan bahan-bahan sebagai penunjang penelitian ini berikut ditampilkan dalam bentuk tabel. Tabel 5.4 Bahan yang digunakan beserta spesifikasinya No Bahan Bahan Utama 1 Thiobacillus 2 Bacillus 3 Clostridium 4 Sampel air limbah asli dari industri penghasil Cu2+ 5 NaOH 6 HCL Bahan Pembuat Medium Phovasoli Haematococcus Media (PHM) 1 KNO3 2 KH2PO4 3 MgSO4.7H2O 4 EDTA 5 FeCl3.6H2O 6 ZnCl2 7 H3BO3 8 CaCl2.6H2O 9 MnCl2.4H2O 10 (NH4)6.Mo7.O24.4H2O Bahan Pembuat Medium NA 1 Peptic digest of animal tissue 2 Nacl 3 Beef extract 4 Yeast extract Bahan Pembuat Medium NA 5 Bacto agar
5.3 Cara Kerja
Penelitian ini dilakukan dala 2 tahap cara kerja yaitu cara kerja pendahuluan dan cara kerja inti. 5.3.1 Cara Kerja Pendahuluan Pada tahap cara kerja pendahuluan, terdiri dari beberapa tahap diantaranya sebagai berikut: 5.3.1.1 Tahap Cara Kerja Pendahuluan a. Pengambilan sampel Sampel yang diuji adalah sampel yang dihasilkan oleh limbah industri penghasil Cu2+ pengambilan sampel dilakukan secara ex situ dan untuk faktor pH, suhu, dan kekeruhan diukur secara in situ. b. Pembuatan medium artisifial Medium yang digunakan terdapat 2 macam yaitu Phovasoli Haematococcus Media (PHM) dan NA yang merupakan medium terbaik bagi pertumbuhan Thiobacillus, Bacillus, Clostridium. Untuk pembuatan NA pertama-tama dilakukan penimbang komponen medium sebanyak beef extract 3 gram, Peptone 5 gram, dan Agar 15 gram dengan menggunakan timbangan analitis Akuades sebanyak 1000 ml dibagi menjadi dua satu bagian untuk melarutkan Beef extract dan peptone dan sebagian lagi untuk melarutkan agar. Sebaiknya air untuk melarutkan agar lebih banyak. Larutkan agar pada sebagian air tersebut dengan mengaduk secara konstan dan diberi panas. Dapat menggunakan kompor gas atau hot plate stirrer (jangan sampai overheat, karena akan terbentuk busa dan memuai sehingga tumpah). Sementara itu sebagian akuades digunakan untuk melarutkan peptone dan beef extract, cukup dengan pengadukan. Setelah keduanya larut, larutan dituangkan ke larutan agar dan diaduk sampai homogen. Kemudian pH media diukur dengan mencelupkan kertas pH indikator. Jika pH tidak netral maka dapat ditambahkan HCl/NaOH. Setelah itu media dimasukkan ke dalam labu Erlenmeyer dan disterilisasi dengan autoklaf. Tuang media steril ke cawan petri steril secara aseptis. c. Perbanyakan Mix Culture Kultur yang digunakan adalah mix culture antara 3 mikroorganisme penyokong yaitu Thiobacillus, Bacillus, Clostridium dalam kondisi hidup yang didapatkan dari hasil penelitian sebelumnya di laboratorium mikrobiologi jurusan Teknik lingkungan gedung K lantai 9 Universitas Trisakti. Sebelum melakukan penelitian dilakukan perbanyakan kultur terlebih dahulu untuk mencukupi selama penelitian berlangsung sehingga kultur tersebut disimpan pada lemari pendingin pada suhu 4oC. kemudian Mix Culture di inokulasikan pada media pertumbuhan NA selama 7-14 hari pada suhu ruangan dan diletakkan pada inkubator. d. Karakteristik limbah tembaga Cu2+ Limbah tembaga (Cu2+) adalah senyawa sederhana sehingga tidak dapat di degradasi keberadaannya sehingga diperlukan penghilangan senyawa sederhana tembaga (Cu2+) menggunakan Teknik bioabrospsi bakteri mix culture. e. Pembuatan control Kontrol dilakukan antara limbah tanpa diberi mix culture dan limbah dengan penambahan mix culture. Pembuatan kontrol ini bertujuan untuk membuktikan bahwa terjadi proses penyerapan/tidak terjadi penyerapan tembaga (Cu2+) secara biologis oleh ke 3 komponen mix culture yaitu Thiobacillus, Bacillus, Clostridium.
5.3.1.2 Tahap Cara Kera Inti
a. Optimasi variasi nilai keasaman (pH) Langkah awal pada penentuan optimasi variasi nilai keasaman (pH) ialah mempersiapkan media dengan rasio yang sudah ditentukan yaitu A (1:3), B (1:1). C (3:1), dan D (100% limbah) dengan total volume 90 % dan 80 mL volume total larutan pada Erlenmeyer 100 mL lalu ditambahkan larutan NaOH 1 N untuk membuat variasi pH 1, 3, 5, 7, dan 9. Larutan tersebut diukur dengan menggunakan kertas pH indicator untuk mendapatkan pH yang sesuai. Setelah itu pada Erlenmeyer ditambahkan 10% mix culture dari 80 mL volume total larutan. Pada setiap perlakukan, dilakukan pengontakan dengan udara (aerasi) yang disuplai oleh kompresor air pump LP 100 dengan daya 100 watt. Udara yang dihasilkan dialirkan melalui pipa berdiamter 0,5 inchi yang dicabangkan dengan selang plastic ke setiap batch selama 60 menit. Aerasi ini bertujuan untuk melarutkan nutrient dan pengadukan agar mix culture mendapatkan nutrein, cahaya, suhu, dan kelarutan yang merata. Pencahayaan itu sendiri digunakan dari sumber lampu TL dengan daya 40 watt dengan intensitas cahaya sekitar 4000-5000 lux pada suhu ruangan laboratorium 25oC +- 2. Setelah menyelesaikan perlakuan langkah selanjutnya dilakukan pengukuran terhadap penurunan kandungan logam berat (Cu2+) menggunakan alat Atomic Absorption Spectrophotometer (AAS), pengukuran kandungan bertujuan untuk melihat penurunan kadar (Cu2+) pada limbah. b. Optimasi variasi waktu kontak (Td) Sama seperti yang dilaukan pada perlakuan optimasi variasi pH, tahap awal yang dilakukan pada optimasi variasi waktu kontak (Td) yaitu dengan mempersiapkan media dengan rasio yaitu A (1:3), B (1:1). C (3:1), dan D (100% limbah) dengan total volume 90 % dan 80 mL volume total larutan pada Erlenmeyer 100 mL lalu ditambahkan larutan NaOH 1 N untuk membuat pH optimum sebesar 6 lalu ditambahkan 10% mix culture dari 80 mL volume total larutan. Kemudian dilakukan pengontakan dengan udara (aerasi) yang disuplai oleh kompresor air pump LP 100 dengan daya 100 watt. Udara yang dihasilkan dialirkan melalui pipa berdiamter 0,5 inchi yang dicabangkan dengan selang plastic ke setiap batch selama waktu variasi yang sudah ditentukan 60, 120, 180, 240, dan 300 menit dan diberi pencahayaan yang digunakan bersumber dari TL dengan daya 40 watt dengan intensitas cahaya sekitar 4000-5000 lux pada suhu ruangan laboratorium 25oC +- 2. Setelah menyelesaikan perlakuan langkah selanjutnya dilakukan pengukuran terhadap penurunan kandungan logam berat (Cu2+) menggunakan alat Atomic Absorption Spectrophotometer (AAS), pengukuran kandungan bertujuan untuk melihat penurunan kadar (Cu2+) pada limbah. c. Optimasi variasi suhu (T) Perlakuan yang dilakukan hampir sama sebelumnya namun yang berbeda adalah variasi suhu yang digunakan. Tahap awal perlakuan ini mempersiapkan media dengan rasio yaitu A (1:3), B (1:1). C (3:1), dan D (100% limbah) dengan total volume 90 % dan 80 mL volume total larutan pada Erlenmeyer 100 mL lalu ditambahkan larutan NaOH 1 N untuk membuat pH optimum sebesar 6 lalu ditambahkan 10% mix culture dari 80 mL volume total larutan. Pada setiap perlakukan, dilakukan pengontakan dengan udara (aerasi) yang disuplai oleh kompresor air pump LP 100 dengan daya 100 watt. Udara yang dihasilkan dialirkan melalui pipa berdiamter 0,5 inchi yang dicabangkan dengan selang plastic ke setiap batch selama 60 menit dengan masing-masing diberikan variasi perlakuan suhu yang sudah ditentukan yaitu 5oC, 10 oC, 15 oC, 20 oC, 25 oC, dan 30 oC. Aerasi ini bertujuan untuk melarutkan nutrient dan pengadukan agar mix culture mendapatkan nutrein, cahaya, suhu, dan kelarutan yang merata. Pencahayaan itu sendiri digunakan dari sumber lampu TL dengan daya 40 watt dengan intensitas cahaya sekitar 4000- 5000 lux. Setelah menyelesaikan perlakuan langkah selanjutnya dilakukan pengukuran terhadap penurunan kandungan logam berat (Cu2+) menggunakan alat Atomic Absorption Spectrophotometer (AAS), pengukuran kandungan bertujuan untuk melihat penurunan kadar (Cu2+) pada limbah.