Anda di halaman 1dari 12

PENGARUH MODEL LEARNING CYCLE 7E TERHADAP

KEMAMPUAN PEMECAHAN MASALAH MATEMATIS SISWA


SEKOLAH DASAR

ARTIKEL

Diajukan untuk Memenuhi Sebagian dari Syarat Memperoleh Gelar Sarjana Pendidikan
pada Program Pendidikan Guru Sekolah Dasar

Oleh

Lia Purnama Sari


1102340

PROGRAM S-1 PENDIDIKAN GURU SEKOLAH DASAR


KAMPUS CIBIRU
UNIVERSITAS PENDIDIKAN INDONESIA
BANDUNG
2015
1 Antologi...., Volume..., Nomor..., Juni 2015

PENGARUH MODEL LEARNING CYCLE 7E TERHADAP


KEMAMPUAN PEMECAHAN MASALAH MATEMATIS SISWA
SEKOLAH DASAR

Lia Purnama Sari1, Komariah2, Edi Rohendi3


Jurusan S-1 PGSD, Fakultas Ilmu Pendidikan, Universitas Pendidikan Indonesia Kampus Cibiru
e-mail: liapurnamasari93@yahoo.com

ABSTRAK

Penelitian ini dilatarbelakangi oleh kegiatan pembelajaran yang dilakukan masih


berpusat pada guru sehingga kemampuan pemecahan masalah matematis siswa tidak
berkembang secara maksimal. Rumusan masalah pada penelitian ini yaitu apakah
terdapat pengaruh penggunaan model learning cycle 7e terhadap kemampuan
pemecahan masalah matematis siswa Sekolah Dasar? Tujuan penelitian ini adalah
untuk mengetahui pengaruh model learning cycle 7e terhadap kemampuan pemecahan
masalah matematis siswa Sekolah Dasar. Model Learning Cycle 7e merupakan model
pembelajaran yang berpusat pada siswa. Model Learning Cycle 7e memiliki tujuh
tahapan, yaitu elicit, engange, explore, explain, elaborate, evaluate, dan extend.
Penelitian ini menggunakan metode kuasi eksperimen dengan desain nonequivalent
control group desain. Populasi dalam penelitian ini adalah seluruh siswa kelas V SD
di gugus 22 Kecamatan Mandalajati, Kota Bandung. Sampel yang dipilih yaitu SD
Negeri Sindanglaya 2 sebagai kelas eksperimen dan SD Negeri Sindanglaya 4 sebagai
kelas kontrol. Instrumen penelitian yang digunakan adalah instrumen tes (pretest dan
posttest) yang berupa soal uraian. Berdasarkan hasil analisis data, diperoleh rata-rata
hasil pretest kelas eksperimen sebesar 42,07 dan kelas kontrol sebesar 41,13. Setelah
mendapatkan perlakuan berbeda, maka diperoleh rata-rata hasil posttest kelas
eksperimen sebesar 80,27 dan kelas kontrol sebesar 67,07. Sedangkan, hasil gain
ternormalisasi pada kelas eksperimen sebesar 0,66 dan kelas kontrol sebesar 0,44.
Peningkatan kemampuan pemecahan masalah matematis siswa kelas
eksperimen lebih tinggi dari siswa kelas kontrol dengan selisih gain
ternormalisasi sebesar 0,22. Selain itu, dari hasil perbedaan rerata diperoleh taraf
signifikan sebesar 0,000. Hal tersebut berarti bahwa terdapat perbedaan kemampuan
pemecahan masalah matematis siswa yang memperoleh pembelajaran matematika
dengan menggunakan model learning cycle 7e dan yang memperoleh pembelajaran
matematika dengan model konvensional. Dengan demikian, dapat disimpulkan bahwa
model Learning Cycle 7e berpengaruh terhadap kemampuan pemecahan masalah
matematis siswa sekolah dasar. Adapun rekomendasi untuk peneliti yang akan
melanjutkan penelitian ini sebaiknya model learning cycle 7e dapat dilaksanakan
kembali pada jenjang kelas yang berbeda dan kemampuan yang berbeda.

Kata kunci : Learning Cycle 7e, Pemecahan Masalah

1
Mahasiswa PGSD UPI Kampus Cibiru, NIM 1102340
2
Pembimbing I, Penulis Penanggung Jawab
3
Pembimbing II, Penulis Penanggung Jawab
Lia Purnama Sari, Komariah, Edi Rohendi, Pengaruh Model Learning Cycle 7e 2
terhadap Kemampuan Pemecahan Masalah Matematis Siswa Sekolah Dasar

THE EFFECT OF LEARNING CYCLE 7E MODEL IN THE


MATHEMATICAL PROBLEM SOLVING ABILITY`S
ELEMENTARY SCHOOL STUDENTS
ABSTRACT

This research was conducted by a teacher in learning activities. It caused the


mathematical problem solving ability`s students couldn`t develop optimally.
Formulation of the problem of this study was whether there is the effect of Learning
Cycle 7e model in the mathematical problem solving ability's elementary school
students? The purpose of this study was to know the effect of Learning Cycle 7e
model in the mathematical problem solving ability's elementary school students.
Learning Cycle 7e model is a student-centered learning model. Learning Cycle 7e
model has seven stages, namely elicit, engange, explore, explain, elaborate, evaluate,
and extend. This study used a quasi-experimental design with non-equivalent control
group design. The populations in this study were all students at the fifth grade in the
District of 22 cluster, Mandalajati, Bandung. The selected samples were SD Negeri
Sindanglaya 2 as an experiment class to get the learning of mathematics with Learning
Cycle 7e model and SD Negeri Sindanglaya 4 as a control class with conventional
model. The researcher used a test instrument (pretest and posttest) as a research
instrument in the form of problem descriptions. Based on the analysis of data,
obtained an average result pretest of experiment class is 42,07 and control class is
41,13. After getting different treatment, the obtained average yield posttest of
experiment class is 80,27 and control class is 67,07. Meanwhile, the results
normalized gain of the experiment class is 0,66 and control class is 0,44. Improved the
mathematical problem solving ability students experiment class is higher than the
control class students with difference of normalized gain 0,22. In addition, the results
mean difference obtained a significant level of 0,000. This means the mathematical
problem solving ability`s students through Learning Cycle 7e model got any
differences with the conventional model. The study concluded that the Learning
Cycle 7e model gives effect on mathematical problem solving ability's elementary
school students. The recommendation for researchers who will continue research
should be a Learning Cycle 7e model can be carried again to the level of the different
classes and abilities.

Keywords: Learning Cycle 7e, Problem Solving

Pada saat ini perkembangan ilmu dari orang tuanya (Sadulloh, 2007, hlm.
pengetahuan dan teknologi semakin pesat. 9). Melalui pendidikan, manusia akan
Perkembangan ilmu pengetahuan dan mendapatkan pengalaman yang sangat
teknologi tersebut tentunya sangat berharga dan dapat menjadikan dirinya
berpengaruh terhadap semua aspek lebih dewasa. Pendidikan juga merupakan
kehidupan manusia, salah satunya yaitu sarana bagi siswa untuk aktif dalam
pada aspek pendidikan. Pendidikan mengembangkan kemampuan yang
merupakan suatu keharusan bagi manusia dimilikinya.
karena pada hakikatnya manusia lahir Pendidikan SD merupakan pondasi
dalam keadaan tidak berdaya dan tidak utama seorang individu karena Pendidikan
dapat hidup sendiri. Manusia dalam SD memegang peranan penting untuk
hidupnya pasti memerlukan bantuan dari kelangsungan pendidikan selanjutnya.
orang lain, begitupun pada saat lahir Salah satu mata pelajaran yang harus
sepenuhnya manusia memerlukan bantuan ddikuasai siswa SD adalah mata pelajaran
3 Antologi...., Volume..., Nomor..., Juni 2015

matematika. Matematika merupakan salah pengajaran matematika pada umumnya


satu bidang studi yang diajarkan di setiap dapat ditransfer untuk digunakan dalam
jenjang pendidikan termasuk di SD. memecahkan masalah lain.
Berdasarkan tujuan pembelajaran Fakta di SD Negeri Sindanglaya
matematika yang dijelaskan dalam menunjukkan bahwa kemampuan siswa
Kurikulum Tingkat Satuan Pendidikan, dalam memecahkan masalah masih kurang
siswa dituntut untuk berpikir logis, aktif, berkembang secara maksimal. Siswa sering
dan kreatif dalam memecahkan masalah mengalami kesulitan dalam menyelesaikan
yang ada di kehidupan sehari-hari. Apabila soal-soal matematika, terutama soal yang
siswa sudah memiliki kemampuan tersebut, berkaitan dengan pemecahan masalah.
maka siswa akan sanggup menghadapi Siswa sering kali malas untuk membaca
perubahan-perubahan yang ada di soal yang berupa soal cerita sehingga siswa
masyarakat. Oleh karena itu, pembelajaran menjadi kebingungan ataupun terjebak
yang dilakukan tidak hanya memberikan dengan soal yang diberikan dan hasil yang
konsep saja, tetapi juga harus dapat diharapkan pun tidak sesuai dengan yang
mengembangkan kemampuan pemecahan diharapkan.
masalah matematis siswa. Belajar Pembelajaran yang dilakukan di
pemecahan masalah pada dasarnya adalah sekolah juga masih berpusat pada guru. Hal
belajar menggunakan metode-metode tersebut akan membuat siswa menjadi pasif
ilmiah atau berpikir secara sistematis, logis, dan kurang mengeksplor pengetahuannya
teratur, dan teliti. Tujuannya yaitu untuk secara lebih jauh serta membuat siswa
memeroleh kemampuan dan kecakapan terbiasa dengan diberikannya contoh dan
kognitif untuk memecahkan masalah secara cara penyelesaiannya oleh guru, sehingga
rasional, lugas, dan tuntas. pembelajaran yang dilakukan menjadi
Menurut Polya (Susanto, 2014, hlm. kurang bermakna bagi siswa.
202) bahwa "solusi soal pemecahan Salah satu model pembelajaran yang
masalah memuat empat langkah dapat diterapkan untuk mengatasi
penyelesaian, yaitu memahami masalah, permasalahan tersebut yaitu model
merencanakan masalah, menyelesaikan learning cycle 7e. Model learning cycle 7e
masalah sesuai rencana dan melakukan ini merupakan sebuah model pembelajaran
pengecekan kembali terhadap semua yang menjadikan siswa sebagai pusat
langkah yang dikerjakan". belajar (student center) dan model ini
Kemampuan pemecahan masalah berdasarkan pada teori Piaget dan
sangat penting karena dalam kehidupan melibatkan pembelajaran dengan
sehari-hari setiap manusia selalu pendekatan konstruktivisme. Piaget
berhadapan dengan berbagai masalah yang percaya bahwa belajar terjadi karena siswa
harus diselesaikan, termasuk masalah memang mengkonstruk pengetahuannya
matematis atau masalah yang solusinya sendiri.
perlu perhitungan matematik. Dengan Model learning cycle 7e
demikian, siswa perlu belajar memecahkan memungkinkan proses pembelajaran
masalah matematika agar dalam menjadi lebih efektif, siswa lebih aktif dan
kehidupannya dapat menyelesaikan setiap termotivasi dalam belajar, memberikan
persoalan yang dihadapinya. Sejalan kesempatan siswa untuk berpikir, mencari,
dengan hal tersebut, Bell (dalam Adyani, menemukan, dan menyampaikan konsep
2010, hlm. 3) menyatakan bahwa yang telah dipelajarinya. Hal ini sejalan
pemecahan masalah merupakan suatu dengan teori Ausubel (dalam Windayana
kegiatan yang penting dalam pengajaran dkk., 2005, hlm. 13) bahwa "siswa tidak
matematika karena kemampuan pemecahan menerima konsep/materi jadi dari guru,
masalah yang diperoleh dalam suatu tetapi siswa sendiri yang harus mencari
Lia Purnama Sari, Komariah, Edi Rohendi, Pengaruh Model Learning Cycle 7e 4
terhadap Kemampuan Pemecahan Masalah Matematis Siswa Sekolah Dasar

atau menemukan konsep/materi tersebut matematika dengan menggunakan model


agar pembelajaran yang dilakukan menjadi learning cycle 7e dan kelas kontol tidak
lebih bermakna bagi siswa". mendapatkan perlakuan/treatment yang
Berdasarkan latar belakang masalah berarti bahwa pembelajaran matematika
yang telah dipaparkan di atas, maka dilakukan secara konvensional. Setelah
rumusan masalah dalam penelitian ini mendapatkan pembelajaran, kedua kelas
adalah Apakah terdapat pengaruh tersebut akan mendapatkan soal posttest.
penggunaan model learning cycle 7e Soal posttest merupakan soal yang sama
terhadap kemampuan pemecahan masalah seperti soal pretest.
matematis siswa Sekolah Dasar?. Tujuan Populasi dalam penelitian ini adalah
umum dari penelitian ini adalah untuk seluruh siswa kelas V Sekolah Dasar pada
mengetahui pengaruh penggunaan model semester genap tahun ajaran 2014/2015 di
learning cycle 7e terhadap kemampuan gugus 22 Kecamatan Mandalajati, Kota
pemecahan masalah matematis siswa Bandung. Pada penelitian ini, siswa kelas
Sekolah Dasar. V SD Negeri Sindanglaya 2 dan siswa
kelas V SD Negeri Sindanglaya 4
METODE ditetapkan sebagai sampel penelitian. Kelas
Metode yang digunakan dalam V SD Negeri Sindanglaya 2 dijadikan
penelitian ini adalah metode Kuasi sebagai kelas eksperimen yang akan
Eksperimen. Dalam metode ini terdapat dilakukan kegiatan pembelajaran
dua kelas yang akan diteliti yaitu kelas matematika dengan menggunakan model
eksperimen dan kelas kontrol. Adapun learning cycle 7e, sedangkan kelas V SD
desain penelitian yang digunakan yaitu Negeri Sindanglaya 4 akan dijadikan
desain nonequivalent control group design. sebagai kelas kontrol yang akan dilakukan
Sugiyono (2012, hlm. 79) mengemukakan kegiatan pembelajaran matematika secara
bahwa, Desain ini hampir sama dengan konvensional. Pemilihan sampel dilakukan
pretest-posttest control group design, tidak secara random.
hanya pada desain ini kelompok Dalam penelitian ini, peneliti
eksperimen maupun kelompok kontrol menggunakan instrumen tes yang berupa
tidak dipilih secara random. Desain soal uraian. Instrumen tes tersebut
penelitian tersebut dapat digambarkan bertujuan untuk mengukur kemampuan
sebagai berikut: pemecahan masalah matematis siswa baik
sebelum perlakuan melalui pretest maupun
O X O sesudah perlakuan melalui posttest.
................................ Instrumen penelitian yang digunakan
O O adalah instrumen yang telah diujicobakan
Keterangan: terlebih dahulu. Uji coba soal tersebut
O : Pretest dan Posttest dilakukan untuk untuk mengetahui
X : Pembelajaran dengan menggunakan validitas, reliabilitas, tingkat kesukaran,
model pembelajaran learning cycle 7e. dan daya pembeda pada setiap butir soal.
Hasil uji coba tes kemampuan pemecahan
Gambar tersebut menjelaskan bahwa masalah matematis siswa dianalisis secara
ada dua kelas dalam penelitian yaitu kelas manual dan dengan menggunakan program
eksperimen dan kelas kontrol. Kedua kelas Software SPSS Versi 21.0 for Windows.
tersebut akan mendapatkan soal pretest Setelah dilakukan uji coba, maka
terlebih dahulu sebelum mendapatkan instrumen tersebut dijadikan soal pretest
pembelajaran. Setelah melakukan pretest, dan posttest. Skor pretest dan posttest yang
kelas eksperimen akan mendapatkan diperoleh kemudian dianalisis dengan
perlakuan/treatment yaitu pembelajaran melakukan uji normalitas, uji homogenitas,
5 Antologi...., Volume..., Nomor..., Juni 2015

dan uji rerata dari kedua kelompok HASIL DAN PEMBAHASAN


tersebut. Untuk mengetahui peningkatan Nilai Pretest
kemampuan pemecahan masalah Berdasarkan hasil penelitian,
matematis siswa kelas eksperimen dan diperoleh hasil pretest kelas eksperimen
kelas kontrol dapat dilakukan uji gain. dan kelas kontrol yang disajikan dalam
tabel 1 berikut
Tabel 1
Nilai Statistik Pretest Kelas Eksperimen dan Kelas Kontrol
N Minimum Maximum Sum Mean Std. Deviation Variance
Eksperimen 30 30 56 1262 42,07 8,477 71,857
Kontrol 30 26 60 1234 41,13 10,112 102,257

Berdasarkan Tabel 1, diketahui rata- siswa antara kelas eksperimen dan kelas
rata kelas eksperimen adalah 42,07 dan kontrol hampir sama.
rata-rata kelas kontrol adalah 41,13. Tahapan selanjutnya yaitu melakukan
Sedangkan untuk rata-rata kedua kelas uji normalitas data pretest kelas
memiliki selisih rata-rata 0,94. Selisih rata- eksperimen dan kelas kontrol. Uji
rata kedua kelas relatif tidak jauh berbeda, normalitas dilakukan dengan menggunakan
ini menunjukkan bahwa kemampuan awal bantuan Software SPSS versi 21.0 for
pemecahan masalah kedua kelas hampir windows. Dari hasil uji normalitas,
sama. Untuk lebih jelas melihat perbedaan menunjukan bahwa data pretest yang
nilai pretest kelas eksperimen dan kelas dimiliki oleh kelas eksperimen dan kelas
kontrol dapat dilihat dari explore berupa kontrol adalah berdistribusi normal. Nilai
boxplot nilai pretest untuk kelas signifikansinya lebih besar dari 0,05 yaitu
eksperimen dan kelas kontrol. Perbedaan nilai signifikansi pretest di kelas
nilai pretest kelas eksperimen dan kelas eksperimen 0,079 dan di kelas kontrol
kontrol diperoleh dari median berupa garis 0,200. Kemudian tahap selanjutnya adalah
lurus di area dalam kotak masing-masing. uji homogenitas. Uji homogenitas
dilakukan untuk mengetahui variansi kedua
kelompok. Hasil uji homogenitas pada
pretest yaitu 0,273, artinya tidak terdapat
perbedaan variansi yang signifikan antara
kelas eksperimen dan kelas kontrol.
Dengan demikian, dapat disimpulkan
bahwa data pretest dan posttest kedua kelas
tersebut berasal dari populasi yang
mempunyai varians sama.
Gambar 1 Analisis data selanjutnya adalah uji
Boxplot Pretest Kelas Eksperimen dan perbedaan rerata pretest kelas eksperimen
Kelas Kontrol dan kelas kontrol adalah untuk melihat ada
atau tidaknya perbedaan kemampuan
Berdasarkan Gambar 1, dapat kita pemecahan masalah matematis siswa
lihat area kotak kedua kelas beserta garis sebelum diberikannya perlakuan yang
tengahnya. Garis tengah itu menunjukkan berbeda. Perumusan hipotesis untuk uji t
titik tengah dari masing-masing kelas, adalah sebagai berikut.
maka kedua kelas baik eksperimen maupun Ho : 1 2 , Tidak terdapat perbedaan
kontrol memiliki median relatif sama pada kemampuan pemecahan
area kotak. Gambar tersebut berarti masalah matematis siswa antara
menunjukkan bahwa kemampuan awal
Lia Purnama Sari, Komariah, Edi Rohendi, Pengaruh Model Learning Cycle 7e 6
terhadap Kemampuan Pemecahan Masalah Matematis Siswa Sekolah Dasar

kelas eksperimen dengan kelas


kontrol.
Ha : 1 2 , Terdapat perbedaan
kemampuan pemecahan
masalah matematis siswa antara
kelas eksperimen dengan kelas
kontrol.
Keterangan :
1 rata-rata kelas yang menggunakan Berdasarkan Tabel 2, diperoleh nilai
model learning cycle 7e signifikansi kemampuan pemecahan
masalah kedua kelas adalah 0,7. Nilai
2 rata-rata kelas yang menggunakan
signifikansi ini lebih besar dari 0,05.
pembelajaran konvensional Berdasarkan kriteria pengambilan
Hasil uji perbedaan rerata dari pretest keputusan, maka H0 diterima. Hal tersebut
kedua kelas adalah sebagai berikut. dapat disimpulkan bahwa tidak terdapat
Tabel 2 perbedaan kemampuan pemecahan masalah
Hasil Uji Perbedaan Rerata Pretest matematis siswa antara kelas eksperimen
Kelas Eksperimen dan Kelas Kontrol dan kelas kontrol.
Levene's t-test for Equality of Means
Test for
Equality of Nilai Posttest
Variances
Berdasarkan hasil penelitian,
F Sig. T df Sig. Mean Std. 95% diperoleh hasil posttest kelas eksperimen
(2- Diffe Error Confidence
tailed) rence Diffe Interval of the dan kelas kontrol, berikut adalah deskripsi
rence Difference ukuran-ukuran statistik yang disajikan
Lower Upper
dalam tabel 3 berikut.
1,226 ,273 ,387 58 ,700 ,933 2,409 -3,889 5,756

Tabel 3
Nilai Statistik Posttest Kelas Eksperimen dan Kelas Kontrol
N Minimum Maximum Sum Mean Std. Deviation Variance
Eksperimen 30 64 100 2408 80,27 9,822 96,478
Kontrol 30 52 84 2012 67,07 7,978 63,651

Dari Tabel 3, dapat diketahui rata-


rata kelas eksperimen adalah 80,27 dan
rata-rata kelas kontrol adalah 67,07.
Sedangkan untuk rata-rata kedua kelas
memiliki selisih rata-rata 13,2. Untuk lebih
jelas melihat perbedaan nilai posttest kelas
eksperimen dan kelas kontrol dapat dilihat
dari explore berupa boxplot skor posttest
untuk kelas eksperimen dan kelas kontrol. Gambar 2
Perbedaan skor posttest kelas eksperimen Boxplot Posttest Kelas Eksperimen dan
dan kelas kontrol diperoleh dari median Kelas Kontrol
berupa garis lurus di area dalam kotak
masing-masing. Berdasarkan Gambar 2, dapat
diketahui bahwa median tertinggi pada area
kelas eksperimen dan yang terendah pada
7 Antologi...., Volume..., Nomor..., Juni 2015

area kelas kontrol. Jadi, terdapat perbedaan uji perbedaan rerata dari posttest kedua
antara kelas eksperimen dan kelas kontrol. sampel adalah sebagai berikut.
Tahapan selanjutnya yaitu melakukan Tabel 4
uji normalitas data posttest kelas Hasil Uji Perbedaan Rerata Posttest
eksperimen dan kelas kontrol. Uji Kelas Eksperimen dan Kelas Kontrol
normalitas dilakukan dengan menggunakan Levene's t-test for Equality of Means
Test for
bantuan Software SPSS versi 21.0 for Equality of
windows. Dari hasil uji normalitas, Variances

menunjukan bahwa data posttest yang F Sig. T df Sig. Mean Std. 95%
dimiliki oleh kelas eksperimen dan kelas (2- Diffe Error Confidence
tailed) rence Diffe Interval of the
kontrol adalah berdistribusi normal. Nilai rence Difference
signifikansinya lebih besar dari 0,05 yaitu Lower Upper
nilai signifikansi posttest di kelas 1,347 ,251 5,713 58 ,000 13,200 2,310 8,575 17,825
eksperimen 0,200 dan di kelas kontrol
0,099. Kemudian tahap selanjutnya adalah Berdasarkan Tabel 4, diperoleh nilai
uji homogenitas. Uji homogenitas signifikansi kemampuan pemecahan
dilakukan untuk mengetahui variansi kedua masalah kedua kelas adalah 0,000. Nilai
kelompok. Hasil uji homogenitas pada signifikansi ini lebih kecil dari 0,05.
posttest yaitu 0,251, artinya tidak terdapat Berdasarkan kriteria pengambilan
perbedaan variansi yang signifikan antara keputusan, maka H0 ditolak. Hal tersebut
kelas eksperimen dan kelas kontrol (sama). dapat disimpulkan bahwa terdapat
Analisis data selanjutnya adalah uji perbedaan kemampuan pemecahan masalah
perbedaan rerata melalui uji-t (T-test matematis siswa antara kelas eksperimen
Sample Independent). Perumusan hipotesis dan kelas kontrol.
untuk uji-t adalah sebagai berikut.
Ho : 1 2 , Tidak terdapat perbedaan Uji Gain
kemampuan pemecahan Uji gain dilakukan untuk mengetahui
masalah matematis siswa antara terdapat tidaknya perbedaan peningkatan
kelas eksperimen yang kemampuan pemecahan masalah matematis
menggunakan model learning siswa setelah diberikan perlakuan antara
cycle 7e dengan kelas kontrol kelas eksperimen dan kelas kontrol.
yang menggunakan Kelas Eksperimen
pembelajaran konvensional. Perolehan gain ternormalisasi pada
Ha : 1 2 , Terdapat perbedaan kelas eksperimen yaitu 0,66 dengan
kemampuan pemecahan interpretasi sedang. Untuk mengetahui
masalah matematis siswa antara terdapat peningkatan atau tidak dilakukan
kelas eksperimen yang tahap pengujian perbedaan rerata dengan
menggunakan model learning uji-t (one sample t-test) terhadap perolehan
cycle 7e dengan kelas kontrol indeks gain kelas eksperimen.
yang menggunakan Sebelum dilakukan uji-t gain pada
pembelajaran konvensional. kelas eksperimen, terlebih dahulu
Keterangan : dilakukan uji normalitas gain kelas
1 rata-rata kelas yang menggunakan eksperimen. Uji normalitas dilakukan
dengan menggunakan uji Kolmogorov-
model learning cycle 7e
Smirnov, diperoleh hasil pengujian
2 rata-rata kelas yang menggunakan
normalitas gain kelas eksperimen dengan
pembelajaran konvensional nilai signifikansi sebesar 0,200. Nilai
Taraf signifikansi yang digunakan signifikansi tersebut lebih dari 0,05, maka
untuk pengujian ini adalah = 0,05. Hasil
Lia Purnama Sari, Komariah, Edi Rohendi, Pengaruh Model Learning Cycle 7e 8
terhadap Kemampuan Pemecahan Masalah Matematis Siswa Sekolah Dasar

H0 diterima, artinya data berasal dari Berdasarkan kriteria pengambilan


populasi yang berdistribusi normal. keputusan, maka H0 ditolak. Hal tersebut
Selanjutnya uji-t (one sample t-test) berarti bahwa terdapat peningkatan
pada data gain kelas eksperimen bertujuan kemampuan pemecahan masalah matematis
untuk mengetahui terdapat atau tidaknya siswa setelah memperoleh pembelajaran
peningkatan kemampuan pemecahan matematika dengan menggunakan model
masalah matematis siswa pada kelas learning cycle 7e.
eksperimen. Hipotesis dalam uji-t adalah Kelas Kontrol
sebagai berikut. Perolehan gain ternormalisasi pada
Ho : 0 0, Tidak terdapat peningkatan kelas kontrol yaitu sebesar 0,44 dengan
kemampuan pemecahan interpretasi sedang. Untuk mengetahui atau
masalah matematis siswa yang mengidentifikasi terdapat peningkatan atau
memperoleh pembelajaran tidak dilakukan tahap pengujian perbedaan
matematika dengan model rerata dengan uji-t (one sample t-test).
learning cycle 7e. Sebelum dilakukan uji-t gain pada
Ha : 0 > 0, Terdapat peningkatan kelas kontrol, terlebih dahulu dilakukan uji
normalitas gain kelas kontrol. Uji
kemampuan pemecahan
normalitas dilakukan dengan menggunakan
masalah matematis siswa yang
uji Kolmogorov-Smirnov, diperoleh hasil
memperoleh pembelajaran
pengujian normalitas gain kelas kontrol
matematika dengan model
dengan nilai signifikansi sebesar 0,105.
learning cycle 7e.
Nilai signifikansi tersebut lebih dari 0,05,
Taraf signifikansi yang digunakan
maka H0 diterima, artinya data berasal dari
untuk pengujian ini adalah = 0,05. populasi yang berdistribusi normal.
Kriteria pengambilan keputusan yang Selanjutnya uji-t (one sample t-test)
digunakan adalah apabila hasil nilai pada data gain kelas kontrol bertujuan
signifikansi (sig) 0,05 maka Ho diterima untuk mengetahui terdapat atau tidaknya
dan Ho ditolak jika nilai signifikansi (sig) < peningkatan kemampuan pemecahan
0,05. masalah matematis siswa pada kelas
Tabel 5 kontrol. Hipotesis dalam uji-t adalah
Hasil Uji-t (one sample t-test) Gain Kelas sebagai berikut.
Eksperimen Ho : 0 0, Tidak terdapat peningkatan
One-Sample Test
Test Value = 0 kemampuan pemecahan
T d Sig. Mean 95% Confidence masalah matematis siswa yang
f (2- Differ Interval of the memperoleh pembelajaran
tailed) ence Difference
Lower Upper matematika dengan model
Gain_ 23,815 29 ,000 ,66782 ,6105 ,7252 konvensional.
Eksperim
en
Ha : 0 > 0, Terdapat peningkatan
kemampuan pemecahan
Berdasarkan tabel 5, diperoleh hasil masalah matematis siswa yang
perhitungan uji perbedaan rerata dengan memperoleh pembelajaran
uji-t satu sampel (one sample t-test) matematika dengan model
menunjukkan nilai signifikansi kemampuan konvensional.
pemecahan masalah matematis siswa kelas Taraf signifikansi yang digunakan
eksperimen sebesar 0,000. Nilai untuk pengujian ini adalah = 0,05. Hasil
signifikansi ini kurang dari 0,05. uji-t (one sample t-test) gain kelas kontrol
9 Antologi...., Volume..., Nomor..., Juni 2015

ternormalisasi kemampuan pemecahan


adalah sebagai berikut. masalah matematis siswa yang diperoleh
Tabel 6 kelas eksperimen yaitu sebesar 0,66 dengan
Hasil Uji-t (one sample t-test) Gain Kelas interpretasi sedang. Hal tersebut juga
Kontrol diperkuat dengan hasil uji perbedaan rerata
One-Sample Test gain kelas eksperimen melalui uji-t (one
Test Value = 0
sample t-test) yang menunjukkan nilai
T df Sig. Mean 95% Confidence
(2- Differ Interval of the signifikansi sebesar 0,000. Nilai
tailed ence Difference signifikansi ini kurang dari 0,05. Hal
) Lower Upper tersebut berarti bahwa terdapat peningkatan
Gain_ 22,116 29 ,000 ,43660 ,3962 ,4770
Kontrol kemampuan pemecahan masalah matematis
siswa setelah memperoleh pembelajaran
Berdasarkan tabel 6, diperoleh hasil matematika dengan menggunakan model
perhitungan uji perbedaan rerata dengan learning cycle 7e.
uji-t satu sampel (one sample t-test) Peningkatan kemampuan pemecahan
menunjukkan nilai signifikansi kemampuan masalah matematis siswa yang terjadi pada
pemecahan masalah matematis siswa kelas kelas eksperimen karena siswa membangun
kontrol sebesar 0,000. Nilai signifikansi ini pengetahuannya sendiri sehingga
kurang dari 0,05. Berdasarkan kriteria pembelajaran yang didapatkannya menjadi
pengambilan keputusan, maka H0 ditolak. lebih bermakna. Menurut Ausubel, belajar
Hal tersebut berarti bahwa terdapat bermakna merupakan suatu proses
peningkatan kemampuan pemecahan mengaitkan informasi baru pada konsep-
masalah matematis siswa setelah konsep yang relevan terdapat dalam
memperoleh pembelajaran matematika struktur kognitif seseorang.
dengan menggunakan model konvensional. Piaget (Susilawati, 2012, hlm 232)
mengemukakan bahwa, "Perkembangan
Kemampuan Pemecahan Masalah kognitif merupakan pengkonstruksian suatu
Matematis Siswa Setelah Memperoleh kerangka mental oleh siswa untuk
Pembelajaran Matematika dengan memahami lingkungan mereka, sehingga
Model Learning Cycle 7e siswa bebas membangun pengetahuan
Pembelajaran matematika dengan mereka sendiri". Piaget percaya bahwa
menggunakan model learning cycle 7e belajar terjadi karena siswa memang
pada kelas eksperimen mampu mengkonstruksi pengetahuannya.
meningkatkan kemampuan pemecahan Pembelajaran dengan menggunakan model
masalah matematis siswa. Hal tersebut learning cycle 7e dapat memberikan
dapat dilihat dari hasil rata-rata nilai pretest kesempatan kepada siswa untuk
dan posttest yang diperoleh kelas membangun pengetahuannya sendiri
eksperimen. Berdasarkan data yang sehingga kemampuan berpikir siswa dapat
diperoleh, rata-rata nilai pretest kelas berkembang secara maksimal. Siswa dapat
eksperimen adalah 42,07 dan rata-rata nilai membangun pengetahuannya sendiri
posttest kelas eksperimen adalah 80,27. melalui tujuh tahapan pembelajaran yang
Data yang diperoleh tersebut menunjukkan ada pada model learning cycle 7e terutama
bahwa adanya peningkatan kemampuan pada tahap explore. Pada tahap explore,
pemecahan masalah matematis siswa siswa diberi kesempatan untuk membangun
setelah mendapatkan pembelajaran pengetahuannya secara berkelompok.
matematika dengan menggunakan model Kegiatan secara berkelompok dapat
learning cycle 7e yaitu sebesar 38,2. Gain
Lia Purnama Sari, Komariah, Edi Rohendi, Pengaruh Model Learning Cycle 7e 10
terhadap Kemampuan Pemecahan Masalah Matematis Siswa Sekolah Dasar

membuat interaksi sosial yang baik eksperimen dan kelas kontrol dilakukan uji
diantara siswa untuk menyelesaikan soal gain ternormalisasi. Berdasarkan uji gain,
pemecahan masalah yang diberikan. didapatkan rata-rata gain kelas eksperimen
0,66 dan berada pada kriteria sedang,
Kemampuan Pemecahan Masalah sedangkan rata-rata gain kelas kontrol 0,44
Matematis Siswa Setelah Memperoleh dan berada pada kriteria
Pembelajaran Matematika dengan sedang.Berdasarkan analisis data yang
Model Konvensional telah dilakukan, diperoleh kemampuan
Pembelajaran matematika dengan pemecahan masalah matematis awal siswa
menggunakan model konvensional pada kelas eksperimen dan kelas kontrol adalah
kelas kontrol mampu meningkatkan sama. Hal ini terlihat dari rata-rata pretest
kemampuan pemecahan masalah matematis yang diperoleh oleh kedua kelas.
siswa. Hal tersebut dapat dilihat dari hasil Berdasarkan hasil analisis data rata-rata
rata-rata nilai pretest dan posttest yang pretest kelas eksperimen dan kelas kontrol,
diperoleh kelas kontrol. Berdasarkan data maka diperoleh rata-rata untuk kelas
yang diperoleh, rata-rata nilai pretest kelas eksperimen 42,07 dan kelas kontrol 41,13.
kontrol adalah 41,13 dan posttest kelas Selisih nilai rata-rata pretest kedua kelas
kontrol adalah 67,07. Data yang diperoleh adalah 0,94. Oleh karena itu, dapat
tersebut menunjukkan bahwa adanya disimpulkan bahwa kemampuan awal
peningkatan kemampuan pemecahan pemecahan masalah yang dimiliki oleh
masalah matematis siswa setelah kelas eksperimen dan kelas kontrol adalah
mendapatkan pembelajaran matematika tidak memiliki perbedaan yang signifikan.
dengan menggunakan model konvensional Setelah dilakukan treatment
yaitu sebesar 38,2. Gain ternormalisasi (perlakuan) terhadap kelas eksperimen
kemampuan pemecahan masalah matematis dengan menggunakan model learning cycle
siswa yang diperoleh kelas eksperimen 7e dan kelas kontrol dengan menggunakan
yaitu sebesar 0,44 dengan interpretasi pembelajaran konvensional, selanjutnya
sedang. Hal tersebut juga diperkuat dengan siswa diberikan posttest. Berdasarkan hasil
hasil uji perbedaan rerata gain kelas posttest, diperoleh nilai rata-rata posttest
eksperimen melalui uji-t (one sample t-test) kelas eksperimen adalah 80,27 dan kelas
yang menunjukkan nilai signifikansi kontrol adalah 67,07. Ketika melihat hasil
sebesar 0,000. Nilai signifikansi rata-rata rata-rata posttest kelas eksperimen dan
ini kurang dari 0,05. Hal tersebut berarti kelas kontrol, maka dapat dilihat bahwa
bahwa terdapat peningkatan kemampuan rata-rata nilai posttest kelas eksperimen
pemecahan masalah matematis siswa lebih tinggi jika dibandingkan dengan rata-
setelah memperoleh pembelajaran rata nilai posttest di kelas kontrol. Hasil
matematika dengan menggunakan model posttest tersebut menunjukkan bahwa ada
konvensional. perbedaan kemampuan pemecahan masalah
matematis siswa yang dimiliki oleh kelas
Perbedaan Kemampuan Pemecahan eksperimen dan kelas kontrol.
Masalah Matematis Siswa yang Selisih rata-rata kedua kelas adalah
Memperoleh Pembelajaran Matematika 13,2. Kenaikan rata-rata nilai posttest dari
dengan Menggunakan Model Learning nilai pretest kelas eksperimen adalah 38,2
Cycle 7e dengan Siswa yang Memperoleh dan kenaikan rata-rata nilai posttest
Pembelajaran Matematika dengan darinilai pretest kelas kontrol adalah 25,94.
Model Konvensional Hal tersebut menunjukkan bahwa
Untuk mengetahui seberapa besar kemampuan pemecahan masalah matematis
peningkatan perbedaan kemampuan siswa pada kelas eksperimen yang
pemecahan masalah matematis pada kelas
11 Antologi...., Volume..., Nomor..., Juni 2015

menggunakan model learning cycle 7e DAFTAR PUSTAKA


lebih baik daripada kemampuan pemecahan Adyani, R. (2010). Upaya meningkatkan
masalah yang dimiliki oleh kelas kontrol kemampuan pemecahan masalah
yang menggunakan pembelajaran volume balok siswa kelas V SD
konvensional, bisa dilihat pada hasil selisih melalui pendekatan pembelajaran
yang jauh yaitu sebesar 38,2. matematika realistik. (Skripsi).
PGSD Jurusan Pedagogik Fakultas
KESIMPULAN Ilmu Pendidikan, Universitas
Berdasarkan hasil penelitian dan Pendidikan Indonesia, Bandung.
pembahasan pada Bab IV, maka dapat
dibuat beberapa simpulan sebagai berikut. Sadulloh, U., Bambang, R., & Agus, M.
1. Kemampuan pemecahan masalah (2007). Pedagogik. Bandung: Cipta
matematis siswa setelah memperoleh Utama.
pembelajaran matematika dengan
Sugiyono. (2012). Metode penelitian
menggunakan model learning cycle 7e
kuantitatif, kualitatif, dan R&D.
mengalami peningkatan.
Bandung: Alfabeta.
2. Kemampuan pemecahan masalah
matematis siswa setelah memperoleh Susanto, A. (2014). Teori belajar &
pembelajaran matematika dengan model pembelajaran di sekolah dasar.
konvensional mengalami peningkatan. Jakarta: Kencana Prenadamedia
3. Kemampuan pemecahan masalah Group.
matematis siswa yang memperoleh
pembelajaran matematika dengan Susilawati, W. (2012). Belajar dan
menggunakan model learning cycle 7e pembelajaran matematika. Bandung:
dan siswa yang memperoleh CV Insan Mandiri.
pembelajaran matematika dengan model
konvensional terdapat perbedaan. Windayana, H. Dkk. (2005). Modul
Perbedaan tersebut dapat dilihat dari pendidikan matematika 1. Bandung:
hasil uji perbedaan rata-rata posttest UPI Press.
yang menunjukkan bahwa nilai
signifikansi yang diperoleh adalah
0,000. Nilai signifikansi ini lebih kecil
dari 0,05. Berdasarkan kriteria
pengambilan keputusan, maka dapat
disimpulkan bahwa terdapat perbedaan
kemampuan pemecahan masalah
matematis siswa antara kelas
eksperimen dan kelas kontrol. Selain itu,
perbedaannya juga dapat dilihat dari
nilai rata-rata posttest yaitu rata-rata
posttest yang diperoleh oleh kelas
eksperimen adalah 80,27 dan rata-rata
posttest yang diperoleh oleh kelas
kontrol adalah 67,07. Dengan demikian,
maka model learning cycle 7e
berpengaruh terhadap kemampuan
pemecahan masalah matematis siswa.

Anda mungkin juga menyukai