Intention PDF
Intention PDF
TINJAUAN PUSTAKA
temui di tempat penelitian jika tidak memiliki acuan landasan teori yang
bangunan. Bangunan akan terlihat kokoh bila fondasinya kuat, begitu pula dengan
penulisan skripsi, tanpa landasan teori penelitian dan metode yang digunakan tidak
akan berjalan lancar. Peneliti juga tidak bisa membuat pengukuran atau tidak
memiliki standar alat ukur jika tidak ada landasan teori. Seperti yang diungkapkan
Sugiyono (2012) bahwa landasan teori perlu ditegakkan agar penelitian itu
mempunyai dasar kokoh dan bukan sekedar perbuatan coba-coba (trial and error).
penelitian. Landasan teori ini akan menjadi dasar yang kuat dalam sebuah
penelitian yang akan dilakukan. Pembuatan landasan teori yang baik dan benar
dalam sebuah penelitian menjadi hal yang penting karena landasan teori ini
Di dalam landasan teori ini ada variabel penelitian yang akan dibahas.
Variabel penelitian adalah sesuatu yang berbentuk apa saja yang ditetapkan oleh
variabel bebas, (3) variabel intervening, (4) variabel moderator, (5) variabel
Variabel yang akan dibahas dalam penelitian ini adalah, variabel dependen
Bluedorn dalam Grant et al., (2001) niat untuk keluar intention adalah
Hollingsworth, dalam Grant et al., (2001) keinginan untuk pindah dapat dijadikan
gejala awal terjadinya niat untuk keluar dalam sebuah perusahaan. Intensi
keluar (intention to leave) juga dapat diartikan sebagai pergerakan tenaga kerja
keluar dari organisasi. Niat untuk keluar dapat berupa pengunduran diri,
organisasi.
secara sukarela (voluntary niat untuk keluar) maupun secara tidak sukarela
(involuntary niat untuk keluar). Voluntary niat untuk keluar atau quit merupakan
disebabkan oleh faktor seberapa menarik pekerjaan yang ada saat ini, dan
tersedianya alternatif pekerjaan lain. Sebaliknya, involuntary niat untuk keluar atau
mengalaminya.
adalah sama dengan keinginan berpindahnya karyawan dari satu tempat kerja ke
tempat kerja lainnya. Pendapat tersebut menunjukkan bahwa intensi niat untuk
keluar adalah keinginan untuk berpindah, belum pada tahap realisasi yaitu
kadar intensitas dari keinginan untuk keluar dari perusahaan, banyak alasan yang
menyebabkan timbulnya intensi niat untuk keluar ini dan diantaranya adalah
keinginan untuk mendapatkan pekerjaan yang lebih baik. Pendapat tersebut juga
relatif sama dengan pendapat yang diungkapkan sebelumnya, bahwa intensi niat
untuk keluar pada dasarnya adalah keinginan untuk meninggalkan (keluar) dari
perusahaan.
Di lain pihak, dalam kasus nyata, program pengembangan perusahaan yang sangat
Jackofsky dan Peter (2003) member batasan niat untuk keluar sebagai
untuk keluar sebagai perpisahan antara perusahaan dan pekerja, sedangkan Scott
(2007) mendefinisikan gejala niat untuk keluar sebagai perpindahan tenaga kerja
yangbersangkutan.
Niat untuk keluar adalah keluar masuknya tenaga kerja dalam suatu
(2003) yang dimaksud dengan niat untuk keluar adalah proporsi jumlah anggota
organisasi yang secara sukarela dan tidak meninggalkan organisasi dalam kurun
waktu tertentu, umumnya dinyatakan dalam satu tahun,niat untuk keluar tidak
dan saling berkait satu sama lain. Diantara factor-faktor tersebut yang akan dibahas
antara lain adalah usia, lama kerja, tingkat pendidikan, keikatan terhadap
keluar yang lebih tinggi daripada pekerja-pekerja yang lebih tua. Penelitian-
dan intens niat untuk keluar dengan arah hubungan negatif. Artinya semakin tinggi
Hal ini mungkin disebabkan pekerja yang lebih tua enggan berpindah-
pindah tempat kerja karena berbagai alas an seperti tanggung jawab keluarga,
mobilitas yang menurun, tidak mau repot pindah kerja dan memulai pekerjaan di
tempat kerja baru, atau karena energy yang sudah berkurang, dan lebih lagi karena
senioritas yang belum tentu diperoleh di tempat kerja yang baru walaupun gaji dan
cenderung tinggi pada karyawan berusia muda disebabkan karena mereka masih
ingin mendapatkan keyakinan diri lebih besaar melalui cara coba-coba tersebut.
yang lebih banyak untuk mendapat pekerjaan baru dan memiliki tanggung jawab
mereka yang sebelumnya menurut Porter dan Steer, Wanous dan Mobley, (2006).
2.1.2.2 Lama kerja
kelompok tertentu dari orang-orang yang dipekerjakan, dua pertiga sampai tiga
perempat bagian dari mereka yang keluar terjadi pada akhir tiga tahun pertama
masa bakti, berdasarkan data ini lebih dari setengahnya sudah terjadi pada akhir
menunjukkan adanya korelasi negatif antara masa kerja dengan niat untuk keluar,
yang berarti semakin lama masa kerja semakin rendah kecenderungan niat untuk
keluarnya (Prihastuti, 2002).Niat untuk keluar lebih banyak terjadi pada karyawan
dengan masa kerja lebih singkat (Parson, 2005). Interaksi dengan usia, kurangnya
dorongan untuk melakukan niat untuk keluar.Dalam hal ini Maier (2001)
yang tinggi dan jabatan yang sesuai dengan jabatan yang diinginkan maka
dan sebaliknya. Pekerja yang mempunyai rasa keikatan yang kuat terhadap
perusahaan tempat ia bekerja berarti mempunyai dan membentuk perasaan
memiliki (sense of belonging), rasa aman, efikasi, tujuan dan arti hidup, serta
gambaran diri yang positif (Mowday, 2002). Akibat secara langsung adalah
Arnold dan Fieldman (2002) menunjukkan bahwa tingkat niat untuk keluar
tidak puas seseorang terhadap pekerjaannya akan semakin kuat dorongannya untuk
aspek atau nilai-nilai dalam perusahaan sesuai dengan dirinya maka semakin tinggi
tingkat kepuasan yang dirasakan. Hal ini sejalan dengan discrepancy theory yang
menyatakan bahwa kepuasan dapat tercapai bila tidak ada perbedaan antara apa
yang seharusnya ada (harapan, kebutuhan, nilai-nilai) dengan apa yang menurut
memiliki pengaruh yang cukup besar terhadap perilaku karyawan dan secara
langsung mengurangi niat untuk keluar.Dalam budaya yang kuat, nilai-nilai utama
sebuah organisasi atau perusahaan sangat di pegang teguh dan tertanam pada
tersebut dan semakin besar komitmen terhadapnya maka semakin kuat budaya
perusahaan itu. Budaya yang kuat ini akan membentuk kohesivitas, kesetiaan, dan
Karyawan yang merasa puas dengan apa yang diterima serta dengan
kerjaanya dari perusahaan maka cenderung betah dan tidak ingin meninggalkan
(2008:111-112)
pekerjaannya,
kepuasan
kebosanan/stress atau
biasa-biasa saja bahkan bisa jadi pekerjaan itu sulit dilakukan dan terlalu
kebosanan.
Smith, Kendall, dan Hulin (1969) dalam Masud (2004). Instrumen tersebut berisi
responden dapat ditentukan apakah kepuasan kerja karyawan tinggi atau kepuasan
karyawan rendah.
pekerjaan mereka. Sikap senang dan tidak senang terhadap pekerjaan dan
menyenangkan dan mencintai pekerjaanya. Sikap ini akan berdampak pada moral
kerja, kedisiplinan, dan prestasi kerja. Robbins (2003:91) kepuasan kerja (job
yang positif yang merupakan hasil evaluasi dari pengalaman kerja). Tanggapan
emosional bisa berupa perasaan puas (positif) atau tidak puas sebaliknya bila tidak
tersebut . Senada dengan itu, Noe, et. all (2006) mendefinisikan kepuasan kerja
and Kreitner (2005) mendefinisikan kepuasan kerja sebagai respon sikap atau
emosi terhadap berbagai segi pekerjaan seseorang. Definisi ini memberi arti
bahwa kepuasan kerja bukan suatu konsep tunggal. Lebih dari itu seseorang dapat
secara relative dipuaskan dengan satu aspek pekerjaannya dan dibuat tidak puas
dengan satu atau berbagai aspek. Dalam pandangan yang hampir sama, Nelson
and Quick (2006) menyatakan bahwa kepuasan kerja adalah suatu kondisi
emosional yang positif dan menyenangkan sebagai hasil dari penilaian pekerjan
faktor:
1. Balas jasa yang adil dan layak.
Menurut Kreitner dan Kinicki (2005) terdapat lima faktor yang dapat
antara apa yang diharapkan dan yang diperoleh individu dari pekerjaan. Apabila
harapan lebih besar daripada apa yang diterima, orang akan tidak puas. Sebaliknya
diperkirakan individu akan puas apabila mereka menerima manfaat diatas harapan.
merupakan hasil dari persepsi orang bahwa perbandingan antara hasil kerja dan
atau teman tampak puas terhadap variasi lingkungan kerja, sedangkan lainnya
kelihatan tidak puas. Model ini didasarkan pada keyakinan bahwa kepuasan kerja
sebagian merupakan fungsi sifat pribadi dan faktor genetik. Model menyiratkan
dengan hingga sejauh mana individu merasakan secara positif atau negative
melebihi dari yang diinginkan, maka orang akan menjadi lebih puas lagi,
merasa puas atau tidak puas, tergantung pada ada atau tidaknya keadilan
dalam suatu situasi, khususnya situasi kerja. Menurut teori ini komponen
utama dalam teori keadilan adalah input, hasil, keadilan dan ketidakadilan.
seseorang di perusahaan yang sama, atau ditempat lain atau bisa pula dengan
3. Teori dua faktor (two factor theory). Kepuasan kerja dan ketidakpuasan kerja
pekerjaan itu bukan suatu variabel yang kontinu. Teri ini merumuskan
kepuasan kerja yang terdiri dari : pekerjaan yang menarik, penuh tantangan,
antarpribadi, kondisi kerja dan status. Faktor ini diperlukan untuk memenuhi
dorongan biologis serta kebutuhan dasar karyawan. Jika tidak terpenuhi faktor
ini, karyawan tidak akan puas. Namun, jika besarnya faktor ini memadai untuk
sikapnya senang atau tidak senang, puas atau tidak puas dalam bekerja.
situasi kerja, kerjasama antar karyawan, imbalan yang diterima dalam kerja, dan
adalah suatu perasaan yang menyokong atau tidak menyokong diri pegawai yang
pengertian beberapa ahli diatas maka dapat ditarik kesimpulan bahwa: pengertian
kepuasan kerja adalah perasaan senang dan puas yang dialami seseorang dalam
melakukan pekerjaanya .
degree to which employees believe in and accept organizational goals and desire
1) Kepercayaan dan penerimaan yang kuat atas tujuan dan nilainilai organisasi,
2) Kemauan untuk mengusahakan tercapainya kepentingan organisasi, dan
organisasi.
organisasi merupakan sikap yang dimiliki karyawan untuk tetap loyal terhadap
perusahaan dan bersedia untuk tetap bekerja dengan sebaik mungkin demi
organisasional, yaitu :
yang bersifat aktif dan positif dari anggota terhadap organisasi, yakni sikap
1) Karakteristik pribadi yang berkaitan dengan usia dan masa kerja, tingkat
otonomi, jam kerja, tantangan dalam pekerjaan, serta tingkat kesulitan dalam
pekerjaan.
organisasi.
Steers dan Porter (1991) menyimpulkan ada tiga faktor yang mempengaruhi
komitmen awal.
Faktor yang bukan berasal dari dalam organisasi, misalnya ada tidaknya
dengan affective commitment yang tinggi akan terus menjadi anggota dalam
pembahasan ini, yaitu tentang kepuasan kerja dan komitmen organisasi dan juga
Terhadap Niat untuk keluar Intention Pada Karyawan Pt. Mitra Andalan Niaga
berpengaruh positif signifikan terhadap niat untuk keluar intention pada karyawan
PT. Mitra Andalan Niaga Nusantara Kab. Tebo. Komitmen organisasi berpengaruh
negatif signifikan terhadap niat untuk keluar intention pada karyawan PT. Mitra
pengaruh terhadap niat untuk keluar karyawan dan kepuasan kerja tidak
dalam penelitian ini terhadap variabel komitmen organisasional dan niat untuk
pengaruh yang positif dan signifikan terhadap niat untuk keluar intentions yang
ditunjukkan oleh nilai CR sebesar 4.745 dan probability sebesar 0.000. Hal
Novotel Semarang, semakin tinggi pula tingkat niat untuk keluar intentions-nya.
bahwa ada pengaruh yang searah antara kepuasan kerja dengan keterikatan
karyawan, yang dilihat dari nilai signifikansi sebesar 0,041 (signifikan pada level
5%). Hal ini merujuk pada pemikiran bahwa kepuasan kerja dipandang mampu
organisasi.
Di lain pihak, dalam kasus nyata, program pengembangan perusahaan yang sangat
aspek atau nilai-nilai dalam perusahaan sesuai dengan dirinya maka semakin
tinggi tingkat kepuasan yang dirasakan. Hal ini sejalan dengan discrepancy theory
yang menyatakan bahwa kepuasan dapat tercapai bila tidak ada perbedaan antara
apa yang seharusnya ada (harapan, kebutuhan, nilai-nilai) dengan apa yang
menurut perasaan atau persepsinya telah diperoleh atau dicapai melalui pekerjaan.
Meyer dan Allen (1991) dalam Glenberg (2003) merumuskan definisi
2.4 Hipotesis
Berdasarkan kerangka pemikiran yang digambarkan di atas, maka variabel
dependen dalam penelitian ini adalah niat untuk keluar karyawan sedangkan
Jika kepuasan kerja dan komitmen organisasi tinggi,maka tingkat niat untuk
keluar rendah
Hipotesis Kerja
H1 : tidak adanya pengaruh kepuasan kerja terhadap niat untuk keluar karyawan.
Ha1 : adanya pengaruh kepuasan kerja terhadap niat untuk keluar karyawan.
karyawan.
karyawan.
Ha3 : adanya pengaruh kepuasan kerja dan komitmen organisasional terhadap niat