Anda di halaman 1dari 27

PRESENTASI KASUS

EMPIEMA

Oleh :

Naufal Bahira
NPM 1102013209

Pembimbing :
dr. H. Edy Kurniawan, Sp.P

KEPANITERAAN KLINIK ILMU PENYAKIT DALAM


RSUD ARJAWINANGUN KAB. CIREBON
FAKULTAS KEDOKTERAN UNIVERSITAS YARSI- JAKARTA
2017
BAB I
PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang


Empiema saat ini masih menjadi masalah penting dalam bidang penyakit paru.
Angka kematian penyakit ini berkisar antara 5 hingga 30 persen dengan 1 insidens
bervariasi berdasar kondisi komorbid. Walaupun terapi antibiotika berkembang pesat,
drainase pleura memadai dan pembedahan dekortikasi tersedia, terapi ini belum dapat
menurunkan angka kematian empiema. Pada 20-30% pasien empiema, pemberian
antibiotika dan drainase dengan 2 perkutaneous chest tube gagal mengendalikan
infeksi. Penelitian lain melaporkan bahwa 5-10% pasien pneumonia yang dirawat di
rumah sakit berkembang menjadi empiema dan angka kematian meningkat secara
bermakna dibandingkan pasien pneumonia tanpa empiema. Angka kematian juga
akan meningkat 1 hingga 40% pada immunocompromised.
Di negara yang sudah maju insiden empiema thoraks pada saat ini sudah
sangat menurun, berkat pengobatan penyakit pneumonia/bronchopneumonia dengan
antibiotik secara adekuat. Namun di negara yang sedang berkembang seperti
Indonesia, insidens masih tinggi. Insidens tertinggi terdapat pada masa bayi (infancy).
Di Indonesia, diantara 2.192 penderita yang dirawat oleh karena berbagai
macam penyakit paru di bagian penyakit paru RS. Dr. Soetomo/FK Universitas
Airlangga Surabaya sejak tanggal 1 Januari 1973 - 31 Desember 1975 terdapat 74
penderita empiema thorasis (3,4%). Dari kasus tersebut terdapat 57 penderia pria
(77%) dan 17 penderita wanita (23%) yang berarti ratio pria dan wanita adalah 3,4 : 1.
Secara internasional; timbulnya infeksi rongga pleura atau empiema tidak diketahui,
bagaimanapun 4.000 kasus infeksi rongga pleura terjadi dalam setahun di Inggris

2
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA

2.1 Definisi
Empiema adalah terkumpulnya cairan purulen (pus) di dalam rongga pleura.
Awalnya, cairan pleura adalah cairan encer dengan jumlah leukosit rendah, tetapi sering
kali berlanjut menjadi stadium fibropurulen dan akhirnya sampai pada keadaan di mana
paru-paru tertutup oleh membrane eksudat yang kental. Hal ini dapat terjadi jika abses
paru-paru meluas sampai ke rongga pleura. Meskipun empiema sering kali merupakan
komplikasi dari infeksi pulmonal, tetapi dapat juga terjadi jika pengobatan yang
terlambat.

2.2 Etiologi
Empiema thoraks dapat disebabkan oleh infeksi yang berasal dari paru atau luar paru.
1. Infeksi berasal dari paru
- Pneumonia
- Abses paru
Bila timbul di perifer paru dan berdekatan dengan plura visceralis, kadang-
kadang dinding abses bisa pecah serta ikut pula merobek pleura visceralis yang
pada akhirnya menjadi empiema
- Fistel bronkopleura
- Bronkiektasis
- Tuberculosis paru
- Aktinomikosis paru

2. Infeksi berasal dari luar paru


- Trauma thoraks
- Pembedahan thoraks
- Torakosentesis
Masuknya jarum ke dinding dada untuk mengalirkan cairan di rongga pleura,
biasanya jarang terjadi
- Abses subfrenik,missal abses hati karena amuba

3
2.3 Klasifikasi
Berdasarkan perjalanan penyakitnya, empiema thoraks dapat dibagi dua yaitu
empiema akut dan empiema kronis. Empiema akut terjadi sekunder akibat infeksi
ditempat lain. Terjadinya peradangan akut yang diikuti pembentukan eksudat. Batas
tegas antara empiema akut dan kronis sukar ditentukan. Empiema disebut kronis, bila
prosesnya berlangsung lebih dari 3 bulan.
Berdasarkan American Thoracis Society membagi empiema thoraks menjadi tiga
stadium antara lain :
1. Stadium 1 disebut juga stadium eksudatif atau stadium akut, yang terjadi pada
hari-hari pertama saat efusi. Inflamasi pleura menyebabkan peningkatan
permeabilitas dan terjadi penimbunan cairan pleura namun masih sedikit. Cairan
yang dihasilkan mengandung elemen seluler yang kebanyakan terdiri atas netrofil.
Stadium ini terjadi selama 24-72 jam dan kemudian berkembang menjadi stadium
fibropurulen. Cairan pleura mengalir bebas dan dikarakterisasi dengan jumlah
darah putih yang rendah dan enzim laktat dehidrogenase (LDH) yang rendah serta
glukosa dan pH yang normal, drainase yang dilakukan sedini mungkin dapat
mempercepat perbaikan.
2. Stadium 2 disebut juga dengan stadium fibropurulen atau stadium transisional
yang dikarakterisasi dengan inflamasi pleura yang meluas dan bertambahnya
kekentalan dan kekeruhan cairan. Cairan dapat berisi banyak leukosit
polimorfonuklear, bakteri, dan debris selular. Akumulasi protein dan fibrin
disertai pembentukan membran fibrin, yang membentuk bagian atau lokulasi
dalam ruang pleura. Saat stadium ini berlanjut, pH cairan pleura dan glukosa
menjadi rendah sedangkan LDH meningkat. Stadium ini berakhir setelah 7-10 hari
dan sering membutuhkan penanganan yang lanjut seperti torakostomi dan
pemasangan tube.
3. Stadium 3 disebut juga stadium organisasi (kronik). Terjadi pembentukan kulit
fibrinosa pada membran pleura, membentuk jaringan yang mencegah ekspansi
pleura dan membentuk lokulasi intrapleura yang menghalangi jalannya tuba
torakostomi untuk drainase. Kulit pleura yang kental terbentuk dari resorpsi cairan
dan merupakan hasil dari proliferasi fibroblas. Parenkim paru menjadi
terperangkap dan terjadi pembentukan fibrotoraks. Stadium ini biasanya terjadi
selama 2 4 minggu setelah gejala awal.

4
2.4 Patogenesis
Pleura merupakan membran permeabel yang menjaga keseimbangan antara cairan
masuk dan keluar rongga pleura. Cairan masuk ke rongga pleura melalui filtrasi dari
ujung kapiler arteri kemudian sebagian besar direabsorbsi kembali oleh ujung jaringan
vena. Akumulasi cairan rongga pleura dapat terjadi karena gangguan hukum Starling
yang mengatur filtrasi dan absorbsi, gangguan drainase limfatik atau keduanya.
Transudat terjadi bila kekuatan mekanik tekanan hidrostatik dan onkotik
menyebabkan terjadinya filtrasi cairan melebihi absorbsi. Permukaan pleura pada
keadaan ini tidak terlibat secara langsung, sebaliknya pada eksudat terjadi karena
peningkatan permeabiliti kapiler misalnya pada penyakit inflamasi yang melibatkan
permukaan pleura atau gangguan yang menghambat drainase limfatik.
Terjadinya empiema thorak dapat melalui tiga jalan antara lain
1. Sebagai komplikasi penyakit pneumonia atau bronchopneumonia dan abscessus
pulmonum, oleh karena kuman menjalar per continuitatum dan menembus pleura
visceralis
2. Secara hematogen , kuman dari fokus lain sampai di pleura visceralis
3. Infeksi dari luar dinding thorax yang menjalar ke dalam rongga pleura, misalnya
pada trauma thoracis, abses dinding thorax.
Terjadinya empiema akibat invasi basil piogenik ke pleura, timbul peradangan
akut yang diikuti dengan pembentukan eksudat serous dengan banyak sel-sel PMN baik
yang hidup ataupun mati dan meningkatnya kadar protein, maka cairan menjadi keruh
dan kental. Adanya endapan-endapan fibrin akan membentuk kantong-kantong yang
melokalisasi nanah tersebut. Apabila nanah menembus bronkus timbul fistel bronko
pleura, atau menembus dinding thorak dan keluar melalui kulit disebut empiema
nasessitatis. Stadium ini masih disebut empiema akut yang lama-lama akan menjadi
kronis (batas tak jelas).
Empiema merupakan suatu proses luas, yang terdiri atas serangkaian daerah
berkotak-kotak yang melibatkan sebagian besar dari satu atau kedua rongga pleura.
Dapat pula terjadi perubahan pleura parietal. Jika nanah yang tertimbun tersebut tidak
disalurkan keluar,maka akan menembus dinding dada ke dalam parenkim paru dan
menimbulkan fistula. Kantung-kantung nanah yang terkotak-kotak akhirnya
berkembang menjadi rongga-rongga abses berdinding tebal, atau dengan terjadinya
pengorganisasian eksudat maka paru dapat menjadi kolaps serta dikelilingi oleh sampul
tebal yang tidak elastis.
5
2.5 Manifestasi Klinis
Empiema dibagi menjadi dua stadium yaitu :
A. Empiema Akut
Terjadi sekunder akibat infeksi tempat lain, bukan primer dari pleura. Pada
permulaan, gejala-gejalanya mirip dengan pneumonia, yaitu panas tinggi dan nyeri
pada dada pleuritik. Pada pemeriksaan fisik didapatkan adanya tanda-tanda cairan
dalam rongga pleura. Bila stadium ini dibiarkan sampai beberapa minggu maka
akan timbul toksemia, anemia, dan clubbing finger. Jika nanah tidak segera
dikeluarkan akan timbul fistula bronkopleura. Adanya fistula ditandai dengan batuk
yang makin produktif, bercampur nanah dan darah yang masif, serta kadang bisa
timbul sufokasi (mati lemas).
Pada kasus empiema karena pneumotoraks pneumonia, timbulnya cairan
adalah setelah keadaan pneumonianya membaik. Sebaliknya pada Streptococcus
pneumonia, empiema timbul sewaktu masih akut. Pneumonia karena baksil gram
negatif seperti E. coli atau Bakterioids sering kali menimbulkan empiema.
B. Empiema Kronis
Batas yang tegas antara empiema akut dan kronis sukar ditentukan. Disebut
kronis jika empiema berlangsung selama lebih dari tiga bulan. Penderita mengeluh
badannya terasa lemas, kesehatan makin menurun, pucat, clubbing fingers, dada
datar, dan adanya tanda-tanda cairan pleura. Bila terjadi fibrotoraks, trakea, dan
jantung akan tertarik ke sisi yang sakit.

2.6 Diagnostik
I. Anamnesis
- Demam dan keluar keringat malam.
- Nyeri pleura.
- Dispnea.
- Anoreksia dan penurunan berat badan
II. Pemeriksaan Fisik
- Pada auskultasi dada ditemukan penurunan suara napas.
- Pada perkusi dada ditemukan suara flatness.
- Pada palpasi ditemukan penurunan fremitus.
- Sisi yang sakit lebih cembung, tertinggal pada pernapasan
- Mediastinum terdorong ke sisi yang sehat
6
- Pada empiema yang kronis hemitoraks yang sakit mungkin sudah mengecil
karena terbentuknya schwarte. (Schwarte : Suatu Keadaan penebalan lapisan
pleura, yang diakibatkan efusi pleura yang sudah mengalami reabsorbsi)

Selain berdasarkan gejala klinis dan pemeriksaan fisik pada pemeriksaan


laboratorium didapat kadar LDH, total protein dan WBC yang meningkat dari normal.
Biopsy pleura dapat dilakukan bersamaan dengan pungsi. Jaringan yang didapat
dikirimkan untuk pemeriksaan patologi anatomi dan mikroskopis.
Pada pemeriksaan patologi anatomi didapatkan gambaran endapan sentrifugasi
padat dengan sel-sel radang yang terdiri dari leukosit, PMN dan histiosit, kesan
pleuritis supuratif.

Patologi anatomi pada empiema

Diperlukan foto rontgen thorax (AP dan lateral) yang dibuat baik dalam posisi
tiduran atau tegak, yang menunjukkan cairan dalam rongga pleura misalnya
perselubungan yang homogeny, penebalan pleura, sinus phrenicocostalis menghilang,
sela iga melebar.

Foto rontgen pada pasien empiema

7
Pungsi pleura juga merupakan diagnostic penting dalam menunjukkan
keluarnya pus. Dengan cara menusuk dari luar dengan suatu semprit steril 10/20 ml
serta menghisap sedikit cairan pleura untuk dilihat secara fisik dan pemeriksaan
biokimia :
Transudat Eksudat
Tes Rivalta Negatif Positif
Protein < 3 g/dL > 3 g/dL
Rasio dengan Protein Plasma < 0.5 > 0.5
Berat Jenis < 1.016 > 1.016
Laktat Dehidrogenase < 200 IU > 200 IU
Rasio dengan LDH Plasma < 0.6 > 0.6
Leukosit > 50% Limfosit
< 50% Limfosit / (TB, Keganasan)
Mononuklear > 50% Polimorfonuklear
(Radang Akut)
pH > 7.3 < 7.3
Glukosa = Glukosa Darah < Glukosa Darah (<40)

Untuk mengetahui kuman penyebabnya diperlukan pemeriksaan sediaan


laangsung dari pus secara mikroskospik. Atau dengan pembiakan kuman (secara tak
langsung) dan uji resistensi.
Computed tomography. CT scan digunakan untuk membedakan kelainan
parenkim terhadap pleura, mengevaluasi kelainan parenkim, menentukan lokulasi,
mengevaluasi permukaan pleura, dan membantu dalam penentuan terapi. Tidak semua
penderita efusi parapneumonia dengan komplikasimemerlukan pemeriksaan CT
toraks, tetapi berguna pada penderita efusi komplikasi dengan lokulasi untuk
pertimbangan terapi, yang akan menurunkan morbiditas, mortalitasmaupun lamanya
rawat tinggal.

8
2.7 Penatalaksanaan
Prinsip penanggulangan empiema thoraks adalah :
I. Pengosongan rongga pleura
Prinsip ini seperti yang dilakukan pada abses dengan tujuan mencegah efek
toksik dengan cara membersihkan rongga pleura dari nanah dan jaringan-jaringan
yang mati.
Pengosongan pleura dilakukan dengan cara .
a) Closed drainage = tube thoracostomy = water sealed drainage (WSD) dengan
indikasi:
- Nanah sangat kental dan sukar diaspirasi
- Nanah terus terbentuk setelah 2 minggu
- Terjadinya piopneumothoraks
Pengeluaran nanah dengan cara WSD dapat dibantu dengan melakukan
penghisapan bertekanan negative sebesar 10-20 cm H2O jika penghisapan telah
berjalan 3-4 minggu, tetaapi tidak menunjukkan kemajuan, maka harus ditempuh
dengan cara lain, seperti pada empiema thoraks kronis.

b) Open drainage
Karena drainase ini menggunakan kateter thoraks yang besar, maka diperlukan
pemotongan tulang iga. Drainase terbuka ini dikerjakan pada empiema menahun
karena pengobatan yang diberikan terlambat, pengobatan tidak adekuat atau
mungkin sebab lain, yaitu drainase kurang bersih.

9
gambar 3.a open window thoracostomy: claggette procedure

Gamabr 3.b open window thoracostomy : eloesser flap

II. Pemberian antibiotik yang sesuai


Mengingat kematian utama empiema karena terjadinya sepsis, maka antibiotik
memegang peranan penting. Antibiotik harus segera diberikan begitu diagnosis
ditegakkan dan dosis harus adekuat. Pemilihan antibiotik didasarkan pada hasil
pengecatan Gram dari hapusan nanah. Pengobatan selanjutnya bergantung dari hasil
kultur dan uji kepekaan.
Empiema Stafiloccocus pada bayi paling baik diobati dengan cara paranteral
atau bila dapat diterapkan dengan penisilin G atau vankomisin. Infeksi
Pneumoccocus berespon terhadap penisilin, seftriakson atau sefotaksim, tetapi
mungkin perlu vankomisin jika terjadi resistensi terhadap penisilin. H. influenza
berespon terhadap sefotaksim, seftriakson, ampisilin atau klorampenicol.

10
Akhir-akhir ini penggunaan obat-obatan fibrolitik seperti streptokinase ,
urokinase secara intrapleural juga dapat digunakan.tetapi penggunaan fibrinolitik ini
masih dalam penelitian. fibrinolitik bekerja menghancurkan fibrin yang melekat di
permukaan pleura sehingga akan mempermudah drainase dari cairan pleura.

Kategori Obat : Antibiotik


Nama Obat Penisilin G (pfizerpen)
Golongan Interferon
Dosis 1-4 mU/4-6j
Kontraindikasi Hipersensitifitas
Perhatian Penggunaan pada penyembuhan fungsi ginjal
Keterangan Interaksi dengan probenecid dapat
meningkatkan efektivitas obat, sedangkan
dengan tetracycline dapat menurunkan
efektivitas obat

Nama Obat Vankomisin (vankokin,vancoled,lyphocin)


Golongan Dapat bekerja pada kuman gram positif dan
spesies Enterococcus
Dosis 30 mg/kgbb/hari

Kontraindikasi Hipersensitifitas
Efek Samping Eritema, flushing, reaksi anafilaktik
Keterangan Perlu diperhatikan penggunaan pada gagal
ginjal dan neutropenia

III. Penutupan rongga empiema


Pada empiema menahun, seringkali rongga empiema tidak menutup karena penebalan
dan kekakuan pleura. Bila hal ini terjadi, maka dilakukan pembedahan, yaitu :
a. Dekortikasi
Tindakan ini termasuk operasi besar yaitu : mengelupas jaringan pleura pleura
yang menebal. Indikasi dekortikasi ialah :

11
Drainase tidak berjalan baik, karena kantung-kantung yang berisi nanah.
Letak empiema sukar dicapai oleh drain
Empiema totalis yang mengalami organisasi pada pleura visceralis (peel
sangat tebal)

gambar 4. dekortikasi

b. Torakoplasti
Tindakan ini dilakukan apabila empiema tidak dapat sembuh karena adanya fistel
bronkopleura atau tidak mungkin dilakukan dekortikasi. Pada kasus ini
pembedahan dilakukan dengan memotong iga subperiosteal dengan tujuan supaya
dining thoraks dapat jatuh ke dalam rongga pleura akibat tekanan udara luar.

12
IV. Pengobatan kausal
Pengobatan kausal ditujukan pada penyakit-penyakit yang menyebabkan
terjadinya empiema , misalnya abses subfrenik. Apabila dijumpai abses subfrenik,
maka harus dilakukan drainase subdiafragmatika. Selain itu masih perlu diberikan
pengobatan spesifik, untuk amebiasis, tuberculosis, aktinomikosis dan sebagainya.

V. Pengobatan tambahan
Pengobatan ini meliputi perbaikan keadaan umum serta fisioterapi untuk
membebaskan jalan nafas dari sekret (nanah), latihan gerakan untuk mengalami cacat
tubuh (deformitas).

Penanggulangan empiema tergantung dari fase empiema :


- Fase I (Fase Eksudat)
Dilakukan drainase tertutup (WSD) dan dengan WSD dapat dicapai tujuan diagnostic
terapi dan prevensi, diharapkan dengan pengeluaran cairan tersebut dapat dicapai
pengembangan paru yang sempurna.

- Fase II (Fase Fibropurulen)


Pada fase ini penanggulangan harus lebih agresif lagi yaitu dilakukan drainase terbuka
(reseksi iga open window). Dengan cara ini nanah yanga ada dapat dikeluarkan dan
perawatan luka dapat dipertahankan. Drainase terbuka juga bertujuan untuk
menunggu keadaan pasien lebih baik dan proses infeksi lebih tenang sehingga
intervensi bedah yang lebih besar dapat dilakukan. Pada fase II ini VATS surgery
sangat bermamfaat, dengan cara ini dapat dilakukan empiemektomi dan atau
dekortikasi.

- Fase III (Fase Organisasi)


Dilakukan intervensi bedah berupa dekortikasi agar paru bebas mengembang atau
dilakukan obliterasi rongga empiema dengan cara dinding dada dikolapskan
(torakoplasti) dengan mengangkat iga-iga sesuai dengan besarnya rongga empiema,
dapat juga rongga empiema ditutup dengan periosteum tulang iga bagian dalam dan
otot interkostans (air plombage), dan ditutup dengan otot atau omentum (muscle
plombage atau omental plombage).

13
Algoritma Management Empiema

Pada empiema tuberkulosa, toraktomi dilakukan bila keadaan sudah tidak didapat
kuman baik pada sputum maupun cairan pleura dimana bakteri tahan asam (BTA)
pada sputum dan cairan pleura sudah negative. Untuk mencapai sputum dan cairan
pleura negative diberikan obat anti TB yang masih sensitive secara teratur dan untuk
mencapai cairan pleura BTA negative dapat dilakukan reseksi iga (window and
qauzing) bila keadaan paru sangat rusak (menjadi sarang kuman TB) dilakukan
reseksi paru (pneumonektomi atau lobektomi).

14
BAB III
LAPORAN KASUS

I. IDENTITAS PASIEN
Nama : Tn. W
Usia : 67 Tahun
Jenis Kelamin : Laki-laki
Pekerjaan : Petani
Agama : Islam
Status : Menikah
Alamat : Desa Bobos
MRS Tanggal : 5 Juli 2017

II. ANAMNESIS
Keluhan Utama
Pasien datang ke RSUD Arjawinangun dengan keluhan sesak sudah lebih dari
1 bulan sebelum masuk rumah sakit.

Riwayat Perjalanan Penyakit


- Pasien mengalami sesak kurang lebih 1 bulan sebelum masuk rumah sakit. Sesak
tersebut tidak pernah hilang total, kadang sesak bertambah parah tanpa pencetus
yang jelas. Keluhan sesak tersebut menggangu tidur dan aktivitas sehari-hari.
- Keluhan sesak pasien disertai batuk berdahak dan demam.
- Pasien melakukan pengobatan di RS Paru Sidawangi pada bulan Juni, dilakukan
Rontgen Toraks dan dinyatakan ada cairan dalam paru. Selanjutnya pasien
dirujuk ke RSUD Arjawinangun dengan alasan kelengkapan alat.

Riwayat Penyakit Dahulu


- Riwayat diagnosa TB (+)
- Riwayat sesak berkepanjangan dan atau pengobatan paru (-)
- Riwayat Hipertensi (-), DM (-), Asthma (-), Penyakit Jantung (-), Stroke (-)

15
Riwayat Penyakit Keluarga
- Batuk dan Sesak pada keluarga pasien yang tinggal serumah (-)
- Riwayat DM dalam keluarga (-)
- Riwayat penyakit Jantung pada keluarga (-)

Riwayat Sosial dan Ekonomi


Pasien bekerja sebagai Petani. Tinggal dirumah bersama anak dan cucunya.
Pasien menggunakan asuransi BPJS. Status ekonomi pasien kurang

III. PEMERIKSAAN FISIK


Keadaan Umum
Keadaan Umum : Tampak sakit
Keadaan Sakit : Sakit Sedang
Kesadaran : Compos mentis
Tekanan Darah : 110/70 mmHg.
Nadi : 86 kali per menit, reguler.
Pernafasan : 24 kali per menit, thorakoabdominal.
Suhu : 36.5oC
SpO2 : 92%

Status Lokalis
a. Kepala :
- Ekspresi wajah : normal
- Bentuk dan ukuran : normal
- Rambut : hitam dan tidak mudah rontok
- Udema (-)
- Malar rash (-)
- Hiperpigmentasi (-)
- Nyeri tekan kepala (-)

b. Mata :
- Alis : normal.
- Exopthalmus (-/-).
- Ptosis (-/-).
16
- Nystagmus (-/-).
- Strabismus (-/-).
- Udema palpebra (-/-).
- Konjungtiva: anemia (-/-), hiperemis (-/-).
- Sclera: icterus (-/-), hyperemia (-/-), pterygium (-/-).
- Pupil : isokor, bulat, miosis (-/-), midriasis (-/-).
- Kornea : normal.
- Lensa : normal, katarak (-/-).
- Pergerakan bola mata ke segala arah : normal

c. Telinga :
- Bentuk : normal simetris antara kiri dan kanan.
- Lubang telinga : normal, secret (-/-).
- Nyeri tekan (-/-).
- Peradangan pada telinga (-)
- Pendengaran : normal

d. Hidung :
- Simetris, deviasi septum (-/-).
- Napas cuping hidung (-/-).
- Perdarahan (-/-), secret (-/-).
- Penciuman normal.

e. Mulut :
- Simetris.
- Bibir : sianosis (-).
- Gusi : hiperemia (-), perdarahan (-).
- Lidah: glositis (-), atropi papil lidah (-), lidah berselaput (-), kemerahan
di pinggir (-), lidah kotor (-).
- Gigi : caries (-)
- Mukosa : normal.
- Faring dan laring : tidak dapat dievaluasi.

17
f. Leher :
- Simetris (+).
- Kaku kuduk (-).
- Pemb.KGB (-). Thyroid (-)
- JVP : R+2 cm.
- Pembesaran otot sternocleidomastoideus (-).

g. Thorax
Inspeksi :
- Bentuk: Asimetris, thorax dextra lebih menonjol dibandingkan sinistra.
- Ukuran: normal, barrel chest (-)
- Pergerakan dinding dada : Asimetris, kiri tertinggal.
- Permukaan dada : petekie (-), purpura (-), ekimosis (-), spider nevi (-), massa
(-), sikatrik (-) hiperpigmentasi (-).
- Fossa supraclavicula dan fossa infraclavicula : cekungan simetris
- Penggunaan otot bantu napas: sternocleidomastoideus (-), otot intercosta(-).
Palpasi :
- Pergerakan dinding dada : Asimetris, kiri tertinggal.
- Fremitus taktil :
a. Lobus superior : Ka > Ki
b. Lobus medius dan lingua: Ka > Ki
c. Lobus inferior : Ka > Ki
- Nyeri tekan (-), edema (-), krepitasi (-).
Perkusi :
- Timpani (-/+).
- Nyeri ketok (-).
- Batas paru hepar : ICS 6
Auskultasi :
- Suara napas vesikuler (+/+).
- Suara tambahan rhonki (-/-).
- Suara tambahan wheezing (-/-).

18
h. Cor :
Inspeksi: Iktus cordis tidak dievaluasi.
Palpasi : Iktus cordis teraba ICS V linea midklavikula sinistra, thriil (-).
Perkusi : - batas kanan jantung : ICS II linea parasternal dextra.
- batas kiri jantung : ICS V linea midklavikula sinistra.
Auskultasi : S1S2 tunggal, regular, murmur (-), gallop (-)

i. Abdomen
Inspeksi :
- Bentuk : distensi (-),
- Umbilicus : masuk merata.
- Permukaan Kulit : sikatrik (-), pucat (-), sianosis (-), vena kolateral (-), petekie (-
), purpura (-), ekimosis (-), luka bekas operasi (-), hiperpigmentasi (-).
Auskultasi :
- Bising usus (+) normal.
- Metallic sound (-).
- Bising aorta (-).
Palpasi :
- Turgor & Tonus : Normal.
- Nyeri tekan (-)
- Hepar/lien/renal tidak teraba.
Perkusi :
- Timpani (+) pada seluruh lapang abdomen
- Nyeri ketok CVA: -/-

j. Extremitas :
Ekstremitas atas :
- Akral hangat : +/+ Ekstremitas bawah:
- Deformitas : -/- - Akral hangat : +/+
- Edema: -/- - Deformitas : -/-
- Sianosis : -/- - Edema: -/-
- Ptekie: -/- - Sianosis : -/-
- Clubbing finger: -/- - Ptekie: -/-
- Infus terpasang -/+ - Clubbing finger: -/-
19
IV. RESUME
Pasien 67 Tahun datang ke RSUD Arjawinangun dengan keluhan utama sesak
nafas yang sudah terjadi lebih dari sebulan, sesak dirasakan sepanjang hari dan
kadang memberat tanpa pencetus yang jelas, keluhan disertai batuk berdahak dan
demam.
Sebelumnya pasien tidak pernah merasakan seperti ini. Pasien pernah di
diagnosis TB Paru namun tidak melakukan pengobatan. Riwayat keluarga dengan
penyakit serupa disangkal
Pemeriksaan Fisik didapatkan kesadaran CM, TD : 110/70 mmHg, pada
pemeriksaan thorax dada sinistra tertinggal dan timpani pada perkusi.

V. PEMERIKSAAN PENUNJANG (5 Juli 2017)


PEMERIKSAAN HASIL NILAI NORMAL
Darah Lengkap:
Hemoglobin 10.5 L 13.0-18.0
Hematokrit 31.7 L 39.0-54.0
Leukosit 4.6 4-11
Trombosit 222 150-450
Eritrosit 4.18 L 4.4-6.0
Index Eritrosit:
MCV 75.8 79-99
MCH 25.1 27-31
MCHC 33.1 33-37
RDW 15.7 11.5-14.5
MPV 7.1 L 6.7-9.6
PDW 15.3 L 39.3-64.7
Hitung Jenis (Diff):
Eosinofil 0 0-3
Basofil 0 0-1
Segmen 83.0 H 50-70
Limfosit 11.5 L 20-40
Monosit 5.5 2-8
Luc 0 L 3-6

20
Jenis Pemeriksaan Hasil
MIKROBIOLOGI
Sputum BTA:
Sputum A (sewaktu) Negatif
Sputum B (Pagi) Positif 1

VI. PEMERIKSAAN PENUNJANG LAINNYA


FOTO RONTGEN THORAX

Expertise :

Dibandingan dengan foto tanggal 9-7-2017

Tampak Ujung selang WSD setinggi ICS 4-5 Kiri


Posterior

Cor, Sinuses, dan Diafragma sqa

Pulmo : Tampak bayangan lusen dengan air fluid


level pada lapangan bawah paru kiri. Tampak
perbercakan lunak pada lapangan paru kanan

Kesan : TB Paru Aktif dengan Hidropneumo


Thorax kiri, sedikit perbaikan

Expertise :

Dibandingan dengan foto tanggal 5-7-2017

Tampak Ujung selang WSD setinggi ICS 4-5 Kiri


Posterior

Cor, Sinuses, dan Diafragma sqa

Pulmo : Tampak bayangan lusen dengan air fluid


level pada lapangan bawah paru kiri. Tampak
perbercakan lunak pada lapangan paru kanan

Kesan : TB Paru Aktif dengan hidropneumo


Thorax kiri, belum jelas perbaikan

21
Expertise :

Cor, Sinuses, dan Diafragma sqa

Pulmo : Tampak bayangan lusen dengan air fluid


level pada lapangan bawah paru kiri. Tampak
perbercakan lunak pada lapangan paru kanan

Kesan : TB Paru Aktif dengan hidropneumo


Thorax kiri, belum jelas perbaikan

VII. DIAGNOSIS KERJA


TB Paru Aktif
Efusi Pleura Dextra
Hydropneumothorax

VIII. PENATALAKSANAAN
Penatalaksaan Awal
- IVFD RL 20ptm
- O2 Nasal Kanul 4L
- Pasang WSD
- Inj. Ranitidin 2x1amp
- Inj. Cefmaxon 2x1amp
- Inj. Ketorolak 2x1amp
- Tab. Ambroxol 3x1

IX. PROGNOSIS
Ad Vitam : Dubia
Ad Functionam : Dubia
Ad Sanationem : Bonam

22
FOLLOW UP
TANGGAL PERJALANAN PENYAKIT INSTRUKSI DOKTER
6/7/2017 S: Sesak R/ RL 20tpm
Penurunan Kesadaran Cefotaxime 2x1
Ranitidin 2x1
O: T : 140/80
P:
R:
S : 29.5oC

A: Efusi Pleura

7/7/2017 S: Sesak 1 bulan, sekarang sesak (-) P : Pasang WSD


Post WSD 2x di RS Sidawangi
Demam (-) R/ RL 20tpm
Batuk (+) sedikit dahak putih Cefotaxime stop
Ranitidin 2x1
O: TD : 120/80 Cefmaxon 2x1
N : 88 Ketorolak 2x1
R : 26 Ambroxol 3x1
S : 36
SpO2 : 97%
Kesadaran : CM

PF Thorax
I : Pergerakan dada kiri tertinggal,
retraksi (+)
P : Fremitus Taktil Kiri turun
P : Dullness ICS 6 kiri, hipersonor
paru kiri atas
A : VBS kanan = kiri, Rh +/+ Wh -/-

A: Inefektifitas Pola Nafas

8/7/2017 S : Sesak (+), tidur miring kiri P : Terapi Lanjut


Demam (+)
Batuk (+)

O: T : 110/70
P : 87
R:
S : 36.1oC
SpO2 : 98%

PF Thorax
I : Pergerakan dada kiri tertinggal,
retraksi (+)

23
P : Fremitus Taktil Kiri turun
P : Dullness ICS 6 kiri, hipersonor
paru kiri atas
A : VBS kanan = kiri, Rh +/+ Wh -/-

A: Pneumothorax
TB Paru

10/7/2017 S: Sesak Berkurang P: Beri O2


Atur Posisi Semi Fowler
O: T : 130/90 Terapi Lanjut
P : 90 Suction WSD
R : 28
S : 36oC
SpO2 : 96%

Pulmo
Rh +/-
Wh -/-
VBS Ka>Ki

A: Bersihan Jalan Nafas


11/7/2017 S: Nyeri Ulu Hati (+) P: Beri O2
Mual (-) Muntah (-) Atur Posisi Semi Fowler
Sesak Berkurang

O: T : 110/80
P : 98
R : 26
S : 36.5
SpO2 : 96%

Pulmo
Rh -/-
Wh -/-
VBS Ka>Ki

A: Bersihan Jalan Nafas

12/7/2017 S: Sesak P : Terapi Lanjut

O: T : 110/80
P : 98
R : 26
S : 36.5
SpO2 : 96%

Pulmo
Rh -/-

24
Wh -/-
VBS Ka>Ki

A: Bersihan Jalan Nafas

13/7/2017 S: Sesak (-) P : Terapi Lanjut


Batuk (-)
Nyeri dibagian selang WSD

O: T : 160/100
P : 102
R : 26
S : 36.8
SpO2 : 98%

Pulmo
Rh -/-
Wh -/-
VBS Ka>Ki

A: Bersihan Jalan Nafas

14/7/2017 S: Sesak (-) P : Terapi Lanjut


Batuk (-)
Nyeri dibagian selang WSD

O: T : 110/80
P : 102
R : 26
S : 36
SpO2 : 96%

Pulmo
Rh -/-
Wh -/-
VBS Ka>Ki

A: Bersihan Jalan Nafas

15/7/2017 S: Sesak (+) P : Beri O2


Atur Posisi
O: T : 150/90
P : 90
R : 26
S : 37
SpO2 : 97%

Pulmo
Rh -/-
Wh -/-

25
VBS Ka>Ki

A: Inefektif Pola Nafas

16/7/2017 O: T : 130/80 P : Terapi Lanjut


P : 90
R : 24
S : 36.3
SpO2 : 94%

17/7/2017 S: Sesak (-) P: Cefmaxon Stop


Batuk (-) Ketorolak Stop
Demam (-)
R/
O: T : 110/80 Levo 1x500
P : 102
R : 26
S : 36
SpO2 : 96%

Pulmo
Rh -/-
Wh -/-
VBS Ka<Ki
Retraksi (-)

A: Bersihan Jalan Nafas

18/7/2017 S : Sesak (-) P: R/


Batuk (-) Metroniazole 3x500
Demam (-)
O : rh -/-
Wh -/-
Vbs kanan < kiri
Retraksi (-)

19/7/2017 S : sesak (-) P: BLPL


Batuk (-)
Demam (-)
O : rh -/-
Wh -/-
Vbs kanan < kiri
Retraksi (-)
A : Pneumothoraks

26
DAFTAR PUSTAKA

Buku ajar ilmu penyakit dalam FKUI , Jakarta, Juli 2006

Dorland,W.A Newman.2011.Kamus Saku Kedokteran Dorland.Jakarta:EGC.

Irman Somantri. 2007. Keperawatan Medikal Bedah : Asuhan Keperawatan pada Pasien
dengan Gangguan Sistem Pernafasan. Jakarta : Salemba Medika

Rogayah, Rita. Empiema. 2010. Jakarta : Dept. Pulmonologi dan Ilmu Kedokteran Respirasi
FKUI.

Setiati,S et al.2014.Buku Ajar Ilmu Penyakit Dalam Jilid II Edisi VI.


Jakarta:InternaPublishing.

Surjanto E, Yusup S S, et all. 2013. Karakteristik Pasien Empiema di Rumah Sakit dr.
Moewardi. Surakarta : UNS

Wiedemann HP, Rice TW : Lung Abscess And Empiema. Semin thorac Cardiovasc Surg 1995
Oct;7(4):247.

27

Anda mungkin juga menyukai