EMPIEMA
Oleh :
Naufal Bahira
NPM 1102013209
Pembimbing :
dr. H. Edy Kurniawan, Sp.P
2
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
2.1 Definisi
Empiema adalah terkumpulnya cairan purulen (pus) di dalam rongga pleura.
Awalnya, cairan pleura adalah cairan encer dengan jumlah leukosit rendah, tetapi sering
kali berlanjut menjadi stadium fibropurulen dan akhirnya sampai pada keadaan di mana
paru-paru tertutup oleh membrane eksudat yang kental. Hal ini dapat terjadi jika abses
paru-paru meluas sampai ke rongga pleura. Meskipun empiema sering kali merupakan
komplikasi dari infeksi pulmonal, tetapi dapat juga terjadi jika pengobatan yang
terlambat.
2.2 Etiologi
Empiema thoraks dapat disebabkan oleh infeksi yang berasal dari paru atau luar paru.
1. Infeksi berasal dari paru
- Pneumonia
- Abses paru
Bila timbul di perifer paru dan berdekatan dengan plura visceralis, kadang-
kadang dinding abses bisa pecah serta ikut pula merobek pleura visceralis yang
pada akhirnya menjadi empiema
- Fistel bronkopleura
- Bronkiektasis
- Tuberculosis paru
- Aktinomikosis paru
3
2.3 Klasifikasi
Berdasarkan perjalanan penyakitnya, empiema thoraks dapat dibagi dua yaitu
empiema akut dan empiema kronis. Empiema akut terjadi sekunder akibat infeksi
ditempat lain. Terjadinya peradangan akut yang diikuti pembentukan eksudat. Batas
tegas antara empiema akut dan kronis sukar ditentukan. Empiema disebut kronis, bila
prosesnya berlangsung lebih dari 3 bulan.
Berdasarkan American Thoracis Society membagi empiema thoraks menjadi tiga
stadium antara lain :
1. Stadium 1 disebut juga stadium eksudatif atau stadium akut, yang terjadi pada
hari-hari pertama saat efusi. Inflamasi pleura menyebabkan peningkatan
permeabilitas dan terjadi penimbunan cairan pleura namun masih sedikit. Cairan
yang dihasilkan mengandung elemen seluler yang kebanyakan terdiri atas netrofil.
Stadium ini terjadi selama 24-72 jam dan kemudian berkembang menjadi stadium
fibropurulen. Cairan pleura mengalir bebas dan dikarakterisasi dengan jumlah
darah putih yang rendah dan enzim laktat dehidrogenase (LDH) yang rendah serta
glukosa dan pH yang normal, drainase yang dilakukan sedini mungkin dapat
mempercepat perbaikan.
2. Stadium 2 disebut juga dengan stadium fibropurulen atau stadium transisional
yang dikarakterisasi dengan inflamasi pleura yang meluas dan bertambahnya
kekentalan dan kekeruhan cairan. Cairan dapat berisi banyak leukosit
polimorfonuklear, bakteri, dan debris selular. Akumulasi protein dan fibrin
disertai pembentukan membran fibrin, yang membentuk bagian atau lokulasi
dalam ruang pleura. Saat stadium ini berlanjut, pH cairan pleura dan glukosa
menjadi rendah sedangkan LDH meningkat. Stadium ini berakhir setelah 7-10 hari
dan sering membutuhkan penanganan yang lanjut seperti torakostomi dan
pemasangan tube.
3. Stadium 3 disebut juga stadium organisasi (kronik). Terjadi pembentukan kulit
fibrinosa pada membran pleura, membentuk jaringan yang mencegah ekspansi
pleura dan membentuk lokulasi intrapleura yang menghalangi jalannya tuba
torakostomi untuk drainase. Kulit pleura yang kental terbentuk dari resorpsi cairan
dan merupakan hasil dari proliferasi fibroblas. Parenkim paru menjadi
terperangkap dan terjadi pembentukan fibrotoraks. Stadium ini biasanya terjadi
selama 2 4 minggu setelah gejala awal.
4
2.4 Patogenesis
Pleura merupakan membran permeabel yang menjaga keseimbangan antara cairan
masuk dan keluar rongga pleura. Cairan masuk ke rongga pleura melalui filtrasi dari
ujung kapiler arteri kemudian sebagian besar direabsorbsi kembali oleh ujung jaringan
vena. Akumulasi cairan rongga pleura dapat terjadi karena gangguan hukum Starling
yang mengatur filtrasi dan absorbsi, gangguan drainase limfatik atau keduanya.
Transudat terjadi bila kekuatan mekanik tekanan hidrostatik dan onkotik
menyebabkan terjadinya filtrasi cairan melebihi absorbsi. Permukaan pleura pada
keadaan ini tidak terlibat secara langsung, sebaliknya pada eksudat terjadi karena
peningkatan permeabiliti kapiler misalnya pada penyakit inflamasi yang melibatkan
permukaan pleura atau gangguan yang menghambat drainase limfatik.
Terjadinya empiema thorak dapat melalui tiga jalan antara lain
1. Sebagai komplikasi penyakit pneumonia atau bronchopneumonia dan abscessus
pulmonum, oleh karena kuman menjalar per continuitatum dan menembus pleura
visceralis
2. Secara hematogen , kuman dari fokus lain sampai di pleura visceralis
3. Infeksi dari luar dinding thorax yang menjalar ke dalam rongga pleura, misalnya
pada trauma thoracis, abses dinding thorax.
Terjadinya empiema akibat invasi basil piogenik ke pleura, timbul peradangan
akut yang diikuti dengan pembentukan eksudat serous dengan banyak sel-sel PMN baik
yang hidup ataupun mati dan meningkatnya kadar protein, maka cairan menjadi keruh
dan kental. Adanya endapan-endapan fibrin akan membentuk kantong-kantong yang
melokalisasi nanah tersebut. Apabila nanah menembus bronkus timbul fistel bronko
pleura, atau menembus dinding thorak dan keluar melalui kulit disebut empiema
nasessitatis. Stadium ini masih disebut empiema akut yang lama-lama akan menjadi
kronis (batas tak jelas).
Empiema merupakan suatu proses luas, yang terdiri atas serangkaian daerah
berkotak-kotak yang melibatkan sebagian besar dari satu atau kedua rongga pleura.
Dapat pula terjadi perubahan pleura parietal. Jika nanah yang tertimbun tersebut tidak
disalurkan keluar,maka akan menembus dinding dada ke dalam parenkim paru dan
menimbulkan fistula. Kantung-kantung nanah yang terkotak-kotak akhirnya
berkembang menjadi rongga-rongga abses berdinding tebal, atau dengan terjadinya
pengorganisasian eksudat maka paru dapat menjadi kolaps serta dikelilingi oleh sampul
tebal yang tidak elastis.
5
2.5 Manifestasi Klinis
Empiema dibagi menjadi dua stadium yaitu :
A. Empiema Akut
Terjadi sekunder akibat infeksi tempat lain, bukan primer dari pleura. Pada
permulaan, gejala-gejalanya mirip dengan pneumonia, yaitu panas tinggi dan nyeri
pada dada pleuritik. Pada pemeriksaan fisik didapatkan adanya tanda-tanda cairan
dalam rongga pleura. Bila stadium ini dibiarkan sampai beberapa minggu maka
akan timbul toksemia, anemia, dan clubbing finger. Jika nanah tidak segera
dikeluarkan akan timbul fistula bronkopleura. Adanya fistula ditandai dengan batuk
yang makin produktif, bercampur nanah dan darah yang masif, serta kadang bisa
timbul sufokasi (mati lemas).
Pada kasus empiema karena pneumotoraks pneumonia, timbulnya cairan
adalah setelah keadaan pneumonianya membaik. Sebaliknya pada Streptococcus
pneumonia, empiema timbul sewaktu masih akut. Pneumonia karena baksil gram
negatif seperti E. coli atau Bakterioids sering kali menimbulkan empiema.
B. Empiema Kronis
Batas yang tegas antara empiema akut dan kronis sukar ditentukan. Disebut
kronis jika empiema berlangsung selama lebih dari tiga bulan. Penderita mengeluh
badannya terasa lemas, kesehatan makin menurun, pucat, clubbing fingers, dada
datar, dan adanya tanda-tanda cairan pleura. Bila terjadi fibrotoraks, trakea, dan
jantung akan tertarik ke sisi yang sakit.
2.6 Diagnostik
I. Anamnesis
- Demam dan keluar keringat malam.
- Nyeri pleura.
- Dispnea.
- Anoreksia dan penurunan berat badan
II. Pemeriksaan Fisik
- Pada auskultasi dada ditemukan penurunan suara napas.
- Pada perkusi dada ditemukan suara flatness.
- Pada palpasi ditemukan penurunan fremitus.
- Sisi yang sakit lebih cembung, tertinggal pada pernapasan
- Mediastinum terdorong ke sisi yang sehat
6
- Pada empiema yang kronis hemitoraks yang sakit mungkin sudah mengecil
karena terbentuknya schwarte. (Schwarte : Suatu Keadaan penebalan lapisan
pleura, yang diakibatkan efusi pleura yang sudah mengalami reabsorbsi)
Diperlukan foto rontgen thorax (AP dan lateral) yang dibuat baik dalam posisi
tiduran atau tegak, yang menunjukkan cairan dalam rongga pleura misalnya
perselubungan yang homogeny, penebalan pleura, sinus phrenicocostalis menghilang,
sela iga melebar.
7
Pungsi pleura juga merupakan diagnostic penting dalam menunjukkan
keluarnya pus. Dengan cara menusuk dari luar dengan suatu semprit steril 10/20 ml
serta menghisap sedikit cairan pleura untuk dilihat secara fisik dan pemeriksaan
biokimia :
Transudat Eksudat
Tes Rivalta Negatif Positif
Protein < 3 g/dL > 3 g/dL
Rasio dengan Protein Plasma < 0.5 > 0.5
Berat Jenis < 1.016 > 1.016
Laktat Dehidrogenase < 200 IU > 200 IU
Rasio dengan LDH Plasma < 0.6 > 0.6
Leukosit > 50% Limfosit
< 50% Limfosit / (TB, Keganasan)
Mononuklear > 50% Polimorfonuklear
(Radang Akut)
pH > 7.3 < 7.3
Glukosa = Glukosa Darah < Glukosa Darah (<40)
8
2.7 Penatalaksanaan
Prinsip penanggulangan empiema thoraks adalah :
I. Pengosongan rongga pleura
Prinsip ini seperti yang dilakukan pada abses dengan tujuan mencegah efek
toksik dengan cara membersihkan rongga pleura dari nanah dan jaringan-jaringan
yang mati.
Pengosongan pleura dilakukan dengan cara .
a) Closed drainage = tube thoracostomy = water sealed drainage (WSD) dengan
indikasi:
- Nanah sangat kental dan sukar diaspirasi
- Nanah terus terbentuk setelah 2 minggu
- Terjadinya piopneumothoraks
Pengeluaran nanah dengan cara WSD dapat dibantu dengan melakukan
penghisapan bertekanan negative sebesar 10-20 cm H2O jika penghisapan telah
berjalan 3-4 minggu, tetaapi tidak menunjukkan kemajuan, maka harus ditempuh
dengan cara lain, seperti pada empiema thoraks kronis.
b) Open drainage
Karena drainase ini menggunakan kateter thoraks yang besar, maka diperlukan
pemotongan tulang iga. Drainase terbuka ini dikerjakan pada empiema menahun
karena pengobatan yang diberikan terlambat, pengobatan tidak adekuat atau
mungkin sebab lain, yaitu drainase kurang bersih.
9
gambar 3.a open window thoracostomy: claggette procedure
10
Akhir-akhir ini penggunaan obat-obatan fibrolitik seperti streptokinase ,
urokinase secara intrapleural juga dapat digunakan.tetapi penggunaan fibrinolitik ini
masih dalam penelitian. fibrinolitik bekerja menghancurkan fibrin yang melekat di
permukaan pleura sehingga akan mempermudah drainase dari cairan pleura.
Kontraindikasi Hipersensitifitas
Efek Samping Eritema, flushing, reaksi anafilaktik
Keterangan Perlu diperhatikan penggunaan pada gagal
ginjal dan neutropenia
11
Drainase tidak berjalan baik, karena kantung-kantung yang berisi nanah.
Letak empiema sukar dicapai oleh drain
Empiema totalis yang mengalami organisasi pada pleura visceralis (peel
sangat tebal)
gambar 4. dekortikasi
b. Torakoplasti
Tindakan ini dilakukan apabila empiema tidak dapat sembuh karena adanya fistel
bronkopleura atau tidak mungkin dilakukan dekortikasi. Pada kasus ini
pembedahan dilakukan dengan memotong iga subperiosteal dengan tujuan supaya
dining thoraks dapat jatuh ke dalam rongga pleura akibat tekanan udara luar.
12
IV. Pengobatan kausal
Pengobatan kausal ditujukan pada penyakit-penyakit yang menyebabkan
terjadinya empiema , misalnya abses subfrenik. Apabila dijumpai abses subfrenik,
maka harus dilakukan drainase subdiafragmatika. Selain itu masih perlu diberikan
pengobatan spesifik, untuk amebiasis, tuberculosis, aktinomikosis dan sebagainya.
V. Pengobatan tambahan
Pengobatan ini meliputi perbaikan keadaan umum serta fisioterapi untuk
membebaskan jalan nafas dari sekret (nanah), latihan gerakan untuk mengalami cacat
tubuh (deformitas).
13
Algoritma Management Empiema
Pada empiema tuberkulosa, toraktomi dilakukan bila keadaan sudah tidak didapat
kuman baik pada sputum maupun cairan pleura dimana bakteri tahan asam (BTA)
pada sputum dan cairan pleura sudah negative. Untuk mencapai sputum dan cairan
pleura negative diberikan obat anti TB yang masih sensitive secara teratur dan untuk
mencapai cairan pleura BTA negative dapat dilakukan reseksi iga (window and
qauzing) bila keadaan paru sangat rusak (menjadi sarang kuman TB) dilakukan
reseksi paru (pneumonektomi atau lobektomi).
14
BAB III
LAPORAN KASUS
I. IDENTITAS PASIEN
Nama : Tn. W
Usia : 67 Tahun
Jenis Kelamin : Laki-laki
Pekerjaan : Petani
Agama : Islam
Status : Menikah
Alamat : Desa Bobos
MRS Tanggal : 5 Juli 2017
II. ANAMNESIS
Keluhan Utama
Pasien datang ke RSUD Arjawinangun dengan keluhan sesak sudah lebih dari
1 bulan sebelum masuk rumah sakit.
15
Riwayat Penyakit Keluarga
- Batuk dan Sesak pada keluarga pasien yang tinggal serumah (-)
- Riwayat DM dalam keluarga (-)
- Riwayat penyakit Jantung pada keluarga (-)
Status Lokalis
a. Kepala :
- Ekspresi wajah : normal
- Bentuk dan ukuran : normal
- Rambut : hitam dan tidak mudah rontok
- Udema (-)
- Malar rash (-)
- Hiperpigmentasi (-)
- Nyeri tekan kepala (-)
b. Mata :
- Alis : normal.
- Exopthalmus (-/-).
- Ptosis (-/-).
16
- Nystagmus (-/-).
- Strabismus (-/-).
- Udema palpebra (-/-).
- Konjungtiva: anemia (-/-), hiperemis (-/-).
- Sclera: icterus (-/-), hyperemia (-/-), pterygium (-/-).
- Pupil : isokor, bulat, miosis (-/-), midriasis (-/-).
- Kornea : normal.
- Lensa : normal, katarak (-/-).
- Pergerakan bola mata ke segala arah : normal
c. Telinga :
- Bentuk : normal simetris antara kiri dan kanan.
- Lubang telinga : normal, secret (-/-).
- Nyeri tekan (-/-).
- Peradangan pada telinga (-)
- Pendengaran : normal
d. Hidung :
- Simetris, deviasi septum (-/-).
- Napas cuping hidung (-/-).
- Perdarahan (-/-), secret (-/-).
- Penciuman normal.
e. Mulut :
- Simetris.
- Bibir : sianosis (-).
- Gusi : hiperemia (-), perdarahan (-).
- Lidah: glositis (-), atropi papil lidah (-), lidah berselaput (-), kemerahan
di pinggir (-), lidah kotor (-).
- Gigi : caries (-)
- Mukosa : normal.
- Faring dan laring : tidak dapat dievaluasi.
17
f. Leher :
- Simetris (+).
- Kaku kuduk (-).
- Pemb.KGB (-). Thyroid (-)
- JVP : R+2 cm.
- Pembesaran otot sternocleidomastoideus (-).
g. Thorax
Inspeksi :
- Bentuk: Asimetris, thorax dextra lebih menonjol dibandingkan sinistra.
- Ukuran: normal, barrel chest (-)
- Pergerakan dinding dada : Asimetris, kiri tertinggal.
- Permukaan dada : petekie (-), purpura (-), ekimosis (-), spider nevi (-), massa
(-), sikatrik (-) hiperpigmentasi (-).
- Fossa supraclavicula dan fossa infraclavicula : cekungan simetris
- Penggunaan otot bantu napas: sternocleidomastoideus (-), otot intercosta(-).
Palpasi :
- Pergerakan dinding dada : Asimetris, kiri tertinggal.
- Fremitus taktil :
a. Lobus superior : Ka > Ki
b. Lobus medius dan lingua: Ka > Ki
c. Lobus inferior : Ka > Ki
- Nyeri tekan (-), edema (-), krepitasi (-).
Perkusi :
- Timpani (-/+).
- Nyeri ketok (-).
- Batas paru hepar : ICS 6
Auskultasi :
- Suara napas vesikuler (+/+).
- Suara tambahan rhonki (-/-).
- Suara tambahan wheezing (-/-).
18
h. Cor :
Inspeksi: Iktus cordis tidak dievaluasi.
Palpasi : Iktus cordis teraba ICS V linea midklavikula sinistra, thriil (-).
Perkusi : - batas kanan jantung : ICS II linea parasternal dextra.
- batas kiri jantung : ICS V linea midklavikula sinistra.
Auskultasi : S1S2 tunggal, regular, murmur (-), gallop (-)
i. Abdomen
Inspeksi :
- Bentuk : distensi (-),
- Umbilicus : masuk merata.
- Permukaan Kulit : sikatrik (-), pucat (-), sianosis (-), vena kolateral (-), petekie (-
), purpura (-), ekimosis (-), luka bekas operasi (-), hiperpigmentasi (-).
Auskultasi :
- Bising usus (+) normal.
- Metallic sound (-).
- Bising aorta (-).
Palpasi :
- Turgor & Tonus : Normal.
- Nyeri tekan (-)
- Hepar/lien/renal tidak teraba.
Perkusi :
- Timpani (+) pada seluruh lapang abdomen
- Nyeri ketok CVA: -/-
j. Extremitas :
Ekstremitas atas :
- Akral hangat : +/+ Ekstremitas bawah:
- Deformitas : -/- - Akral hangat : +/+
- Edema: -/- - Deformitas : -/-
- Sianosis : -/- - Edema: -/-
- Ptekie: -/- - Sianosis : -/-
- Clubbing finger: -/- - Ptekie: -/-
- Infus terpasang -/+ - Clubbing finger: -/-
19
IV. RESUME
Pasien 67 Tahun datang ke RSUD Arjawinangun dengan keluhan utama sesak
nafas yang sudah terjadi lebih dari sebulan, sesak dirasakan sepanjang hari dan
kadang memberat tanpa pencetus yang jelas, keluhan disertai batuk berdahak dan
demam.
Sebelumnya pasien tidak pernah merasakan seperti ini. Pasien pernah di
diagnosis TB Paru namun tidak melakukan pengobatan. Riwayat keluarga dengan
penyakit serupa disangkal
Pemeriksaan Fisik didapatkan kesadaran CM, TD : 110/70 mmHg, pada
pemeriksaan thorax dada sinistra tertinggal dan timpani pada perkusi.
20
Jenis Pemeriksaan Hasil
MIKROBIOLOGI
Sputum BTA:
Sputum A (sewaktu) Negatif
Sputum B (Pagi) Positif 1
Expertise :
Expertise :
21
Expertise :
VIII. PENATALAKSANAAN
Penatalaksaan Awal
- IVFD RL 20ptm
- O2 Nasal Kanul 4L
- Pasang WSD
- Inj. Ranitidin 2x1amp
- Inj. Cefmaxon 2x1amp
- Inj. Ketorolak 2x1amp
- Tab. Ambroxol 3x1
IX. PROGNOSIS
Ad Vitam : Dubia
Ad Functionam : Dubia
Ad Sanationem : Bonam
22
FOLLOW UP
TANGGAL PERJALANAN PENYAKIT INSTRUKSI DOKTER
6/7/2017 S: Sesak R/ RL 20tpm
Penurunan Kesadaran Cefotaxime 2x1
Ranitidin 2x1
O: T : 140/80
P:
R:
S : 29.5oC
A: Efusi Pleura
PF Thorax
I : Pergerakan dada kiri tertinggal,
retraksi (+)
P : Fremitus Taktil Kiri turun
P : Dullness ICS 6 kiri, hipersonor
paru kiri atas
A : VBS kanan = kiri, Rh +/+ Wh -/-
O: T : 110/70
P : 87
R:
S : 36.1oC
SpO2 : 98%
PF Thorax
I : Pergerakan dada kiri tertinggal,
retraksi (+)
23
P : Fremitus Taktil Kiri turun
P : Dullness ICS 6 kiri, hipersonor
paru kiri atas
A : VBS kanan = kiri, Rh +/+ Wh -/-
A: Pneumothorax
TB Paru
Pulmo
Rh +/-
Wh -/-
VBS Ka>Ki
O: T : 110/80
P : 98
R : 26
S : 36.5
SpO2 : 96%
Pulmo
Rh -/-
Wh -/-
VBS Ka>Ki
O: T : 110/80
P : 98
R : 26
S : 36.5
SpO2 : 96%
Pulmo
Rh -/-
24
Wh -/-
VBS Ka>Ki
O: T : 160/100
P : 102
R : 26
S : 36.8
SpO2 : 98%
Pulmo
Rh -/-
Wh -/-
VBS Ka>Ki
O: T : 110/80
P : 102
R : 26
S : 36
SpO2 : 96%
Pulmo
Rh -/-
Wh -/-
VBS Ka>Ki
Pulmo
Rh -/-
Wh -/-
25
VBS Ka>Ki
Pulmo
Rh -/-
Wh -/-
VBS Ka<Ki
Retraksi (-)
26
DAFTAR PUSTAKA
Irman Somantri. 2007. Keperawatan Medikal Bedah : Asuhan Keperawatan pada Pasien
dengan Gangguan Sistem Pernafasan. Jakarta : Salemba Medika
Rogayah, Rita. Empiema. 2010. Jakarta : Dept. Pulmonologi dan Ilmu Kedokteran Respirasi
FKUI.
Surjanto E, Yusup S S, et all. 2013. Karakteristik Pasien Empiema di Rumah Sakit dr.
Moewardi. Surakarta : UNS
Wiedemann HP, Rice TW : Lung Abscess And Empiema. Semin thorac Cardiovasc Surg 1995
Oct;7(4):247.
27