Anda di halaman 1dari 33

PENGARUH MODEL PEMBELAJARAN PROBLEM BASED LEARNING

PADA MATERI ALAT UKUR KELAS X TSM B SMK KARSA MULYA


PALANGKA RAYA TAHUN AJARAN 2017/2018

Proposal

Oleh :

I Made Suwardike
ACE 114 030

FAKULTAS KEGURUAN DAN ILMU PENDIDIKAN


JURUSAN PENDIDIKAN TEKNOLOGI KEJURUAN
PROGRAM STUDI PENDIDIKAN TEKNIK MESIN
UNIVERITAS PALANGKARAYA
TAHUN 2017
KATA PENGANTAR

Puji syukur penulis panjatkan kehadirat Tuhan Yang Maha Esa yang telah
memberikan karunia, rahmat dan hidayah-Nya, sehingga penulis dapat
menyelesaikan penyusunan skripsi ini untuk memenuhi sebagian persyaratan dalam
memperoleh gelar sarjana pada program PTM Jurusan PTK Fakultas Keguruan
dan Ilmu Pendidikan, Universitas Palangka Raya.
Penulis menyadari bahwa dalam penyusunan skripsi ini banyak
memperoleh bantuan yang berasal dari berbagai pihak, maka dalam kesempatan ini
penulis mengucapkan terima kasih kepada :
1. Dekan Fakultas Keguruan dan Ilmu Pendidikan Universitas Palangka Raya.
2. Ketua Jurusan Pendidikan Teknik dan Kejuruan FKIP Universitas Palangka
Raya.
3. Ketua Program Studi Pendidikan Teknik dan Kejuruan FKIP Universitas
Palangka Raya yang telah menyetujui permohonan penyusunan skripsi ini.
4. Prof. Dr. Sanggam R.I Manalu M.Pd selaku dosen pengampu matakuliah PTK.

Serta semua pihak yang tidak tersebut di atas yang telah membantu dalam
menyelesaikan skripsi ini baik moril maupun materiil. Penulis menyadari bahwa
penyusunan skripsi ini masih jauh dari kesempurnaan. Oleh sebab itu, penulis
sangat mengharapkan kritik dan saran dari pembaca. Penulis berharap semoga
skripsi ini dan memberikan manfaat bagi peningkatan kualitas pendidikan,
khususnya Pendidikan Teknik Mesin.

Palangka Raya 28 Oktober 2017

Penulis

1
DAFTAR ISI
HALAMAN SAMPUL .........................................................................................
HALAMAN JUDUL ............................................................................................
LEMBAR PERSETUJUAN ................................................................................
LEMBAR PENGESAHAN .................................................................................
ABSTRAK ............................................................................................................
KATA PENGANTAR ..........................................................................................
DAFTAR ISI .........................................................................................................
DAFTAR TABEL ................................................................................................
DAFTAR LAMPIRAN ........................................................................................
BAB I. PENDAHULUAN ....................................................................................
1.1 Latar Belekang Masalah .........................................................................
1.2 Rumusan Masalah Penelitian ..................................................................
1.3 Tujuan Penelitian ....................................................................................
1.4 Keterbatasan Penelitian ...........................................................................
1.5 Manfaat Penelitian ..................................................................................
1.6 Definisi Istilah .........................................................................................

BAB II. KAJIAN PUSTAKA


BAB III. METODE PENELITIAN
3.1 Rancangan Penelitian ..............................................................................
3.2 Latar Penelitian Dan Subjek Penelitian ..................................................
3.3 Prosedur Peneitian ..................................................................................
3.1.1 Perencanaan Tindakan Kelas ....................................................
3.1.2 Pelaksanaan Tindakan Kelas ....................................................
3.1.3 Pengamatan Tindakan Kelas.....................................................
3.1.4 Refleksi Tindakan .....................................................................
3.4 Teknik Pengumpulan Data ......................................................................
3.5 Teknik Analisis Data...............................................................................

DAFTAR PUSTAKA ..........................................................................................


LAMPIRAN LAMPIRAN ...............................................................................

2
BAB I

PENDAHULUAN

A. Latar Belakang Penelitian

Pendidikan adalah usaha sadar dan terencana untuk mewujudkan suasana


belajar dan proses pembelajaran agar siswa secara aktif mengembangkan potensi
dirinya untuk memiliki kepribadian, kecerdasan, akhlak mulia serta keterampilan
yang diperlukan dirinya, masyarakat dan negara. Hal ini sejalan dengan
UndangUndang nomor 20 Tahun 2003 tentang Sistem Pendidikan Nasional Pasal 3
yang menyatakan bahwa; Pendidikan nasional berfungsi mengembangkan
kemampuan serta membentuk watak dan peradaban bangsa yang bermartabat dalam
rangka mencerdaskan kehidupan bangsa. Lembaga pendidikan sebagai institusi
yang mempersiapkan sumber daya manusia harus senantiasa terus melakukan
pembaharuan-pembaharuan terhadap sistem pendidikan.
Sekolah Menengah Kejuruan (SMK) merupakan lembaga pendidikan formal
yang mempersiapkan siswa untuk menjadi tenaga kerja yang memiliki pengetahuan
dan sikap??. Hal ini sejalan dengan tujuan SMK Karsa Mulya Palangka Raya pada
UUSPN Nomor 20 Tahun 2003 Pasal 15 yaitu; Pendidikan kejuruan merupakan
pendidikan menengah yang mempersiapkan peserta belajar terutama untuk bekerja
dalam bidang tertentu.Proses pembelajaran diharapkan mampu menggerakkan
siswa untuk mengoptimalkan sumber daya yang telah dimilikinya, sehingga mampu
mengembangkan profesi keahliannya, menemukan pengetahuan atau informasi
baru yang dapat diterapkan dalam kondisi-kondisi nyata.
Upaya untuk mempersiapkan siswa yang berorientasi pada dunia kerja
tersebut, maka penyelenggaraan proses pendidikan harus relevan dan mengarah
pada tujuannya. Proses penyelenggaraan pendidikan ini berkaitan dengan mata
pelajaran yang ada di dalam kurikulum SMK.
SMK selalu menghadapi masalah yang berkaitan dengan ilmu kejuruan
bidang otomotifyang harus diselesaikan untuk membentuk kompetensi yang
diharapkan kurikulum SMK. Pendidikan tidak hanya mengajarkan fakta dan konsep

3
tetapi juga harus membekali siswa untuk memecahkan masalah yang dihadapi
dalam dunia kerja. Kondisi dan situasi yang demikian ini, sebagaimana
dikemukakan oleh Amir Taufik (2009,hlm.13) bahwa:
Pembelajaran yang penekanannya pada kompetensi dunia kerjasemestinya
adalah berdasarkan masalah (problem based learning).Problem based learning
dapat membantu siswa membangun kecakapan sepanjang hidupnya dalam
memecahkan masalah, kerja sama tim, dan berkomunikasi.

Berdasarkan pendapat di atas, terdapat fenomena penyimpangan penerimaan


konsep terhadap siswa kelas X TSM B SMK Karsa Mulya Palangka Raya terhadap
mata pelajaran pekerjaan dasar otomotif. Selama ini pelajaran pekerjaan dasar
otomotif dianggap sebagai mata pelajaran yang dirasa sulit. Hal ini berdasarkan dari
observasi dengan beberapa siswa kelas X TSM B SMK Karsa Mulya Palangka
Raya.Sesuai dengan kurikulum yang diterapkan di SMK Karsa Mulya Palangka
Raya bahwa dalam pembelajaran mata pelajaran pekerjaan dasar otomotif dalam
hal ini standar kompetensi menggunakan alat ukur bahwa siswa dikatakan telah
lulus jika mendapatkan nilai Kriteria Ketuntasan Minimum (KKM)70.
Tabel 1.1
Kriteria Ketuntasan Minimum Mata Pelajaran Pekerjaan DasarOtomotif Tahun
Ajaran 2017-2018 di SMKKarsa Mulya
.
No. Rentang Nilai Kategori
1 90 100 A

2 80 89 B

3 70 79 C

4 < 70 D
(Sumber:Dokumen guru mata pelajaran pekerjaan dasar otomotif)

Solusi untuk menanggulangi rendahnya hasil belajar siswa pada pelajaran


pekerjaan dasar otomotif, adalah penerapan model pembelajaran. Solusi yang akan
dilakukan dalam penerapan ini adalah Problem Based Learning. Model
pembelajaran Problem Based Learning dianggap cocok dalam penuliusan ini.
Mengingat bahwa karakteristik pekerjaan dasar otomotif merupakan mata pelajaran
yang memberikan teori-teori mendasar pada program keahlian Teknik
4
Otomotifyang harus dikuasai siswa, baik itu pada teori maupun praktek. Problem
Based Learning dianggap cocok karena Problem Based Learning mampu
menstimulus kemampuan siswa secara sistematis dan terstruktur, hal ini yang
diharapkan pada pembelajaran di SMK yaitu mencapai kesuksesan belajar yang
berorientasi pada penguasan kompetensi, ini ditunjukkan dari standar KKM.
Problem Based Learning dirancang untuk melatih siswa untuk mengembangkan
kemampuan secara optimal sehingga melahirkan sikap profesional dalam
memecahkan masalah yang timbul. Problem Based Learning guru bukan saja
mengajarkan siswa untuk memecahkan sebuah masalah, tetapi juga melatih siswa
memberdayakan kemampuannya melalui mekanisme pemecahan masalah,
sehingga dalam model pembelajaran problem based learning siswa yang dituntut
untuk lebih aktif dalam kegiatan pembelajaran baik melalui diskusi, serta siswa
mampu mengaplikasikan setiap pengetahuan yang didapat pada kondisi nyata.
Pembelajaran Problem Based Learning diharapkan mampu meminimalisir
kekurangan-kekurangan dalam fenomena pembelajaran di SMK khususnya pada
mata pelajaran pekerjaan dasar otomotif. Mata pelajaran pekerjaan dasar otomotif
selain memberikan teori-teori yang cukup, juga perlu memberikan contoh-contoh
pemecahan masalah yang berhubungan dengan teori-teori tersebut..
Mengingat karakteristik model pembelajaran Problem Based Learning yang
dianggap sesuai untuk pembelajaran mata pelajaran produktif di SMK, maka perlu
untuk dilakukan penelitian yang diberi judul; Pengaruh Model Pembelajaran
Problem Based Learning Pada Materi Alat Ukur Kelas X Tsm B Smk Karsa
Mulya Palangka Raya Tahun Ajaran 2017/2018.

B. Identifikasi Masalah Penelitian

Berdasarkan latar belakang penelitian di atas, dapat diidentifikasi


permasalahan sebagai berikut:
1. Rendahnya hasil belajar siswa pada mata pelajaran pekerjaan dasar otomotif di
kelas X TSM B SMK Karsa Mulya Palangka Raya.
2. Adanya indikasi bahwa metode pembelajaran yang kurang bervariatif.

3. Guru tidak memberi inspirasi kepada siswa untuk berkreasi dan tidak melatih
siswa untuk belajar mandiri dan berkelompok.

5
4. Adanya pembelajaran di kelas yang berlangsung selama ini lebih berorientasi
pada guru, seperti metode ceramah yang selalu digunakan di kelas
menyebabkan kecilnya kesempatan siswa untuk berpartisipasi dalam
pembelajaran.

C. Rumusan Masalah Penelitian

Berdasarkan latar belakang masalah di atas, maka rumusan masalah dalam


penelitian ini adalah.
1. Apakah dengan penerapan Problem Based Learning dapat meningkatkan hasil
belajar siswa pada mata pelajaran pekerjaan dasar otomotif ?
2. Bagaimana gambaran aktifitas siswa dalam penerapan model pembelajaran
Problem Based Learning mata pelajaran pekerjaan dasar otomotif?

D. Tujuan Penelitian

Tujuan umum penelitian ini adalah untuk mengetahui hasil belajar siswa
dan aktivitas guru pada mata pelajaran pekerjaan dasar otomotif dengan
menggunakan model pembelajaran Problem Based Learning pada siswa kelas X
TSM B SMK Karsa Mulya Palangka RayaTahun Ajaran 2017/2018. Sedangkan
tujuan khusus dari penelitian ini adalah:
1. Meningkatkan hasil belajar siswa kelas X TSM B SMK Karsa Mulya Palangka
Raya pada mata pelajaran pekerjaan dasar otomotif terutama pada Kompetensi
Dasar mendeskripsikan Alat-Alat Ukur.
2. Mengetahui aktivitas guru dikelas X TSM B SMK Karsa Mulya Palangka Raya
dalam pembelajaran pekerjaan dasar otomotif pada saat diterapkanya model
pembelajaran Problem Based Learning.

E. Manfaat Penelitian

Manfaat yang diharapkan dari penelitian tindakan kelas ini dengan


menggunakan model Problem Based Learning adalah sebagai berikut:
1. Bagi peneliti, dapat menambah wawasan serta keterampilan dalam menerapkan
model pembelajaran PBL pada kegiatan belajar mengajar.

6
2. Bagi guru, sebagai alternatif model pembelajaran dalam rangka proses
pembelajaran Student Centered.
3. Bagi siswa, selain diharapkan dapat meningkatkan hasil belajar siswa, juga
dapat meningkatkan kemampuan siswa untuk lebih aktif dalam pembelajaran
mata pelajaran pekerjaan dasar otomotifdi kelas.
4. Bagi Kepala Sekolah SMK Karsa Mulya Palangka Raya, memberikan
konstribusi selaku pemegang kebijakan di sekolah untuk berupaya mencoba
menerapkan model PBL pada kompetensi keahlian yang lain.

7
BAB II
KAJIAN TEORI
A.
1. Problem Based Learning (PBL)

a. Pengertian Problem Based Learning

Arends (2007: 43) menyatakan bahwa esensinya PBL menyuguhkan


berbagai situasi bermasalah yang autentik dan bermakna kepada siswa, yang
dapat berfungsi sebagai batu loncatan untuk investigasi dan penyelidikan.
PBL dirancang untuk membantu siswa mengembangkan keterampilan
berpikir dan keterampilan menyelesaikan masalah, mempelajari peran-peran
orang dewasa dan menjadi pelajar yang mandiri. Model ini menyediakan
sebuah alternatif yang menarik bagi guru yang menginginkan maju melebihi
pendekatan-pendekatan yang lebih berpusat pada guru untuk menantang
siswa dengan aspek pembelajaran aktif dari model itu.
PBL adalah suatu pendekatan yang menggunakan masalah dunia nyata
sebagai suatu konteks bagi siswa untuk belajar berpikir kritis dan
keterampilan pemecahan masalah, serta untuk memperoleh pengetahuan yang
esensial dari mata pelajaran. PBL memiliki gagasan bahwa pembelajaran
dapat dicapai jika kegiatan pendidikan dipusatkan pada tugas-tugas atau
permasalahan yang autentik, relevan dan dipresentasikan dalam suatu
konteks. Berdasarkan pendapat tersebut dapat dinyatakan bahwa PBL
merupakan sebuah model pembelajaran alternatif yang dapat diterapkan oleh
para pendidik. Guru perlu mengembangkan lingkungan kelas yang
memungkinkan pertukaran ide secara terbuka sehingga pembelajaran ini
menekankan siswa dalam berkomunikasi dengan teman sebayanya maupun
dengan lingkungan belajar siswa, sehingga membantu siswa menjadi lebih
mandiri dalam menyelesaikan masalah yang berkaitan dengan fakta
Fokus pembelajaran ada pada konsep yang dipilih sehingga siswa
tidak saja mempelajari konsep-konsep yang berhubungan dengan masalah
tetapi juga metode ilmiah untuk menyelesaikan masalah tersebut. Masalah
yang dijadikan fokus pembelajaran dapat diselesaikan siswa melalui kerja
kelompok sehingga dapat memberi pengalaman-pengalaman belajar yang

8
beragam pada siswa seperti kerjasama dan interaksi dalam kelompok.
Keadaan tersebut menunjukan bahwa model PBL dapat memberikan
pengalaman yang kaya pada siswa. Dengan kata lain, penggunaan PBL dapat
meningkatkan pemahaman siswa tentang apa yang mereka pelajari sehingga
diharapkan mereka dapat menerapkannya dalam kondisi yang nyata dalam
kehidupan sehari-hari.

b. Tujuan PBL

Tujuan pembelajaran berdasarkan masalah ada tiga, yaitu membantu


siswa mengembangkan keterampilan-keterampilan penyelidikan dan
pemecahan masalah, memberi kesempatan kepada siswa mempelajari
pengalaman-pengalaman dan peranperan orang dewasa, dan memungkinkan
siswa meningkatkan sendiri kemampuan berpikir mereka dan menjadi siswa
mandiri. Adapun tujuan PBL menurut Rusman (2010: 238) yaitu penguasaan
isi belajar dari disiplin heuristik dan pengembangan keterampilan pemecahan
masalah. PBL juga berhubungan dengan belajar tentang kehidupan yang lebih
luas (lifewide learning), keterampilan memaknai informasi, kolaborasi dan
belajar tim, dan keterampilan berpikir reflektif dan evaluatif.
Trianto (2010: 94-95) menyatakan bahwa tujuan PBL yaitu membantu
siswa mengembangkan keterampilan berpikir dan keterampilan mengatasi
masalah, belajar peranan orang dewasa yang autentik dan menjadi pembelajar
yang mandiri. Sejalan dengan pendapat tersebut, pemecahan masalah
merupakan salah satu strategi pengajaran berbasis masalah dimana guru
membantu siswa untuk belajar memecahkan melalui pengalaman-pengalaman
pembelajaran hands-on (Jacobsen et al, 2009: 249), sehingga pernyataan
tersebut sesuai dengan tujuan dari penelitian ini yaitu untuk mengetahui
pengaruh PBL terhadap kemampuan kognitif C3, C4, C5 dan C6 berdasarkan
keterampilan penggunaan alat bengkel siswa.

9
c. Langkah-Langkah Problem Based Learning (PBL)

Arends (2007: 56-60) menyatakan bahwa sintaks pembelajaran


berdasarkan masalah terdiri dari lima fase utama Fase-fase tersebut merujuk
pada tahapan-tahapan yang praktis yang dilakukan dalam kegiatan
pembelajaran dengan PBL, sebagaimana disajikan dalam Tabel 1.
Tabel 1. Sintaks untuk PBL
Fase Perilaku guru
Fase 1. Guru membahas tujuan
pembelajaran, mendeskripsikan
Memberikan orientasi
berbagai kebutuhan logistik
tentang permasalahan
penting, dan memotivasi siswa
kepada siswa
untuk terlibat dalam kegiatan
mengatasi masalah.
Fase 2. Guru membantu siswa untuk
mendefinisikan dan
Mengorganisasikan siswa
mengorganisasikan tugas-tugas
untuk meneliti
belajar yang terkait dengan
permasalahannya
Fase 3. Guru mendorong siswa untuk
mendapatkan informasi yang
Membantu investigasi mandiri
tepat, melaksanakan eksperimen
dan kelompok
dan mencari penjelasan dan
solusi.
Fase 4. Guru membantu siswa dalam
merencanakan dan menyiapkan
Mengembangkan dan
artefak-artefak yang sesuai
mempresentasikan artefak
seperti laporan, rekaman video,
dan exhibit.
dan modelmodel, serta
membantu mereka untuk
menyampaikannya kepada orang
lain.

10
Fase 5. Guru membantu siswa untuk
melakukan refleksi terhadap
Menganalisis dan
investigasinya dan proses-proses
mengevaluasi proses
yang mereka gunakan.
mengatasi masalah.
(sumber: Arends, 2007: 56-60)
Fase 1. Memberikan Orientasi tentang Permasalahannya kepada Siswa.
Pada awal pelajaran PBL, seperti semua tipe pelajaran lainnya, guru seharusnya
mengkomunikasikan dengan jelas maksud pelajarannya, membangun sikap
positif terhadap pelajaran itu, dan mendeskripsikan sesuatu yang diharapkan
untuk dilakukan oleh siswa. Guru perlu menyodorkan situasi bermasalah dengan
hati-hati atau memiliki prosedur yang jelas untuk melibatkan siswa dalam
identifikasi permasalahan. Guru seharusnya menyuguhkan situasi bermasalah itu
kepada siswa dengan semenarik mungkin.
Fase 2. Mengorganisasikan Siswa untuk Meneliti.
PBL mengharuskan guru untuk mengembangkan keterampilan kolaborasi di
antara siswa dan membantu mereka untuk menginvestigasi masalah secara
bersama-sama. PBL juga mengharuskan guru untuk membantu siswa untuk
merencanakan tugas investigatif dan pelaporannya.
Fase 3. Membantu Investigasi Mandiri dan Kelompok.
Investigasi yang dilakukan secara mandiri, berpasangan, atau dalam tim-tim
studi kecil adalah inti PBL. Meskipun setiap situasi masalah membutuhkan
teknik investigatif yang agak berbeda, kebanyakan melibatkan proses
mengumpulkan data dan eksperimentasi, pembuatan hipotesis dan penjelasan,
dan memberikan solusi.
Fase 4. Mengembangkan dan Mempresentasikan Artefak dan Exhibits.
Fase investigatif diikuti dengan pembuatan artefak dan exhibits. Artefak lebih
dari sekedar laporan tertulis. Artefak termasuk hal-hal seperti rekaman video
yang memperlihatkan situasi yang bermasalah dan solusi yang diusulkan,
model-model yang mencakup representasi fisik dari situasi masalah atau
solusinya, dan pemrograman komputer serta presentasi multimedia. Setelah
artefak dikembangkan, guru sering mengorganisasikan exhibits untuk
memamerkan hasil karya siswa di depan umum. Exhibits dapat berupa pekan

11
ilmu pengetahuan tradisional, yang masing-masing siswa memamerkan hasil
karyanya untuk diobservasi dan dinilai oleh orang lain.
Fase 5. Menganalisis dan Mengevaluasi Proses Mengatasi Masalah.
Fase terakhir PBL melibatkan kegiatan-kegiatan yang dimaksudkan untuk
membantu siswa menganalisis dan mengevaluasi proses berpikirnya sendiri
maupun keterampilan investigatif dan keterampilan intelektual yang mereka
gunakan. Selama fase ini, guru meminta siswa untuk merekontruksikan pikiran
dan kegiatan mereka selama berbagai fase pelajaran.
2. Metode Eksperimen

Metode eksperimen merupakan suatu metode pembelajaran yang


memberi peluang kepada guru dan siswa untuk melakukan percobaan terhadap
sesuatu serta mengamati proses dan hasil percobaan itu. Hal ini sesuai dengan
pendapat dari Cece Wijaya dan A. Tabrani Rusyan (1994: 94) yang menyatakan
bahwa eksperimen adalah percobaan untuk membuktikan suatu pertanyaan atau
hipotesis tertentu. Eksperimen bisa dilakukan di sebuah laboratorium dan dapat
juga dilakukan di luar laboratorium. Pekerjaan eksperimen mengandung makna
belajar untuk berbuat, karena itu dapat dimasukkan ke dalam metode mengajar
dan belajar.
Eksperimen dibagi menjadi dua macam yaitu, eksperimen berbasis
inkuiri dan eksperimen berbasis verifikasi. Pertama, eksperimen berbasis
inkuiri, dengan proses ini siswa diharapkan dapat memahami dan terampil
terhadap suatu permasalahan yang diberikan oleh guru. Siswa dapat merancang
eksperimen, melakukan eksperimen, mengumpulkan, dan menganalisis data
serta menarik sebuah kesimpulan. Kedua, eksperimen berbasis verifikasi yaitu
melakukan proses penelitian untuk memberikan pengertian kepada siswa
terhadap teori atau konsep yang telah guru berikan melalui eksperimen sehingga
siswa dapat mengerti dan memahami konsep dan teori tersebut.

Dengan metode eksperimen siswa dapat menemukan sendiri jawaban


atas permasalahan yang dihadapi oleh siswa. Di awal proses ini guru bertindak
sebagai fasilitator dan pembimbing. Selanjutnya siswa diharapkan dapat
menemukan solusi dari masalah yang dihadapi secara mandiri.

12
Kelebihan metode eksperimen menurut Cece Wijaya dan A. Tabrani
Rusyan (1994: 95-96) sebagai berikut:

a. Metode ini dapat menerapkan prinsip learning by experiencing dalam


belajar. Melalui eksperimen, siswa dapat mengalami baik langsung maupun
tidak langsung suatu peristiwa yang dihadapinya untuk pengalaman belajar
tertentu. Melalui pengalaman itu siswa dapat mengidentifikasi gejala secara
menyeluruh, yang dipelajarinya tidak terbatas pada unsur pengetahuan,
tetapi menyangkut sikap dan keterampilan-keterampilan tertentu.
b. Metode ini dapat menerapkan prinsip belajar cara belajar siswa aktif secara
utuh dimana keterlibatan proses-proses inkuiri dan discoveri akan berlaku
sepenuhnya tanpa bimbingan guru yang optimal. Proses mental, intelektual,
dan emosional berjalan semestinya yang menghasilkan produk pikiran yang
konseptual dan realistis.

c. Metode ini bersifat student-centered, artinya yang mengolah bahan


pelajaran itu adalah siswa sendiri. Guru berperan hanya sebagai
pembimbing dan pengarah belajar. Siswa diminta untuk belajar berbuat,
bekerja, dan berusaha.
d. Metode ini dapat mengembangkan sikap berpikir ilmiah, membina siswa
menjadi seorang ilmuwan murni yang menggunakan segala cara untuk
menemukan konsep, dalil, atau aksioma yang diperlukan dalam
pengembangan ilmu pengetahuan, dan
e. Metode ini dapat membina kepercayaan diri siswa terhadap masalah yang
akan dipecahkannya. Siswa berusaha menjelajah lingkungan yang menjadi
objek penelitiannya, dan akhirnya terpetik dari pengalamannya segala
faktor yang membuat dirinya penuh kepercayaan dan keyakinan.
Adapun kelemahan-kelemahannya menurut Cece Wijaya dan A. Tabrani
Rusyan (1994: 95-96) antara lain sebagai berikut:

a. Metode ini memakan waktu yang banyak. Jika diterapkan dalam rangka
pelajaran di sekolah, ia dapat menyerap waktu pelajaran lainnya.
b. Kebanyakan metode ini cocok untuk pelajaran sains dan teknologi, kurang
dapat diterapkan pada pelajaran-pelajaran yang lainnya, terutama bidang
ilmu pengetahuan sosial.
13
c. Metode ini memerlukan alat dan fasilitas yang lengkap. Jika kurang salah
satu daripadanya, eksperimen akan gagal, dan
d. Pada hal-hal tertentu, seperti pada eksperimen bahan-bahan kimia,
kemungkinan menghadapi bahaya selalu ada. Dalam hal in faktor
keselamatan kerja perlu diperhitungkan.

Sejalan dengan pendapat Cece Wijaya dan A. Tabrani Rusyan (1994: 95-
96) tersebut, Syaiful Bahri (2006: 84) mengemukakan bahwa metode
eksperimen merupakan metode pembelajaran dimana siswa melakukan
percobaan dengan mengalami serta membuktikan sendiri akan sesuatu yang
dipelajari dengan sebuah kegiatan. Sejalan dengan pendapat tersebut pada
karangan Syaiful Bahri Djamarah dan Aswan Zain (2006: 84-85) juga
menyatakan bahwa dalam proses pembelajaran dengan metode percobaan ini
siswa diberikan kesempatan untuk mengalami sendiri atau melakukan sendiri,
mengikuti suatu proses, mengamati suatu objek, menganalisis, membuktikan
dan menarik kesimpulan sendiri mengenai suatu objek, keadaan, atau proses
sesuatu. Dengan demikian, siswa dituntut untuk mengalami sendiri, mencari
kebenaran, atau mencoba mencari suatu hukum atau dalil, dan menarik
kesimpulan atas proses yang dialaminya itu.
Metode eksperimen mempunyai kelebihan dan kekurangan, metode
eksperimen mengandung beberapa kelebihan (Syaiful Bahri Djamarah dan
Aswan Zain, 2006: 84-85) antara lain:
a. Membuat siswa lebih percaya atas kebenaran atau kesimpulan berdasarkan
percobaannya.
b. Dapat membina siswa untuk membuat terobosan-terobosan baru dengan
penemuan dari hasil percobaannya dan bermanfaat bagi kehidupan
manusia.
c. Hasil-hasil percobaan yang berharga dapat dimanfaatkan untuk
kemakmuran umat manusia.
Metode eksperimen juga mengandung beberapa kekurangan (Syaiful
Bahri Djamarah dan Aswan Zain, 2006: 84-85) antara lain:

a. Metode ini lebih sesuai dengan bidang-bidang sains dan teknologi.

14
b. Metode ini memerlukan berbagai fasilitas peralatan dan bahan yang tidak
selalu mudah diperoleh dan mahal.
c. Metode ini menuntut ketelitian, keuletan, dan ketabahan.

d. Setiap percobaan tidak selalu memberikan hasil yang diharapkan karena


mungkin ada faktor-faktor tertentu yang berada di luar jangkauan
kemampuan atau pengendalian.

3. Keterampilan Pemecahan Masalah (Problem Solving)

Pemecahan suatu persoalan erat kaitannya dengan tingkat keterampilan


dalam berpikir. PBL sangat membantu siswa untuk mengembangakan
keterampilan berpikir dan keterampilan mengatasi masalah. Seperti yang telah
dikemukakan oleh Jacobsen (2009: 243) yang menyatakan bahwa PBL salah
satunya bertujuan untuk meningkatkan keterampilan berpikir dan keterampilan
mengatasi masalah. Selain PBL mengandalkan kognitif untuk pencapaian hasil
yang diinginkan, hal ini sesuai dengan pendapat Arends (2007: 45) yang
menyatakan bahwa PBL menggunakan psikologi kognitif sebagai dukungan
teoritiknya. Hal ini sesuai pula dengan pendapat dari Jacobsen (2009: 249) yang
menyatakan bahwa pemecahan masalah merupakan model PBL dimana guru
membantu siswa untuk belajar memecahkan masalah melalui pengalaman-
pengalaman pembelajaran hands-on. Pemecahan masalah diawali dengan suatu
masalah dimana siswa bertanggung jawab untuk memecahkan masalahnya.
Pola pemecahan masalah dapat digunakan menggunakan metode ilmiah.
Seseorang yang dapat dan terbiasa menggunakan metode ilmiah, berarti telah
mempunyai sikap ilmiah. Metode ilmiah memungkinkan berkembangnya
pengetahuan dengan pesat, jelas adanya hubungan timbal balik antara fakta dan
gagasan. Fakta yang didapat melalui pengamatan diolah dan disajikan oleh
ilmuan dan disebut data (I. Made Alit Mariana dan Wandy Praginda, 2009: 26).
Metode pemecahan masalah bukan sekadar metode mengajar, tetapi merupakan
suatu metode berpikir, sebab dalam pemecahan masalah dapat menggunakan
metode lain yang dimulai dengan mencari data sampai kepada penarikan
kesimpulan (Syaiful Bahri Djamarah dan Aswan Zain, 2006: 91).
15
Pemecahan masalah merupakan teknik yang cukup bagus untuk lebih memahami
isi pelajaran. Pemecahan masalah bisa memperlihatkan kepada siswa bahwa
setiap mata pelajaran pada dasarnya merupakan cara berpikir dan sesuatu yang
harus dimengerti oleh siswa, bukan hanya sekadar belajar dari guru atau dari
buku-buku saja. Untuk mendapatkan keuntungan dari PBL para siswa harus tahu
bagaimana memecahkan masalah, karena pemecahan masalah adalah suatu
strategi pembelajaran kognitif dimana siswa menerima sedikit intruksi
sistematik, maka guru secara signifikan akan dihadapkan untuk mengajari
kemampuan memecahkan masalah kepada siswanya. Menurut pendapat Engel;
1998 dalam Borich (2007: 357) ada banyak sistem pemecahan masalah yang
dapat diajarkan kepada siswa. Metodemetode ini dapat diaplikasikan secara
umum untuk semua bidang kurikulum dan untuk berbagai macam masalah
(Borich, 2007: 357).
Salah satu sistem pemecahan masalah yang terkenal serta akan
digunakan dalam penelitian ini yaitu IDEAL, terdapat lima langkah atau tahapan
untuk mengajar pemecahan masalah (Bransford & steen, 1994; Nunn &
Kimberly, 2000) dalam Borich (2007: 358)
a. Mengidentifikasi masalah (Identify the problem), pertama siswa harus
tahu apa yang menjadi masalah sebelum mereka dapat menyelesaikannya.
Pada tahap ini, siswa bertanya pada dirinya sendiri apakah mereka paham
apa yang menjadi masalah dan jika siswa paham maka tahap ini selesai.

b. Mendefinisikan masalah (Define terms), pada tahap ini siswa mengamati


bahwa mereka mengerti atau paham arti setiap kata yang dinyatakan dalam
masalah.
c. Mencari strategi (Explore strategies), pada tahap ini siswa menghimpun
informasi yang relevan dan mencoba strategi tersebut untuk menyelesaikan
masalah. Langkah ini dapat melibatkan pilihan-pilihan seperti gambar
diagram, pembuktian terbalik untuk menyelesaikan persoalan matematika
atau pemahaman membaca masalah, atau membagi masalah ke dalam unit-
unit yang dapat dikerjakan.

16
d. Melaksanakan strategi (Act on the strategy), pada tahap ini ketika siswa
telah berhasil mencari berbagai pilihan strategi, maka selanjutnya mereka
harus menggunakan salah satunya.

e. Mengamati pengaruh atau efek bagi siswa (Look at the effects), pada
tahap akhir ini siswa bertanya pada dirinya sendiri apakah jawaban mereka
telah sesuai dengan solusi yang ada.

Kelima langkah atau tahapan tersebut sejalan dengan pendapat David


Johnson dan Johnson. Pemecahan masalah menurut David Johnson dan Johnson
dilakukan melalui kelompok. Suatu isu yang berkaitan dengan pokok bahasan
dalam rangka pelajaran kepada siswa untuk diselesaikan. Prosedur pemecahan
masalahan dilakukan sebagai berikut:

a. Mendefinisikan masalah, guru mengemukakan kepada siswa peristiwa-


peristiwa yang bermasalah, baik melalui bahan tertulis maupun secara lisan.
Kemudian meminta siswa untuk merumuskan masalahnya dalam satu
kalimat. Setiap pendapat yang dikemukakan siswa ditinjau kembali
sehingga kelas merumuskan suatu masalah yang tepat dipakai oleh semua.
( Mohammad Thobroni dan Arif Mustofa, 2011: 337-338 ).

b. Mendiagnosis masalah, setelah berhasil merumuskan masalah langkah


selanjutnya siswa mendiskusikan sebab-sebab timbulnya masalah. Menurut
David Johnson dan Johnson masalah timbul karena dua faktor, yaitu faktor-
faktor yang mendukung atau mendorong tercapainya tujuan yang
diinginkan. Dan faktor-faktor yang menghambat tercapainya tujuan.
(Mohammad Thobroni dan Arif Mustofa, 2011: 338).
c. Merumuskan strategi alternatif, pada tahap ini siswa mencari dan
menemukan berbagai alternatif tentang cara menyelesaikan masalah.
(Mohammad Thobroni dan Arif Mustofa, 2011: 338 ).

d. Menentukan dan Menerapkan Strategi, setelah berbagai alternatif


ditemukan oleh siswa, dipilih alternatif mana yang akan dipakai.
(Mohammad Thobroni dan Arif Mustofa, 2011: 339 ).

e. Mengevaluasi keberhasilan strategi, dalam langkah terakhir ini siswa


mempelajari tentang keberhasilan dari strategi yang dipilih dalam
17
memecahkan masalah. Dan tentang akibat dari penerapan strategi yang
dipilih tersebut. Pada akhirnya evaluasi harus menghasilkan definisi tentang
masalah baru, mendiagnosisnya, dan mulai lagi proses penyelesaian yang
baru. (Mohammad Thobroni dan Arif Mustofa, 2011: 340 ).

Dalam pembelajaran pekerjaan dasar otomotif, keterampilan pemecahan


masalah dapat diterapkan untuk semua aktifitas, baik aktifitas kognitif maupun
kegiatan eksperimen di laboratorium. Pada aktivitas kogintif, siswa tidak hanya
bisa mengerjakan soal tetapi juga harus yakin bisa memecahkan masalah dengan
pengetahuan melalui informasi yang
diketahui oleh siswa. Sementara untuk kegiatan di laboratorium, siswa dituntut
menemukan permasalahan yang nantinya siswa temukan solusinya dengan
melakukan percobaan.

Keterampilan pemecahan masalah pada saat melakukan eksperimen


siswa dihadapkan pada masalah yang ada pada kehidupan nyata disekitar siswa
untuk memulai suatu pembelajaran di kelas. Dengan permasalahan tersebut,
siswa akan mulai membuktikannya melalui kegiatan eksperimen. Setelah
melakukan eksperimen siswa akan menemukan kembali masalah yang berkaitan
dengan konsep yang akan ditemukan. Kemudian dari masalah tersebut, siswa
akan dibimbing oleh guru untuk menemukan hubungan dari masalah yang
mereka temukan dengan konsep yang diketahui untuk menemukan solusi
masalah tersebut.

Oleh karena itu, untuk mengetahui keterampilan pemecahan masalah


siswa saat melaksanakan eksperimen ini akan diukur pada : (1) siswa merancang
percobaan; (2) siswa merumuskan hipotesis; (3) siswa melakukan percobaan;
(4) mendiskusikan hasil percobaan; (5) kerjasama siswa; dan (6)
mempresentasikan hasil.
4. Hasil Belajar Kognitif

Hasil belajar kognitif adalah perubahan perilaku yang terjadi dalam


kawasan kognisi. Proses belajar yang melibatkan kognisi meliputi kegiatan dari
sejak penerimaan stimulus eksternal oleh sensori, penyimpanan dan pengolahan

18
dalam otak menjadi informasi hingga pemanggilan kembali ketika informasi itu
diperlukan untuk menyelesaikan masalah (Purwanto, 2011: 50).

Kemampuan yang menimbulkan perubahan perilaku dalam domain


kognitif meliputi beberapa tingkat atau jenjang. Banyak klasifikasi dibuat para
ahli psikologi dan pendidikan, namun yang digunakan yaitu taksonomi
Krathwohl agar lebih cocok dengan istilah yang sering digunakan dalam
merumuskan tujuan belajar. Berikut ini Struktur dari Dimensi Proses Kognitif
menurut Taksonomi yang telah direvisi.
a. Mengingat (remembering) yaitu mendapatkan kembali pengetahuan yang
relevan dari memori jangka panjang. Dalam taksonomi ini siswa dapat
mengenali (recognizing) dan menyebutkan kembali (recalling) pelajaran
yang telah diterimanya.

b. Memahami (understanding), yaitu menentukan makna dari pesan dalam


pelajaran-pelajaran. Dalam taksonomi ini siswa dapat menafsiri,
mengartikan, menerjemahkan (interpreting), memberi contoh
(exemplifying), mengklasifikasi (classifying), merangkum, meringkas
(summarizing), menyimpulkan (inferring), membandingkan (comparing),
dan menjelaskan (explaining) pelajaran yang telah diterimanya.

c. Menerapkan (applying), yaitu mengambil atau menggunakan suatu


prosedur tertentu bergantung situasi yang dihadapi. Dalam taksonomi ini
siswa dapat melaksanakan (executing) dan menerapkan (implementing)
yang telah diterimanya.
d. Menganalisa (analysing), yaitu memecah-mecah materi hingga ke bagian
yang lebih kecil dan mendeteksi bagian apa yang berhubungan satu sama
lain menuju satu struktur atau maksud tertentu. Dalam taksonomi ini siswa
dapat membedakan (differentianting), menata atau menyusun (organizing),
dan menetapkan sifat atau ciri (attributing) pelajaran yang telah
diterimanya.
e. Mengevaluasi (evaluate), yaitu membuat pertimbangan berdasarkan kriteria
dan standar. Dalam taksonomi ini siswa dapat memeriksa (checking) dan
mengkritisi (critiquing) pelajaran yang telah diterimanya.

19
f. Menciptakan (creating), yaitu menyusun elemen-elemen untuk membentuk
sesuatu yang berbeda atau membuat produk original. Dalam taksonomi ini
siswa menghasilkan (generating), merencanakan (planning), dan
menghasilkan karya (producing).
5. Alat Ukur

B. Penelitian yang Relevan

Penelitian Ika Setyaningsih (2010), dengan judul Peningkatan


Kemampuan Berpikir Kritis Siswa dengan Penerapan Problem Based Learning
pada Materi Pokok Pencemaran Lingkungan Kelas X-D Semester II SMA
Negeri 4 Yogyakarta. Hasil penelitian menjelaskan bahwa penerapan problem
based learning dapat meningkatkan kemampuan berpikir kritis siswa dari
kategori kurang kritis pada siklus I menjadi cukup kritis pada siklus II setelah
diadakan refleksi pada siklus I. Hal ini terlihat dari persentase rata-rata tiap
aspek berpikir kritis yaitu (1) membuat definisi dan klarifikasi masalah
persentasenya sebesar 54%; (2) menilai dan mengolah informasi persentasenya
sebesar 56,67%; (3) merancang solusi masalah/ membuat kesimpulan
persentasenya sebesar 50,67%. Rata-rata persentase dari ketiga aspek tersebut
sebesar 53,78%; diketahui bahwa kemampuan berpikir kritis siswa negatif atau
siswa kurang kritis.

Nilai rata-rata persentase tiap-tiap aspek berpikir kritis pada siklus II


meningkat dengan masih menerapkan pembelajaran yang sama seperti siklus I
yakni: (1) membuat definisi dan klarifikasi masalah persentasenya sebesar
69,67% (meningkat 15,67% dari kategori sangat kurang menjadi cukup); (2)
menilai dan mengolah informasi persentasenya sebesar 60,33% (meningkat
3,66% dari kategori kurang menjadi cukup); (3) merancang solusi masalah/
membuat kesimpulan persentasenya sebesar 71,33% (meningkat 20,66% dari
kategori kurang menjadi cukup). Rata-rata persentase dari ketiga aspek tersebut
sebesar 67,11%; diketahui bahwa kemampuan berpikir kritis siswa positif atau
siswa sudah cukup kritis, maka dari hasil penelitian disimpulkan bahwa telah

20
terjadi peningkatan kemampuan berpikir kritis dari kurang kritis pada siklus I
menjadi cukup kritis pada siklus II.
Penelitian Ika Setyaningsih tersebut relevan dengan penelitian ini karena
sama-sama menggunakan model PBL pada siswa kelas X SMA. Hal yang
membedakan adalah tujuan dari penelitian ini. Penelitian Ika Setyaningsih
bertujuan untuk (1) mengetahui keterlaksanaan PBL dalam meningkatkan
kemampuan berpikir kritis siswa kelas X-D semester II SMA Negeri 4
Yogyakarta pada materi pokok pencemaran lingkungan. (2) mengetahui
peningkatan kemampuan berpikir kritis siswa kelas X-D semester II SMA
Negeri 4 Yogyakarta pada materi pokok pencemaran lingkungan setelah
dilakukan pembelajaran dengan PBL. Sedangkan penelitian ini bertujuan untuk
mengetahui pengaruh model PBL melalui metode eksperimen terhadap
kemampuan kognitif C3, C4, C5, dan C6 berdasarkan keterampilan penggunaan
peralatan bengkel siswa kelas X TSM B.

C. Kerangka Berfikir

Berdasarkan penjelasan yang tertulis pada latar belakang, masih terdapat


siswa yang merasa kesulitan dalam belajar, sehingga hasil belajar untuk mata
pelajaran pekerjaan dasar otomotif maasih relatif rendah. Sementara pelajaran
pekerjaan dasar otomotif merupakan pelajaran yang mempelajari banyak
peralatan bengkel. Keberhasilan pembelajaran bergantung pada proses
pembelajaran yang terjadi antara siswa dan guru. Proses pembelajaran akan
berhasil dengan melibatkan siswa secara aktif dalam pembelajaran, sehingga
terjadi interaksi siswa dalam kelompok dan mendorong siswa untuk
menggunakan keterampilan pengamatan dan keterampilan memecahkan
masalah dan berpartisipasi dalam menyelesaikan tugas-tugas yang diberikan
oleh guru. Oleh karena itu, sebagai seorang tenaga pendidik perlu mensiasati
agar proses pembelajaran dapat berjalan dengan baik walaupun pembelajaran
berlangsung di dalam kelas dan dapat membuat siswa lebih aktif dalam
mengikuti pembelajaran sehingga pembelajaran tidak hanya berpusat pada guru
(teacher center). Salah satu model yang dapat diterapkan dalam pembelajaran
dengan mengikutsertakan siswa yaitu dengan model PBL.

21
Model PBL melalui metode eksperimen dapat dijadikan salah satu
alternatif pembelajaran yang dapat membuat suatu pembelajaran lebih menarik
dan variatif serta dapat membantu siswa belajar lebih mandiri.
Berdasarkan keterangan sebelumnya, bentuk skema kerangka berpikir
penelitian ditunjukan pada Gambar 1.
Pembelajaran Pekerjaan dasar otomotif banyak mempelajari mengenai peralatan
yang akan digunakan dibengkel.

Dengan PBL ini Salah satu model Dengan PBL ini maka siswa
akan pembelajaran yang dapat maka mempengaruhi akan menjadi
lebih diterapkan yaitu model aktif. PBL. kemandirian siswa.

Hasil belajar siswa dalam bentuk


kemampuan kognitif C3, C4, C5 dan C6.
Gambar 1. Skema Kerangka Berpikir
D. Hipotesis Penelitian

Berdasarkan kajian teori yang telah diuraikan, maka dapat dirumuskan


hipotesis yaitu Ada pengaruh signifikan model PBL melalui metode
eksperimen terhadap kemampuan kognitif C3, C4, C5, dan C6 ditinjau dari
keterampilan penggunaan peralatan begkel siswa kelas X TSM B SMK Karsa
Mulya.

22
BAB III

METODE PENELITIAN

A. Pendekatan dan Jenis penelitian

Penelitian dilakukan untuk mencari jawaban atas sebuah permasalahan.

Jawaban tersebut dicapai dengan bantuan berupa pendekatan, cara atau metode

yang tepat agar lebih cepat sampai menuju jawaban yang dibutuhkan. Pendekatan

pada penelitian ini adalah dengan pendekatan penelitian deskriptif kuantitatif

dengan jenis Penelitian Tindakan Kelas (PTK) atau Classroom Action Research.

Penelitian tindakan kelas sesuai namanya dilakukan dalam pembelajaran di kelas.

Ciri utama penelitian tersebut menurut Kusumah dan Dwitagama (2012:8-9) adalah

adanya tindakan nyata yang dilakukan sebagai bagian dari kegiatan penelitian

sehingga dapat digunakan untuk memecahkan masalah yang ditemukan.

Penelitian ini menggunakan model penelitian tindakan kelas menurut

Wilfred Carr dan Stephen Kemmis yang juga adaptasi dari Kurt Lewin. Wilfred

Carr dan Stephen Kemmis memikirkan bagaimana konsep Penelitian Tindakan ini

diterapkan pada bidang pendidikan yang kemudian menghasilkan siklus penelitian

tindakan kelas seperti gambar 7 di bawah (Liu, 2014:1006). Penerapan konsep

tersebut pada waktu itu digunakan untuk bidang sosial namun dalam penelitian ini

konsep tersebut juga dapat digunakan. Konsep tersebut merupakan adaptasi dari

model yang diperkenalkan Kurt Lewin dengan sama-sama menggunakan 4 langkah

dalam setiap siklus yaitu (1) Perencanaan, (2) Tindakan atau perlakuan, (3)

Observasi atau pengamatan, (4) dan Refleksi. Dipilihnya

Penelitian Tindakan Kelas model Carr dan Kemmis karena model tersebut selain

sederhana menurutnya dapat meningkatkan praktek, dan meningkatkan

pemahaman praktek.

23
Gambar 7. Siklus PTK menurut Carr dan Kemmis (Liu, 2014: 1006)

B. Setting pengambilan data

Penelitian ini adalah penelitian tindakan kelas yang berupa penelitian

deskriptif namun data yang dikumpulkan bersifat kuantitatif, sehingga tempat dan

waktu penelitian diceritakan pada setting pengambian data.

1. Tempat penelitian

Penelitian ini akan dilakukan di SMK Karsa Mulya yang mempunyai alamat

di Jalan G. Obos Palangka Raya. SMK Karsa Mulya adalah lembaga pendidikan

yang melaksanakan kegiatan pendidikan untuk pendidikan menengah kejuruan.

Penelitian dilakukan pada kelas X TSM B . Penelitian diterapkan pada mata

pelajaran Pekerjaan Dasar Otomotif. Pemilihan tempat tersebut karena kesamaan

tempat pada masalah yang timbul, sehingga solusi diterapkan ditempat

ditemukannya masalah.

24
2. Waktu penelitian

Penelitian diawali dengan observasi pada bulan Oktober 2017. Pelaksanaan

penelitian dilaksanakan pada bulan November sampai Desember 2017. Pembuatan

instrumen dilakukan pada bulan Oktober 2017. Pembuatan instrumen berdasar pada

pelaksanaan pembelajaran semester gasal tahun ajaran 2017/2018.

C. Subjek penelitian

Penelitian ini wilayah sasaran yang akan diteliti sudah jelas maka diberi

nama subjek penelitian. Subjek penelitian kali ini adalah seluruh siswa kelas X

TSM B SMK Karsa Mulya jurusan teknik permesinan yang berjumlah 30 siswa.

D. Jenis tindakan

Jenis tindakan pada penelitian tindakan kelas ini adalah dengan penerapan

metode pembelajaran berbasis masalah atau Problem Based Learning selanjutnya

disingkat PBL. Penelitian Tindakan Kelas (PTK) pada penelitian kali ini

menggunakan model yang dikembangkan oleh Carr dan Kemmis. Model ini

mempunyai langkah pokok 4 macam yaitu (1) Perencanaan, (2) Tindakan atau

perlakuan, (3) Observasi atau pengamatan, (4) Refleksi (Liu, 2014: 1006).

Penerapan tindakan pada penelitian ini digunakan 3 siklus yang termasuk

pra siklus, siklus 1, dan siklus 2. Pra siklus dilaksanakan untuk mengetahui apakah

tindakan yang akan diberikan dapat terlaksana dengan baik sedangkan siklus 1 dan

2 merupakan inti tindakan yang akan diberikan. Setiap siklus tersebut mencakup 4

tahapan seperti model PTK yang dikembangkan oleh Carr dan Kemmis seperti

dijelaskan sebelumnya. Siklus akan berhenti atau berhasil apabila 80% dari jumlah

siswa nilainya mencapai KKM 76.

25
1. Pra siklus

Pra siklus adalah siklus yang diterapkan sebelum siklus utama diterapkan.

Pra siklus digunakan untuk mengetahui sejauh mana kesiapan siswa dan kondisi

belajar siswa dapat mengikuti arahan guru untuk menerapkan tindakan pada siklus

1 dan 2 yaitu dengan metode PBL. Keberhasilan pada pra siklus ini ditentukan

dengan tingkat partisipasi siswa 80% dari jumlah siswa, pengetahuan dan

ketrampilan memecahkan masalah 75% dari jumlah siswa, dan kesesuaian waktu

setiap pertemuan.

a. Perencanaan

1) Guru membuat rencana Pelaksanaan Pembelajaran dengan metode PBL.

2) Guru menyiapkan materi dan media pembelajaran Pekerjaan Dasar

Otomotif dasar manual.

3) Guru membuat lembar observasi kondisi pembelajaran siswa di kelas

pada saat PBL diterapkan dan lembar penilaian.

b. Perlakuan

1) Guru melaksanakan proses pembelajaran dengan metode PBL serta

memberikan arahan pada siswa dalam kemampuan memecahkan

masalah.

2) Siswa memahami tujuan pembelajaran dengan metode PBL.

3) Guru memberikan tugas harian dan mengambil data partisipasi siswa dan

nilai tugas harian.

4) Siswa ikut aktif berpartisipasi dan mengerjakan tugas harian dengan

kemampuan memecahkan masalah.

c. Pengamatan

26
1) Guru mengamati partisipasi siswa dan minat siswa pada saat

mengerjakan tugas harian.

2) Guru mengamati kesiapan siswa dan kondisi belajar siswa untuk

penerapan pra siklus.

d. Refleksi

1) Guru mengulas kembali pembelajaran yang telah dilakukan dengan

daftar kelebihan dan kekurangan.

2) Guru membuat daftar solusi yang logis untuk mengatasi kekurangan dan

meningkatkan kelebihan dari prestasi pembelajaran yang

dilakukan.

2. Siklus 1

Siklus 1 diterapkan setelah pra siklus mencapai target yang sudah

ditentukan. Siklus 1 adalah penerapan utama dalam tahapan tindakan dengan

metode pembelajaran berbasis masalah. Siklus ini diterapkan dengan mengacu pada

refleksi yang dianalisis pada siklus sebelumnya yaitu pra siklus. Keberhasilan pada

siklus ini ditentukan dengan prestasi belajar siswa yang ditunjukkan dengan nilai

job gambar yang memenuhi KKM yaitu 76 dengan banyak siswa 60% dari

jumlah siswa.

a. Perencanaan

1) Guru merencanakan solusi dan memperbaiki pembelajaran dari hasil

refleksi pra siklus.

2) Guru membuat rencana Pelaksanaan Pembelajaran berdasarkan

refleksi dari pra siklus.

27
3) Guru menyiapkan materi job dan media pembelajaran Pekerjaan Dasar

Otomotif dasar manual.

4) Guru membuat lembar observasi kondisi pembelajaran siswa di kelas

pada saat PBL diterapkan dan lembar penilaian.

b. Perlakuan

1) Guru melaksanakan proses pembelajaran dengan metode PBL serta

memberikan arahan pada siswa dalam kemampuan memecahkan

masalah.

2) Siswa memahami tujuan pembelajaran dengan metode PBL.

3) Guru memberikan job gambar sebagai suatu masalah yang harus

dipecahkan siswa dan mengambil data partisipasi siswa dan nilai job.

4) Siswa ikut aktif berpartisipasi dan mengerjakan job dengan kemampuan

memecahkan masalah.

c. Pengamatan

1) Guru mengamati partisipasi siswa dan minat siswa pada saat

mengerjakan tugas harian.

2) Guru mengamati kemampuan memecahkan masalah para siswa untuk

mengerjakan job.

d. Refleksi

1) Guru mengulas kembali pembelajaran siklus 1 yang telah dilakukan

dengan daftar kelebihan dan kekurangan.

2) Guru membuat daftar solusi yang logis untuk mengatasi kekurangan dan

meningkatkan kelebihan dari prestasi pembelajaran yang

dilakukan.

28
3. Siklus II

Siklus II diterapkan setelah siklus 1 mencapai target yang ditentukan. Siklus

II diterapkan setelah diketahui hasil refleksi pada siklus 1 dengan memperbaiki

kekurangan yang muncul pada siklus 1. Keberhasilan pada siklus ini ditentukan

dengan prestasi belajar siswa yang ditunjukkan dengan nilai job memenuhi KKM

yaitu 76 dengan banyak siswa 80% dari jumlah siswa.

a. Perencanaan

1) Guru membuat rencana Pelaksanaan Pembelajaran berdasarkan refleksi

dari siklus 1 dan memperbaiki kekurangan yang muncul pada

siklus 1.

2) Guru menyiapkan materi job dan media pembelajaran Pekerjaan Dasar

Otomotif dasar manual.

3) Guru membuat lembar observasi kondisi pembelajaran siswa di kelas

pada saat PBL diterapkan dan lembar penilaian.

b. Perlakuan

1) Guru melaksanakan proses pembelajaran dengan metode PBL serta

memberikan arahan pada siswa dalam kemampuan memecahkan

masalah.

2) Siswa memahami tujuan pembelajaran dengan metode PBL.

3) Guru memberikan job gambar sebagai suatu masalah yang harus

dipecahkan siswa dan mengambil data partisipasi siswa dan nilai job.

4) Siswa ikut aktif berpartisipasi dan mengerjakan job dengan kemampuan

memecahkan masalah.

c. Pengamatan

29
1) Guru mengamati partisipasi siswa dan minat siswa pada saat

mengerjakan tugas harian.

2) Guru mengamati kemampuan memecahkan masalah para siswa untuk

mengerjakan job.

d. Refleksi

1) Guru mengulas kembali pembelajaran siklus II yang telah dilakukan

dengan daftar kelebihan dan kekurangan.

2) Apabila sudah mencapai target maka siklus dihentikan.

E. Instrumen penelitian

Penelitian ini data yang diperoleh berupa nilai tes prestasi belajar siswa

yang dimasukkan dalam lembar penilaian. Data tersebut dikumpulkan dan disajikan

agar lebih mudah untuk memahaminya. Data yang diambil berupa nilai oleh karena

itu instrumen penelitian ini adalah lembar penilaian. Penyusunan instrumen lembar

penilaian didasarkan pada kajian teori yang kemudian dihasilkan kisi-kisi untuk

mempermudah menyususun variabel-variabel yang menjadi pengukur keberhasilan

penelitian. Pengukur keberhasilan pada penelitian ini adalah penilaian kelas berupa

prestasi belajar yang didapat dari data nilai praktik menggambar siswa.

Data nilai prestasi belajar siswa pada praktik menggambar didapat dari hasil

gambar yang dibuat siswa. Penilaiannya menggunakan lembar penilaian praktik

menggambar siswa dan kriteria penilaian dari lembar penilaian. Kisi-kisi lembar

penilaian praktik menggambar siswa untuk prestasi belajar Gambar

Teknik adalah sebagai berikut:


Tabel 13. Lembar penilaian

Nama Siswa

30
No

Job/ Hari, tgl

Kompetensi
Aspek yang dinilai siswa Bobot Nilai
Dasar

Proses pengerjaan
a. mampu menyebutkan nama-nama alat
bengkel otomotif sesuai dalam bahasa
20
indonesia dan bahasa teknik
Mengidentifikasi
b. mampu menjelaskan fungsi dari 10
jenis jenis hand masing-masing alat bengkel
tools sesuai Hasil
fungsinya a. dapat memeragakan alat sesuai dengan
Serta prosedur yang benar 25
menggunakan
dan merawat b. Siswa mengetahui k3 dalam 20
macam macam penggunaan kunci kunci di bengkel
c. Komponen alat digunakan dengan
hand tools 10
benar
dengan benar. d. Penggunaan alat sesuai dengan
fungsinya
5

Waktu (psikomotor)
a. Lebih cepat dari waktu yang ditentukan 10

Total 100

Sumber: Kriteria Penilaian Ujian praktik Kejuruan (Kemdikbud)

F. Teknik Analisis data

Penelitian ini digunakan tes praktek berupa penggunaan alat alat tangan

karena mata pelajaran yang diteliti merupakan mata pelajaran produktif yang lebih

31
menekankan pada praktek. Data yang didapatkan dari penelitian ini adalah tabel

nilai berupa prestasi belajar atau nilai praktik siswa dan skor penilaian yang

digunakan sebagai indikator ketercapaian hasil penelitian dengan dasar adalah nilai

KKM. Teknik analisis data nilai yang digunakan menggunakan statistik deskriptif

yang menguraikan atau memberikan keterangan-keterangan mengenai suatu data

atau keadaan berdasarkan data kuantitatif. Awalluddin (2008:7) menegaskan

statistik deskriptif hanya berfungsi menerangkan keadaan, gejala, atau persoalan.

Penarikan kesimpulan pada statistik deskriptif hanya ditujukan pada kumpulan data

yang ada. Berdasarkan atas ruang lingkup bahasannya, statistik deskriptif pada

penelitian ini berupa Distribusi frekuensi dengan Grafik distribusi, dan Ukuran nilai

pusat (rata-rata, median, modus). Perhitungan jumlah siswa ditentukan dari batasan

nilai KKM yaitu 76, maka siswa yang tidak memiliki total nilai lebih dari atau sama

dengan 76 (76) tidak dihitung.

G. Indikator Keberhasilan

Penelitian tindakan kelas ini keberhasilannya dapat diukur dari indikator

yang ditandai dengan meningkatnya prestasi belajar siswa. Peningkatan tersebut

tentunya perlu dibatasi agar tujuan penelitian lebih jelas dan terarah. Indikator

keberhasilan pada penelitian ini dapat menjadi batas minimum peneliti melakukan

siklus-siklus peneltian tindakan kelas, indikator keberhasilan tersebut dapat dilihat

dari:

1. Terdapat peningkatan prestasi belajar siswa dalam pembelajaran Pekerjaan


Dasar Otomotif yang dilihat dari nilai kriteria ketuntasan minimum (KKM),
sebanyak 80% siswa mempunyai nilai yang memenuhi KKM yang ditetapkan
sekolah yaitu sebesar 76.

32

Anda mungkin juga menyukai