Anda di halaman 1dari 15

TELAAH JURNAL

MODUL 5 ( PENYAKIT KELAINAN GIGI ANAK )


Tertundanya Replantasi Avulsi Gigi: Dua Laporan Kasus

Diajukan untuk memenuhi syarat dalam melengkapi kepaniteraan klinik modul 5

Oleh

DIANG FITRI YOLANDA


Pembimbing : Dr. drg. Dewi Elianora, MDSc, Sp.KGA

RUMAH SAKIT GIGI DAN MULUT


UNIVERSITAS BAITURRAHMAH
PADANG
2017
CSS PAEDODONTI

MODUL 5 PENYAKIT KELAINAN GIGI ANAK

FAKULTAS KEDOKTERAN GIGI

UNIVERSITAS BAITURRAHMAH

PADANG

HALAMAN PENGESAHAN

Telah di diskusikan jurnal yang berjudul Tertundanya Replantasi Avulsi Gigi:


Dua Laporan Kasus guna melengkapi persyaratan Kepaniteraan Klinik pada
Modul maloklusi.

Padang, Oktober 2017

Disetujui oleh Pembimbing

( Dr. drg. Dewi Elianora, MDSc, Sp.KGA)


LAPORAN KASUS
Tertundanya Replantasi Gigi Avulsi: Dua Laporan Kasus

Selcuk Savas, 1 Ebru Kucukyilmaz,1 Merve Akcay,1 dan Serhat Koseoglu2


1
Departemen Kedokteran Gigi Anak, Fakultas Kedokteran Gigi, Universitas Izmir
Katip Celebi, Cigli, 35640 Izmir, Turki
2
Departemen Periodontia, Fakultas Kedokteran Gigi, Universitas Izmir Katip
Celebi, Izmir, Turki

Laporan kasus ini menyajikan dua kasus tertundanya replantasi gigi avulsi
insisivus sentral atas setelah beberapa jam gigi mengering di luar rongga mulut.
Anak laki-laki 8 tahun dan anak laki -laki 10 tahun insisivus sentral atas avulsi
karena trauma terjadi masing-masing 27 dan 7 jam sebelumnya. Pedoman
pengobatan untuk gigi permanen matur/immature yang avulsi dengan lamanya
periode waktu gigi di luar rongga mulut dan perawatan endodontik yang
dilakukan di ekstra-oral selesai. Setelah gigi di reposisi, gigi tersebut stabil dalam
4 minggu dan diresepkan obat antibiotik profilaksis. Kontrol secara klinis dan
radiografi dilakukan setelah 18 bulan untuk Kasus I dan 12 bulan untuk Kasus II.
Selama periode follow up gigi dalam kasus ini tetap di jaga dalam keadaan stabil,
posisi fungsional tapi secara klinis terlihat adanya resorpsi tahap awal dan
ankilosis.
1. Pendahuluan

Avulsi gigi adalah keluarnya seluruh gigi dari soket dengan jumlah kasus
0,5-3% dari semua kasus trauma gigi [1-3]
. Prevalensi kasus avulsi pada anak-anak
meningkat antara usia 7 dan 9 tahun karena perkembangan akar yang belum
selesai dan resistensi minimal dari tulang alveolar/ligamen periodontal (PDL)
selama periode erupsi gigi [1, 3].
Etiologi avulsi gigi bervariasi sesuai dengan tahap perkembangan gigi.
Avulsi pada gigi sulung biasanya disebabkan karena benturan benda keras,
sedangkan avulsi gigi permanen umumnya disebabkan karena jatuh, perkelahian,
trauma karena olahraga, kecelakaan mobil, dan kekerasan pada anak [4-6].
Pada proses pertumbuhan gigi permanen dan sulung, avulsi umumnya
terjadi pada rahang atas, dan yang paling sering terkena adalah gigi insisivus
sentral rahang atas. Overjet yang berlebihan dan bibir yang tidak kompeten di
duga sebagai faktor etiologi yang paling banyak dalam kasus avulsi [2, 4, 7]
. Avulsi
biasanya melibatkan satu gigi, cedera jaringan pendukung gigi, cidera bibir, dan
kasus avulsi multiple juga telah didokumentasikan [8, 9].
Tujuan utama dalam perawatan avulsi gigi adalah untuk mempertahankan
dan merawat jaringan pendukung gigi dan menanam kembali gigi yang avulsi.
Keberhasilan replantasi tergantung pada kesehatan umum pasien, keadaan akar
gigi, lama waktu gigi keluar dari soket, dan media penyimpanan [10-13]. Lama waktu
gigi di luar rongga mulut dan media penyimpanan memiliki efek yang paling
penting terhadap status sel PDL [11-13]
. Tujuan dari laporan kasus ini adalah untuk
menyajikan dua kasus tertundanya replantasi avulsi gigi insisivus sentral atas
setelah lamanya waktu gigi di luar rongga mulut.

2. Laporan Kasus
2.1. Kasus I
Seorang anak 8 tahun dirujuk ke bagian paedodonti klinik gigi setelah
jatuh yang mengakibatkan terjadinya trauma pada gigi. Trauma terjadi 27 jam
yang lalu saat anak sedang bermain di taman sekolahnya. Anak sudah di periksa
oleh staf medis unit gawat darurat rumah sakit setempat, tidak terdeteksi ada
kerusakan saraf atau komplikasi medis. Orang tuanya meletakkan gigi yang avulsi
di selembar kertas sehingga mengering dan membawanya ke klinik. Orang tua
pasien tidak mempunyai riwayat penyakit sistemik. Pemeriksaan intraoral pasien
didapatkan gigi insisivus sentral permanen atas (gigi 21) telah avulsi (Gambar 1).
Ditemukan komplikasi fraktur gigi bagian mahkota, dengan keterlibatan dentin,
luksasi, kegoyahan gigi insisivus sentral kanan permanen atas (gigi 11), dan
didapatkan laserasi mukosa bagian palatal. Tes vitalitas, gigi yang berdekatan
memberikan respon positif. Pasien tersebut dalam keadaan gigi bercampur dan
banyaknya gigi yang karies karena kebersihan mulut yang jelek.

Gambar 1: avulsi gigi insisivus kiri atas

Gambar 2: Splinting yang dilakukan pada gigi avulsi dengan kawat


ortodontik dan resin komposit.

Rontgen periapikal dan panoramik tidak terlihat adanya fraktur tulang


alveolar atau cedera jaringan keras lainnya. Pemeriksaan gigi yang avulsi
menunjukkan bahwa fraktur mahkota bagian enamel, dan apeks gigi belum
menutup sempurna, dan permukaan akar ditutupi dengan sisa-sisa jaringan
periodontal yang telah mengering.
Setelah dijelaskan kepada orang tua pasien tentang kemungkinan risiko
yang dapat terjadi, soket gigi di irigasi dengan hati-hati menggunakan larutan
salin dengan diberikan anestesi lokal sebelumnya (Mexicaine, Vem Drugs,
Istanbul, Turki). Akar gigi dibersihkan dengan hati-hati untuk menghilangkan
sisa-sisa jaringan nekrotik dan jaringan periodontal yang telah mengering.
Perawatan endodontik di lakukan pada gigi avulsi di ekstra oral, bahan pengisian
saluran akar menggunakan trioksida mineral aggregat (MTA) (BioAggregate,
DiaDent, Burnaby, BC, Kanada), dan gigi tersebut di replantasi dengan perlahan-
lahan, dengan sedikit tekanan. Cotton pellet yang lembab dan glass ionomer
semen (Ketac molar, 3M/ESPE Dental Product, St. Paul, MN,USA) digunakan
sebagai tambalan sementara. Posisi gigi yang di replantasi diperiksa kembali baik
secara klinis dan radiografi. Gigi distabilkan dengan menggunakan splint fleksibel
(0,195 inch round twist-flex arch wires, 3M Unitek, Monrovia, CA, USA) dan
teknik etching resin komposit (Clearfil Mulia Esthetic, Kuraray, Tokyo, Jepang)
(Gambar 2 dan 3). Selain itu, pasien di instruksikan untuk menjaga kebersihan
mulut dan disarankan untuk makan makanan yang lunak dan di berikan
klorheksidin (Klorhex, Drogsan, Ankara, Turki) sebagai obat kumur selama
periode penyembuhan. Terapi antibiotik profilaksis dengan amoxcicilin
trihidrat/Potassium clavulanate (Beecham Laboratorium, Bristol, TN, USA)
dengan dosis 625mg/hari selama satu minggu. Pasien juga telah di rujuk untuk di
berikan antitetanus. Orang tua dijelaskan tentang pentingnya kembali secara
teratur ke dokter gigi untuk follow-up secara klinis dan radiografi.
Gambar 3: Rontgen periapikal setelah replantasi gigi avulsi.

Gambar 4: 18 bulan setelah trauma, sedikit terjadi intrusi


pada gigi yang avulsi.

Gambar 5: 18 bulan follow-up setelah replantasi gigi.


Setelah dua minggu pasien di periksa kembali, dan tidak ditemukan
kelainan patologis baik secara klinis atau radiologi. Pasien didatangkan kembali
empat minggu setelah replantasi, dan splint pada gigi telah dilepaskan. Restorasi
permanen pada mahkota gigi yang fraktur menggunakan resin komposit (Clearfil
Mulia Estetika, Kuraray Tokyo, Jepang). Pada bulan ketiga follow-up, tes perkusi
pada gigi avulsi didapatkan adanya perubahan suara perkusi karena ankilosis. 12
bulan kemudian, gigi insisivus sentral kanan memberikan respon negatif pada tes
vitalitas. Prosedur apeksifikasi menggunakan kalsium hidroksida (Sultan
Kimiawan Inc., Englewood, NJ, USA) untuk merangsang penutupan apikal. 18
bulan follow-up, gigi yang di replantasi tetap di stabil, posisi fungsional
menunjukkan adanya resorpsi tahap awal, ankilosis, dan instrusi gigi sekitar
0.5mm (Gambar 4 dan 5). Pasien akan dipantau sampai pertumbuhan gigi-
geliginya lengkap dan pengobatan yang tepat akan dilakukan jika diperlukan.
CBCT diambil untuk mengevaluasi hubungan antara gigi insisivus lateral dan akar
kaninus permanen.

2.2. Kasus II
Seorang anak 10 tahun dirujuk ke klinik gigi bagian paedodonti setelah
kecelakaan sepeda yang mengakibatkan terjadi trauma pada giginya. Gigi yang
avulsi tidak ditempatkan dalam media penyimpanan dan dibawa ke klinik 7 jam
setelah kecelakaan. Tidak ada riwayat penyakit sistemik pada orang tua pasien;
tidak ada riwayat hilangnya kesadaran atau muntah. Pada pemeriksaan, tidak
ditemukan adanya cidera tambahan. Pemeriksaan intraoral didapatkan gigi
insisivus sentral permanen rahang atas (gigi 11) avulsi (Gambar 6). Insisivus
sentral kiri (gigi 21) didapatkan retak pada bagian enamel dan fraktur. Pasien
dalam masa pertumbuhan gigi permanen, dengan crowded ringan dan overjet
insisal. Pemeriksaan klinis tidak di temukan adanya karies, dan kebersihan
mulutnya sedang.
Rontgen periapikal dan panoramik didapatkan tidak ada tulang alveolar
yang patah. Pemeriksaan gigi avulsi didapatkan fraktur mahkota bagian enamel
dan foramen apikal gigi telah menutup.
Gambar 6: avulsi gigi insisivus kanan atas.

Setelah dilakukan pemeriksaan, pedoman pengobatan untuk gigi permanen


yang avulsi dengan apeks gigi sudah menutup dan lamanya gigi di ekstra oral
telah direncanakan[3]. Perawatan saluran akar dilakukan di ekstra oral, dan bahan
pengisian saluran akar menggunakan MTA. Cotton pellet yang lembab dan glass
ionomer semen (Ketac molar, 3M / ESPE, St. Paul, MN, USA) digunakan untuk
restorasi sementara. Sisa-sisa jaringan nekrotik dan jaringan periodontal yang
mengering pelan-pelan di lepaskan dari permukaan gigi akar. Anestesi lokal
diberikan, dan soket irigasi dengan larutan salin. Setelah menghilangkan koagulan
dari soket, gigi di replantasi dengan tekanan ringan. Rontgen periapikal di
gunakan untuk memastikan bahwa gigi telah benar diposisikan di soket (Gambar
7). Gigi di splint dari kaninus ke kaninus dengan splint fleksibel (0,195 inch round
twist-flex arch wires) (Gambar 8). Instruksi diberikan kepada keluarga pasien
yang seperti yang dijelaskan di Kasus I (pola diet dan petunjuk kebersihan mulut).
Selain itu, terapi antibiotik profilaksis dengan amoksisilin trihidrat/kalium
klavulanat dengan dosis 1000mg/hari diresepkan selama satu minggu. Orang tua
diberi tahu tentang pentingnya menjaga kebersihan mulut dan secara teratur
kembali ke dokter gigi untuk pemeriksaan klinis dan radiografi.
Dua minggu setelah replantasi, pemeriksaan pasien, tidak ada kelainan
patogolis klinis atau radiologis. Pasien didatangkan lagi empat minggu setelah
replantasi, kemudian splint di lepaskan. Mahkota gigi permanen yang fraktur di
restorasi dengan resin komposit. Pada kunjungan tiga bulan kemudian, ankilosis
pada gigi yang di replantasi diamati dengan tes perkusi. Kontrol secara klinis dan
radiografi dilakukan pada bulan ke enam dan bulan ke 12.

Gambar 7: Splint gigi avulsi dengan kawat ortodontik dan


resin komposit.

Gambar 8: Radiografi periapikal setelah replantasi gigi avulsi.


Gambar 9: 12 bulan setelah trauma.

Gambar 10: Tidak ada kelainan patologi dan resorpsi akar,


pemeriksaan radiografi 12 bulan setelah trauma.

Selama 12 bulan follow-up, pemeriksaan klinis dan radiografi menunjukkan hasil


yang memuaskan dan estetik baik untuk gigi yang avulsi tetapi terjadinya resorpsi
dan ankilosis tanpa adanya instrusi (gambar 9 dan 10). Pasien akan tetap dipantau
sampai pertumbuhannya selesai dan perawatan yang tepat akan dilakukan jika
diperlukan.
3. Diskusi
Pedoman untuk perawatan gigi permanen yang avulsi bervariasi, tetapi
konsensus menetapkan bahwa perawatan yang ideal untuk gigi avulsi adalah
segera dilakukan replantasi [3, 4]
. Namun, tidak selalu replantasi dapat dilakukan
segera. Keputusan perawatan mengenai gigi avulsi adalah terkait dengan keadaan
apeks gigi (terbuka atau tertutup) dan kondisi sel PDL. Kondisi sel PDL
tergantung pada media penyimpanan dan waktu lamanya gigi di luar rongga mulut
[10, 11, 14-16]
. Waktu gigi di ekstra oral secara signifikan mempengaruhi hasil dan
berhubungan langsung dengan kelangsungan hidup sel PDL. Studi klinis telah
menunjukkan bahwa gigi yang di replantasi dalam waktu 5 menit setelah avulsi
memiliki prognosis yang baik [17]
. Waktu gigi di ekstra oral 60 menit atau lebih,
semua sel PDL akan mati [3, 4]. Penyimpanan dan media transportasi selama waktu
gigi di ekstra oral juga penting. Pada pasien dengan waktu ekstra oral yang
panjang, gigi harus tetap dipertahankan di media yang cocok, seperti HBSS,
larutan salin, susu, atau saliva sampai di replantasi oleh dokter gigi [18, 19].
Dalam kasus ini, gigi disimpan dalam kertas yang kering, dan waktu gigi
di ekstra oral lebih dari 60 menit (27 jam dan 7 jam dalam Kasus I dan II).
Manajemen dari dua kasus di atas adalah sesuai dengan prosedur replantasi yang
dijelaskan oleh International Association of Dental Traumatology [3]
. Ini
menunjukkan bahwa, jika gigi telah kering lebih dari 60 menit sebelum replantasi,
perawatan saluran akar dapat dilakukan di ekstra oral sebelum replantasi. Karena
tidak ada kemungkinan untuk revaskularisasi pulpa kembali dan ligamen
periodontal akan nekrotik dan tidak dapat diharapkan terjadinya penyembuhan,
sehigga diputuskan untuk melakukan perawatan saluran akar di ekstra oral.
Menurut pedoman traumatologi dan artikel tentang tertundanya kasus
replantasi, sel PDL akan nekrotik bersamaan dengan tertundanya replantasi,
menghasilkan prognosis yang buruk untuk jangka panjang [1, 3, 4, 20]
. Kebanyakan
trauma avulsi terjadi sebelum proses pertumbuhan tulang wajah pasien selesai.
Mencegah resorpsi dari tulang sekitarnya dan menjaga gigi tetap berada
dilengkungnya sampai pertumbuhan tulang wajah selesai. Replantasi dapat
mengembalikan penampilan estetik pasien dan fungsi oklusal dan mencegah
trauma fisiologis, yang mungkin berhubungan dengan gigi anterior yang hilang.
Jika avulsi gigi insisivus tidak di replantasi dalam kasus ini, pilihan pengobatan
lainnya yang mungkin adalah penggantian prostetik dari gigi insisivus yang
hilang, penutupan ruangan dengan perawatan orthodonti, atau auto transplantasi
gigi untuk ruang yang kosong.
Gigi yang di replantasi harus dipantau secara hati-hati baik temuan klinis
/radiografi harus dicatat. Pada anak-anak dan remaja, ankilosis sering dikaitkan
dengan instrusi gigi yang di replantasi. Gigi yang di replantasi dari kedua kasus
yang disajikan di sini menunjukkan adanya tanda-tanda ankilosis. Meskipun
Kasus II tidak menunjukkan adanya instrusi, sedikit instrusi terlihat di Kasus I
dibandingkan dengan gigi insisivus sentral yang berdekatan. Decoronation
mungkin diperlukan ketika instrusi yang terjadi lebih dari 1 mm.

4. Kesimpulan
Meskipun waktu penyimpanan gigi di ekstra oral lama, gigi dengan
replantasi yang tertunda mungkin dipertahankan tetap stabil dalam posisi
fungsional dalam lengkung gigi. Pada pasien yang proses pertumbuhan belum
berhenti, replantasi gigi digunakan untuk mempertahankan tulang sekitarnya
selama beberapa tahun sampai pasien mendapatkan implan yang layak yang dapat
dianggap cocok untuk pilihan terapi.

Konflik Kepentingan

Para penulis menyatakan bahwa tidak ada konflik kepentingan mengenai


publikasi makalah ini.
Referensi

[1] J. O. Andreasen and F. M. Andreasen, Classification, etiology and


epidemiology, in Textbook and Color Atlas of Traumatic Injuries to the Teeth, J.
O. Andreasen and F. M. Andreasen, Eds., pp. 151179, Mosby, Munksgard,
Copenhagen, Denmark, 1994.

[2] J. O. Andreasen and F. M. Andreasen, Examination and diagnosis of dental


injuries, in Textbook and Color Atlas of Traumatic Injuries to the Teeth, J. O.
Andreasen and F. M. Andreasen, Eds., pp. 195217, Mosby, Copenhagen,
Denmark, 1994.

[3] L. Andersson, J.O. Andreasen, P. Day et al., InternationalAssociation of


Dental Traumatology guidelines for the management of traumatic dental injuries:
2. Avulsion of permanent teeth, Dental Traumatology, vol. 28, no. 2, pp. 8896,
2012.

[4] A. D. Kaba and S. C. Marechaux, A fourteen-year follow-up study of


traumatic injuries to the permanent dentition, ASDC Journal ofDentistry for
Children, vol. 56,no. 6, pp.417425, 1989.

[5] M. J. Kinirons and J. Sutcliffe, Traumatically intruded permanent incisors: a


study of treatment and outcome, British Dental Journal, vol. 170, no. 4, pp. 144
146, 1991.

[6] J.O. Andreasen, Etiology and pathogenesis of traumatic dental injuries. A


clinical study of 1,298 cases, Scandinavian Journal of Dental Research, vol. 78,
no. 4, pp. 329342, 1970.

[7] I. Brin, Y. Ben-Bassat, I. Heling, and N. Brezniak, Profile of an orthodontic


patient at risk of dental trauma, Dental Traumatology, vol. 16, no. 3, pp. 111
115, 2000.

[8] A. Filippi, Y. Pohl, and H. Kirschner, Replantation of avulsed primary


anterior teeth: treatment and limitations, Journal of Dentistry for Children, vol.
64, no. 4, pp. 272275, 1997.

[9] J. O. Andreasen and F. M. Andreasen, Essentials of Traumatic Injuries to the


Teeth: A Step-By-Step Treatment Guide, Munksgaard, Conpenhagen, Denmark,
2nd edition, 2001.

[10] J. O. Andreasen and F. M. Andreasen, Avulsions, in Textbook and Color


Atlas of Traumatic Injuries to the Teeth, J. O. Andreasen and F. M. Andreasen,
Eds., pp. 383425, Mosby, Munksgard, Copenhagen, Denmark, 1994.

[11] N. Cohenca, S. Karni, D. Eidlitz, E. Nuni, and J. Moshonov, New treatment


protocols for avulsed teeth, Refuat Hapeh Vehashinayim, vol. 21, pp. 4853,
2004.
[12] U. Glendor, A. Halling, L. Andersson, and E. Eilert-Petersson, Incidence of
traumatic tooth injuries in children and adolescents in the county of
Vastmanland, Sweden, Swedish Dental Journal, vol. 20, no. 1-2, pp. 1528,
1996.

[13] J. O. Andreasen, Effect of extra-alveolar period and storage media upon


periodontal and pulpal healing after replantation of mature permanent incisors in
monkeys, International Journal of Oral Surgery, vol. 10, no. 1, pp. 4353, 1981.

[14] D. Ram and O. N. Cohenca, Therapeutic protocols for avulsed permanent


teeth: review and clinical update, Pediatric Dentistry, vol. 26, no. 3, pp. 251
255, 2004.

[15] M. Cvek, P. Cleaton-Jones, J. Austin, J. Lownie, M. Kling, and P. Fatti,


Effect of topical application of doxycycline on pulp revascularization and
periodontal healing in reimplanted monkey incisors, Endodontics & Dental
Traumatology, vol. 6, no. 4, pp. 170176, 1990.

[16] J. O. Andreasen, M. K. Borum, and F. M. Andreasen, Replantation of 400


avulsed permanent incisors. 3. Factors related to root growth, Endodontics &
Dental Traumatology, vol. 11, no. 2, pp. 6975, 1995.

[17] L. Andersson and I. Bodin, Avulsed human teeth replanted within 15


minutesa long-term clinical follow-up study, Dental Traumatology, vol. 6, no.
1, pp. 3742, 1990.

[18] E. J. Barrett and D. J. Kenny, Avulsed permanent teeth: a review of the


literature and treatment guidelines, Endodontics and Dental Traumatology, vol.
13, no. 4, pp. 153163, 1997.

[19] Y. Pohl, A. Filippi, and H. Kirschner, Results after replantation of avulsed


permanent teeth. II. Periodontal healing and the role of physiologic storage and
antiresorptive-regenerative therapy, Dental Traumatology, vol. 21, no. 2, pp. 93
101, 2005.

[20] S. Patel, T. C. Dumsha, and R. J. Sydiskis, Determining periodontal


ligament (PDL) cell vitality from exarticulated teeth stored in saline or milk using
fluorescein diacetate., International Endodontic Journal, vol. 27, no. 1, pp. 15,
1994

Anda mungkin juga menyukai