Anda di halaman 1dari 15

PEWARNAAN ALIZARIN RED

Oleh :
Nama : Desi Ariana S
NIM : B1J012145
Rombongan :I
Kelompok :5
Asisten : Mithun Sinaga

LAPORAN PRAKTIKUM STRUKTUR DAN PERKEMBANGAN HEWAN II

KEMENTERIAN PENDIDIKAN DAN KEBUDAYAAN


UNIVERSITAS JENDERAL SOEDIRMAN
FAKULTAS BIOLOGI
PURWOKERTO
2013
I. PENDAHULUAN

A. Latar Belakang

Alizarin Red merupakan suatu metode untuk mengetahui pembentukan tulang

pada embrio atau untuk mendeteksi proses kalsifikasi pada tulang embrio. Pewarnaan

Alizarin Red kita gunakan untuk mengetahui pembentukan tulang pada embrio atau

untuk mendeteksi proses kalsifikasi pada tulang embrio yang terjadi pada tulang

keras. Tulang yang diwarnai oleh Alizarin red akan berwarna merah tua, yang

menandakan bahwa tulang tersebut telah mengalami kalsifikasi. Warna merah tua

terbentuk karena zat warna yang diberikan terikat oleh kalsium pada matriks tulang.

Proses kalsifikasi pada embrio ayam dapat diamati ketika mulai umur inkubasi 9

hari. Selain metode pewarnaan alizarin red juga terdapat metode Alician Blue yang

digunakan pada tulang rawan (Jessop, 1988).

Alizarin adalah sebuah komponen berwarna merah-orange yang memiliki

rumus molekul C14H8O4. Komponen ini merupakan derivat dari anthraquinon,

dengan gugus hidroksil tersubstitusi pasa posisi 1 dan 2. Alizarin terjadi secara alami

sebagai glukosida pada tanaman Rubia tinctorum (Mahanthesha, et al., 2009).

Struktur Alizarin
Pewarnaan alizarin red ini digunakan untuk mendeteksi proses klasifikasi pada

tulang embrio. Tulang yang diwarnai menggunakan alizarin red akan berwarna

merah tua apabila tulang tersebut telah mengalami kalsifikasi. Warna ini muncul

karena zat warna yang diberikan terikat oleh kalsium pada matriks tulang (Jasin,

1989). Teknik pewarnaan pada tulang dengan zat warna alizarin red. Bagian dalam

modifikasi akan berwarna merah. Bagian tersebut seperti: tulang dahi (frontal),

tulang rahang, radius ulna, tulang ujung jari, scapula, tulang rusuk, femur, tibia, serta

fibula (Sukra, 2000).

Menurut Setyawati (2011), tulang dapat dibentuk dengan dua cara, yaitu

melalui mineralisasi langsung pada matriks yang disekresi oleh osteoblast (osifikasi

intra membranosa) atau melalui penimbunan matriks tulang pada matriks tulang

rawan sebelumnya (osifikasi endokondral). Baik osifikasi intra membranosa atau

osifikasi endokondral, jaringan tulang yang pertama kali dibentuk adalah jaringan

primer atau muda. Tulang primer adalah jaringan yang bersifat sementara dan tidak

lama kemudian diganti oleh jenis tulang berlamela yang tetap, disebut tulang

sekunder. Menurut Huffman et al (2007) tulang esteoid diperkaya dalam

fosfoprotein, asam glikoprotein dan proteoglikan, beberapa yang mirip dengan BSP

atau fragmen nukleator dari kristal hidroksiapatit. Matriks tulang mengandung unsur-

unsur yang sama seperti jaringan-jaringan penyambung lainnya, serat-serat dan

bahan dasar. Pengendapan matriks ini oleh osteoblast disebut osifikasi. Pengendapan

garam-garam kalsium dalam matriks ini disebut kalsifikasi (pengapuran), suatu

proses yang terjadi normal pada tulang tetapi dapat terjadi patologis dalam jaringan

penyambung lain, seperti tulang rawan dan dinding pembuluh darah. Kalsifikasi

belum terjadi dalam matriks tulang, daerah itu disebut osteoid (Yatim 1983).
Praktikum kali ini menggunakan mencit (Mus musculus) karena mencit lebih

mudah diperoleh, tulang-tulang yang sudah terwarnai mudah diamati, dan

menghasilkan anakan yang banyak dalam sekali kehamilan.

B. Tujuan

Tujuan dari praktikum ini adalah mahasiswa dapat mengerjakan prosedur

perwarnaan Alizarin dan menerangkan proses kalsifikasi tulang pada fetus mencit

(Mus musculus).
II. MATERI DAN METODE

A. Materi

Alat dan bahan yang digunakan dalam praktikum kali ini adalah cawan petri,

baki, 8 botol sampel, kertas label, spuit injeksi tanpa jarum, pipet tetes, fetus mencit

(Mus musculus), larutan alkohol 96%, akuades, KOH 1%, KOH 2%, larutan pewarna

AR, NaCl fisiologis, larutan penjernih A (gliserin 20 bagian + KOH 4% 3 bagian +

akuades 77 bagian), larutan penjernih B (gliserin 50 bagian + KOH 4% 3 bagian +

akuades 47 bagian), dan larutan penjernih C (gliserin 75 bagian + akuades 25

bagian).

B. Metode

Metode yang digunakan dalam praktikum kali ini adalah :

1. Fetus mencit diletakkan di cawan petri.

2. Bagian amnion fetus dibuang.

3. Fetus mencit dibersihkan dengan cara dimasukkan ke NaCl fisiologis

selama 10 menit.

4. Fetus mencit dimasukkan ke akuades selama 10 menit untuk membilas.

5. Fetus mencit dimasukkan ke dalam larutan alkohol 96% dan direndam

selama 12 jam.

6. Larutan diganti dengan akuades dan direndam selama 10 menit.

7. Larutan diganti dengan KOH 1% dan direndam selama 3 jam.

8. Larutan diganti dengan pewarna AR dan direndam selama 4 jam.

9. Larutan diganti dengan KOH 2% dan direndam selama 30 menit.


10. Larutan diganti dengan larutan penjernih A, B dan C dan direndam masing-

masing selama 1 jam.

11. Bagian yang terwarnai diamati dan didokumentasikan tiap tahapannya.


III. HASIL DAN PEMBAHASAN

A. Hasil

Gambar A Gambar B

Gambar C Gambar D
Gambar E Gambar F

Gambar G Gambar H

Gambar I
Gambar J

Keterangan Gambar :

1. Gambar A : Foto fetus mencit sebelum diberi perlakuan

2. Gambar B : Foto fetus mencit di dalam larutan NaCl fisiologis

3. Gambar C : Foto fetus mencit setelah dimasukkan alkohol 96 %

4. Gamabr D : Foto fetus mencit setelah dimasukkan akuades

5. Gambat E : Foto fetus mencit setelah dimasukkan KOH 1%

6. Gambar F : Foto fetus mencit setelah dimasukkan alizarin red

7. Gambar G : Foto fetus mencit setelah dimasukkan larutan penjernih A

8. Gambar H : Foto fetus mencit setelah dimasukkan larutan penjernih B

9. Gambar I : Foto fetus mencit setelah dimasukkan larutan penjernih C

10. Gamabr J : Skematis Gambar Tulang Mencit


Tabel 1. Data PengamatanTulang Yang Terkalsifikasi Rombongan I

No. Kelompok Tulang yang terwarnai

1. 1 Vertebrae, humerus, ribs

2. 2 Sternum, thoracic vertebrae, caudal vertebrae

3. 3 Ribs, sternum, clavicle, scapula

4. 4 Atlas, axis, clavicle, scapula, humerus

Ribs, mandibulla, humerus, axis, lumbar vertebrae, thoracic


5. 5
vertebrae, sacrum, scapula, atlas, radius, ulna

6. 6 Lumbar vertebrae, sternum, skull, mandibula, carpal


B. Pembahasan

Berdasarkan praktikum yang dilakukan rombongan I didapatkan hasil bahwa

pada kelompok 1 tulang yang terwarnai adalah vertebrae, humerus dan ribs.

Kelompok 2 adalah sternum, thoracic vertebrae dan caudal vertebrae. Kelompok 3

adalah ribs, sternum, clavicle dan scapula. Kelompok 4 adalah atlas, axis, clavicle,

scapula dan humerus. Kelompok 5 adalah ribs, mandibulla, humerus, axis, lumbar

vertebrae, thoracic vertebrae, sacrum, scapula, atlas, radius dan ulna. Kelompok 6

adalah lumbar vertebrae, sternum, skull, mandibula dan carpal. Menurut Sukra

(2000), tulang-tulang yang mengalami pewarnaan dengan zat warna alizarin red

adalah tulang dahi (frontal), tulang rahang (mandibula dan maxilla), radius ulna,

tulang ujung jari, scapula, tulang rusuk, femur, tibia, serta fibula. Tulang-tulang

tersebut dapat terlihat pada embrio umur 10-15 hari karena proses pembentukan

tulang dengan cara osifikasi intramembran relatif lebih cepat dibandingkan dengan

osifikasi endokondral. Hal ini sedikit berbeda dengan referensi karena embrio yang

diamati yaitu tidak terlihatnya tulang dahi (frontal) yang merupakan tulang yang

terbentuk melalui proses osifikasi intramembran karena embrio terlihat masih terlalu

kecil.

Hasil yang didapat tiap kelompok berbeda-beda mungkin dikarenakan faktor

goncangan mekanik yang terjadi saat membawa fetus, tingkat ketelitian dalam

penambahahan larutan, umur fetus yang berbeda dan lamanya waktu perendaman

pada tiap larutan. Menurut Huffman et al (2007), tulang merupakan jaringan

vaskuler unik yang mengalami mineralisasi sebagai bagian dari proses

perkembangannya. Mineral pada tulang memiliki peran penting terhadap fungsi

tulang belakang, termasuk menyokong struktural, penyimpanan reversibel kalsium

dan fosfor, dan tempat menyimpan kandungan logam dan karbon.


Prosedur pelaksanaan yang dilakukan dalam praktikum pewarnaan alizarin red

dengan preparat fetus mencit (Mus muculus) perlakuan pertama yang kita lakukan

adalah dengan cara memasukkan fetus mencit kedalam botol sampel. Fetus mencit

yang telah bersih dari membran ekstra embrional, pukul 08.20 fetus mencit

dimasukkan ke dalam botol sampel yang telah diisi larutan alkohol 96%. Fetus

mencit direndam dalam larutan alkohol 96 % selama 12 jam, fetus mencit menjadi

lebih kecil, mengkerut dan pucat. Alkohol 96% ini berfungsi sebagai fiksatif. Setelah

12 jam sekitar pukul 20.20, larutan alkohol dibuang menggunakan spuit injeksi tanpa

jarum dan fetus mencit direndam ke dalam akuades selama 10 menit, fetus mencit

terlihat lebih transparan. Akuades ini berfungsi untuk melunturkan warna pucat pada

tubuh fetus. Pukul 20.30 akuades dibuang dan diganti dengan pemberian larutan

KOH 1% selama 3 jam, fetus mencit menjadi transparan, tulangnya mulai terlihat

dan terdapat lendir. Larutan KOH 1% berfungsi untuk mengendurkan otot menjadi

transparan dan skeletonnya terlihat jelas. Setelah jaringan otot transparan, maka

larutan KOH tadi dibuang. Pukul 23.30 larutan diganti dengan larutan pewarna

Alizarin Red dan direndam selama 4 jam, tulang pada fetus mencit mulai terwarnai

menjadi jingga kekuningan. Fungsi alizarin red adalah sebagai pewarna skeleton

menjadi kuning, jingga atau merah agar mudah untuk diamati. Karena dalam

perendaman larutan KOH 1% fetus mencit sudah sangat transparan dan lunak, tidak

dilakukan perlakuan perendaman di dalam larutan KOH 2% untuk menghindari

kerusakan pada fetus mencit. Pukul 03.30 pewarna alizarin red dibuang dan diganti

dengan larutan penjernih A, pukul 04.30 diganti dengan larutan penjernih B, pukul

05.30 diganti dengan larutan penjernih C, fetus mencit terlihat lebih transparan dan

tulangnya terlihat lebih jelas. Larutan penjernih A, B, dan C berfungsi untuk

mengurangi kelebihan pewarna yang masuk ke dalam jaringan otot sehingga otot
menjadi tampak jernih transparan. Tulang-tulang yang telah terwarnai oleh Alizarin

Red diamati dan dibandingkan dengan gambar (Villee dkk, 1988).

Adapun faktor-faktor yang mempengaruhi proses kalsifikasi pada embrio

ayam, yaitu:

1. Hormon paratiroid, kalsitonin, dan vitamin D yang bertanggung jawab

terhadap tingkat kadar kalsium darah yang normal, yang akan mempengaruhi

proses kalsifikasi. Kalsitonin adalah hormon yang berasal dari sel-sel

parafolikuler dari kelenjar tiroid. Hormon tersebut mempunyai aksi dalam

menurunkan kadar kalsium darah dan menghambat resorpsi tulang sehingga

mempengaruhi proses kalsifikasi.

2. Makanan juga berpengaruh dalam proses kalsifikasi. Hal ini khususnya

berlaku terhadap cukupnya persediaan dan tersedianya mineral-mineral

seperti kalsium dan fosfor, yang merupakan komponen-komponen anorganik

utama dari tulang. Kekurangan kalsium atau fosfor dalam makanan

mengakibatkan pelanggaran dan kerapuhan tulang.

Waktu yang diperlukan untuk mendapatkan embrio ayam yang telah

mengalami penulangan yaitu pada umur 10-15 hari, embrio ayam akan mengalami

penulangan. Bagian tulang yang terwarnai adalah tulang tengkorak, tulang panjang

pada alat gerak tubuh. Bagian tulang yang mengalami penulangan ditandai dengan

adanya warna merah atau ungu pada tulang tersebut (Togashi, 2007).
IV. KESIMPULAN DAN SARAN

A. Kesimpulan

Berdasarkan hasil dan pembahasan sebelumnya, dapat ditarik beberapa

kesimpulan bahwa:

1. Prosedur pewarnaan Alizarin Red dapat dilakukan dengan cara merendam fetus

menggunakan larutan alkohol 96% sebagai larutan fiksatif, larutan akuades

sebagai penetral fetus dari larutan alkohol, larutan KOH 1% dan KOH 2% untuk

mentransparankan otot dan skeleton fetus, pewarna Alizarin Red sebagai

pewarna skeleton dan larutan penjernih A, B dan C untuk mengurangi kelebihan

pewarna Alizarin yang terikat pada matriks tulang.

2. Kalsifikasi atau pengapuran adalah pengendapan garam-garam kalsium dalam

matriks tulang.

B. Saran

Saran yang dapat diberikan dalam praktikum kali ini adalah dalam perendaman

fetus mencit dengan menggunakan KOH 1% sebaiknya jangan terlalu lama karena

dapat merusak bentuk dari fetus mencit itu sendiri dan menjadi sulit untuk diamati.
DAFTAR REFERENSI

Huffman, N, J.K Keightley, C. Chaoying, R. J Midura, D. Lovitch, P. A Veno, S. L


Dallas, J.P Gorski. 2007. Association of Specific Proteolytic Processing of
Bone Sialoprotein and Bone Acidic Glycoprotein-75 with mineralization
within Biomineralization Foci. The journal of biological chemistry. Vol. 282.

Jasin, M. 1989. Sistematika Hewan (Invertebrata dan Vertebrata). Sinar Wijaya,


Surabaya.

Jessop, N. M. 1988. Theory and Problem of Zoology. B & JO Entreprise Pte Ltd,
Singapore.

Mahanthesha.K.R. et al. 2009. Novel PVC Membrane Based Alizarin Sensor and its
application; Determination of Vanadium, Zirconium and Molybdenum.
Department of Chemistry, Indian Institute of Technology Roorkee, Roorkee-
247 667, India.

Setyawati, Iriani, Dwi Ariani Yulihastuti. 2011. Penampilan Reproduksi dan


Perkembangan Skeleton Mencit setelah Pemberian Ekstrak Buah Nanas
Muda. Universitas Udayana Kampus Bukit Jimbaran, Kuta, Badung, Bali.

Sukra, Yuhara. 2000. Wawasan Ilmu Pengetahuan Embrio : Benih Masa Depan.
Jakarta : Direktorat Jenderal Pendidikan Tinggi.

Togashi, A. Y., Cirano, F. R., Marques, M. M., Pustiglioni, F. E., Antonio, L. 2007.
Characterization of Bone Cells Obtained from the Calvaria of Neonatal Rats
(osteo-1) after Serial Subculture. J Appl Oral Sci. 2007;15(5):442-7.

Villee, C. A., W. F. Walker, dan R. D. Barnes. 1988. Zoologi Umum. Erlangga,


Jakarta.

Yatim, W. 1983. Embryologi. Tarsito, Bandung.

Anda mungkin juga menyukai