Anda di halaman 1dari 25

7

BAB II

TINJAUAN PUSTAKA

I. KONSEP TEORI
1. Skizofrenia
Skizofrenia adalah penyakit otak yang diturunkan. Satu persen masyarakat
amerika serikat mengalami mengalami skizofrenia, dan 10 % turunan
pertama mengalami skizofrenia sepanjang kehidupan mereka. Jika
skizofrenia didiagnosis pada satu anak kembar identik, ada kemungkinan
40% sampai 55% dari pasangan kembarannya akan mengalami
skizofrenia, pasangan kembarnya memiliki 10 15% kemungkinan untuk
mengalami penyakit ini. Namun, ada orang lain yang mengalami
skizofrenia namun tidak mempunyai saudara dekat yang memiliki
penyakit tersebut. Hal ini memberi kesan bahwa ada faktor lain, seperti
penyebab psikososial dan lingkungan.
Walaupun gen spesifik untuk skizofrenia belum ditemukan, riset
menyatakan bahwa perubahan pada area kromosom 5 dan 6 dapat
mempresdiposisi seseorang untuk terkena skizofrenia. Bahkan jika
kerusakan ini memang ada, suatu kejadian tambahan seperti infeksi, reaksi
autoimun, atau cidera diyakini diperlukan untuk mencetuskan penyakit
tersebut. Periode janin merupakan waktu yang berpotensi berisiko tinggi
akibat penyakit tersebut, seperti halnya akibat komplikasi persalinan dan
trauma pada awal kehidupan lainnya yang dapat memberi pengaruh buruk
pada otak. Efek sisa dari cidera yang terjadi di awal kehidupan dan selama
pertumbuhan otak yang pesat di masa remaja dapat menyebabkan
abnormalitas laten menjadi jelas terlihat.
Pemeriksaan magnetic resonance imaging (IMR), positif emission
tomography (PET) dan tomography tercompoturisasi (CT) telah
memperlihatkan abnormalitas dalam simetrisitas, kepadatan jaringan,
atrofi sebagian serebral dan pelebaran ventrikel serebral lateral di dalam
otak penderita skizofrenia. Skanning PET juga telah menunjukkan
penurunan aliran darah dan penurunan metabilosme glukosa di lobus
prontal. Studi mikroskopis jaringan otak telah menungkapkan ketidak
normalan dalam orientasi dan migrasi neuron.
Para peneliti terus mempelajari bagaimana perubahan di regio
limbik, regio kortikal, dan striatum otak memainkan peran dalam parologi
skizofrenia. Penelitian yang lebih jauh mengenai interaksi antar
neurotransmiter (seperti dopamin, epinefrin, norepinefrin, serotonin,
glutamat, dan asam gamma-aminobutirik) dapat memberi jawaban yang
lebih jelas mengenai patofisiologi penyakit ini. Skizofrenia tidak lagi dapat
dijelaskan secaara sederhana sebagai kasus kelebihan dopamin di otak.
Dokter menyadari bahwa skizofrenia merupakan penyakit kompleks yang
harus dipersepsikan dengan sama mempersepsikan penyakit jantung,
sebagai suatu kesatuan penyakit multikasual
Skizofrenia adalah Sekelompok gangguan jiwa berat yang
umumnya ditandai oleh distorsi proses pikir dan persepsi yang mendasar,
alam perasaan yang menjadi tumpul dan tidak serasi, tetapi kesadarannya
tetap jernih dan kemampuan intelektual biasanya dapat dipertahankan.
Skizofrenia ditandai dengan dua kategori gejala utama, negatif dan
positif. gejala negatif mengindikasikan hilangnya fungsi normal. Gejala
negatif pada skizofrenia meliputi pendaftaran afektif, alogia (miskin
pembicaraan) dan avolisi (kurang perilaku inisiatif diri). Klien
menunjukkan efek tumpul, datar, atau tidak serasi yang dimanifestasikan
dengan kurangnya kontak mata, ekspresi wajah jauh dan tidak responsif,
serta terbatasnya bahasa tubuh. Sensar diri terganggu, pengalaman
seringkali diartikan sebagai kehilangan batasan ego. Kehilangan sensasi
diri secara koheren menyebabkan klien mengalami kesulitan
mempertahanka identitas diri. Klien secara khas memiliki kesulitan dalam
memulai dan mempertahankan aktivitas yang diarahkan oleh diri sendiri,
akibatnya klien kehilangan minat pada pekerjaan dan peran kehidupan
lainnya. Kurang kemampuan untuk mempertahankan aktivitas yang
diarahkan oleh diri sendiri juga membuat klien sulit menjalin hubungan

8
interpersonal. Yang terlihat pada orang ini adalah menarik diri dari
lingkungan sosial dan keterputusan hubungan emosonal.
Sementara gejala positif berfokus pada distorsi fungsi normal,
contohnya waham, halusinasi, bicara tidak teratur, dan kekacauan yang
menyeluruh atau perilaku katatonia.
Riwayat klinis skizofrenia sering sekali rumit dan cenderung
terjadi dalam tiga fase-fase prodromal, fase aktif, dan fase residual.
a. fase prodromal
1) kemungkinan dalam waktu lama (6 sampai 12 bualan) dalam
tingkat fungsi perawatan diri, sosial, waktu luang, pekerjaan, atau
akademik.
2) Timbul gejala positif dan negatif
3) Periode kebingungan pada klien dan keluarga.
b. Fase aktif
1) Permulaan intervensi asuhan kesehatan, khususnya hospitalisasi.
2) Pengenalan pemberian obat dan modalitas terapeutik lainnya.
3) Perawatan difokuskan pada rehabilitasi psikiatrik saat pasien
belajar untuk hidup dengan penyakit yang memengaruhi pikiran,
perasaan, dan perilaku.
c. Fase residual
1) Penanganan sehari-haari dengan penanganan gejala.
2) Pengurangan dan penguatan gejala
3) Adaptasi.

Karakteristik utama dalam gangguan adalah gangguan dalam


proses pikir, persepsi, bahasa dan komunikasi, serta perilaku, dikombinasi
dengan penururnan menyeluruh dalam kemampuan fungsi. Kelima tipe
skizofrenia dibedakan sebagai berikut :

9
1. Paranoid dengan gejala umum :
d. Pikiran dipenuhi dengan waham sistemik, yang paling umum
adalah dengan waham kebesaran atau waham kejar.
e. Halusinasi pendengaran terfokus pada lama tunggal sementara
pasien mempertahankan fungsi kognitif dan afek yang serasi.
f. Ansietas
g. Marah
h. Argumentatif
i. Hubungan interpersonal menguat
j. Berpotensi melakukan perilaku kekerasan pada diri sendiri atau
orang lain
2. Takterorganisasi denga gejala umum :
a. Perilaku kacau, menyebabkan gangguan yang berat dalam
aktivitas kehidupan sehari-hari
b. Kurang memiliki hubungan/pertalian
c. Kehilangan asosiasi
d. Bicara tdak teratur
e. Perilaku kacau, binguung atau ganjil
f. Afek datar atau tidak sesuai
g. Gangguan kognitif.
3. Katatonia dengan gejala umum :
a. Gangguan psikomotor, seperti stupor, negativisme, rigiditas,
gairah, postur aneh.
b. Mutisme
c. Ekolalia (pengulangan kata atau kalimat yang baru diucapkan
orang lain)
d. Akopraksia (meniru gerakan orang lain.
4. Takterinci dengan gejala umum :
a. Waham
b. Halusinasi
c. Tidak koheren

10
d. Perilaku tidak terorganisasi yang tidak dapat digolongkaan ke
tipe lain.
5. Residual dengan gejala umum :
a. Minimal mengalami satu episode skizofrenik dengan gejala
psikotik yang menonjol, diikuti oleh episode tanpa gejal psikotik.
b. Emosi tumpul
c. Menarik diri dari realita
d. Keyakinan aneh
e. Pengalaman persepsi tidak baisa
f. Perilaku eksentrik
g. Pemikiran tidak logis
h. Kehilangan asosiasi.

2. HALUSINASI
A. Pengertian Halusinasi

Halusinasi adalah satu persepsi yang salah oleh panca indera tanpa
adanya rangsang (stimulus) eksternal (Cook & Fontain, Essentials of
Mental Health Nursing, 1987).
Halusinasi merupakan salah satu gejala yang sering ditemukan pada
klien dengan gangguan jiwa, Halusinasi sering diidentikkan dengan
Schizofrenia. Dari seluruh klien Schizofrenia 70% diantaranya
mengalami halusinasi. Gangguan jiwa lain yang juga disertai dengan
gejala halusinasi adalah gangguan manik depresif dan delerium.
Halusinasi merupakan gangguan persepsi dimana klien
mempersepsikan sesuatu yang sebenarnya tidak terjadi. Suatu
penerapan panca indra tanpa ada rangsangan dari luar. Suatu
penghayatan yang dialami suatu persepsi melalui panca indra tanpa
stimulus eksteren :Persepsi palsu. Berbeda dengan ilusi dimana klien
mengalami persepsi yang salah terhadap stimulus, salah persepsi pada

11
halusinasi terjadi tanpa adanya timulus eksternal yang terjadi. Stimulus
internal dipersepsikan sebagai sesutu yang nyata ada oleh klien.
B. Klasifikasi Halusinasi
Pada klien dengan gangguan jiwa ada beberapa jenis halusinasi
dengan karakteristik tertentu, diantaranya :
1. Halusinasi pendengaran : karakteristik ditandai dengan mendengar
suara, teruatama suara suara orang, biasanya klien mendengar
suara orang yang sedang membicarakan apa yang sedang
dipikirkannya dan memerintahkan untuk melakukan sesuatu.
2. Halusinasi penglihatan : karakteristik dengan adanya stimulus
penglihatan dalam bentuk pancaran cahaya, gambaran geometrik,
gambar kartun dan / atau panorama yang luas dan kompleks.
Penglihatan bisa menyenangkan atau menakutkan.
3. Halusinasi penghidu : karakteristik ditandai dengan adanya bau
busuk, amis dan bau yang menjijikkan seperti : darah, urine atau
feses. Kadang kadang terhidu bau harum. Biasanya berhubungan
dengan stroke, tumor, kejang dan dementia.
4. Halusinasi peraba : karakteristik ditandai dengan adanya rasa sakit
atau tidak enak tanpa stimulus yang terlihat. Contoh : merasakan
sensasi listrik datang dari tanah, benda mati atau orang lain.
5. Halusinasi pengecap : karakteristik ditandai dengan merasakan
sesuatu yang busuk, amis dan menjijikkan.
6. Halusinasi sinestetik : karakteristik ditandai dengan merasakan
fungsi tubuh seperti darah mengalir melalui vena atau arteri,
makanan dicerna atau pembentukan urine.

12
C. Etiologi
1. Faktor predisposisi
a. Biologis
Gangguan perkembangan dan fungsi otak, susunan syaraf
syaraf pusat dapat menimbulkan gangguan realita. Gejala yang
mungkin timbul adalah : hambatan dalam belajar, berbicara, daya
ingat dan muncul perilaku menarik diri.
b. Psikologis
Keluarga pengasuh dan lingkungan klien sangat
mempengaruhi respons psikologis klien, sikap atau keadaan yang
dapat mempengaruhi gangguan orientasi realitas adalah :
penolakan atau tindakan kekerasan dalam rentang hidup klien.
c. Sosiol Budaya
Kondisi sosial budaya mempengaruhi gangguan orientasi
realita seperti : kemiskinan, konflik sosial budaya (perang,
kerusuhan, bencana alam) dan kehidupan yang terisolasi disertai
stress.
2. Faktor Presipitasi
Secara umum klien dengan gangguan halusinasi timbul
gangguan setelah adanya hubungan yang bermusuhan, tekanan,
isolasi, perasaan tidak berguna, putus asa dan tidak berdaya.
Penilaian individu terhadap stressor dan masalah koping dapat
mengindikasikan kemungkinan kekambuhan (Keliat, 2006).
Menurut Stuart (2007), faktor presipitasi terjadinya gangguan
halusinasi adalah:
a. Biologis
Gangguan dalam komunikasi dan putaran balik otak, yang
mengatur proses informasi serta abnormalitas pada mekanisme
pintu masuk dalam otak yang mengakibatkan ketidakmampuan
untuk secara selektif menanggapi stimulus yang diterima oleh
otak untuk diinterpretasikan.

13
b. Stress lingkungan
Ambang toleransi terhadap stress yang berinteraksi terhadap
stressor lingkungan untuk menentukan terjadinya gangguan
perilaku.
c. Sumber koping
Sumber koping mempengaruhi respon individu dalam
menanggapi stressor. Pada halusinasi terdapat 3 mekanisme
koping yaitu :
1) With Drawal : Menarik diri dan klien sudah asyik
dengan pengalaman internalnya.
2) Proyeksi : Menggambarkan dan menjelaskan
persepsi yang membingungkan ( alam mengalihkan respon
kepada sesuatu atau seseorang ).
3) Regresi : Terjadi dalam hubungan sehari-hari
untuk memproses masalah dan mengeluarkan sejumlah energi
dalam mengatasi cemas.
Pada klien dengan halusinasi, biasanya menggunakan pertahanan
diri dengan menggunakan pertahanan diri dengan cara proyeksi yaitu
untuk mengurangi perasaan emasnya klien menyalahkan orang lain
dengan tujuan menutupi kekurangan yang ada pada dirinya.

D. Manifestasi Klinis
Menurut Hamid (2000), perilaku klien yang terkait dengan halusinasi
adalah sebagai berikut:
1. Bicara sendiri.
2. Senyum sendiri.
3. Ketawa sendiri.
4. Menggerakkan bibir tanpa suara.
5. Pergerakan mata yang cepat
6. Respon verbal yang lambat
7. Menarik diri dari orang lain.

14
8. Berusaha untuk menghindari orang lain.
9. Tidak dapat membedakan yang nyata dan tidak nyata.
10. Terjadi peningkatan denyut jantung, pernapasan dan tekanan darah.
11. Perhatian dengan lingkungan yang kurang atau hanya beberapa detik.
12. Berkonsentrasi dengan pengalaman sensori.
13. Sulit berhubungan dengan orang lain.
14. Ekspresi muka tegang.
15. Mudah tersinggung, jengkel dan marah.
16. Tidak mampu mengikuti perintah dari perawat.
17. Tampak tremor dan berkeringat.
18. Perilaku panik.
19. Agitasi dan kataton.
20. Curiga dan bermusuhan.
21. Bertindak merusak diri, orang lain dan lingkungan.
22. Ketakutan.
23. Tidak dapat mengurus diri.
24. Biasa terdapat disorientasi waktu, tempat dan orang.

Menurut Stuart dan Sundeen (1998) yang dikutip oleh Nasution


(2003), seseorang yang mengalami halusinasi biasanya memperlihatkan
gejala-gejala yang khas yaitu:
1. Menyeringai atau tertawa yang tidak sesuai.
2. Menggerakkan bibirnya tanpa menimbulkan suara.
3. Gerakan mata abnormal.
4. Respon verbal yang lambat.
5. Diam.
6. Bertindak seolah-olah dipenuhi sesuatu yang mengasyikkan.
7. Peningkatan sistem saraf otonom yang menunjukkan ansietas
misalnya peningkatan nadi, pernafasan dan tekanan darah.
8. Penyempitan kemampuan konsenstrasi.
9. Dipenuhi dengan pengalaman sensori.

15
10. Mungkin kehilangan kemampuan untuk membedakan antara
halusinasi dengan realitas.
11. Lebih cenderung mengikuti petunjuk yang diberikan oleh
halusinasinya daripada menolaknya.
12. Kesulitan dalam berhubungan dengan orang lain.
13. Rentang perhatian hanya beberapa menit atau detik.
14. Berkeringat banyak.
15. Tremor.
16. Ketidakmampuan untuk mengikuti petunjuk.
17. Perilaku menyerang teror seperti panik.
18. Sangat potensial melakukan bunuh diri atau membunuh orang lain.
19. Kegiatan fisik yang merefleksikan isi halusinasi seperti amuk dan
agitasi.
20. Menarik diri atau katatonik.
21. Tidak mampu berespon terhadap petunjuk yang kompleks.
22. Tidak mampu berespon terhadap lebih dari satu orang

E. Akibat Dari Halusinasi


Pasien yang mengalami perubahan persepsi sensori: halusinasi dapat
beresiko mencederai diri sendiri, orang lain dan lingkungannya. Resiko
mencederai merupakan suatu tindakan yang kemungkinan dapat melukai/
membahayakan diri, orang lain dan lingkungan.
Tanda dan Gejala :
1. Memperlihatkan permusuhan
2. Mendekati orang lain dengan ancaman
3. Memberikan kata-kata ancaman dengan rencana melukai
4. Menyentuh orang lain dengan cara yang menakutkan
5. Mempunyai rencana untuk melukai

16
F. Tahapan halusinasi
Tahapan terjadinya halusinasi terdiri dari 4 fase menurut Stuart dan
Laraia (2001) dan setiap fase memiliki karakteristik yang berbeda, yaitu :
1. Fase I :
Klien mengalami perasaan mendalam seperti ansietas, kesepian,
rasa bersalah dan takut serta mencoba untuk berfokus pada pikiran
yang menyenangkan untuk meredakan ansietas. Di sini klien
tersenyum atau tertawa yang tidak sesuai, menggerakkan lidah tanpa
suara, pergerakan mata yang cepat, diam dan asyik sendiri.
2. Fase II :
Pengalaman sensori menjijikkan dan menakutkan. Klien mulai
lepas kendali dan mungkin mencoba untuk mengambil jarak dirinya
dengan sumber yang dipersepsikan. Disini terjadi peningkatan tanda-
tanda sistem saraf otonom akibat ansietas seperti peningkatan tanda-
tanda vital (denyut jantung, pernapasan dan tekanan darah), asyik
dengan pengalaman sensori dan kehilangan kemampuan untuk
membedakan halusinasi dengan realita.
3. Fase III :
Klien berhenti menghentikan perlawanan terhadap halusinasi dan
menyerah pada halusinasi tersebut. Di sini klien sukar berhubungan
dengan orang lain, berkeringat, tremor, tidak mampu mematuhi
perintah dari orang lain dan berada dalam kondisi yang sangat
menegangkan terutama jika akan berhubungan dengan orang lain.

4. Fase IV :
Pengalaman sensori menjadi mengancam jika klien mengikuti
perintah halusinasi. Di sini terjadi perilaku kekerasan, agitasi, menarik
diri, tidak mampu berespon terhadap perintah yang kompleks dan
tidak mampu berespon lebih dari 1 orang. Kondisi klien sangat
membahayakan.

17
5. Fase I
a. Menyeringai atau tertawa yang tidak sesuai
b. Menggerakkan bibirnya tanpa menimbulkan suara
c. Gerakan mata yang cepat
d. Respon verbal yang lambat
e. Diam dan dipenuhi sesuatu yang mengasyikka
6. Fase II
a. Peningkatan sistem saraf otonom yang menunjukkan ansietas
misalnya peningkatan nadi, pernafasan dan tekanan darah
b. Penyempitan kemampuan konsenstrasi
c. Dipenuhi dengan pengalaman sensori dan mungkin kehilangan
kemampuan untuk membedakan antara halusinasi dengan realitas.
7. Fase III
a. Lebih cenderung mengikuti petunjuk yang diberikan oleh
halusinasinya dari pada menolaknya
b. Kesulitan dalam berhubungan dengan orang lain
c. Rentang perhatian hanya beberapa menit atau detik
d. Gejala fisik dari ansietas berat seperti berkeringat, tremor,
ketidakmampuan untuk mengikuti petunjuk
8. Fase IV
a. Prilaku menyerang teror seperti panic
b. Sangat potensial melakukan bunuh diri atau membunuh orang lain
c. Kegiatan fisik yang merefleksikan isi halusinasi seperti amuk,
agitasi, menarik diri atau katatonik
d. Tidak mampu berespon terhadap petunjuk yang kompleks
e. Tidak mampu berespon terhadap lebih dari satu orang

G. Penatalaksanaan Medis
Penatalaksanaan klien skizoprenia adalah dengan pemberian obat
obatan dan tindakan lain, yaitu :
1. Psikofarmakologis

18
Obat obatan yang lazim digunakan pada gejala halusinasi
pendengaran yang merupakan gejala psikosis pada klien skizoprenia
adalah obat obatan anti psikosis.
Adapun kelompok yang umum digunakan adalah :
Kelas Kimia Nama Generik Dosis Harian
(Dagang)
Fenotiazin Asetofenazin (Tindal) 60-120 mg
Klorpromazin 30-800 mg
(Thorazine) 1-40 mg
Flufenazine 30-400 mg
(Prolixine, Permiti 12-64 mg
Mesoridazin (Serentil) 15-150 mg
Perfenazin (Trilafon) 40-1200 mg
Proklorperazin 150-800mg
(Compazine) 2-40 mg
Promazin (Sparine) 60-150 mg
Tioridazin (Mellaril)
Trifluoperazin
(Stelazine)
Trifluopromazin
(Vesprin)
Tioksanten Klorprotiksen 75-600 mg
(Taractan 8-30 mg
Tiotiksen (Navane)
Butirofenon Haloperidol (Haldol) 1-100 mg
Dibenzodiazepin Klozapin (Clorazil) 300-900 mg
Dibenzokasazepin Loksapin (Loxitane) 20-150 mg
Dihidroindolon Molindone (Moban) 15-225

2. Terapi kejang listrik/Electro Compulsive Therapy (ECT)


3. Terapi aktivitas kelompok (TAK)

19
II. KONSEP KEPERAWATAN

A. PENGKAJIAN
1. Identitas pasien meliputi Nama, umur, jenis kelamin, tanggal
dirawat, tanggal pengkajian, nomor rekam medic
2. Faktor predisposisi merupakan factor pendukung yang meliputi
factor
biologis, factor psikologis, social budaya, dan factor genetic
3. Factor presipitasi merupakan factor pencetus yang meliputi sikap
persepsi merasa tidak mampu, putus asa, tidak percaya diri,
merasa gagal, merasa malang, kehilangan, rendah diri, perilaku
agresif, kekerasan, ketidak adekuatan pengobatan dan penanganan
gejala stress pencetus pada umunya mencakup kejadian kehidupan
yang penuh dengan stress seperti kehilangan yang mempengaruhi
kemampuan individu untuk berhubungan dengan orang lain dan
menyebabkan ansietas.
4. Psikososial yang terdiri dari genogram, konsep diri, hubungan social
dan spiritual
5. Status mental yang terdiri dari penampilan, pembicaraan, aktifitas
motorik, alam perasaan, afek pasien, interaksi selama wawancara,
persepsi, proses pikir, isi pikir, tingkat kesadaran, memori, tingkat
kosentrasi dan berhitung, kemampuan penilaian, dan daya tilik diri.
6. Mekanisme koping: koping yang dimiliki pasien baik adaptif
maupun maladaptive
7. Aspek medic yang terdiri dari diagnose medis dan terapi medis
B. Pada proses pengkajian, data penting yang perlu didapatkan
adalah
1. Jenis dan isi halusinasi.
a. Data objektif dapat dikaji dengan cara mengobservasi perilaku
pasien

20
b. Data subjektif dikaji dengan melakukan wawancara denga
pasien. Melalui data-data ini kita dapat mengetahui isi
halusinasi yang diderita pasien.

Jenis halusinasi dan data penunjangnya.


Jenis halusinasi
a. Halusinasi dengar/suara
Data objektif
a) Bicara atau tertawa sendiri tanpa lawan bicara
b) Marah-marah tanpa sebab
c) Mencondongkan telinga ke arah tertentu
d) Menutup telinga
Data subjektif
e) Mendengar suara-suara kegaduhan
f) Mendengar suara yang mengajak bercakap-cakap
Mendengar suara menyuruh melakukan sesuatu yang
berbahaya
b. Halusinasi pengelihatan
Data objektif
a) Menunjuk-nunjuk kearah tertentu
b) Ketakutan pada objek yang tidak jelas
Data subjektif
Malihat :
a) Bayangan
b) Sinar
c) bentuk geometris
d) bentuk kartun
e) hantu/monster

c. Halusinasi penghidu
Data objektif

21
a) menghidu seperti sedang membaui bau-bauan tertentu
b) menutup hidung
Data subjektif
Membau-baui seperti bau :
a) darah
b) urin
c) feses
d) kadang-kadang bau itu menyenangkan
d. Halusinasi pengecapan
Data subjektif
Sering meludah muntah
Data objektif
Merasakan rasa seperti :
a) darah
b) urin
c) feses
e. Halusinasi perabaan
Data subjektif
Menggaruk-garuk permukaan kulit
Data objektif
a) mengatakan ada serangga di permukaan kulit
b) merasa seperti tersengat listrik

1. mengkaji waktu, frekuensi dan situasi munculnya.


a. Kapan halusinsi terjadi ? apakah pagi, siang, sore atau malam ?
jika mungkin jam berapa ?
b. Frekuensi terjadinya apakah terus-menerus atau sekali-kali ?

22
c. Situasi terajdinya apakah ketika sendiri, atau setelah terjadi
kejadian tertentu ?

Hal ini dilakukan untuk menentukan intervensi khusus pada


waktu terjadinya halusinasi, menghindari situasi yang
menyebabkan munculnya halusinasi, sehingga pasien tidak larut
dengan halusinasinya. Dengan mengetahui frekuensi terjadinya
halusinasi dapat direncanakan frekuensi tindakan untuk mencegah
terjadinya halusinasi.
2. Respon terhadap halusinasi. Kaji apa yang dilakukan pasien ketika
halusinasi itu muncul dengan cara :
a. Tanyakan pada pasien hal yang dirasakan atau dilakukan saat
halusiansi timbul.
b. Tanyakan pada keluarga atau orang terdekat pasien.
c. Observasi perilaku pasien saat halusinasi timbul.

C. MERUMUSKAN DIAGNOSA KEPERAWATAN


Diagnosa keperawatan ditetapkan berdasarkan data subjektif dan
data objektif yang ditemukan pada pasien. Diagosis pada gangguan ini
adalah gangguan sensori persepsi : halusinasi

Diagnosa yang biasa muncul pada pasien dengan halusianasi dalah

a. Gangguan orientasi realitas


b. Gangguan hubungan interpersonal : Menarik diri
c. Gangguan komunikasi verbal dan nonverbal : isolasi social
d. Koping individu tidak efektif
e. Gangguan persepsi: Halusinasi dengar
f. Gangguan perawatan mandiri; deficit perawatan diri
g. Gangguan konsep diri : harga diri rendah
h. Koping keluarga tidak efektif
i. Potensial melukai diri sendiri dan orang lain

23
D. INTERVENSI KEPERAWATAN PASIEN HALUSINASI

1. Rencana tindakan untuk pasien


a. gangguan sensori persepsi halusinasi pendengaran
1) Membantu klien mengenali halusinasinya
Untuk membantu klien mengenali halusinasinya anda dapat
melakukan dengan cara diskusi dengan klien tentang
halusinasinya (apa yang di dengar,dilhat), waktu terjadi
halusinasi,frekuensi terjadinya halusinasi.
2) Melatih pasien mengontrol halusinasi
3) Menghardik halusinasi
Menjelaskan cara menghardik halusinasi
Memperagakan cara menghardik
Meminta pasien memperagakan ulang
4) Bercakap-cakap dengan orang lain
Melakukan aktifitas yang terjadwal
Menjelaskan pentingnya aktivitas yang teratur untuk mengatasi
halusinasi
Mendiskusikan aktivitas yang biasa dilakukan pasien
Menyusun jadwal aktivitas
Memantau pelaksanaan jadwal kegiatan.
5. )Menggunakan obat secara teratur
Jelaskan kegunaan obat
Jelaskan akibat putus obat
Jelaskan cara mendapatkan obat
Jelaskan cara menggunakan obat

b. Isolasi sosial
Tindakan keperawatan:
1. Membina hubungan saling percaya

24
Mengucapkan salam setiap kali berinteraksi dengan klien
Berkenalan dengan klien
Menanyakan perasaan dan keluhan pasien saat ini.
Buat kontrak asuhan
Tunjukkan sikap empati terhadap pasien
2. Membantu pasien mengenal penyebab isolasi sosia
Menanyakan pendapat pasien tentang kebiasaan berinteraksi dengan
orang
Menanyakan pa penyebab pasien tidak ingin berinteraksi dengan
orang lain.
3. Membantu pasien mengenali keuntungan dari membina
hubungan dengan orang lain
4. Membantu pasien mengenal kerugian dari tidak membina
hubungan.
Mendiskusikan kerugian bila pasien hanya mengurung diri dan
tidak bergabung dengan orang lain
Menjelaskan pengaruh isolasi sosial terhadap kesehatan fisik
5. Membantu klien untuk berinteraksi dengan orang lain.

c. Gangguan konsep diri:harga diri rendah


1. Mengidentifikasi kemampuan dan aspek positif yang masih
dimiliki pasien
Mendiskusikan sejumlah kemampuan dan aspek positif yang
dimiliki klien
Memberi pujian pada klien

2. Membantu klien menilai kemampuan yang dapat digunakan


3. Menbantu klien memilih kemampuan yang akan dilatih
4. Melatih kemampuan klien yang telah dipilih
5. Membantu menyusun jadwal pelaksanaan kemampuan yang
dilatih

25
d. Perilaku kekerasan
1. Bina hubungan saling percaya
2. Diskusikan dengan klien penyebab perilaku kekerasan
3. Diskusikan persaan klien jika terjadi perilaku kekerasan
4. Diskusikan bersama klien perilaku kekerasan yang biasa
dilakukan pada saat marah
5. Diskusikan dengan klien akibat perilakunya
6. Diskusikan dengan klien cara mengontrol PK secara fisik
7. Latih pasien mengontrol PK secara verbal
8. Latih pasien mengontrol klien dengan obat,spiritual dll
9. Ikut sertakan pasien dalam terapi aktivitas kelompok

2. Rencana tindakan keperawatan untuk keluarga


Keluarga merupakan faktor penting yang menentukan
keberhasilan asuhan keperawatan pada pasien halusinasi. Dukungan
keluarga selama pasien dirawat di rumah sakit sangat dibutuhkan
sehingga pasien termotivasi untuk sembuh. Demikian juga saat pasien
sudah tidak lagi dirawat di rumah sakit (dirawat di rumah). Keluaarga
yang mendukung pasien secara konsisten akan membuat pasien
mampu mempertahankan program pengobatan secara optimal. Namun
demikian jika keluarga tidak mampu merawat pasien, pasien akan
kambuh bahkan untuk memulihkannya kembali akan sulit. Untuk itu
perawat harus memberikan pendidikan kesehatan kepada keluarga
agar keluarga mampu menjadi pendukung yang efektif bagi pasien
halusinasi baik saat di rumah sakit maupun di rumah. Tindakan
keperawatan yang diberikan pada keluarga pasien halusinasi adalah :

Tindakan keperawatan

26
1. Diskusikan masalah yang dihadapi keluarga dalam merawat pasien.
2. Berikan pendidikan kesehatan tentang pengertian halusinasi, jenis
halusinasi yang dialami pasien, tanda dan gejala halusinasi, proses
terjadinya halusinasi, dan cara merawat pasien halusinasi.
3. Berikan kesempatan kepada keluarga untuk memperagakan cara
merawat pasien dengan halusinasi langsung dihadapan pasien.
4. Berikan pendidikan kesehatan kepada keluarga tentang perawatan
lanjutan pasien
Dengan tujuan
1. Keluarga dapat terlibat dalam perawatan pasien baik di rumah sakit
maupun di rumah.
2. Keluarga dapat menjadi sistem pendukung yang efektif untuk
pasien

E. IMPLEMENTASI KEPERAWATAN

Implementasi keperawatan adalah serangkaian kegiatan yang


dilakukan oleh perawat untuk membantu klien dari masalah status
kesehatan yang dihadapi kestatus kesehatan yang baik yang
menggambarkan kriteria hasil yang diharapkan (Gordon, 1994, dalam
Potter & Perry, 1997). Ukuran intervensi keperawatan yang diberikan
kepada klien terkait dengan dukungan, pengobatan, tindakan untuk
memperbaiki kondisi, pendidikan untuk klien-keluarga, atau tindakan
untuk mencegah masalah kesehatan yang muncul dikemudian hari.
Untuk kesuksesan pelaksanaan implementasi keperawatan agar sesuai
dengan rencana keperawatan, perawat harus mempunyai kemampuan
kognitif (intelektual), kemampuan dalam hubungan interpersonal, dan
keterampilan dalam melakukan tindakan.

27
Proses pelaksanaan implementasi harus berpusat kepada kebutuhan klien,
faktor-faktor lain yang mempengaruhi kebutuhan keperawatan, strategi
implementasi keperawatan, dan kegiatan komunikasi. (Kozier et al.,
1995).

Dalam Implementasi tindakan keperawatan memerlukan beberapa


pertimbangan, antara lain:
1. Individualitas klien, dengan mengkomunikasikan makna dasar
dari suatu implementasi keperawatan yang akan dilakukan.
2. Melibatkan klien dengan mempertimbangkan energi yang
dimiliki, penyakitnya, hakikat stressor, keadaan psiko-sosio-
kultural, pengertian terhadap penyakit dan intervensi.
3. Pencegahan terhadap komplikasi yang mungkin terjadi.
4. Mempertahankan kondisi tubuh agar penyakit tidak menjadi lebih
parah serta upaya peningkatan kesehatan.
5. Upaya rasa aman dan bantuan kepada klien dalam memenuhi
kebutuhannnya.
6. penampilan perawat yang bijaksana dari segala kegiatan yang
dilakukan kepada klien.

a. Tipe Implementasi
Menurut Craven dan Hirnle (2000) secara garis besar terdapat
tiga kategori dari implementasi keperawatan, antara lain:
1.Cognitive implementations
meliputi pengajaran/ pendidikan, menghubungkan
tingkat pengetahuan klien dengan kegiatan hidup sehari-hari,
membuat strategi untuk klien dengan disfungsi komunikasi,
memberikan umpan balik, mengawasi tim keperawatan,
mengawasi penampilan klien dan keluarga, serta menciptakan
lingkungan sesuai kebutuhan, dan lain lain.
2.Interpersonal implementations

28
meliputi koordinasi kegiatan-kegiatan, meningkatkan pelayanan,
menciptakan komunikasi terapeutik, menetapkan jadwal personal,
pengungkapan perasaan, memberikan dukungan spiritual,
bertindak sebagai advokasi klien, role model, dan lain lain.
3.Technical implementations
meliputi pemberian perawatan kebersihan kulit, melakukan
aktivitas rutin keperawatan, menemukan perubahan dari data dasar
klien, mengorganisir respon klien yang abnormal, melakukan
tindakan keperawatan mandiri, kolaborasi, dan rujukan, dan lain-
lain.

Sedangkan dalam melakukan implementasi keperawatan,


perawat dapat melakukannya sesuai dengan rencana keperawatan
dan jenis implementasi keperawatan. Dalam pelaksanaannya
terdapat tiga jenis implementasi keperawatan, antara lain:
1.Independent implementations
adalah implementasi yang diprakarsai sendiri oleh perawat untuk
membantu klien dalam mengatasi masalahnya sesuai dengan
kebutuhan, misalnya: membantu dalam memenuhi activity daily
living (ADL), memberikan perawatan diri, mengatur posisi tidur,
menciptakan lingkungan yang terapeutik, memberikan dorongan
motivasi, pemenuhan kebutuhan psiko-sosio-spiritual, perawatan
alat invasive yang dipergunakan klien, melakukan dokumentasi,
dan lain-lain.
2.Interdependen/ Collaborative implementations,
adalah tindakan keperawatan atas dasar kerjasama sesama tim
keperawatan atau dengan tim kesehatan lainnya, seperti dokter.
Contohnya dalam hal pemberian obat oral, obat injeksi, infus,
kateter urin, naso gastric tube (NGT), dan lain-lain. Keterkaitan
dalam tindakan kerjasama ini misalnya dalam pemberian obat
injeksi, jenis obat, dosis, dan efek samping merupakan

29
tanggungjawab dokter tetapi benar obat, ketepatan jadwal
pemberian, ketepatan cara pemberian, ketepatan dosis pemberian,
dan ketepatan klien, serta respon klien setelah pemberian
merupakan tanggung jawab dan menjadi perhatian perawat
3.Dependent implementations,
adalah tindakan keperawatan atas dasar rujukan dari profesi lain,
seperti ahli gizi, physiotherapies, psikolog dan sebagainya,
misalnya dalam hal: pemberian nutrisi pada klien sesuai dengan
diit yang telah dibuat oleh ahli gizi, latihan fisik (mobilisasi fisik)
sesuai dengan anjuran dari bagian fisioterapi.

F. EVALUASI

Tindakan intelektual untuk melengkapi proses keperawatan yang


menandakan seberapa jauh diagnosa keperawatan, rencana tindakan, dan
pelaksanaannya sudah berhasil dicapai. Meskipun tahap evaluasi
diletakkan pada akhir proses keperawatan, evaluasi merupakan bagian
integral pada setiap tahap proses keperawatan

Tujuan evaluasi adalah untuk melihat kemampuan klien dalam


mencapai tujuan. Hal ini bisa dilaksanakan dengan mengadakan
hubungan dengan klien

a. Macam-Macam Evaluasi

1. Evaluasi formatif

Hasil observasi dan analisa perawat terhadap respon pasien segera


pada saat / setelah dilakukan tindakan keperawatan
Ditulis pada catatan perawatan
Contoh: membantu pasien duduk semifowler, pasien dapat duduk
selama 30 menit tanpa pusing
2. Evaluasi Sumatif SOAPIER

30
Rekapitulasi dan kesimpulan dari observasi dan analisa status
kesehatan sesuai waktu pada tujuan
Ditulis pada catatan perkembangan

31

Anda mungkin juga menyukai