Sejarah berdirinya perbankan dengan sistem bagi hasil, didasarkan pada dua alasan utama yaitu (1)
adanya pandangan bahwa bunga (interest) pada bank konvensional hukumnya haram karena termasuk
dalam kategori riba yang dilarang dalam agama, bukan saja pada agama Islam tetapi juga oleh agama
samawi lainnya, (2) dari aspek ekonomi, penyerahan resiko usaha terhadap salah satu pihak dinilai
melanggar norma keadilan. Dalam jangka panjang sistem perbankan konvensional akan menyebabkan
penumpukan kekayaan pada segelintir orang yang memiliki kapital besar (Sjahdeini, S. Remy, 1999)
Di Indonesia ekonomi syariah mulai dikenal sejak berdirinya Bank Muamalat Indonesia pada tahun 1991.
Bank ini diprakarsai oleh Majelis Ulama Indonesia (MUI) dan pemerintah serta dukungan dari Ikatan
Cendekiawan Muslim Indonesia (ICMI) dan beberapa pengusaha muslim. Selama periode 1992-1998
hanya terdapat satu bank umum syariah dan beberapa bank perkreditan rakyat syariah (BPRS) sebagai
pelaku industri perbankan syariah. Sejak itu bank syariah terus berkembang pesat dengan berdirinya
beberapa bank syariah dan pendirian unit syariah dari bank-bank umum. Saat ini keberadaan bank
syariah di Indonesia telah di atur dalam Undang-undang yaitu UU No. 10 tahun 1998 tentang Perubahan
UU No. 7 tahun 1992 tentang Perbankan dan pada tanggal 18 Juni 2008 DPR telah mengesahkan
rancangan undang-undang tentang perbankan syariah menjadi undang-undang perbankan syariah.
Bank syariah adalah perbankan yang menjalankan fungsi perbankan yang sesuai dengan aturan syariat
Islam. Artinya, transaksi yang dilakukan tidak boleh melanggar aturan syariat seperti bunga, spekulasi,
jual beli mata uang, dan lain sebagainya. Meski demikian, sebenarnya bank syariah tidak berkaitan
dengan kegiatan ritual keagamaan (Islam) tapi lebih merupakan konsep pembagian hasil usaha antara
pemilik modal dengan pihak pengelola modal. Dengan demikian pengelolaan bank dengan prinsip
syariah dapat diakses dan dikelola oleh seluruh masyarakat yang berminat tidak terbatas pada
masyarakat Islam, walaupun tidak dipungkiri sampai saat ini bank syariah di Indonesia baru berkembang
pada kalangan masyarakat Islam.
Sepintas bila dilihat secara teknis, menabung di bank syariah dengan yang belaku di bank konvensional
hampir tidak ada perbedaan. Hal ini karena, baik di bank syariah maupun bank konvensional diharuskan
mengikuti aturan teknis perbankan secara umum. Akan tetapi bank syariah memiliki prinsip utama yang
dianut, yaitu larangan riba (bunga) dalam berbagai bentuk transaksi, menjalankan bisnis dan aktivitas
perdagangan yang berbasis pada memperoleh keuntungan yang sah menurut syariah;
dan menumbuhkembangkan zakat. Berikut perbedaan tersebut :
No Perbedaan Bank Syariah Bank Konvensional
Transaksi pembukaan
Transaksi harus rekening, baik giro,
berdasarkan akad tabungan maupun
yang dibenarkan deposito, berdasarkan
1 Akad oleh syariah perjanjian titipan
Pendekatangan bunga,
yang diperoleh dari spread
Imbalan yang optimal antara suku
yang Pendekatan bunga simpanan dan suku
3 diberikan profit sharing bunga pinjaman
Penyaluran kredit
diberikan kepada
bisnis yang halal, Penyaluran kredit untuk
menguntungkan berbagai bisnis yang
Sasaran tidak terdapat menguntungkan, tanpa
kredit/ unsur gharar dan memandang halal-haram
4 pembiayaan spekulasi. bisnis tersebut.
Berbentuk
hubungan
kemitraan yang
didasarkan Berbenuk hubungan
prinsip keadilan, kreditur-debitur, yang tidak
prinsip memiliki hubungan
Hubungan kesederajatan emosional karena memiliki
bank dan dan prinsip kepentingan yang
7 nasabah ketentraman bertentangan.
Tidak
memberikan
dana secara tunai
tetapi
memberikan
barang yang
dibutuhkan Memberikan peluang yang
(finance the sangat besar untuk sight
Bentuk goods and streaming (penyalahgunaan
8 pinjaman services) dana pinjaman)
Bagi hasil
menyeimbangkan
Neraca sisi pasiva dan Rentan terhadap negative
9 bank aktiva. spread
Berikut perbedaan antara imbalan yang diberikan dalam bentuk bunga bank konvensional dan bagi hasil
bank syariah :
Bunga Bagi Hasil
A. Penyaluran dana
a. BaI (jual beli)
Murabahah, merupakan transaksi jual beli, dimana bank mendapat sejumlah keuntungan.
Dalam hal ini, bank menjadi penjual dan nasabah menjadi pembeli.
Salam, merupakan transaksi jual beli, dimana barangnya belum ada, sehingga barang yang
menjadi objek transaksi tersebut diserahkan secara tangguh. Dalam transaksi ini, bank menjadi
pembeli dan nasabah menjadi penjual.
Istishna, Alur trankasksi Istishna mirip dengan Salam, hanya saja dalam Istishna, Bank dapat
membayar harga pembelian dalam beberapa kali termin pembayaran.
b. Ijarah (sewa)
Secara prinsip, Ijarah sama dengan transaksi jual beli, hanya saja yang menjadi objek dalam transaksi ini
adalah dalam bentuk manfaat. Pada akhir masa sewa dapat saja diperjanjian bahwa barang yang diambil
manfaatnya selama masa sewa akan dijual belikan antra Bank dan nasabah yang menyewa (Ijarah
muntahhiyah bittamlik/sewa yang diikuti dengan berpindahnya kepemilikan)
c. Syirkah
Musyarakah, merupakan bentuk umum dari usaha bagi hasil. Dalam kerjasama ini para pihak
secara bersama-sama memadukan sumber daya baik yang berwujud ataupun tidak berwujud
untuk menjadi modal proyek kerjasama, dan secara bersama-sama pula mengelola proyek
kerjasama tersebut.
Mudarabah, merupakan salah satu bentuk spesifik dari Musyarakah. Dalam Mudarabah, salah
satu pihak berfungsi sebagai Shahibul Mal (pemilik modal) dan pihak yang lain berperan sebagai
Mudharib (pengelola).
d. Akad Pelengkap
Hiwalah, merupakan transaksi pengalihan utang piutang. Dalam praktek perbankan syariah,
fasilitas hiwalah lazimnya untuk membantu supplier mendapatkan modal tunai agar dapat
melanjutkan produksinya, sedangkan bank mendapat ganti biaya atas jasa.
Rahn, dalam bahasa umum lebih dikenal dengan Gadai. Tujuan akad Rahn adalah untuk
memberikan jaminan pembayaran kembali kepada bank dalam memberikan pembiayaan.
Qardh, merupakan pinjaman uang. Misalnya dalam hal seorang calon haji membutuhkan dana
pinjaman talangan untuk memenuhi syarat penyetoran biaya perjalanan haji. Bank memberikan
pinjaman kepada nasabah calon haji tersebut dan si nasabah melunasinya sebelum
keberangkatan Hajinya.
Wakalah, dalam praktek Perbankan syariah terjadi apabila nasabah memberikan kuasa kepada
bank untuk mewakili dirinya melakukan pekerjaan jasa tertentu, seperti pembukuan L/C, inkaso
dan transfer uang.
Kafalah, dalam bahasa umum lebih dikenal dengan istilah Bank Garansi, yang ditujukan untuk
menjamin pembayaran suatu kewajiban pembayaran. Bank dapat mensyaratkan nasabah untuk
menempatkan sejumlah dana untuk fasilitas ini sebagai Rahn. Bank dapat pula menerima dana
tersebut dengan prinsip wadiah. Bank mendapatkan pengganti biaya atas jasa yang diberikan
B. Penghimpun dana
a. Wadiah
Prinsip Wadiah yang diterapkan dalam Perbankan syariah adalah Wadiah Yad Dhamanah yang
diterapkan pada produk rekening giro. Dalam konsep Wadiah Yad Dhamanah, Bank dapat
mempergunakan dana yang dititipkan, akan tetapi bank bertanggung jawab penuh atas keutuhan dari
dana yang dititipkan.
b. Mudharabah
Mudarabah Mutlaqah adalah Mudarabah yang tidak disertai dengan pembatasan penggunaan
dana dari Sahibul Mal.
Mudarabah Muqayadah on Balance Sheet adalah Aqad Mudarabah yang disertai dengan
pembatasan penggunaan dana dari Sahibul Mal untuk investsi-investasi tertentu.
Mudarabah of Balance Sheet, Bank bertindak sebagai arranger, yang mempertemukan nasabah
pemilih modal dan nasabah yang akan menjadi mudharib.
Wakalah, dalam praktek perbankan syariah dilakukan apabila nasabah memberikan kuasa
kepada bank untuk mewakili dirinya melakukan pekerjaan jasa tertentu, seperti inkaso dan
transfer uang.
C. Jasa Perbankan
Pada prinsipnya jual beli valuta asing sejalan dengan prinsip Sharf, sepanjang dilakukan pada waktu yang
sama (spot). Bank mengambil keuntungan dari jual beli valuta asing ini.
Ijarah (Sewa)
Jenis kegiatan Ijarah antara lain penyewaan kotak simpanan (safe deposit box) dan jasa tata-laksana
administrasi dokumen (custodian). Bank mendapat imbalan sewa dari jasa tersebut.