Disusun oleh:
Khoirunisa Arifah
Dedy Kurniawan
Nusul Ibnu Hajar
I. DESENTRALISASI
A. Pengertian
Dalam mengelola berbagai akuntansi pertanggungjawaban yang dimilikinya, perusahaan
dapat menggunakan salah satu dari strategi berikut ini:
Sentralisasi, yaitu pemusatan wewenang pembuatan keputusan pada top manajemen.
Desentralisasi, yaitu pendelegasian wewenang pada manajer tingkat bawah untuk
membuat keputusan dan melaksanakannya di area yang menjadi tanggungjawabnya.
Desentralisasi adalah praktek pendelegasian wewenang pengambilan keputusan
kepada jenjang yang lebih rendah. Desentralisasi biasanya diujudkan melalui
pembentukan unit-unit yang disebut divisi. Satu cara pembedaan divisi adalah
berdasarkan jenis barang atau jasa yang diproduksi, garis geografis atau berdasarkan
jenis pertanggungjawaban yaitu: pusat biaya, pusat pendapatan, pusat laba dan pusat
investasi. Pusat Investasi mencerminkan tingkat tertinggi desentralisasi, karena
manajernya memiliki kebebasan untuk membuat beragam keputusan penting.
B. Key Words
1. Manajemen puncak bebas dari pemecahan masalah harian dan terkonsentrasi pada
strategi, pembuatan keputusan yang mempunyai tingkatan lebih tinggi, dan pada
masalah koordinasi.
2. Memberikan pengalaman berharga bagi manajemen lebih bawah dalam pembuatan keputusan
3. Manajer lebih bawah memiliki informasi yang lebih rinci terutama informasi lokal.
4. Untuk memudahkan evaluasi kinerja dikarenakan adanya kebebasan bagi manajer tingkat
bawah.
5. Mendorong manajer tingkat bawah untuk menunjukan kinerja terbaik mereka, hal ini
muncul karena semangat kerja mereka meningkat sehubungan dengan pelimpahan wewenang
dan tanggungjawab.
D. Pusat Pertanggungjawaban
Pusat pertanggungjawaban merupakan suatu sistem yang mengolah input menjadi output.
Input dan output yang dapat diukur dengan satuan uang disebut dengan biaya dan
pendapatan.
1. Pusat Biaya (Cost Centre), yaitu pusat pertanggungjawaban yang prestasi manajernya
diukur berdasarkan biaya.
2. Pusat Pendapatan (Revenue Centre), yaitu pusat pertanggungjawaban yang prestasi
manajernya diukur berdasarkan pendapatan.
3. Pusat Laba (Profit Centre), yaitu pusat pertanggungjawaban yang prestasi manajernya
diukur berdasarkan pendapatan dan biaya.
4. Pusat Investasi (Investment Centre), yaitu pusat pertanggungjawaban yang prestasi
manajernya diukur berdasarkan pendapatan, biaya dan investasi.
2. Pusat Pendapatan
3. Pusat Laba
Informasi akuntansi yang digunakan untuk penilaian kenerja pusat laba adalah pendapatan
dan beban. Pendapatan adalah ukuran moneter dari keluaran-keluaran (output) dan beban
adalah ukuran moneter dari masukan (input) atau sumber daya yang dikonsumsi. Laba
sebagai ukuran kinerja terutama berfaedah karena memungkinkan manajemen senior memakai
ukuran yang lengkap. Setiap pusat laba merupakan unit yang relatif independen, manajer
mempunyai pengendalian yang signifikan atas sebagian besar keputusan operasi yang
berpengatuh terhadap laba.
Laporan pertanggungjawaban pusat laba dalam bentuk laporan Laba-Rugi. Kinerja pusat
laba dinilai dari segi profitabilitasnya, hal ini untuk memotivasi manajer memusatkan
perhatiannya pada cara-cara memaksimalkan profitabuilitas pusat laba. Pada umumnya
pelaporan laba dibatasi hanya pada unit organisasional yang mempunyai kendali atas
pendapatan. Laporan Rugi-Laba harus membedakan antara unsur-unsur yang dapat
dikendalikan langsung oleh manajer dan unsur-unsur yang tidak dapat dikendalikan.
Yang perlu diperhatikan dalam hal ini adalah beban Kantor Pusat yang berupa Jasa Kantor
Pusat yang meliputi departemen Kantor Pusat yang menyediakan jasa bagi devisi-devisi
perusahaan dan beban administrasi Kantor Pusat yang meliputi jasa yang memberikan
faedah bagi perusahaan secara keseluruhan. Apabila biaya yang dikeluarkan pada tingkat
Kantor Pusat dialokasikan kepada Pusat Laba dan Pusat Investasi, maka biaya tersebut
menjadi beban yang mengurangi laba aktual dan laba dianggarkan dari pusat
pertanggungjawaban tersebut.
4. Pusat Investasi
Informasi akuntansi yang digunakan untuk penilaian kinerja pusat investasi adalah
pendapatan, biaya dan investasi . Alat ukur yang biasa digunakan adalah ROI dan RI.
Dalam pusat investasi manajer memiliki tanggungjawab dan otoritas pengambilan keputusan
yang mempengaruhi biaya, pendapatan dan investasi. Manajer pusat investasi mempunyai
ekstensif untuk tindakan-tindakan seperti pembelian aset jangka panjang, penentuan
syarat-syarat kredit, penentuan tingkat persediaan dan penetapan harga jual.
Kita perlu membedakan antara evaluasi terhadap pusat investasi dan evaluasi terhadap
menejer yang mengelolanya. Kemampuan suatu divisi menghasilkan suatu kinerja yang baik
tidak terlepas dari upaya-upaya manajernya.
Manajer pusat investasi mengemban tanggung jawab atas pendapatan, baban dan laba
operasi terkendalikan yang dihubungkan dengan investasi yang digunakan. Karena beban
tersebut maka manajer pusat investasi memikul tanggung jawab mendulang laba yang
konsisten dengan besarnya aktiva yang ditanamkan dalam divisinya.
Sebagian besar divisi perusahaan dapat diperlakukan sebagai pusat laba dan sekaligus
pusat investasi. Seandainya manajer divisi dapat mempengaruhi secara signifikan
keputusan-keputusan yang mempengaruhi investasi dalam aktiva divisional yang
dikendalikannya, maka divisi tersebut haruslah dianggap sebagai pusat investasi.
Apabila manajer divisi tidak dapat mempengaruhi keputusan-keputusan investasi, maka
divisi tersebut diperlakukan sebagai pusat laba. Anak perusahaan biasanya diperlakukan
sebagai pusat investasi.
Divisi yang menjadi pusat investasi mempunyai laporan rugi-laba dan neraca sendiri.
Walaupun laba operasi merupakan ukuran kinerja pusat investasi yang bermanfaat, ukuran
ini tidaklah mencerminkan jumlah asset yang ditanamkan dalam setiap pusat investasi.
Karena manajer pusat investasi juga bertanggungjawab untuk mengendalikan asset yang
ditanam dalam pusat pertanggungjawabannya, maka manajer harus memikul tanggungjawab
atas penggunaan asset tersebut.
ROI didifinisikan sebagai pendapatan operasi neto dibagi dengan rata-rata aktiva
operasional
= X -
Terdapat tiga cara yang dapat dilakukan oleh manajer pusat investasi untuk menaikan
ROI, yaitu:
a. Manajer pusat investasi dapat memangkas biaya guna meningkatkan profit margin.
b. Mengurangi aktiva guna meningkatkan rasio perputaran aktiva.
c. Meningkatkan penjualan yang dengan sendirinya akan mengatrol laba bersih.
Bagi perusahaan yang melaporkan laba terkendali secara terpisah dari laba operasi
bersih, maka kalkulasi tingkat imbalan haruslah memakai laba operasi terkendali sebagai
faktor pembilang rumus ROI.
Kebaikan ROI:
a. ROI mendorong manajer Devisi memperhatikan hubungan antara penjualan, biaya dan
investasi.
b. ROI mendorong manajer Devisi untuk menghemat biaya.
c. ROI mencegah investasi yang dipandang berlebihan, dalam hal ini manajer akan
mengurangi aktiva yang tidak produktif yang diharapkan akan mengurangi biaya
operasi.
Kelemahan ROI:
a. ROI mendorong manajer untuk tidak melakukan investasi yang menurunkan ROI rata-rata
Divisi meskipun investasi tersebut sebenarnya akan menaikkan laba perusahaan secara
keseluruhan.
b. ROI mendorong manajer untuk menfokuskan laba jangka pendek yang akan merugikan
perusahaan dalam jangka panjang.
2. Residual Income (Laba Residu)
Adalah laba neto operasi yang diperoleh pusat investasi diatas kembalian minimal dari
aktiva operasional yang digunakan. Tujuan penggunaan Laba Residual atau nilai tambah
ekonomis (Economis Value Added/EVA) adalah memaksimalkan jumlah total laba residu atau
nilai tambah ekonomi, dan tidak untuk memaksimalkan ROI secara keseluruhan.
Contoh:
PT LEWE mempunyai total nilai rata-rata aktiva operasional sebesar Rp. 25.000.000,-
dengan laba operasi neto Rp. 5.000.000,- dan tingkat pengembalian minimal yang
ditetapkan 15%, maka besarnya laba residu dapat dihitung:
Pengembalian Minimal 15 %
1) Jika RI > 0, maka Divisi telah mendapatkan lebih daripada Biaya Modal Minimal.
2) Jika RI < 0, maka Divisi telah mendapatkan kurang daripada Biaya Modal Minimal.
3) Jika RI = 0, maka Divisi telah mencapai Biaya Modal Minimal.
Kebaikan RI:
1. Keunggulan utama dari RI adalah dapat diterimanya usulan investasi yang telah
ditolak dengan ROI, walaupun investasi tersebut dapat menaikkan laba perusahaan
secara keseluruhan tetapi ROI rata-rata Divisi turun.
2. RI dapat menggunakan kembalian minimum yang berbeda-beda untuk berbagai jenis
aktiva.
Kelemahan RI:
1. RI, sebagaimana ROI dapat mendorong manajer untuk berpandangan jangka pendek.
2. RI adalah ukuran profitabilitas absolut, hal ini akan menghasilkan penilaian
prestasi yang tidak adil apabila kedua Divisi tersebut mempunyai Investasi yang
berbeda. Untuk mengatasinya maka diperlukan mengukur Residual Return yang
menghubungkan RI dengan Investasi.
EVA merupakan suatu alat analisis finansial untuk menilai profitabilitas yang realistis
dari operasi perusahaan dan EVA mempergunakan biaya modal dalam perhitungannya. Selain
itu EVA juga mempertimbangkan dengan adil harapan para penyandang dana, melalui
perhitungan biaya modal tertimbang dari struktur modal perusahaan. Konsep EVA merupakan
suatu konsep baru yang berangkat dari konsep lama yaitu biaya modal (cost of capital).
Konsep ini merupakan suatu konsep yang digunakan untuk mengetahui berapa biaya yang
harus dikeluarkan oleh perusahaan sebagai akibat dari penggunaan dana untuk pembelian
barang dan modal ataupun modal kerja. Pengertian biaya modal itu sendiri menurut Van
Home dan Wachowicz(1992:432) adalah Cost of Capital is the required rate of return
on the vurious types of financing.
Definisi tersebut mengidentifikasikan bahwa biaya modal merupakan tingkat pengembalian
yang harus dicapai oleh perusahaan agar dapat menutup beban finansial atas penggunaan
sumber dana jangka panjangnya.
Langkah-langkah yang perlu dilakukan untuk mendapatkan ukuran EVA menurut Widayanto
(1994:223) adalah sebagai berikut:
Dilakukan dengan mengurangi laba operasional setelah pajak dengan biaya modal yang
telah dikeluarkan oleh perusahaan. Untuk melihat apakah dalam perusahaan telah
terjadi EVA atau tidak, dapat ditentukan dengan kriteria yang dikemukakan oleh
Widayanto (1994) sebagai berikut:
4) Jika EVA > 0, maka telah tejadi nilai tambah ekonomis (NITAMI) dalam perusahaan,
sehingga semakin besar EVA yang dihasilkan maka harapan para penyandang dana
dapat terpenuhi dengan baik, yaitu mendapatkan pengembalian investasi yang sama
atau lebih dari yang diinvestasikan dan kreditur mendapatkan bungan. Keadaan
ini menunjukkan bahwa perusahaan berhasil menciptakan nilai (create value) bagi
pemilik modal sehingga menandakan bahwa kinerja keuangannya telah baik.
5) Jika EVA < 0, maka menunjukkan tidak terjadi proses nilai tambah ekonomis
(NITAMI) bagi perusahaan, karena laba yang tersedia tidak bisa memenuhi harapan
para penyandang dana terutama pemegang saham yaitu tidak mendapatkan
pengembalian yang setimpal dengan investasi yang ditanamkan dan kreditur tetap
mendapatkan bungan. Sehingga dengan tidak ada nilai tambahnya mengindikasikan
kinerja keuangan perusahaan kurang baik.
6) Jika EVA = 0, maka menunjukkan posisi impas karena semua laba yang telah
digunakan untuk membayar kewajiban kepada penyandang dana baik kreditur dan
pemegang saham.
Organisai dapat mengetahui langkah dan manfaat apa saja yang dapat diterima dalam
rancangan pengukuran kinerja dengan pendekatan balanced scorecard sebagai dasar
pengukuran kinerja organisasi yang mengarah pada Visi, misi ,dan strategi organisasi.
Hal ini dapat menjadi masukan yang positif guna membantu dalam menyusun strategi untuk
mencapai tujuan perusahaan.
BSC menjawab kebutuhan tersebut melalui sistem manajemen strategi kontemporer, yang
terdiri dari empat perspektif yaitu:
1. Keuangan.
2. Pelanggan.
3. Proses Bisnis Internal.
4. Pembelajaran dan Pertumbuhan.
Keunggulan pendekatan BSC dalam sistem perencanaan strategis adalah mampu menghasilkan
rencana strategis, yang memiliki karakteristik yaitu Komprehensif, Koheren, Seimbang,
dan Terukur.
Alasan utama membedakan bahwa kinerja divisi tidak sama dengan kinerja manajer adalah
bahwa kinerja divisi biasanya berkaitan dengan faktor-faktor yang berada diluar kendali
manajer. Jadi adalah perlu untuk mengkaitkan kompensasi manajerial dengan faktor-faktor
yang berada dalam kendali manajer. Permasalahan yang sering terjadi adalah sering
terjadi bahwa manajer tidak bekerja dengan kemampuan baiknya karena tiga alasan
berikut:
Merlihat alasan tersebut maka perlu disusun satu sistem pembayaran insentif yang
terstuktur dengan baik dan mampu membantu upaya-upaya menciptakan kesesuaian tujuan
antara manajer dan pemilik. Tujuan kompensasi manajemen biasanya meliputi berbagai
insentif yang berkaitan dengan kinerja. Beberapa bentuk penghargaan manajerial adalah:
1. Kompensasi Kas.
Kompensasi ini meliputi gaji dan bonus. Komopensasi gaji lebih sulit untuk
mengubahnya dibanding dengan bonus. Kompensasi bonus dianggap lebih flesibel. Dalam
praktek banyak yang menggunakan kombinasi dari keduaanya.
2. Opsi Saham
Yaitu suatu hak untuk membeli sejumlah tertentu saham perusahaan dengan harga
tertentu. Pemberian opsi ini biasanya diikuti dengan syarat-syarat kinerja yang
ketat.
3. Kompensasi berdasarkan laba.
Ukuran kinerja tunggal seringkali memancing munculnya perilaku spekulatif
manajerial. Bonus dalam bentuk kas dan opsi saham mampu mendorong terciptanya
perilajku yang berorienatasi jangka pendek. Untuk mendorong orientasi jangka
panjang, banyak perusahaan yang mendesak eksekutif puncaknya untuk membeli dan
memiliki saham perusahaan dalam jumlah tertentu.
4. Kompensasi nonkas.
B. Transfer Pricing
1. Pengertian
Dalam sebuah perusahaan yang terdesentraslisasi sering terjadi bahwa keluaran dari
sebuah divisi akan digunakan sebagai masukan bagi divisi lain. Persoalan yang muncul
adalah, bagaimanakah menentukan nilai keluaran yang ditransfer antar divisi dalam satu
perusahaan tersebut?
Harga transfer mengukur nilai produk yang diserahkan oleh pusat laba kepada pusat
pertanggungjawaban/pusat laba lain dalam sebuah perusahaan. Harga transfer ditetapkan
untuk produk-produk antara.
Harga Transfer adalah harga jual atau biaya yang akan dipakai dalam pertukaran antar
devisi penjual dan divisi pembeli. Bagi divisi penjual/pemasok, harga transfer
tersebut akan merupakan pendapatan dan bagi divisi pembeli harga transfer tersebut
akan merupakan biaya. Oleh karena itu harga transfer akan mempengaruhi laba baik bagi
divisi penjual maupun divisi pembeli.
Sistem penentuan harga transfer harus memenuhi 3 (tiga) tujuan berikut ini:
1. Evaluasi prestasi divisi secara akurat, yang berarti tidak satupun manajer divisi
yang memperoleh keuntungan dengan mengorbankan manajer divisi lain.
2. Keselarasan tujuan antara divisi dan perusahaan,. Dalam arti bahwa manajer divisi
mengambil keputusan yang akan memaksimumkan laba perusahaan dengan memaksimumkan
laba divisinya.
3. Tetap terjaganya otonomi divisi, dalam arti tidak ada campur tangan manajemen puncak
terhadap kebebasan manajer divisi dalam pengambilan keputusan.
Karena setiap divisi yang dibentuk oleh perusahaan diukur kinerjanya berdasarkan pada
laba yang diperoleh oleh masing-masing divisi yang bersangkutan, maka dalam penentuan
harga transfer terdapat dua masalah yang harus dirundingkan:
Penentuan harga tranfer dapat mendasarkan pada harga pasar, dan harga transfer atas
dasar biaya. Jika harga transfer didasarkan pada biaya, maka dasar biaya yang digunakan
adalah biaya penuh standar atau biaya penuh sesungguhnya.
Dalam menentukan besarnya laba yang akan diperhitungkan dalam harga transfer, maka
baik divisi penjual maupun divisi pembeli harus memperhatikan dua faktor berikut:
a. Dasar yang digunakan untuk menentukan laba. Hal ini dapat dinyatakan dalam
prosentase tertentu dari biaya penuh atau aktiva penuh.. Jika aktiva penuh yang
digunakan sebagai dasar, maka yang harus dipertimbangkan adalah: jenis aktiva yang
diperhitungkan dan cara penilaian aktiva yang digunakan sebagai dasar.
b. Besarnya laba yang akan diperhitungkan dalam penentuan harga transfer tersebut.
Sesui dengan dasar yang digunakan dalam penetuan harga transfer, maka terdapat dua
metode yang digunakan dalam menghitung harga transfer:
a. Harga Pasar
Harga pasar akan digunakan sebagai dasar jika produk yang ditransfer tersebut
mempunyai harga pasar. Harga pasar tersebut merupakan biaya kesempatan baik bagi
divisi penjual maupun bagi divisi pembeli.
Pada umumnya harga transfer ditetapkan berdasarkan harga pasar minus, karena hal-
hal berikut:
1) Kuantitas produk yang ditransfer antar divisi tersebut umumnya cukup besar,
sehingga menimbulkan penghematan bagi divisi penjual, untuk itu potongan volume
seringkali digunakan.
2) Divisi penjual tidak akan mengeluarkan biaya iklan, promosi penjualan, komisi
penjualan, biaya penagihan, sehingga biaya-biaya tersebut dapat dikurangkan dari
harga pasar.
3) Jika transfer langsung dikirim dari departemen produksi divisi penjual, maka
biaya simpan (gudang) tidak perlu diperhitungkan dalam penentuan harga transfer
tersebut.
Kelemahan yang ada pada harga transfer berdasar harga pasar adalah:
Biaya yang digunakan sebagai dasar penentuan harga transfer dapat berupa biaya
penuh standar atau biaya penuh sesungguhnya.
Jika biaya penuh standar yang digunakan, hal ini akan memberikan keuntungan bagi
duivisi pembeli karena divisi pembeli tidak dibebani dengan kemungkinan terjadinya
ketidakefisienan biaya yang terjadi di divisi penjual. Harga transfer ini dapat
menimbulkan keengganan divisi penjual untuk menaikan efisiensi produksinya.
Efisiensi divisi penjual akan mengakibatkan turunnya harga transfer dan hal ini
akan mengakibatkan laba divisi penjual akan turun. Agar memberikan dorongan bagi
divisi penjual untuk menaikan efisiensi produksinya, maka penurunan biaya standar
tidak segera digunakan sebagai dasar penentuan harga transfer. Divisi penjual diberi
kesempatan untuk menikmati tambahan laba dari hasil peningkatan efisiensi
produksinya.
Jika biaya penuh sesungguhnya yang dugunakan sebagai dasar penentuan harga transfer,
maka akan terjadi bahwa divisi pembeli akan menikmati ketidakefisienan yang terjadi
di divisi penjual. Oleh karena itu biaya ini sebaiknya tidak digunakan sebagai
dasar penentuan harga transfer.
Jika biaya digunakan sebagai penentuan harga transfer, maka tiga hal dibawah ini
perlu dipertimbangankan oleh manajer:
1) Harus ada persetujuan antar divisi penjual dan divisi pembeli tentang biaya apa
yang boleh dimasukkan sebagai dasar.
2) Perhitungan Return On Investment
Dalam beberapa organisasi memperkenankan divisi penjual dan divisi pembeli untuk
menegosiasikan harga transfer. Hal ini terjadi karena bahwa pasar dengan persaingan
sempurna jarang ada. Harga transfer negosiasi mencerminkan perspektif
kontrolabilitas yang inheren dalam pusat-pusat pertanggung-jawaban, karena setiap
divisi akhirnya bertanggungjawab atas harga transfer yang dinegosiasikannya.
Harga transfer negosiasi seharusnya ditetapkan tidak lebih murah dari biaya variable
dan tidak lebih mahal dibandingkan dengan harga pasar (apabila ada). Harga transfer
negosiasi biasanya dipengaruhi oleh apakah biaya tetap sudah tertutupi atau belum,
apakah divisi penjual beroprasi pada kapasitas penuh atau tidak, dan seberapa kuat
daya tawar menawar divisi penjual dan divisi pembeli.
1) Manajer divisi tertentu dapat mengambil manfaat dari manajer divisi lain,
sehingga manajer divisi lain tersebut dapat dirugikan. Hal ini terjadi apabila
manajer tertentu mempunyai informasi pribadi yang lebih lengkap dibandingkan
informasi yang dimiliki manajer divisi lain.
2) Ukuran kinerja bisa terdistorsi oleh kecakapan negosiasi manajer-manajer
tertentu.
3) Negosiasi memungkinkan memakan banyak waktu, tenaga dan biaya.