Anda di halaman 1dari 3

Aditya Otniel Papa (071611233029) / DHIK / Week 11 / Kelas A

Regionalisme Timur Tengah: Integrasi Kawasan di Tengah Ketidakstabilan

Timur Tengah merupakan salah satu kawasan di dunia yang dinamika dalam membetuk suatu
regionalisme. Dalam perkembangan studi terkait regionalisme, Timur Tengah sering dipandang
sebelah mata terkait bentuk regionalismenya. Hal tersebut disebabkan karena adanya konflik dan
dinamika yang terjadi di antara negara-negara di kawasan Timur Tengah sehingga regionalisasi
di kawasan tersebut hanya dianggap sebagai suatu ilusi tanpa dasar yang jelas. Keterlibatan
Amerika Serikat dalam beberapa peristiwa di Timur Tengah juga memengaruhi dinamika yang
terjadi dan menambah ketidakstabilan di kawasan Timur Tengah, meskipun niat utama Amerika
Serikat adalah untuk mengintervensi agar tercipta kedamaian di kawasan tersebut. Walaupun
demikian, terdapat beberapa proyek yang telah berjalan sebelumnya sebagai upaya untuk
mencapai suatu kooperasi regional di kawasan Timur Tengah.

Dilihat dari aspek pembentuknya, terdapat satu aspek utama yang membentuk terjadinya
regionalisme di kawasan Timur Tengah, yakni arabisme sebagai pendorong terjadinya
regionalisasi. Arabisme, dalam kaitannya dengan regionalisme di Timur Tengah, berperan
sebagai pembentuk identitas kolektif di antara negara-negara yang didasari pada kesamaan
bahasa, yakni Bahasa Arab. Bermula dari hal tersebut, muncul kemudian suatu organisasi yang
dikenal dengan Liga Arab sebagai respon dari arabisme yang ada, yang mana dibentuk untuk
menjalin kerjasama untuk mencapai kepentingan nasional didasarkan pada nasionalisme berbasis
arabisme. Selanjutnya, Liga Arab menaungi negara-negara di kawasan Timur Tengah dalam
pembentukan institusi-institusi dan beberapa organisasi di kawasan Timur Tengah untuk
bekerjasama di bidang ekonomi maupun keamanan regional (Schulz dan Schulz, 2005).

Berbicara terkait kerjasama ekonomi, kawasan Timur Tengah dianggap tidak mampu untuk
mengintegrasikan perekonomian regional.Satu-satunya aspek ekonomi yang mampu ditonjolkan
dari negara-negara di Timur Tengah adalah minyak bumi, sehingga kerjasama yang terjadi
dengan negara-negara lain diwujudkan melalui dalam Organisation for Economic Cooperation
and Development Countries dan menjalin kerjasama dengan Uni Eropa. Minyak bumi juga
dinilai sebagai pembentuk integrasi negara-negara di kawasan Timur Tengah dalam kaitannya
dengan integrasi ekonomi kawasan. Sedikitnya kerjasama regional yang terjadi Timur Tengah
juga dipengaruhi oleh ketimpangan antara negara dengan perekonomian yang maju dengan yang
tidak, seperti negara Arab Saudi sebagai penghasil minyak bumi yang besar di dunia. Selain itu
Aditya Otniel Papa (071611233029) / DHIK / Week 11 / Kelas A

juga ada Israel yang secara ekonomi juga dibantu oleh Amerika Serikat dan negara-negara Eropa
dan Asia Timur. Namun, krisis ekonomi yang melanda kawasan Timur Tengah di tahun 1990-an
mengaibatkan negara-negara di kawasan tersebut untuk secara bertahap meninggalkan
paradigma arabisme yang cenderung tertutup untuk membuka diri terhadap liberalisasi ekonomi
dan pasar bebas, Dari segi politik, negara-negara di kawasan Timur Tengah lebih bekerjasama
dalam membentuk suatu kesepakatan, yang mana negara-negara dalam Liga Arab dianggap
menjadi satu suara dalam menghadapi suatu isu tertentu seperti misalnya perang antara negara-
negara Liga Arab dengan Israel (Schulz dan Schulz 2005).

Selain integrasi ekonomi dan integrasi politik, terdapat kooperasi sub-regional yang juga
memengaruhi bentuk regionalisme di kawasan Timur Tengah. Terdapat dua kooperasi sub-
regional di Timur Tengah, yakni The Gulf Cooperation Council (GCC) dan The Arab Maghreb
Union (AMU). Pembentukan GCC di tahun 1981 dilatarbelakangi oleh adanya respon terhadap
Revolusi Iran yang mana dianggap sebagai suatu ancaman bagi negara-negara di dekat kawasan
teluk di Timur Tengah. Tujuan utama dari GCC adalah sebagai rezim keamanan regional dari
enam negara, yakni Bahrain, Kuwait, Oman, Qatar, Arab Saudi, Dan Uni Emirat Arab, yang
mana negara-negara tersebut bekerjasama untuk menangani ancaman yang akan terjadi.
Selanjutnya, GCC bertransformasi pada suatu integrasi ekonomi. Hal tersbeut dapat dilihat dari
upaya untuk membentuk Free Trade Area (FTA) di antara negara-negara GCC, walaupun tidak
berjalan sempurna karena terhalang oleh perbedaan kepentingan nasional di antara negara-negara
tersebut. Kooperasi sub-regional selanjutnya adalah AMU yang melibatkan negara-negara Arab
dengan negara-negara di Afrika Utara, terkhusus negara-negara di Sahara Barat. Tujuan awal
dibentuknya AMU adalah untuk mewadahi negara-negara yang ada di AMU untuk menciptakan
area yang terbuka untuk mobilisasi barang, jasa, kapital, maupun masyarakat dalam kaitannya
dengan kerjasama regional. Selanjutnya, AMU lebih berfokus pada upaya untuk meningkatkan
ekspor barang-barang non-tradisional dan megurangi impor, yang mana partner utama dari AMU
ialah Uni Eropa. Kerjasama yang terbentuk antara AMU dan Uni Eropa tidak hanya sebatas
kerjasama ekonomi, namun telah mencakup isu migrasi dari negara-negara Afrika Utara ke
Eropa (Schulz dan Schulz, 2005).

Integrasi di kawasan Timur Tengah tidak hanya terbatas pada kerjasama ekonomi dan politik,
yang mana muncul suatu proyek untuk menciptakan kedamaian di antara negara-negara di Timur
Aditya Otniel Papa (071611233029) / DHIK / Week 11 / Kelas A

Tengah melalui kerjasama multilateral, sehingga dalam hal tersbeut melibatkan negara-negara
lain di sekitarnya seperti negara-negara di Afrika Utara. Dalam mewujudkan hal tersebut, negara-
negara tersebut juga dibantu oleh Amerika Serikat dan Rusia sebagai co-sponsor serta Jepang
dan negara-negara Uni Eropa sebagai observer. Kedamaian di Timur Tengah sangat berpengaruh
dalam membentuk kooperasi-kooperasi regional yang lain sehingga menjadi prioritas utama.
Namun, keterlibatan Amerika Serikat dalam membantu kedamaian dinilai memiliki sisi negatif,
yang mana Amerika Serikat akan berusaha mendukung Israel untuk menjadi negara hegemon di
kawasan Timur Tengah, sehingga FTA di kawasan Timur Tengah akan sulit untuk terwujud. Di
sisi lain, negara-negara Timur Tengah dan Afrika Utara membentuk suatu organisasi yakni
Middle East and North Africa (MENA) yang bertujuan untuk mendorong kooperasi regional
yang dipimpin oleh sektor privat, untuk menginstitusionalisasi kooperasi dan mengintegrasikan
Israel dan kawasan Timur Tengah (Schulz dan Schulz, 2005).

Dari pemaparan di atas, dapat disimpulkan bahwa kawasan Timur Tengah merupakan kawasan
yang tidak stabil sehingga integrasi regional sulit untuk dilaksanakan. Faktor pendorong utama
dari terbentuknya integrasi di Timur Tengah adalah arabisme, yang mana sebagai identitas
kolektif di antara negara-negara di Timur Tengah. Dari kesamaan identias tersebut, mendorong
terjadinya integrasi di kawasan Timur Tengah dari sisi ekonomi dan politik, dan juga mendorong
untuk terjadinya beberapa kooperasi sub-regional. Penulis beropini bahwa kawasan Timur
Tengah menjadi salah satu kawasan yang harus diperhatikan karena kawasan tersebut memiliki
potensial sumber daya yang cukup mapan, sehingga jika kawasan Timur Tengah stabil maka
dapat membuka kesempatan untuk terjadi keterbukaan pasar dan berlanjut pada kemudahan
perdagangan.

Referensi:

Schulz, Helena l, dan Schulz, Michael. 2005. The Middle East: Regional Instability and
Fragmentation in Global Politics of Regionalism : Theory and Practice, by Mary Farrell,
Bjorn Hettne, Luk Van Langenhove. London: Pluto Press.

Anda mungkin juga menyukai