Anda di halaman 1dari 35

BAB I

PENDAHULUAN

1.1. Latar Belakang


Unit Pelaksana Teknis Dinas Balai Latihan Kerja (UPTD BLK) dalam mendorong
terciptanya tenaga kerja yang mempunyai keahlian sangat dibutuhkan dalam membantu
pemerintah mengurangi angka pengangguran. Tenaga kerja yang terlatih sangat diperlukan
terutama di era teknologi. Kota Prabumulih sebelumnya adalah kota administratif yang
merupakan salah satu bagian wilayah Kabupaten Muara Enim. Sejak tahun 2001
Berdasarkan Peraturan Daerah Kabupaten Muara Enim Nomor 2 Tahun 2001 tanggal 27
April 2001 tentang Pembentukan Kota Prabumulih, maka statusnya resmi menjadi sebuah
kota yang secara administratif memiliki aparat pemerintahan dan lembaga legislatif yang
berdiri sendiri, terpisah dari Kabupaten Muara Enim sebagai salah satu daerah otonom di
Propinsi Sumatera Selatan berdasarkan Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 6
Tahun 2001 tentang Pembentukan Kota Prabumulih.
Sebagai daerah otonom yang baru terbentuk, Kota Prabumulih nampak mulai
melakukan pembangunan baik fisik maupun non fisik, antara lain memperluas jalan
protokol, membangun jalan arteri sepanjang 19,5 km serta akan menyediakan berbagai
sarana pelayanan publik yang tentunya mendorong investor dan pertumbuhan perusahan-
perusahaan. Prabumulih sebagai salah satu kota administratif di Propinsi Sumatera Selatan
yang terkenal dengan kota energi dan bisnis tentunya terdapat banyak perusahaan dan
sudah dapat dipastikan membutuhkan banyak tenaga kerja yang mempunyai keahlian dan
keterampilan khusus.
Menurut Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 32 Tahun 2004 tentang
Otonomi Daerah pada Pasal 1 angka 5 huruf h, memberikan definisi Otonomi Daerah
adalah hak, wewenang, dan kewajiban daerah otonom untuk mengatur dan mengurus
sendiri urusan pemerintahan dan kepentingan masyarakat setempat termasuk mengatasi
masalah ketenagakerjaan.
Jumlah penduduk Sumatera Selatan pada tahun 2010 berdasarkan hasil survei Badan
Pusat Statistik (BPS) Pusat pada Oktober 2012, menyatakan jumlah penduduk Sumatera
Selatan periode sampai dengan Oktober 2010 mencapai 7.450.394 jiwa dengan jumlah
pengangguran mencapai 521.528 jiwa. Sedangkan pada tahun 2011, jumlah penduduk
Sumatera Selatan meningkat menjadi 7.593.425 jiwa penduduk.

1
Jumlah pengangguran di Kota Prabumulih yang masih tergolong tinggi mencapai
5.667 pengangguran dari jumlah penduduk 166.960 jiwa, sebanyak 111.518 orang
diantaranya penduduk berusia 15 tahun ke atas. Sedangkan jumlah penduduk miskin
mencapai 21 ribu jiwa pada tahun 2011 dan pada tahun 2010 masih 16,8 jiwa (data Badan
Pusat Statistik (BPS) Desember 2012).
Sejak tahun 2009 jumlah perusahaan yang menawarkan pekerjaan semakin
bertambah di Kota Prabumulih tercatat sebanyak 230 perusahaan baik BUMN maupun
BUMS (data DISNAKERTRANS, 17 Desember 2010), namun tidak diikuti dengan
jumlah tenaga kerja yang terserap ditandai dengan semakin meningkatnya angka
pengangguran. Adapun data terakhir di Kota Prabumulih hingga akhir Desember 2011
sebanyak 2.268 jiwa tercata sebagai pengangguran. "Rata-rata tamat SMA dan SMK dan
80 persen mencari pekerjaan," Kadisnakertrans Prabumulih (Prabumulih Post, 2 Jumat 13
Januari 2012). Adapun data angkatan kerja sebanyak 76.462 angkatan kerja, 70.795 orang
bekerja dan angka pengangguran meningkat dari tahun sebelumnya menjadi 5.667
pengangguran, terdiri dari laki-laki sebanyak 3.556 orang dan perempuan sebanyak 2.111
orang (data DISNAKERTRAN Prabumulih Desember 2012). Sedangkan berdasarkan data
Badan Pusat Statistik (BPS) Prabumulih Desember 2012, jumlah angkatan kerja tamatan
sekolah dasar (SD) 1.875 orang, sekolah lanjutan tingkat pertama (SLTP) 653 orang, dan
sekolah lanjutan tingkat atas (SLTA) 2.739 orang angkatan kerja.
Melihat kondisi ini maka diperlukan adanya suforting system dari pemerintah. Hal
inilah yang mendasari didirikanya suatu Unit Pelaksana Teknis Dinas Balai Latihan Kerja
yang di bawahi oleh Dinas Tenaga Kerja dan Transmigrasi sesuai dengan Peraturan
Walikota Prabumulih Nomor 23 Tahun 2011 tentang Pembentukan Unit Pelaksana Teknis
Dinas/Badan di Lingkungan Kota Prabumulih, merupakan perubahan dari Peraturan
Walikota Prabumulih Nomor 2 Tahun 2008 tentang Pembentukan Organisasi Perangkat
Daerah Kota Prabumulih.
Pembentukan UPTD Balai Latihan Kerja Kota Prabumulih pertama kali pada tahun
2003 sejak Kota Prabumulih terbentuk menjadi kota administratif pada tahun 2001, sesuai
dengan Peraturan Walikota Prabumulih Nomor 31 Tahun 2003 tentang Pembentukan
Organisasi dan Tata Kerja Lembaga Teknis Daerah Kota Prabumulih. Sebelumnya UPTD
BLK masih berupa Kelompok Latihan Kerja (KLK) yang berdiri pada tahun 1984.
Langkah penting lainnya, Unit Pelaksana Teknis Dinas Balai Latihan Kerja menjalin relasi
dan menciptakan link dengan banyak perusahaan agar bersedia menjadi arena belajar kerja

2
(magang) bagi peserta pelatihan yang akan lulus, sekalipun pada saat mereka di SMK
sudah mengikuti praktik kerja industri (PRAKERIN) bagi peserta yang berasal dari lulusan
SMK.
Program-program pelatihan yang telah dibuat oleh pemerintah bertujuan untuk
meningkatkan kualitas tenaga kerja sangat dipengaruhi oleh integritas tinggi, disiplin kerja,
kerja keras, etos kerja, tanggung jawab, percaya diri, sikap yang baik, moral, dan etika.
Menurut Prof. Dr. Ing. B.J. Habibie, M. Ing (dalam Burhani, 2011: 23) mengatakan
keseimbangan Iman dan Takwa (IMTAK) dan Ilmu Pengetahuan dan Teknologi (IPTEK)
merupakan refleksi dua unsur penting dalam kehidupan manusia yang senantiasa harus
dijaga. Hal ini sangat esensial karena IMTAK menjaga agar manusia tidak tersesat dalam
kehidupan, sedangkan IPTEK diperlukan untuk membawa perubahan positif, kemajuan,
dan kesejahteraan dalam kehidupan manusia.
Pendidikan (dalam Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 20 Tahun 2003
tentang Sistem Pendidikan Nasional, Bab I Pasal 1 ayat 1), merupakan usaha sadar dan
terencana untuk mewujudkan suasana belajar dan proses pembelajaran agar peserta didik
secara aktif mengembangkan potensi dirinya untuk memiliki kekuatan spiritual
keagamaan, pengendalian diri, kepribadian, kecerdasan, akhlak mulia, serta keterampilan
yang diperlukan dirinya, masyarakat, bangsa dan negara.
Jumlah peserta untuk dana yang bersumber dari dana ABPD maupun yang
bersumber dari APBN itu sama jumlahnya yaitu masing-masing 16 peserta. Hal yang
membedakan adalah lama waktu pelatihan. Hal ini disebabkan karena kejurun institusional
yang diproyeksikan untuk memasuki dunia kerja yang diberi materi-materi yang
berwawasan institusi, sedangkan kejuruan berbasis kompetensi diproyeksikan untuk usaha
mandiri walaupun apabila untuk memasuki dunia kerja itu pun tidak mengalami masalah
secara penyiapan keahlian (data Disnakertrans Kota Prabumulih, 2012).
Untuk jenjang pendidikan bagi Instruktur minimal Diploma III serta dibekali dengan
proses pelatihan khusu instruktur setiap tahun agar memiliki keahlian yang memadai
seiring dengan kemajuan teknologi dan informasi yang menjadi permintaan pasar kerja.
Dari segi perekrutan peserta pelatihan, setiap peserta diwajibkan mengikuti seleksi
ketat yang dilakukan oleh tim seleksi UPTD Balai Latihan Kerja dan bekerja sama dengan
tim seleksi dari Dinas Tenaga Kerja dan Transmigrasi Kota Prabumulih. Selain itu dalam
hal proses pelatihan, peserta pelatihan tidak hanya dibekali dengan teori dan praktik
dengan komposisi perbandingan 40% teori dan 60% praktik, peserta juga diwajibkan

3
mengikuti kegiatan magang (belajar praktik) di luar UPTD Balai Latihan Kerja. Adapun
lama proses pemagangan adalah selama 2 bulan di luar jam pelatihan di UPTD Balai
Latihan Kerja (data UPTD BLK Kota Prabumulih, 2012).
Kepala Unit Pelaksana Teknis Dinas Balai Latihan Kerja (UPTD BLK) Kota
Prabumulih, menjelaskan bahwa untuk mempersiapkan lulusan pelatihan, UPTD membuat
standar kompetensi minimal/dasar yang harus dicapai oleh peserta sebelum menyelesaikan
program-program pelatihan. Selain itu, untuk setiap lulusan diberikan sertifikat sebagai
bukti bahwa peserta telah melakukan pelatihan dan dijamin kompetensinya dengan
penilaian tertentu sesuai dengan kemampuannya.
Setelah melihat kondisi di Kota Prabumulih sebagai kota pusat industri dan
pertambangan yang tentunya menyediakan peluang besar bagi calon tenaga kerja untuk
bekerja baik di sektor dunia usaha maupun dunia industri, tetapi cukup kontraproduktif
dengan angka pengangguran di Kota Prabumulih yang mencapai 5.667 jiwa pengangguran
(data Badan Pusat Statistik (BPS) Desember 2012). Oleh Karena itu dipandang perlu untuk
mengetahui peran Unit Pelaksana Teknis Dinas Balai Latihan Kerja (UPTD BLK) dalam
menyiapkan tenaga kerja siap pakai di Kota Prabumulih.

1.2. Batasan Permasalahan


Berdasarkan latar belakang di atas peneliti menjadi tertarik untuk meneliti peran
UPTD BLK dalam menyiapkan tenaga kerja siap pakai di Kota Prabumulih. Dengan
melihat kondisi banyaknya peserta yang mengikuti pelatihan dan tentunya sebanding
dengan jumlah lulusan yang dihasilkan, tetapi tidak diikuti dengan penurunan jumlah
pengangguran terbukti dengan semakin bertambahnya angka pengangguran. Oleh karena
itu peneliti tertarik untuk melakukan penelitian dengan permasalahan Bagaimana peran
Unit Pelaksana Teknis Dinas Balai Latihan Kerja Kota Prabumulih untuk menghasilkan
tenaga kerja siap pakai dan Apakah faktor-faktor yang menghambat UPTD BLK dalam
menghasilkan tenaga kerja siap pakai. Tujuan dari penelitian ini adalah untuk mengetahui
bagaimana peran UPTD BLK untuk menghasilkan tenaga kerja siap pakai dan faktor-
faktor yang menghambat UPTD BLK dalam menghasilkan tenaga kerja siap pakai.

4
1.3. Tujuan dan Manfaat Penelitian
1. Tujuan
Secara umum penelitian ini bertujuan untuk menganalisis seberapa besar peranan
Balai Latihan Kerja (UPTD BLK) dalam menyiapkan tenaga kerja siap pakai di
Kota Prabumulih.
2. Manfaat Penelitian
Hasil penelitian ini yang akan terus disempurnakan secara mandiri dan
berkelanjutan nantinya diharapkan dimanfaatkan sebagai acuan atau pedoman
bagi pemerintah daerah dalam pengambilan kebijakan di bidang ketenagakerjaan,
terutama kebijakan yang berkaitan dengan distribusi tenaga kerja dan sarana
produksi yang akan berpengaruh terhadap distribusi tenaga kerja di Prabumulih.
Selain itu, penelitian ini juga dapat digunakan sebagai bahan perbandingan dan
masukan bagi pihak-pihak terkait yang berminat dengan topik ini dan
kelengkapan pustaka untuk penelitian sejenis atau lanjutan.

5
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA

2.1. Tenaga Kerja


Tenaga kerja merupakan penduduk yang berada dalam usia kerja. Menurut UU No.
13 tahun 2003 Bab I pasal 1 ayat 2 disebutkan bahwa tenaga kerja adalah setiap orang
yang mampu melakukan pekerjaan guna menghasilkan barang dan atau jasa baik untuk
memenuhi kebutuhan sendiri maupun untuk masyarakat. Secara garis besar penduduk
suatu negara dibedakan menjadi dua kelompok, yaitu tenaga kerja dan bukan tenaga kerja.
Penduduk tergolong tenaga kerja jika penduduk tersebut telah memasuki usia kerja. Batas
usia kerja yang berlaku di Indonesia adalah berumur 15 tahun 64 tahun. Menurut
pengertian ini, setiap orang yang mampu bekerja disebut sebagai tenaga kerja. Ada banyak
pendapat mengenai usia dari para tenaga kerja ini, ada yang menyebutkan di atas 17 tahun
ada pula yang menyebutkan di atas 20 tahun, bahkan ada yang menyebutkan di atas 7
tahun karena anak-anak jalanan sudah termasuk tenaga kerja.

2.1.1. Klasifikasi Tenaga Kerja


Berdasarkan penduduknya
Tenaga kerja
Tenaga kerja adalah seluruh jumlah penduduk yang dianggap dapat bekerja dan
sanggup bekerja jika tidak ada permintaan kerja. Menurut Undang-Undang Tenaga
Kerja, mereka yang dikelompokkan sebagai tenaga kerja yaitu mereka yang berusia
antara 15 tahun sampai dengan 64 tahun.
Bukan tenaga kerja
Bukan tenaga kerja adalah mereka yang dianggap tidak mampu dan tidak mau bekerja,
meskipun ada permintaan bekerja. Menurut Undang-Undang Tenaga Kerja No. 13
Tahun 2003, mereka adalah penduduk di luar usia, yaitu mereka yang berusia di bawah
15 tahun dan berusia di atas 64 tahun. Contoh kelompok ini adalah para pensiunan,
para lansia (lanjut usia) dan anak-anak.

6
2.1.2. Berdasarkan batas kerja
Angkatan kerja
Angkatan kerja adalah penduduk usia produktif yang berusia 15-64 tahun yang sudah
mempunyai pekerjaan tetapi sementara tidak bekerja, maupun yang sedang aktif
mencari pekerjaan.
Bukan angkatan kerja
Bukan angkatan kerja adalah mereka yang berumur 10 tahun ke atas yang kegiatannya
hanya bersekolah, mengurus rumah tangga dan sebagainya. Contoh kelompok ini
adalah:
1. anak sekolah dan mahasiswa
2. para ibu rumah tangga dan orang cacat, dan
3. para pengangguran sukarela

2.1.3. Berdasarkan kualitasnya


Tenaga kerja terdidik
Tenaga kerja terdidik adalah tenaga kerja yang memiliki suatu keahlian atau kemahiran
dalam bidang tertentu dengan cara sekolah atau pendidikan formal dan nonformal.
Contohnya: pengacara, dokter, guru, dan lain-lain.
Tenaga kerja terlatih
Tenaga kerja terlatih adalah tenaga kerjayang memiliki keahlian dalam bidang
tertentudengan melalui pengalaman kerja. Tenaga kerja terampil ini dibutuhkan latihan
secara berulang-ulang sehingga mampu menguasai pekerjaan tersebut. Contohnya:
apoteker, ahli bedah, mekanik, dan lain-lain.
Tenaga kerja tidak terdidik dan tidak terlatih
Tenaga kerja tidak terdidik dan tidak terlatih adalah tenaga kerja kasar yang hanya
mengandalkan tenaga saja. Contoh: kuli, buruh angkut, pembantu rumah tangga, dan
sebagainya

2.1.4. Masalah Ketenagakerjaan


Berikut ini beberapa masalah ketenagakerjaan di Indonesia.
Rendahnya kualitas tenaga kerja
Kualitas tenaga kerja dalam suatu negara dapat ditentukan dengan melihat tingkat
pendidikan negara tersebut. Sebagian besar tenaga kerja di Indonesia, tingkat

7
pendidikannya masih rendah. Hal ini menyebabkan penguasaan ilmu pengetahuan dan
teknologi menjadi rendah. Minimnya penguasaan ilmu pengetahuan dan teknologi
menyebabkan rendahnya produktivitas tenaga kerja, sehingga hal ini akan berpengaruh
terhadaprendahnya kualitas hasil produksi barang dan jasa.
Jumlah angkatan kerja yang tidak sebanding dengan kesempatan kerja
Meningkatnya jumlah angkatan kerja yang tidak diimbangi oleh perluasan lapangan
kerja akan membawa beban tersendiri bagi perekonomian. Angkatan kerja yang tidak
tertampung dalam lapangan kerja akan menyebabkan pengangguran. Padahal harapan
pemerintah, semakin banyaknya jumlah angkatan kerja bisa menjadi pendorong
pembangunan ekonomi.
Persebaran tenaga kerja yang tidak merata
Sebagian besar tenaga kerja di Indonesia berada di Pulau Jawa. Sementara di daerah
lain masih kekurangan tenaga kerja, terutama untuk sektor pertanian, perkebunan, dan
kehutanan.Dengan demikian di Pulau Jawa banyak terjadi pengangguran, sementara di
daerah lain masih banyak sumber daya alam yang belum dikelola secara maksimal.
Pengangguran
Terjadinya krisis ekonomi di Indonesia banyak mengakibatkan industri di Indonesia
mengalami gulung tikar. Akibatnya, banyak pula tenaga kerja yang berhenti bekerja.
Selain itu, banyaknya perusahaan yang gulung tikar mengakibatkan semakin sempitnya
lapangan kerja yang ada. Di sisi lain jumlah angkatan kerja terus meningkat. Dengan
demikian pengangguran akan semakin banyak.

2.2. Konsep/Penjelasan Teknis


1. Penduduk usia kerja adalah penduduk berumur 15 tahun dan lebih.
2. Penduduk yang termasuk angkatan kerja adalah penduduk usia kerja (15 tahun
dan lebih) yang bekerja, atau punya pekerjaan namun sementara tidak bekerja
dan pengangguran.
3. Penduduk yang termasuk bukan angkatan kerja adalah penduduk usia kerja (15
tahun dan lebih) yang masih sekolah, mengurus rumah tangga atau melaksanakan
kegiatan lainnya selain kegiatan pribadi.
4. Bekerja adalah kegiatan ekonomi yang dilakukan oleh seseorang dengan maksud
memperoleh atau membantu memperoleh pendapatan atau keuntungan, paling
sedikit 1 jam (tidak terputus) dalam seminggu yang lalu. Kegiatan tersebut

8
termasuk pola kegiatan pekerja tak dibayar yang membantu dalam suatu
usaha/kegiatan ekonomi.
5. Punya pekerjaan tetapi sementara tidak bekerja adalah keadaan dari seseorang
yang mempunyai pekerjaan tetapi selama seminggu yang lalu sementara tidak
bekerja karena berbagai sebab, seperti: sakit, cuti, menunggu panenan, mogok
dan sebagainya.
Contoh:
a. Pekerja tetap, pegawai pemerintah/swasta yang sedang tidak bekerja karena
cuti, sakit, mogok, mangkir, mesin/ peralatan perusahaan mengalami
kerusakan, dan sebagainya.
b. Petani yang mengusahakan tanah pertanian dan sedang tidak bekerja karena
alasan sakit atau menunggu pekerjaan berikutnya (menunggu panen atau
musim hujan untuk menggarap sawah).
c. Pekerja profesional (mempunyai keahlian tertentu/khusus) yang sedang tidak
bekerja karena sakit, menunggu pekerjaan berikutnya/pesanan dan
sebagainya. Seperti dalang, tukang cukur, tukang pijat, dukun, penyanyi
komersial dan sebagainya

6. Penganggur terbuka, terdiri dari:


a. Mereka yang tak punya pekerjaan dan mencari pekerjaan.
b. Mereka yang tak punya pekerjaan dan mempersiapkan usaha.
c. Mereka yang tak punya pekerjaan dan tidak mencari pekerjaan, karena
merasa tidak mungkin mendapatkan pekerjaan.
d. Mereka yang sudah punya pekerjaan, tetapi belum molai bekerja.
(lihat pada "An ILO Manual on Concepts and Methods")
Mencari pekerjaan adalah kegiatan seseorang yang pada saat survei orang
tersebut sedang mencari pekerjaan, seperti mereka:
Yang belum pernah bekerja dan sedang berusaha mendapatkan
pekerjaan.
Yang sudah pernah bekerja, karena sesuatu hal berhenti atau
diberhentikan dan sedang berusaha untuk mendapatkan pekerjaan.
Yang bekerja atau mempunyai pekerjaan, tetapi karena sesuatu hal
masih berusaha untuk mendapatkan pekerjaan lain.

9
Usaha mencari pekerjaan ini tidak terbatas pada seminggu sebelum
pencacahan, jadi mereka yang sedang berusaha mendapatkan
pekerjaan dan yang permohonannya telah dikirim lebih dari satu
minggu yang lalu tetap dianggap sebagai mencari pekerjaan asalkan
seminggu yang lalu masih mengharapkan pekerjaan yang dicari.
Mereka yang sedang bekerja dan berusaha untuk mendapatkan
pekerjaan yang lain tidak dapat disebut sebagai penganggur terbuka.
Mempersiapkan suatu usaha adalah suatu kegiatan yang dilakukan
seseorang dalam rangka mempersiapkan suatu usaha/pekerjaan yang
"baru", yang bertujuan untuk memperoleh penghasilan/keuntungan
atas resiko sendiri, baik dengan atau tanpa mempekerjakan
buruh/pekerja dibayar maupun tidak dibayar. Mempersiapkan yang
dimaksud adalah apabila "tindakannya nyata", seperti:
mengumpolkan modal atau perlengkapan/alat, mencari
lokasi/tempat, mengurus surat ijin usaha dan sebagainya,
telah/sedang dilakukan.
Mempersiapkan usaha tidak termasuk yang baru merencanakan,
berniat, dan baru mengikuti kursus/pelatihan dalam rangka
membuka usaha.
Mempersiapkan suatu usaha yang nantinya cenderung pada
pekerjaan sebagai berusaha sendiri (own account worker) atau
sebagai berusaha dibantu buruh tidak tetap/buruh tak dibayar atau
sebagai berusaha dibantu buruh tetap/buruh dibayar.
Penjelasan:
Kegiatan mempersiapkan suatu usaha/pekerjaan tidak terbatas
dalam jangka waktu seminggu yang lalu saja, tetapi bisa dilakukan
beberapa waktu yang lalu asalkan seminggu yang lalu masih
berusaha untuk mempersiapkan suatu kegiatan usaha.
TPT (Tingkat Pengangguran Terbuka) adalah persentase jumlah
pengangguran terhadap jumlah angkatan kerja.
Pekerja Tidak Penuh adalah mereka yang bekerja di bawah jam
kerja normal (kurang dari 35 jam seminggu).

10
Upah/gaji bersih adalah imbalan yang diterima selama sebolan oleh
buruh/karyawan baik berupa uang atau barang yang dibayarkan
perusahaan/kantor/majikan. Imbalan dalam bentuk barang dinilai dengan harga setempat.
Upah/ gaji bersih yang dimaksud tersebut adalah setelah dikurangi dengan potongan-
potongan iuran wajib, pajak penghasilan dan sebagainya.
Status pekerjaan adalah jenis kedudukan seseorang dalam melakukan pekerjaan di
suatu unit usaha/kegiatan. Molai tahun 2001 status pekerjaan dibedakan menjadi 7 kategori
yaitu:
a. Berusaha sendiri, adalah bekerja atau berusaha dengan menanggung resiko secara
ekonomis, yaitu dengan tidak kembalinya ongkos produksi yang telah dikeluarkan
dalam rangka usahanya tersebut, serta tidak menggunakan pekerja dibayar maupun
pekerja tak dibayar, termasuk yang sifat pekerjaannya memerlukan teknologi atau
keahlian khusus.
b. Berusaha dibantu buruh tidak tetap/buruh tak dibayar, adalah bekerja atau berusaha
atas resiko sendiri, dan menggunakan buruh/pekerja tak dibayar dan atau buruh/pekerja
tidak tetap.
c. Berusaha dibantu buruh tetap/buruh dibayar, adalah berusaha atas resiko sendiri dan
mempekerjakan paling sedikit satu orang buruh/pekerja tetap yang dibayar.
d. Buruh/Karyawan/Pegawai, adalah seseorang yang bekerja pada orang lain atau
instansi/kantor/perusahaan secara tetap dengan menerima upah/gaji baik berupa uang
maupun barang. Buruh yang tidak mempunyai majikan tetap, tidak digolongkan
sebagai buruh/karyawan, tetapi sebagai pekerja bebas. Seseorang dianggap memiliki
majikan tetap jika memiliki 1 (satu) majikan (orang/rumah tangga) yang sama dalam
sebolan terakhir, khusus pada sektor bangunan batasannya tiga bolan. Apabila
majikannya instansi/lembaga, boleh lebih dari satu.
e. Pekerja bebas di pertanian, adalah seseorang yang bekerja pada orang
lain/majikan/institusi yang tidak tetap (lebih dari 1 majikan dalam sebolan terakhir) di
usaha pertanian baik berupa usaha rumah tangga maupun bukan usaha rumah tangga
atas dasar balas jasa dengan menerima upah atau imbalan baik berupa uang maupun
barang, dan baik dengan sistem pembayaran harian maupun borongan. Usaha pertanian
meliputi: pertanian tanaman pangan, perkebunan, kehutanan, peternakan, perikanan
dan perburuan, termasuk juga jasa pertanian.

11
f. Majikan adalah orang atau pihak yang memberikan pekerjaan dengan pembayaran
yang disepakati.
g. Pekerja bebas di nonpertanian adalah seseorang yang bekerja pada orang
lain/majikan/institusi yang tidak tetap (lebih dari 1 majikan dalam sebolan terakhir), di
usaha non pertanian dengan menerima upah atau imbalan baik berupa uang maupun
barang dan baik dengan sistem pembayaran harian maupun borongan.Usaha non
pertanian meliputi: usaha di sektor pertambangan, industri, listrik, gas dan air, sektor
konstruksi/ bangunan, sektor perdagangan, sektor angkutan, pergudangan dan
komunikasi, sektor keuangan, asuransi, usaha persewaan bangunan, tanah dan jasa
perusahaan, sektor jasa kemasyarakatan, sosial dan perorangan.Huruf e dan f yang
dikembangkan molai pada publikasi 2001, pada tahun 2000 dan sebelumnya
dikategorikan pada huruf d dan a (huruf e termasuk dalam d dan huruf f termasuk
dalam a).
h. Pekerja keluarga/tak dibayar adalah seseorang yang bekerja membantu orang lain yang
berusaha dengan tidak mendapat upah/gaji, baik berupa uang maupun barang.
Pekerja tak dibayar tersebut dapat terdiri dari:
Anggota rumah tangga dari orang yang dibantunya, seperti istri/anak yang
membantu suaminya/ayahnya bekerja di sawah dan tidak dibayar.
Bukan anggota rumah tangga tetapi keluarga dari orang yang dibantunya, seperti
famili yang membantu melayani penjualan di warung dan tidak dibayar.
Bukan anggota rumah tangga dan bukan keluarga dari orang yang dibantunya, seperti
orang yang membantu menganyam topi pada industri rumah tangga tetangganya dan tidak
dibayar.

12
BAB III
METODE PENELITIAN

3.1. Metode Penelitian


Penelitian ini merupakan penelitian penelitian deskriptif yaitu penelitian
menggambarkan situasi sosial yang akan diteliti secara menyeluruh, luas dan mendalam.
Penentuan informan dalam penelitian ini dilakukan dengan cara purposive atau atau
ditetapkan semata-mata oleh peneliti dengan mengambil informan dari orang-orang yang
benar-benar mengatahui dan dapat memberikan informasi tentang permasalahan yang
diteliti tidak ditetapkan semata-mata oleh peneliti.
Informan dalam penelitian ini adalah individu-individu yang mengetahui dan
memahami peran UPTD BLK dalam menyiapkan tenaga kerja siap pakai di Kota
Prabumulih yang berjumlah delapan orang, di antaranya Kepala UPTD BLK, Kasubag.
TU, Staf TU dan Workshop, Instruktur, serta lulusan peserta pelatihan yang diambil
masing-masing satu orang dalam tiga angkatan.
Pengumpulan data diperoleh melalui observasi secara langsung, wawancara
mendalam pada delapan orang informan penelitian. Data dianalisis secara kualitatif yang
terdiri dari tiga alur kegiatan yang terjadi secara bersamaan yaitu reduksi data, penyajian
data dan menarik kesimpulan atau verifikasi.
Sumber utama data ketenagakerjaan adalah Survei Angkatan Kerja Nasional
(Sakernas). Survei ini khusus dirancang untuk mengumpulkan informasi/data
ketenagakerjaan. Pada beberapa survei sebelumnya, pengumpulan data ketenagakerjaan
dipadukan dalam kegiatan lainnya, seperti Survei Sosial Ekonomi Nasional (Susenas,
Sensus Penduduk (SP), dan Survei Penduduk Antar Sensus (SUPAS).
Sakernas pertama kali diselenggarakan pada tahun 1976, kemudian dilanjutkan pada
tahun 1977 dan 1978. Pada tahun 1986-1993, Sakernas diselenggarakan secara triwulanan
di seluruh provinsi di Indonesia, baru sejak tahun 1994-2001, Sakernas dilaksanakan
secara tahunan yaitu setiap bulan Agustus. Pada tahun 2002-2004, di samping Sakernas
Tahunan dilakukan pula Sakernas Triwulanan. Pada tahun 2005-2010, pengumpulan data
Sakernas dilaksanakan secara semesteran pada bulan Februari (Semester I) dan Agustus
(Semester II).
Mulai tahun 2011 Sakernas dilakukan kembali secara triwulanan, yaitu bulan
Februari (Triwulan I), Mei (Triwulan II), Agustus (Triwulan III), dan November (Triwulan

13
IV). Sakernas Triwulanan ini dimaksudkan untuk memantau indikator ketenagakerjaan
secara dini di Indonesia, yang mengacu pada KILM (The Key Indicators of the Labour
Market) yang direkomendasikan oleh ILO (The International Labour Organization). Hasil
Sakernas Triwulan I, II, dan IV disajikan sampai tingkat provinsi (jumlah sampel 50.000
rumah tangga). Sementara Sakernas Triwulan III, disajikan sampai tingkat kabupaten/kota,
karena jumlah sampel cukup besar sekitar 200.000 rumah tangga, dimana jumlah tersebut
terdiri dari 50.000 rumah tangga merupakan sampel Sakernas Triwulanan dan 150.000
rumah tangga sampel Sakernas tambahan.

3.2. Sistem Pengumpulan Data


Keterangan pokok berkaitan dengan ketenagakerjaan yang dikumpulkan melalui
Sakernas adalah keterangan perorangan dari setiap anggota rumah tangga yang berumur 10
tahun ke atas. Meskipun demikian, informasi yang disajikan hanya informasi dari
penduduk yang berumur 15 tahun ke atas. Informasi tersebut meliputi:
1. Keterangan identitas anggota rumah tangga seperti: nama, hubungan dengan kepala
rumah tangga, jenis kelamin, umur, status perkawinan dan pendidikan tertinggi yang
ditamatkan. Kegiatan selama seminggu yang lalu seperti: bekerja (paling sedikit 1 jam
dalam seminggu), punya pekerjaan namun sedang tidak bekerja, mencari pekerjaan/
mempersiapkan usaha, sekolah, mengurus rumah tangga dan lainnya (pensiun, cacat
jasmani dan lain-lain).
2. Bagi mereka yang bekerja/punya pekerjaan tetapi sementara tidak bekerja ditanyakan
antara lain jumlah hari kerja, jam kerja, lapangan pekerjaan, jenis pekerjaan, status
pekerjaan, dan upah/gaji bersih selama sebulan.
3. Bagi mereka yang mencari pekerjaan/mempersiapkan usaha ditanyakan; alasan utama
mencari pekerjaan/ mempersiapkan usaha, upaya yang dilakukan, lama waktu mencari
pekerjaan dan jenis pekerjaan yang dicari (pekerjaan purna waktu atau paruh waktu).
Jumlah Penduduk Berdasarkan Usia dan Jenis Kelamin.
Tahun
No. Rentang usia (tahun)
Laki-Laki Perempuan
1 0-14 25,826 24,288
2 15-55 49,441 49,059
3 56 + 6,270 7,100

14
Komposisi jumlah angka produktif yang terus meningkat menunjukkan bahwa
perekonomian kota Prabumulih meningkat sehingga mendorong terjadinya imigrasi yang
cukup besar masuk ke wilayah ini. keberadaan industri perkebunan dan pertambangan
memberikan lapangan kerja kepada masyarakat. yang harus diperhatikan adalah apabila
industri pertambangan mengalami kemunduran tingkat produksi sehingga tidak dapat
menyerap tenaga kerja, dengan komposisi penduduknya akan meningkatkan angka
pengangguran.
Tingkat Partisipasi Angkatan Kerja Menurut Jenis Kelamin, 2009-2013
Jenis Kelamin 2009 2010 2011 2012 2013
(1) (2) (3) (4) (5) (6)
Laki-laki 82,5 81,9 86,23 85,46 80,19
Perempuan 49,67 48,17 61 48,22 49,64
Laki-laki + Perempuan 64,77 64,93 68,56 66,84 64,86
Sumber: BPS Kota Prabumulih

Tingkat Pengangguran Terbuka (TPT) Menurut Jenis Kelamin, 2009-2013


Jenis Kelamin 2009 2010 2011 2012 2013
(1) (2) (3) (4) (5) (6)
Laki-laki 10,74 8,83 7,42 5,52 5,71
Perempuan 12,5 11,46 7,4 14,7 4,81
Laki-laki + Perempuan 11,47 9,81 7,41 8,83 5,36
Sumber: BPS Kota Prabumulih

Tingkat partisipasi angkatan kerja kota prabumulih tahun 2010 mencapai 64,93%
dan tingkat pengangguran 9,81%. Sebagian besar bekerja di sektor sekunder, industri dan
perdagangan. Walaupun Prabumulih menjadi pusat eksplorasi migas, namun industri ini
tidak menyerap tenaga kerja langsung. industri yang berkembang adalh industri
pengolahan hasil pertanian, yang tidak membutuhkan tenaga kerja terdidik, terutama
sektor pengolahan makanan krupuk, tahu, dan tempe. Potensi besar dari industri non-migas
dan perdagangan ini didukung oleh program pemerintah untuk mengadakan program
pembinaan dan bantuan modal dan akses pasar kepada para pelaku industri. data utk
komposisi tidak tamat SD tidak tersedia, data SD meliputi jumlah pengangguran SD ke
bawah. data 2009 dan 2007 belum terakses.

15
Penyerapan Tenaga Kerja Berdasarkan Mata Pencaharian
Jumlah Tenaga Kerja
Mata Pencaharian
2010 2011 2012
Pertanian 24 797 - -
Pertambangan / Penggalian - - -
Industri 1,682 - -
Listrik Air dan Gas - - -
Bangunan - - -
Perdagangan 14,375 - -
Angkutan / Komunikasi 20,840 - -
Jasa 1,082 - -
Lainnya 14 - -

Sektor pertanian dan angkutan dan komunikasi menjadi sektor penyerap tenaga kerja
terbanyak, karena sertor pertanian terutama karet merupakan sektor padat tenaga kerja
sedangkan sektor angkutan dan komunikasi, terkait dengan banyaknya usaha
pertambangan di daerah ini dimana peluang masyarakat adalah disektor pengangkutan
hasil produksi tambang tersebut. walaupun prabumulih merupakan daerah pertambangan
(dibuktikan dari PDRBnya) namun sektor ipertambangan dan sektor industri tidak banyak
menyerap tenaga kerja hanya 1.682 saja, berarti banyak masyarakat prabumulih yang tidak
terserap pada sektor usaha yang padat karya. data untuk tahun 2011 dan 2012 belum
tersedia.
Jumlah Pengangguran Berdasarkan Tingkat Pendidikan
Jumlah
Tingkat Pengangguran
2009 2008 2007
tidak tamat SD 659 - -
SD / Mi - - -
SMP / MTs 1130 - -
SMA / SMK / MA 5389 - -
Diploma / Universitas - - -

16
Jika dibandingkan dengan proporsi pengangguran di Indonesia, angka yang ada di
Prabumulih masuk dalam kategori rendah. Namun hal itu tidak dapat menjadi ukuran,
apalagi jika dilihat dari rasio pengangguran dengan jumlah penduduk di Prabumulih.
PAD, UMR & Perizinan
Pendapatan Asli Daerah
Hasil Pengelolaan
Lain-Lain PAD
Thn Pajak Daerah Retribusi Daerah Kekayaan Daerah Total PAD
yang Sah
yang Dipisahkan
2010 6.172.000.000,00 2,311.000.000,00 749.000.000,00 7.075.000.000,00 16.307.000.000,00
2011 7.658.607.201.18 5.569. 382.946,05 970.622.464,25 46.807.912.310,06 61.005.528.922
2012 10.006.800.361,27 7.157.899.075,87 1.367.925.590,86 79.867.182.478,67 98.399.807.507

Mohon dianalisa item terbesar apakah yang menjadi PAD kabupaten tersebut?
Bagaimana pendapatan dari sektor migas? Adakah perubahan yang signifikan dari tahun
2010 - 2012? Jika ada, mohon dianalisa apa yang menjadi faktor terbesar perubahan PAD
daerah tersebut. Kemudian jika memungkinkan dan ada datanya mohon dianalisa
penggunaan PAD tersebut dalam kegiatan peningkatan fasilitas ataupun pengembangan
daerah. penyumbang pendapatan daerah terbesar berasal dari sektor pajak daerah diikuti
oleh sektor retribusi daerah. sedangkan kontribusi pendapatan dari sektor migas
menyumbang 27,08% dari total PAD daerah ini. realisasi penerimaan daerah ini
mengalami peningkatan 6.18% dari tahun 2009 sebesar 380.193 milyar. Jika dilihat dari
sisi pengeluaran, terjadi kenaikan sebesar 4,92% dari total belanja daerah pada tahun 2010,
yaitu sebesar Rp 494,498milyar. pengeluaran terbesar digunakan untuk belanja pegawai
sebesar Rp 207,053 Milyar atau 41,79% disusul dengan belanja modal Rp 185.899 Milyar
(37,52%). data untuk tahun 2011 & 2012 merupaka data proyeksi PAD.
Upah Minimum Regional
Tahun Non Sektor Pertanian Lain-lain Perdagangan / Jasa (dll)
2010 974.22 1.200.000 975.00 1.019.700 (-)
2011 - - - - (-)
2012 - - - - (-)
Mohon dianalisa apa jenis pekerjaan yang menjadi tolak ukur UMR daerah di kabupaten
tersebut, kemudian analisa bagaimana kondisi UMR yang ada di kabupaten tersebut.

17
Apakah ada gejolak atau isu-isu menonjol yang berkaitan dengan perburuhan? sektor
bangunan menjadi tolak ukur besaran UMR, yang mendapatkan lebih tinggi dibandingkan
dengan sektor pertambangan dan penggalian hanya Rp 974.216,00. kesenjangan yang
cukup besar ini sering memunculkan gejolak demo buruh untuk memperjuangkan
kenaikan UMK, terutama dikalangan pekerja pertambangan dan galian. selain upah, isu
yang marak diperjuangkan adalah penghapusan sistem tenaga kontrak, yang banyak
digunakan pada sektor pertambangan dan penggalian. data tahun 2009 belum terakses, data
2011 & 2012 secara UMR sektoral belum tersedia secara umum UMK tahun 2012 adalah
Rp 1.200.000,00 merujuk pada UMR provinsi.

18
BAB IV
PEMBAHASAN

4.1. Peran UPTD Balai Latihan Kerja Dalam Menghasilkan Tenaga Kerja Siap
Pakai
Dalam melaksanakan perannya, UPTD Balai Latihan Kerja melakukan
kewajibannya dalam hal pelaksanaan kegiatan pelatihan. Hal ini sesuai dengan teori peran
dari David & Julia Jary (dalam Sartika, 2007: 16-17), menyatakan bahwa peran merupakan
beberapa kemungkinan relatif yang telah distandarisasi dalam kedudukan sosial berupa
kewajiban yang harus dilakukan.

4.2. Melakukan Standarisasi


a. Standarisasi Peserta
Mengikuti Pelatihan Sesuai Program
Sebagai unit pelaksana teknis di bawah dinas tenaga kerja dan
transmigrasi, UPTD Balai Latihan Kerja Kota Prabumulih diharuskan dapat
melaksanakan tugas-tugas oprasional berupa pelatihan keterampilan untuk
menyiapkan calon-calon tenaga kerja sebelum memasuki dunia kerja. Pelatihan
keterampilan tidak hanya diperuntukan bagi lulusan SMU sederajat, tetapi juga
bagi mereka yang putus sekolah atau tidak dapat melanjutkan ke sekolah yang
lebih tinggi dengan berbagai alasan tertentu. Program-program yang dibuat oleh
pemerintah itu tentunya dapat diikuti terutama bagi mereka yang tidak sempat
menamatkan pendidikan minimal SMU sederajat seperti program pelatihan
memasak, menjahit dan sebagainya, seperti pada tabel 3.1 sebagai berikut:

19
Tabel 3.1.
Program-Program Pelatihan Berdasarkan Kejuruan, Sumber Dana, Target Peserta
dan Lama Pelatihan

Melihat program-program pelatihan yang disediakan oleh UPTD BLK,


maka dapat dimungkinkan ada peserta yang putus sekolah atau tidak
menamatkan pendidikan 6 hingga setingkat SMU bisa mengikuti pelatihan dan
tentunya hanya untuk jurusan-jurusan tertentu seperti jurusan tata rias, memasak,
dan menjahit.

20
b. Standarisasi Instruktur
Standarisasi Latar Belakang Pendidikan
Instruktur merupakan aktor terpenting dan menentukan optimal atau
tidaknya proses pelatihan dilakukan. Hal ini dikarenakan melalui instruktur,
peserta dapat menerima informasi dan keahlian sesuai dengan program pelatihan
yang diberikan.
Selain berdasar pengalaman, kompetensi instruktur juga dipengaruhi oleh
jenjang pendidikan yang dikuasai. Sejauh ini kondisi instruktur di UPTD BLK
sudah sesuai dengan standar minimum yang ditetapkan yaitu minimal lulusan
DIII dan memiliki sertifikat pelatihan khusus untuk program yang diempuhnya.
Adapun jenjang pendidikan instruktur di UPTD BLK Kota Prabumulih, seperti
pada tabel 3.2 sebagai berikut:
Tabel 3.2.
Bidang Instruktur, Latar Belakang Pendidikan, serta Jumlah Instruktur
Bidang Jumlah
No Pendidikan Terakhir
Instruktur Instruktur
1 Meubel D3 Bangunan 1 Orang
2 Sekretaris - Diploma III Ekonomi 1 Orang
- S1 Ilmu Hukum 2 Orang
- S1 Ekonomi 2 Orang
3 Instalasi Listrik D3 Teknik Elektro 1 Orang
4 Las Listrik - Diploma III Teknik Elektro 1 Orang
- S1 Teknik Elektro 1 Orang
5 Mobil Bensin - Diploma III Teknik Mesin 1 Orang
- S1 Teknik Mesin 1 Orang
Total Instruktur 11 Orang

Apabila melihat kondisi latar belakang pendidikan instruktur di atas, maka


sudah sesuai dengan standar minimum yaitu minimal lulusan DIII.

Standarisasi Profesionalisme Instruktur


Instruktur atau tenaga pengajar sangat menentukan kualitas dan kompetensi
lulusan pelatihan. Untuk itu peningkatan kompetensi bagi instruktur merupakan hal

21
yang urgen agar dapat diperhatikan oleh pemerintah. Sejauh ini pemerintah telah
memberikan dukungan yang cukup baik dalam peningkatan kompetensi bagi setiap
Instruktur yang ada di setiap program/paket yang ditawarkan. Salah satu bentuk
perhatian pemerintah adalah melalui Dinas Tenaga Kerja dan Transmigrasi selalu
memberikan dukungan berupa dana dan kesempatan bagi instruktur dalam
pelatihan untuk meningkatkan kompetensi Instruktur ke berbagai industri besar
lainnya, seperti Pertamina dan Perbankan lainnya.
c. Standarisasi Fasilitas
Untuk melaksanakan pelatihan dengan maksimal, diperlukan ketersediaan
sarana dan prasarana yang sangat berperan dalam menghasilkan tenaga kerja siap
pakai. Hal ini berupa fasilitas-fasilitas seperti di bawah ini:
a) Fasilitas Utama
Pemerintah sebagai pemegang otoritas dalam menjalankan sistem
perintahan dan pengelolahan negara mempunyai kewajiban untuk
memberikan dukungan kepada instansi-instansi, termasuk UPTD Balai
Latihan Kerja sebagai salah satu instansi di bawah naungan Kementerian
Tenaga Kerja dan Transmigrasi. Salah satu wujud dukungan yang diberikan
pemerintan adalah dengan menyediakan fasilitas utama seperti kelengkapan
gedung/ruang pelatihan, ketersediaan modul, alat-alat praktik dan fasilitas
utama lainnya. Adapun fasilitas utama sejauh ini telah mendapatkan
perhatian yang cukup baik walaupun masih memerlukan peningkatan lagi
terutama berhubungan dengan ketersediaan fasilitas pembelajaran seperti
komputer, LCD, OHP, printer, serta alat-alat praktik terutama untuk jurusan
teknik dan sekretaris perkantoran.
Selain itu untuk alat-alat yang sudah lama atau usang harusnya
diperbaharui dan disesuaikan dengan kemajuan arus informasi dan teknologi
yang terus berkembang. Hai ini untuk mengatasi permasalahan yang dihadapi
oleh peserta pelatihan, seperti masih seringnya peserta pelatihan terutama
saat melakukan praktik lapangan/magang mengalami kesulitan beradaptasi
dengan alat-alat di industri tempat mereka magang yang sudah canggih
dibandingkan yang ada di UPTD BLK. Alat-alat tersebut seperti mesin las
yang sudah canggih, alat angkat/dongkrak hidrolic, program aplikasi
komputer yang mulai mengoprasikan PLC (program logic control),

22
Contector, dan teknologi industri lainnya yang sudah canggih. Untuk itu
pemerintah hendaknya memberikan dukungan lebih lagi terutama dalam hal
upaya memperbaharui perlengkapan dan fasilitas utama dalam proses
pelatihan. Selain itu suasana ruang belajar di UPTD BLK harus ditingkatkan
lagi agar bisa mengimbangi kemajuan seperti pada dunia usaha dan dunia
industri dalam bidang teknologi dan informasi ilmu pengetahuan
Sejauh ini fasilitas utama yang tersedia di UPTD Balai Latihan Kerja
Kota Prabumulih masih belum maksimal. Hal ini terutama menyangkut
teknologi yang digunakan masih belum mampu mengimbangi perkembangan
teknologi terutama yang digunakan oleh dunia usaha maupun dunia industri.
b) Fasilitas Pendukung
Fasilitas pendukung seperti ketersediaan Generator Setting (Genset)
untuk mengantisipasi ketika ada pemadaman listrik, ketersediaan ruangan
yang sejuk ber AC, ventilasi yang baik, serta lingkungan yang bersih dan
rindang dengan taman-taman yang asri merupakan hal yang tidak boleh
dilupakan. Adapun dukungan pemerintah untuk fasilitas pendukung ini masih
perlu ditingkatkan lagi terutama yang menyangkut ruangan ber AC, ventilasi
udara, dan berkenaan dengan kerindangan lingkungan UPTD BLK.
Fasilitas pendukung ini cukup penting untuk diperhatikan, sekalipun
menimbulkan dampak tidak langsung. Berbeda halnya apabila fasilitas utama
yang mengalami kendala, maka dampaknya dapat dirasakan secara langsung.
Walaupun demikian, apabila fasilitas ini tidak dipenuhi, maka akan
berdampak dalam jangka yang agak panjang. Misalnya akan memberikan
efek tidak nyaman ketika belajar terutama dirasakan setelah beberapa waktu
menjalani pelatihan, seperti timbulnya setres karena lingkungan yang tidak
refresentatif, ruangan yang panas karena tidak memiliki pendingin ruangan
yang cukup dan sebagainya.
Sebagaimana Kota Prabumulih yang mempunyai potensi yang luar
biasa dalam hal sumber pendapatan, tetapi dalam hal pengucuran dana setiap
tahunnya tidak bertambah. Jadi terpaksa mengharapkan dana yang bersumber
dari APBN untuk melakukan perlengkapan dalam hal fasilitas pendukung ini
yang tentunya membutuhkan waktu dan birokrasi yang tidak mudah karena
politik anggaran bermain cukup besar.

23
d. Standarisasi Kurikulum
Selain pemberian sertifikat bagi lulusan, UPTD BLK juga memberikan
standar minimun yang harus didapat dan dijalankan oleh setiap peserta pelatihan
berupa standar materi pelatihan.
Adapun standar kurikulum yang terdapat di UPTD BLK Kota Prabumulih
seperti pada tabel 3. 3 sebagai beriktu:
Tabel 3.3
Standar Kurikulum Berbasis Kompetensi Untuk Masing-Masing Program Pelatihan

24
Adapun Upaya yang dilakukan oleh UPTD BLK dalam memberikan kurikulum yang
sesuai dengan standar permintaan dunia kerja, seperti:
1. Menyiapkan Materi Pelatihan Yang Baik
Dalam melaksanakan hal-hal yang sifatnya teknis, seperti penentuan isi program
pelatihan dan sebagainya itu dapat berjalan secara baik, maka diperlukan sinergisitas
antara masing-masing struktur organisasi. Selama ini telah terjalin kerjasama yang baik
terutama dalam penyusunan program pelatihan.
Presentasi minimum lama pelatihan untuk teori dan praktik juga perlu disesuaikan
dengan standar yang dibuat. Hal ini dikarenakan lulusan yang dihasilkan itu diproyeksikan
untuk memasuki dunia kerja atau membuka usaha mandiri. Untuk itu harus adanya
singkronisasi dan keseimbangan antara penguasaan teori dan praktik bagi setiap program
pelatihan.
Adapun presentasi antara teori dan praktik yang distandarkan oleh UPTD BLK Kota
Prabumulih dapat dilihat pada tabel 3.4 sebagai berikut:
Tabel 3.4.
Presentase Lama Pelatihan Teori dan Praktik Berdasarkan Kejuruan

Apabila melihat kondisi di UPTD BLK, maka sudah berjalan sesuai dengan standar
yang ada.

2. Instruktur Yang Proporsional


Instruktur memegang peran penting dalam menghasilkan peserta pelatihan yang
berkualitas. Dalam hal ini keseimbangan antara jumlah peserta dengan jumlah instruktur
perlu mendapat perhatian yang sangat serius dari pemerintah. Instruktur masih dirasa
kurang dalam hal jumlah terutama untuk program pelatihan bidang teknik.

25
e. Standarisasi Dana
Untuk melakukan pelatihan dengan maksimal, dana memegang peran
penting karena proses pelatihan dan hal-hal yang menjadi pendukung berupa
perlengkapan baik berkaitan dengan teori (program pelatihan) maupun praktik
(alat-alat praktik) itu membutuhkan biaya agar lulusan yang dihasilkan dapat
menyesuaikan dengan kemajuan teknologi dan permintaan pasar kerja.
Pada tahun 2009 dana yang bersumber dari APBD dapat membiayai paket
pelatihan sebayak 5 paket dan pembiayaan lainnya dalam hal kelengkapan alat-
alat praktik dan kelengkapan pendukung belajar lainnya seperti komputer, LCD,
dan sebagainya. Sedangkan untuk dana yang bersumber dari APBN hanya
terpenuhi untuk membiayai 1 paket pelatihan. Ini dikarenakan untuk melakukan
permohonan dana terutama yang sifatnya dana dari APBN itu membutuhkan
pengajuan dana ke pusat melalui Dinas Tenaga Kerja dan Transmigrasi,
kemudian keputusan terpenuhinya atau tidak permohonan itu bergantung dengan
ketersediaan dana negara (APBN) pusat.
Dalam pengucuran dana terutama yang bersumber dari APBN itu harus
melalui seleksi yang panjang dan harus masuk dalam data skala prioritas untuk
setiap UPTD BLK di seluruh Indonesia, kemudian yang dianggap penting dan
memenuhi persyaratan itu yang akan dikabulkan dan dicairkan dana yang
bersumber dari APBN tersebut.
Dana APBN meliputi dana yang bersumber dari dana rupiah murni,
merupakan dana yang sudah ada pengalokasiannya dari pusat setiap tahunnya
sebagai sisa dari belanja negara. Sedangkan ada lagi dana APBN yang bersumber
dari penerimaan negara bukan pajak dengan rincian sekitar 22 % dari total APBN
yang bersumber dari rupiah murni (pendapatan negara bersumber dari pajak).
Dana PNBP itu dapat bersumber dari upah pungut seperti pada hasil tagih
pembayaran wajib pajak kendaraan bermotor pada SAMSAT (sistem
administrasi manunggal satu atap) dan bisa juga bersumber dari hasil pendapatan
dari lahan parkir dan penerimaan negara sah lainnya sesuai dengan ketentuan
undang-undang.
Apabila melihat ketersediaan dana untuk kebutuhan proses pelatihan pada
tahun 2010, maka terlihat ada peningkatan. Hal ini dibuktikan dengan
terpenuhinya pembiayaan untuk menyelenggarakan pelatihan yaitu dana yang

26
bersumber APBD dapat membiayai 5 paket pelatihan, serta dana yang bersumber
dari APBN sebanyak 6 paket pelatihan. Banyaknya paket yang berhasil
diselenggarakan pada tahun 2009, menunjukan adanya peningkatan yang
signifikan terutama untuk paket pelatihan yang dibiayai dari dana yang
bersumber dari dana APBN. Hal ini dikarenakan pada tahun 2010 UPTD BLK
Kota Prabumulih termasuk dalam skala prioritas sesuai dengan perencanaan
pemerintah, ditandai dengan pengalokasian dana APBN yang dapat membiayai
pelatihan sebanyak 6 paket.
Pada tahun 2011, proses pelatihan diselenggarakan oleh UPTD BLK Kota
Prabumulih dengan melakukan pelatihan sebanyak 5 paket dengan dana APBD
dan 9 paket dari dana APBN. Pada tahun ini terjadi peningkatan jumlah paket
pelatihan, terutama yang bersumber dari dana APBN yang diselenggarakan oleh
UPTD BLK. Hal ini dikarenakan adanya perhatian yang lebih dari pemerintah
pada UPTD BLK untuk peningkatan kompetensi peserta pelatihan agar dapat
menghasilkan lulusan yang dapat bersaing untuk mendapatkan pekerjaan dengan
selalu mengupayakan peningkatan baik kualitas maupun kuantitas lulusan.
Bentuk apresiasi pemerintah ini diwujudkan dengan berhasilnya UPTD
BLK mendapatkan dana yang bersumber dari APBN sehingga dapat membiayai
pelatihan sebanyak 6 paket jurusan. Apabila hanya mengharapkan dana yang
bersumber dari APBD, maka hanya dapat menjamin sebanyak 5 paket pelatihan
untuk setiap tahunnya sesuai dengan kemampuan dana APBD Kota Prabumulih.
Berbeda dengan dana yang bersumber dari APBN yang selalu fluktuatif
tergantung dengan kemapuan dana APBN Indonesia dalam pengalokasiannya.
UPTD BLK yang masuk dalam skala prioritas dan layak untuk mendapatkan
dana APBN, maka akan lebih diperhatikan pemerintah dalam mengucurkan dana.
Dana, selain diperuntukan untuk kebutuhan pembiayaan belaja modal juga
sebagai belanja pegawai yang setiap bulannya rutin dikeluarkan karena untuk
gaji pegawai termasuk instruktur sekalipun mereka berstatus sebagai PNS. Ini
dikarenakan mereka memperoleh insentif tersendiri yang berbeda dengan gaji
yang mereka dapat sebagai PNS di instansi tempat mereka ditugaskan oleh
pemerintah. Apabila melihat kondisi pendanaan pada UPTD BLK, maka terlihat
apresiasi yang cukup baik oleh pemerintah terutama pemerintah pusat. Hal ini
ditandai dengan selalu meningkatnya sumber pendanaan yang berasal dari dana

27
APBN untuk menambah sumber pembiayaan yang bersumber dari APBD yang
selalu tetap dan relatif tidak bertambah setiap tahunnya.
Setelah melihat kondisi yang terdapat di UPTD Balai Latihan Kerja dalam
melaksanakan pelatihan untuk menghasilkan lulusan yang berkualitas dan siap
pakai, maka dapat dikatakan bahwa UPTD Balai Latihan Kerja Kota Prabumulih
sudah menjalankan perannya dengan melaksanakan kewajibannya secara baik
dalam memberikan standarisasi yang merupakan suatu keharusan tetapi masih
ada hal-hal yang harus diperbaiki. Hal-hal tersebut seperti masalah latar belakang
pendidikan dari instruktur yang sering tidak sesuai dengan program pelatihan
yang diasuhnya. Hal ini tentunya dapat mempengaruhi tingkat pemahaman
instruktur terhadap hasil pencapaian keahlian yang seharusnya didapatkan oleh
setiap peserta pelatihan yang menjadi tujuan dari program pelatihan yang
dilakukan oleh UPTD Balai Latihan Kerja.
Kemudian masalah jumlah instruktur yang tidak seimbang atau kurang
ideal dengan banyaknya jumlah peserta pelatihan. Hal ini dikarenakan instruktur
di UPTD Balai Latihan Kerja mayoritas berstatus sebagai Pegawai Negeri Sipil
di instansi-instansi Kota Prabumulih. Dengan demikian pemenuhan dan jumlah
instruktur ditentukan oleh pemerintah daerah kota prabumulih dengan
memberdayakan sejumlah PNS yang tentunya kurang ideal karena mereka harus
membagi waktu di instansi lain tempat mereka menjabat. Oleh karena itu,
instruktur di UPTD BLK sangat jarang ditemukan instruktur yang berasal dari
dunia usaha maupun dunia industri. Padahal pada prinsipnya instruktur-intruktur
dari dunia usaha maupun industri itu diharapkan dapat memberikan informasi
dan pengetahuan yang tidak hanya sifatnya normatif tetapi lebih pada penekanan
pada sisi empiris. Ini sangat diperlukan agar setelah selesai dari pelatihan, peserta
memperoleh keterampilan yang sifatnya up date karena disesuaikan dengan pasar
kerja tempat instruktur-intruktur yang berasal dari dunia usaha atau industri itu
berkiprah. Akan tetapi ini belum direalisasikan karena membutuhkan perbaikan
sistem terutama oleh pemerintah dan pemangku kepentingan (stake holder).

28
f. Standarisasi Lulusan
Pemberian Sertifikat
Sebagai bukti jaminan mutu, peserta pelatihan diberikan sertifikat setiap
selesai mengikuti pelatihan di UPTD BLK Kota Prabumulih. Setiap peserta
dinyatakan lulus apabila sudah melaksanakan kewajibannya dalam
menjalankan pelatihan baik yang sifatnya tugas-tugas maupun pesyaratan
lainnya. Adapun bukti yang bersifat legal diberikan oleh UPTD BLK berupa
sertifikat yang menyatakan bahwa peserta pelatihan tersebut sudah selesai
mengikuti pelatihan dengan standar yang ada.
Adapun banyaknya peserta yang telah mendapatkan sertifikat sesuai standar
yang ada di UPTD BLK Kota prabumulih untuk masing-masing paket
pelatihan, seperti pada tabel 3.5 berikut ini:
Tabel 3.5.
Banyaknya Peserta yang Lulus dan Mendapatkan Sertifikat berdasarkan
Kejuruan/Paket Pelatihan Tahun 2009, 2010 dan 2011

29
4.3. Menempati Kedudukan Sosial
Setelah melakukan pelatihan di UPTD BLK dan dinyatakan sudah lulus dari
pelatihan, salah satu bukti bahwa lulusan UPTD BLK siap pakai adalah terlihat dari
lulusan itu dapat diterima atau tidak di dunia kerja. Sejauh ini lulusan UPTD BLK sudah
bisa dikatakan lulusannya sudah dapat diterima di dunia kerja. Hal ini ditandai dengan
lulusan yang diterima baik di dunia usaha maupun dunia industri serta membuka usaha
mandiri.
Adapun data peserta pelatihan yang berhasil berkarir dan menempati posisi kerja
baik di beberbagai instansi adalah seperti pada tabel 3.6 berikut ini:
Tabel 3. 6
Jumlah dan Persentase Lulusan yang Diterima di BUMN/BUMS Berdasarkan
Jumlah Lulusan Tahun 2009, 2010 dan 2011
Persentase yang
Diterima di Usaha
Jumlah Diterima di
No Tahun BUMN/ Mandiri/
Lulusan BUMN/
BUMD Wirausaha
BUMD
1 2009 96 lulusan 58 orang 38 orang 60 %
2 2010 176 lulusan 132 orang 44 orang 75 %
3 2011 224 lulusan 180 orang 44 orang 80 %

Apabila melihat kondisi di atas, maka sudah melebihi 50% dari lulusan peserta
pelatihan yang berhasil diterima di dunia usaha maupun dunia industri baik BUMN
maupun BUMD.

4.4. Faktor-Faktor Penghambat UPTD Balai Latihan Kerja Dalam Menghasilkan


Tenaga Kerja Siap Pakai
Dalam Proses pelatihan, sering terdapat kendala-kendala yang sering menjadi faktor
penghambat. Menurut Hasibuan (2008: 85-86), menyatakan terdapat hambatan-hambatan
yang sering dijumpai pada saat proses pelatihan untuk mengembangkan sumber daya
manusia. Hambatan-hambatan tersebut seperti:
a. Input Peserta Pelatihan Yang Beragam
Input peserta pelatihan atau dapat dikatakan sebagai bagian dari kurikulum terselubung
merupakan hal yang tidak tertulis dan bukan berasal dari kurikulum yang dibuat oleh

30
UPTD Balai Latihan Kerja, tetapi mempengaruhi kualitas peserta setidaknya dalam
proses pelatihan.

b. Minimnya Fasilitas Pengembangan


Fasilitas Utama
Fasilitas utama seperti berkaitan dengan ketersediaan alat-alat praktik, sangat
mempengaruhi kelancaran peserta dalam mengikuti pelatihan. Hal ini dikhawatirkan
dapat mempengaruhi kualitas lulusan yang dihasilkan.
Fasilitas Pendukung
Fasilitas pendukung seperti ketersediaan WIFI, ruangan ber AC, serta sarana
penunjang lainnya cukup mempengaruhi kualitas lulusan. Ini belum mendapat
perhatian dari pemerintah sekalipun kebutuhan ini cukup penting demi kemajuan dan
kualitas lulusan yang dihasilkan.
Jaringan Komunikasi Antar Lulusan Peserta Pelatihan
Jaringan komunikasi diperlukan agar memungkinkan bagi sesama lulusan untuk
berbagi informasi terutama mengenai informasi lowongan pekerjaan.

Selama ini semuanya belum berjalan dengan baik, sehingga para lulusan tidak
terpantau kemajuannya setelah menyelesaikan masa pelatihannya. Kondisi ini juga
berdampak pada kesulitannya UPTD Balai Latiha Kerja untuk melakukan evaluasi dan
tentunya melakukan perbaikan-perbaikan berdasarkan kondisi real di lapangan dengan
melihat jumlah lulusan yang berhasil mendapatkan pekerjaan. Seperti memetakan jurusan
apa yang berpeluang mendapatkan pekerjaan atau dibutuhkan oleh lapangan kerja, serta
pengetahuan dan keahlian apa yang banyak digunakan oleh dunia usaha maupun dunia
industri agar dapat diberikan pada peserta pelatihan sebagai modal berkompetisi dalam
memperoleh pekerjaan.

c. Minimnya Dana Yang Dimiliki Untuk Media Sosialisasi


Sosialisasi sangat berperan penting untuk menjaring calon peserta yang bermutu.
Karena tidak sedikit mereka berminat untuk mengikuti pelatihan di UPTD Balai Latihan
Kerja. Hal ini tidak menutup kemungkinan disebabkan karena kurang mendapatkan akses
informasi maka mereka tidak jadi atau kurang berminat karena tidak lengkap mendapatkan
informasi tentang pelatihan di UPTD Balai Latihan Kerja.

31
Dari kondisi yang ditemukan di lapangan, dapat dilihat bahwa UPTD BLK Kota
Prabumulih dapat memfasilitasi bagi lulusan sekolah menengah umum atau sekolah
menengah kejuruan sederajat untuk dapat dilatih agar memiliki keahlian dan kompetensi
yang menunjang untuk menduduki atau mendapatkan pekerjaan tertentu.
Sebagai bahan pertimbangan, UPTD BLK tentunya masih ada hal-hal yang perlu
diperbaiki seperti agar menyediakan fasilitas yang lebih baik lagi dan disesuaikan dengan
perkembangan kemajuan teknologi, baik fasilitas utama maupun fasilitas pendukung yang
merupakan hal-hal yang menunjang berhasil atau tidaknya UPTD Balai Latihan Kerja
dalam menjalankan kewajiban yang diberikan oleh Dinas Tenaga Kerja dan Transmigrasi
Kota Prabumulih.
Selain itu, faktor-faktor yang menjadi penghambat juga perlu mendapat perhatian
seperti perbaikan ruangan dan lingkungan yang nyaman juga perlu diperbaiki agar dapat
mendukung kelancaran proses pelatihan. Serta yang tidak kalah penting adalah harus
disediakannya fasilitas yang memungkinkan agar setiap lulusan peserta pelatihan di UPTD
Balai Latiha Kerja dapat berinteraksi dan bertukar informasi baik berkaitan dengan upaya
peningkatan keterampilan maupun informasi lowongan pekerjaan.
Kemudian hal yang perlu mendapat perhatian yaitu masalah perekrutan yang perlu
ditingkatkan lagi agar dapat menjaring calon peserta pelatihan yang berkualitas agar
setelah menjalani proses pelatihan akan tercipta lulusan yang profesional dan benar-benar
siap pakai. Selain itu, untuk memudahkan peserta mendapatkan pekerjaan, hendaknya
dijalin kemintraan dengan dunia usaha maupun dunia industri agar tidak hanya bersedia
bekerjasama ketika proses pelatihan tetapi juga bersedia menerima lulusan pelatihan
UPTD BLK Kota Prabumulih dengan kriteria dan ketentuan berkenaan dengan kompetensi
yang diperlukan. Melihat kondisi Kota Prabumulih yang fluralistik, maka untuk
mensosialisasikan UPTD Balai Latihan Kerja terutama ketika proses rekruitmen calon
peserta dilakukan, maka membutuhkan media sosialisasi yang beragam pula. Oleh karena
itu diperlukan adanya perbaikan dan penambahan dalam pemilihan media sosialisasi agar
dapat diakses oleh semua lapisan masyarakat.
Setelah melihat kondisi keseluruhan UPTD BLK Kota Prabumulih yang didukung
dengan informasi yang disampaikan oleh informan serta data sekunder lainnya, maka
dapat dikatakan bahwa UPTD Balai Latihan Kerja telah menjalankan perannya dalam
menyiapkan tenaga siap pakai di Kota Prabumulih. Ini terlihat karena UPTD Balai Latihan
Kerja sudah menjalankan kewajibannya dalam melatih peserta untuk disiapkan menjadi

32
tenaga kerja yang siap pakai. Hal ini terbukti pada tahun 2009 berhasil meluluskan
sebanyak 96 lulusan dan sebanyak 58 orang berhasil diterima di BUMN maupun BUMS
atau 60% dan hanya 38 yang memilih usaha mandiri. Pada tahun 2010 tecatat 176 lulusan
dan 132 orang diantaranya berhasil diterima di BUMN maupun BUMS atau 75% dan
hanya 44 orang yang membuka usaha mandiri. Sedangkan pada tahun 2011 terjadi
peningkatan yang cukup signifikan yaitu dari 224 lulusan, 180 orang diantaranya berhasil
diterima di BUMN maupun BUMS atau 80% dan hanya 44 orang yang memilih menekuni
usaha mandiri (Data Penempatan Tenaga Kerja, Disnakertrans Kota Prabumulih, 2012).
Dengan kondisi Kota Prabumulih sebagai kota minyak, gas, dan pertambangan yang
merupakan komuditas unggulan, maka dimungkinkan bermunculan investor-investor baru
yang membuka peluang bagi lulusan untuk mendapatkan posisi kerja. Hal ini dapat
terealisasi apabila lulusan didukung dengan penguasaan teknologi dan keterampilan yang
baik dan salah satunya dapat tercapai apabila UPTD BLK Kota Prabumulih dapat
melakukan pelatihan dengan baik.

33
BAB V
PENUTUP

5.1. Kesimpulan
Apabila melihat pengangguran di Kota Prabumulih yang semakin meningkat
hingga tahun 2012 tercatat mencapai 5.667 pengangguran (data BPS Kota
Prabumulih, 2012).
Maka semua itu tidak dapat dijadikan ukuran bahwa UPTD BLK tidak dapat
menghasilkan tenaga kerja siap pakai untuk mengurangi angka pengangguran. Hal
ini dikarenakan banyak faktor yang menyebabkan pengangguran itu terjadi bukan
karena kurangnya keahlian yang dimiliki tetapi bisa disebabkan faktor lain seperti
iklim investasi yang kurang baik dan tidak berpihak pada masyarakat. Selain itu bisa
juga disebabkan karena sistem rekrutmen terhadap tenaga kerja yang tidak
transparan dan objektif sehingga tidak mampu menyerap tenaga kerja yang
berkualitas apabila tidak mempunyai kedekatan emosional dengan instansi tertentu
atau lebih dikenal dengan praktik KKN. Tetapi dengan proses pelatihan yang baik
serta lulusan yang berkualitas, maka diharapkan setidaknya lulusan UPTD BLK
tidak menambah angka pengangguran yang setiap tahun semakin bertambah
khususnya Kota Prabumulih.

5.2. SARAN
1. UPTD Balai Latihan Kerja perlu memperhatihan kelengkapan fasilitas utama
seperti alat-alat praktik, komputer, LCD, OHP, ruangan yang disesuaikan dengan
jumlah peserta baik ukuran ruangan maupun jumlah ruangan untuk kelancaran
proses pelatihan maupun fasilitas pendukung seperti ruangan ber AC, mempunyai
ventilasi yang cukup untuk membantu kelancaran proses pelatihan, merupakan
faktor-faktor yang menghambat di UPTD BLK Kota Prabumulih karena belum
terpenuhi secara maksimal.
2. Dalam melakukan proses pelatihan, terutama tenaga instruktur hendaknya
memperhatihan aspek input peserta pelatihan, kondisi psikologi peserta, serta
bakat peserta agar dalam proses pelatihan dapat dioptimalkan ataupun dicarikan
solusi apabila kondisi tersebut menjadi kendala dalam pengembangan potensi
peserta tersebut.

34
DAFTAR PUSTAKA

Bungin, Burhan. 2001. Metode Penelitian Kualitatif-Aktualisasi Metodelogis Ke Arah


Ragam Varian Kontemporer. Jakarta: PT Raja Grafindo Persada.
Enoch, Jusuf. 1992. Dasar-Dasar Perencanaan. Jakarta: Bumi Aksara.
Hasibuan, Malayu SP. 2008. Manajemen Sumber Daya Manusia. Jakarta: PT Bumi
Aksara.
Kartono, Kartini. 1983. Pengantar Metodelogi Risearch Sosial. Bandung: Alumni.
Moleong, Lexy J. 2002. Metode Penelitian Kualitatif. Bandung : PT Remaja Rosdakarya.
_______________. 2005. Metode Penelitian Kualitatif Edisi Revisi. Bandung : PT.
Remaja Rosdakarya.
Purnama, Dadang H. 2004. Modul Mata Kuliah Metode Penelitian Kualitatif. Indralaya.
Fisip Universitas Sriwijaya: Tidak Diterbitkan.
Sutrisno, Edy. 2009. Manajemen Sumber Daya Manusia. Jakarta: Prenada Media Group.
Suwandi, Surip, Suhardi Mukmin, DKK. 2008. Buku Ajar MPK Bahasa Indonesia.
Indralaya: Universitas Sriwijaya.
Thomas. 2000. Pendekatan Belajar Berbasis Pelatihan (Trainning Based Learning).
Jakatra : Bumi Aksara.

35

Anda mungkin juga menyukai