Anda di halaman 1dari 9

Pemahaman Mengenai Implementasi Sila Ketuhanan Ynag Maha Esa di Indonesia

Bangsa Indonesia menyatakan kepercayaan dan ketaqwaan terhadap Tuhan Yang Maha
Esa dan oleh karenanya manusia percaya dan taqwa terhadap Tuhan Yang Maha Esa sesuai
dengan agama dan kepercayaannya masing-masing menurut dasar kemanusiaan yang adil dan
beradab.

a) Secara Obyektif

Percaya dan Takwa kepada Tuhan Yang Maha Esa sesuai dengan agama dan kepercayaan
masing-masing menurut dasar kemanusiaan yang adil dan beradab
Hormat menghormati dan bekerjasama antar pemeluk agama dan penganut-penganut
kepercayaan yang berbeda-beda sehingga terbina kerukunan hidup
Saling menghormati kebebasan menjalankan ibadah sesuai dengan agama dan
kepercayaannya

b) Secara Subjektif
menghormati yang sedang melaksanakan ibadah
mengajak kita untuk takwa terhadap Tuhan Yang Maha Esa. Kita semua punya agama dan
keyakinan. Kita tinggal menjalankan kewajiban kita terhadap Tuhan Yang Maha Esa.
Percaya dan taqwa kepada Tuhan Yang Maha Esa sesuai dengan agama dan kepercayaannya
masing-masing
Hormat dan menghormati serta bekerjasama antara pemeluk agama dan penganut-penganut
kepercayaan yang berbeda-beda sehingga terbina kerukunan hidup

Kunci dan titik sentral pemikiran dari kelima sila ada pada sila pertama, yaitu Ke-
Tuhanan, karena Tuhan adalah dasar keberadaan bagi makluk pemberian kekuatan oleh
oleh-Nya, merupakan syarat bagi setiap gerakan, upaya, dan perubahan pada mahluk-Nya.
Semua agama di NKRI ini, meyakini keberadaan Tuhan. Tuhan Maha Besar, Maha Pencipta,
Maha Pengasih Lagi Maha Penyayang. Segala sesuatu yang ada dan terjadi dalam kehidupan
ini, adalah ciptaan dan atas kehendak Tuhan. Kaum Kristiani menyatakan bahwa Tuhan ada
dalam diri setiap orang. Kaum Hindu/Budha menyatakan, bahwa diri manusia merupakan
rumah Tuhan yang harus dijaga kebersihannya dan dijauhkan dari halhal yang bertentangan
dengan agama. Sedang kaum Islam, sesuai dengan Firman Tuhan (Allah) dinyatakan, bahwa
Allah ada sangat dekat dengan dirimu, tidak lebih dari kedua urat nadi lehermu.
Keberadaan dan keesahan Tuhan ini, mendasari suatu kesepakatan untuk menempatkan
Ketuhanan Yang Maha Esa sebagai Sila Pertama, yang menjiwai semua sila-sila
dibawahnya.
Nilai Instrumental dari SilaKetuhanan Yang Maha Esa
Bangsa Indonesia menyatakan kepercayaanya dan ketaqwaanya kepada Tuhan Yang
Maha Esa.
Manusia Indonesia percaya dan taqwa terhadap Tuhan Yang Maha Esa, sesuai dengan
agama dan kepercayaannya masing-masing menurut dasar kemanusiaan yang adil dan
beradab.
Mengembangkan sikap hormat menghormati dan bekerjasama antra pemeluk agama
dengan penganut kepercayaan yang berbeda-beda terhadap Tuhan Yang Maha Esa.
Membina kerukunan hidup di antara sesama umat beragama dan kepercayaan
terhadap Tuhan Yang Maha Esa
Agama dan kepercayaan terhadap Tuhan Yang Maha Esa adalah masalah yang
menyangkut hubungan pribadi manusia dengan Tuhan Yang Maha Esa.
Mengembangkan sikap saling menghormati kebebasan menjalankan ibadah sesuai
dengan agama dan kepercayaanya masing masing
Tidak memaksakan suatu agama dan kepercayaan terhadap Tuhan Yang Maha Esa
kepada orang lain.

D. Sila Ketuhanan Yang Maha Esa merupakan pemecahan menghadapi kemajemukan


Sila pertama merupakan jantung Pancasila. Apabila ada satu prinsip yang sentral atas
dasar mana kita dapat memahami Pancasila sebagai keseluruhan, maka itu adalah sila yang
pertama.
Di dalam sejarah perkembangannya, kita tahu bahwa halnya tidak selalu demikian.
Soekarno, misalnya, mengatakan bahwa teras Pancasila adalah gotong-royong. Memakai
gotong-royong sebagai prinsip sentral, maka kita mendapat penafsiran sebagai berikut: sila
pertama, adalah gotong-royong antara semua ketompok agama; sila kedua adalah gotong-
royong antara semua bangsa; sila ketiga adalah gotong-royong antara semua golongan dalam
masyarakat Indonesia; sila keempat adalah gotong-royong antara semua ideologi dan partai
politik; sila kelima adalah gotong-royong antara semua kelas ekonomi dan sosial dalam
masyarakat Indonesia.
Tapi telah kita katakan di depan, bahwa yang membuat Pancasila unik dan khas adalah
sila Ketuhanan Yang Maha Esa. Di sinilah terletak jiwa dari Pancasila itu.
Memang benar bahwa sila ini adalah bersangkut-paut dengan kemajemukan agama di
Indonesia dan karena itu mengenai kebebasan serta toleransi beragama. Tapi ia lebih dari itu.
Sebab bila kebebasan serta toleransi agama yang hendak kita tonjolkan, maka sila-sila lain
telah menjaminnya (sila 2, 3, 4, khususnya, bahkan 5 sekalipun).
Pentingnya sila pertama toh tidak terbatas pada kemampuannya menghadapi masalah
kemajemukan agama. Tetapi bahwa ia mencerminkan satu cara pemecahan yang khas
Indonesia di dalam menghadapi kenyataan kemajemukan pada umumnya. Yaitu, ketika
kemajemukan diterima dan dirangkul serta dimasukkan ke dalam sistim, tentu raja sepanjang
ia dapat dijaga kesatuan, keseimbangan dan keselarasannya.
Akhimya, uraian Panitia Lima mengenai dirumuskannya sila Ke-tuhanan Yang Maha
Esa menjadi sila yang pertama, seperti telah dikemukakan terdahulu, memperkuat
pemahaman kita tentang betapa sentral dan uniknya sila pertama ini untuk memahami
Pancasila secara keseluruhan.
Semua yang telah kita lakukan di atas, adalah untuk menunjukkan bagaimana kita harus
memahami Pancasila. Dan atas dasar ini, kita mempunyai kemampuan untuk memahami apa
yang sedang berlangsung di dalam kehidupan masyarakat Indonesia.

E.Mengapa Sila Ketuhanan Yang Maha Esa Dijadikan Sila yang Pertama ?
Dasar pemikiran kenapa Ketuhanan Yang Maha Esa dijadikan sila pertama dari
Pancasila dikarenakan pencetus ide Pancasila Bung Karno mempunyai keyakinan bahwa
masyarakat bangsa Indonesia adalah bangsa yang religius, mayoritas bangsa Indonesia dari
Sabang sampai Merauke dengan satu dan lain cara menghayati kehidupan beragama sejak dia
masih lahir sampai dewasa yang merupakan bagian yang tak terpisahkan dari kehidupan
keseharian mereka.
Bahkan sebelum kedatangan agama Hindu dan Budha ke Indonesia, bangsa Indonesia
sudah beragama secara traditional yang sudah mengenal Tuhan Yang Maha Esa walaupun
dengan sebutan yang beraneka ragam. Kemudian kedatangan Islam dan Kristen makin
membuat keanekaan ragaman agama bangsa Indonesia.
Pada umumnya bangsa Indonesia menerima kedatangan agama-agama dengan damai
baik itu Hindu, Budha, Islam dan Kristen bahkan budaya yang dikembangkan cenderung
budaya sinkretis yang merupakan perpaduaan budaya local yang berumur sangat tua berbaur
dengan budaya yang dibawa oleh pengaruh agama Hindu, Budha, Islam dan Kristen.
Oleh karena itu berkembang adanya aliran kepercayaan yang sebetulnya berasal dari
kepercayaan lama sebelum kedatangan agama besar Hindu, Budha, Islam, dan Kristen.
Sebagai contoh ketika seorang anak masih kecil pernah diajarkan oleh almarhumah ibunya
tentang doa-doa yang sepenuhnya dalam bahasa Jawa (bukan terjemahan doa-doa dari agama
yang ada kemudian Hindu, Budha, Islam atau Kristen), seperti doa mau tidur, doa mau pergi,
doa mau makan dsb. Tuhan disebut sebagai Gusti Pangeran kemudian dengan pengaruh Islam
menjadi Gusti Allah.
Ketuhanan Yang Maha Esa dijadikan sila pertama dari Pancasila adalah disarikan dari
hakekat kehidupan bangsa Indonesia dari Sabang sampai Merauke bahwa bangsa Indonesia
pada hakekatnya adalah bangsa yang religius apapun agamanya, apapun kepercayaannya
semua mengakui adanya Tuhan Yang Maha Esa.
Ketuhanan Yang Maha Esa adalah realitas dalam kehidupan bermasyarakat dengan
keragaman agama dan kepercayaan tapi masih tetap bisa hidup berdampingan secara damai,
saling hormat menghormati satu sama lain, bahkan bisa berhasil secara bersama-sama
mendirikan Negara Kesatuan Republik Indonesia. Apakah ini bukan suatu karunia kehidupan
yang indah bagi bangsa Indonesia?
Secara operational lebih lanjut Ketuhanan Yang Maha Esa terefleksi dalam isi UUD 45
pada Bab XA Pasal 28E:
Ayat (1) Setiap orang bebas memeluk agama dan beribadat menurut agamanya, memilih
pendidikan dan pengajaran, memilih pekerjaan, memilih kewarganegaraan, memilih tempat
tinggal diwilayah negara dan meninggalkannya, serta berhak kembali.
Ayat (2) Setiap orang atas kebebasan meyakini kepercayaan, menyatakan pikiran dan
sikap, sesuai dengan hati nuraninya.

Juga Bab XA Pasal 29 :


Ayat (1) Negara berdasar atas Ketuhanan Yang Maha Esa,
Ayat (2) Negara menjamin kemerdekaan tiap tiap penduduk untuk memeluk agamanya
masing masing dan untuk beribadat menurut agamanya dan kepercayaannya itu.

Diterimanya Pancasila sebagai pandangan hidup dan dasar negara, membawa


konsekuensi logis bahwa nilai-nilai pancasila harus selalu dijadikan landasan pokok, landasan
fundamental bagi pengaturan dan penyelenggaraan suatu negara. Hal ini diusahakan yaitu
dengan menjabarkan nilai-nilai pancasila tersebut ke dalam peraturan perundang-undangan
yang berlaku. Sedang pengakuan pancasilasebagai pandangan hidupbangsa mengharuskan
kita sebagai bangsa untuk mentransformasikan nilai-nilai pancasila itu ke dalam sikap dan
perilaku nyata baik dalam perilaku hidup bermasyarakat, berbangsa dan bernegara. Tanpa
adanya transformasi nilai-nilai tersebut ke dalam kehidupan nyata, maka pancasila hanya
sekedar nama tanpa makna, pancasila hanya sebagai hiasan dalam pembukaan undang-
undang dasar 1945.
F. Peranan Religi Terhadap Tingkah Laku Manusia
Budi Pekerti berarti sikap dan prilaku yang baik. Sifat-sifat yang baik akan
mendatangkan kebaikan dan sebaliknya hal yang buruk akan menghasilkan keburukan pula.
Oleh karena itu kita perlu menjunjung tinggi nilai budi pekerti yang luhur. Ajaran budi
pekerti menuntut kita agar selalu berbuat kebaikan, kebenaran, serta memupuk keharmonisan
gubungan manusia dengan Tuhan, manusia dengan manusia, dan manusia dengan
lingkungan, yang sering disebut dengan konsep tri hita karana. Salah satu bagian dari konsep
tri hita karana adalah hubungan manusia dengan manusia. Hal ini sangat perlu dilakukan oleh
umat manusia, karena manusia sebagai makhluk social yang membutuhkan adanya hubungan
dengan manusia lainnya, hal ini dilakukan bertujuan untuk dapat memenuhi kebutuhan
hidupnya. Maka dari itu sangat perlu usaha manusia untuk mewujudkan hubungan yang
harmonis antar umat manusia.Salah satu caranya yaitu mengembangkan sikap Toleransi.
Religi merupakan bagian yang cukup penting dalam jiwa remaja. Sebagian orang
berpendapat bahwa religi bisa mengendalikan tingkah laku anak yang beranjak dewasa ini.
Dengan begitu, ia tidak melakukan hal-hal yang merugikan atau bertentangan dengan
kehendak atau pendangan masyarakat.
Religi, yaitu kepercayaan terhadap kekuasaan suatu zat yang mengatur alam semesta
ini adalah bagian dari moral. Karena dalam moral sebenarnya diatur segala perbuatan yang
dinilai baik dan perlu dilakukan, serta perbuatan yang dinilai tidak baik seginga perlu
dihindari. Agama, karena mengatur juga tingkah laku baik-buruk, secara psikologis termasuk
dalam moral. Hal ini yang termasuk dalam moral adalah sopan-santun, tata karma, dan
norma-norma masyarakat lain.

G. Sejarah Terbentuknya Sila Ketuhanan Yang Maha Esa


Sejarah mengatakan bahwa Pancasila dasar Negara Kesatuan Republik Indonesia
(NKRI) lahir pada 1 Juni 1945. Pancasila lahir didasarkan pada pemikiran tokoh proklamator
yang tidak lain adalah Bung Karno.
Mungkin banyak di antara kita yang tidak mengetahui apa dasar pemikiran Bung
Karno pada waktu mencetuskan ide dasar negara hingga tercetuslah ide Pancasila. Dasar
pemikiran Bung Karno dalam mencetuskan istilah Pancasila sebagai Dasar Negara adalah
mengadopsi istilah praktek-praktek moral orang Jawa kuno yang di dasarkan pada ajaran
Buddhisme. Dalam ajaran Buddhisme terdapat praktek-praktek moral yang disebut dengan
Panca Sila (bahasa Sanskerta / Pali) yang berarti lima (5) kemoralan yaitu : bertekad
menghindari pembunuhan makhluk hidup, bertekad menghindari berkata dusta, bertekad
menghindari perbuatan mencuri, bertekad menghindari perbuatan berzinah, dan bertekad
untuk tidak minum minuman yang dapat menimbulkan ketagihan dan menghilangkan
kesadaran.
Sila pertama dari Pancasila Dasar Negara NKRI adalah Ketuhanan Yang Maha Esa.
Kalimat pada sila pertama ini tidak lain menggunakan istilah dalam bahasa Sanskerta ataupun
bahasa Pali. Banyak di antara kita yang salah paham mengartikan makna dari sila pertama ini.
Baik dari sekolah dasar sampai sekolah menengah umum kita diajarkan bahwa arti dari
Ketuhanan Yang Maha Esa adalah Tuhan Yang Satu, atau Tuhan Yang jumlahnya satu. Jika
kita membahasnya dalam sudut pandang bahasa Sanskerta ataupun Pali, Ketuhanan Yang
Maha Esa bukanlah bermakna Tuhan Yang Satu. Lalu apa makna sebenarnya ? Mari kita
bahas satu persatu kata dari kalimat dari sila pertama ini.
Ketuhanan berasal dari kata Tuhan yang diberi imbuhan berupa awalan ke- dan
akhiran an. Penggunaan awalan ke- dan akhiran an pada suatu kata dapat merubah makna
dari kata itu dan membentuk makna baru. Penambahan awalan ke- dan akhiran -an dapat
memberi perubahan makna menjadi antara lain : mengalami hal., sifat-sifat . Contoh
kalimat : ia sedang kepanasan. Kata panas diberi imbuhan ke- dan an maka menjadi kata
kepanasan yang bermakna mengalami hal yang panas. Begitu juga dengan kata ketuhanan
yang berasal dari kata tuhan yang diberi imbuhan ke- dan an yang bermakna sifat-sifat
Tuhan. Dengan kata lain Ketuhanan berarti sifat-sifat tuhan atau sifat-sifat yang berhubungan
dengan tuhan.
Kata maha berasal dari bahasa Sanskerta / Pali yang bisa berarti mulia atau besar
(bukan dalam pengertian bentuk). Kata maha bukan berarti sangat. Jadi adalah salah jika
penggunaan kata maha dipersandingkan dengan kata seperti besar menjadi maha besar
yang berarti sangat besar.
Kata esa juga berasal dari bahasa Sanskerta / Pali. Kata esa bukan berarti satu
atau tunggal dalam jumlah. Kata esa berasal dari kata etad yang lebih mengacu pada
pengertian keberadaan yang mutlak atau mengacu pada kata ini (this Inggris). Sedangkan
kata satu dalam pengertian jumlah dalam bahasa Sanksertamaupun bahasa Pali adalah kata
eka. Jika yang dimaksud dalam sila pertama adalah jumlah Tuhan yang satu, maka kata
yang seharusnya digunakan adalah eka, bukan kata esa.
Dari penjelasan yang telah disampaikan di atas dapat di tarik kesimpulan bahwa arti
dari Ketuhanan Yang Maha Esa bukanlah berarti Tuhan Yang Hanya Satu, bukan mengacu
pada suatu individual yang kita sebut Tuhan yang jumlahnya satu. Tetapi sesungguhnya,
Ketuhanan Yang Maha Esa berarti Sifat-sifat Luhur / Mulia Tuhan yang mutlak harus ada.
Jadi yang ditekankan pada sila pertama dari Pancasila ini adalah sifat-sifat luhur / mulia,
bukan Tuhannya.
Dan apakah sifat-sifat luhur / mulia (sifat-sifat Tuhan) itu ? Sifat-sifat luhur / mulia itu
antara lain : cinta kasih, kasih sayang, jujur, rela berkorban, rendah hati, memaafkan, dan
sebagainya.
Setelah kita mengetahui hal ini kita dapat melihat bahwa sila pertama dari Pancasila
NKRI ternyata begitu dalam dan bermakna luas , tidak membahas apakah Tuhan itu satu atau
banyak seperti anggapan kita selama ini, tetapi sesungguhnya sila pertama ini membahas
sifat-sifat luhur / mulia yang harus dimiliki oleh segenap bangsa Indonesia. Sila pertama dari
Pancasila NKRI ini tidak bersifat arogan dan penuh paksaan bahwa rakyat Indonesia harus
beragama yang percaya pada satu Tuhan saja, tetapi membuka diri bagi agama yang juga
percaya pada banyak Tuhan, karena yang ditekankan dalam sila pertama Pancasila NKRI ini
adalah sifat-sifat luhur / mulia. Dan diharapkan Negara di masa yang akan datang dapat
membuka diri bagi keberadaan agama yang juga mengajarkan nilai-nilai luhur dan mulia
meskipun tidak mempercayai adanya satu Tuhan.
Kebebasan menjalankan ibadah menurut agama dan kepercayaan masing-masing
sesuai dengan :
1. Pasal 29 (2) UUD 1945
2. Toleransi antaraumat beragama
3, Menghormati agama-agama lain.
Bangsa Indonesia adalah bangsa yang bertuhan, setiap warga negara harus percaya
dan bertakwa kepada Tuhan Yang Maha Esa menurut agama dan kepercayaan masing-masing
, menurut dasar kemanusiaan yang adil dan beradab. Uhan sebgagai pencipta alam semesta
dapat dibuktikankebenarannya melalui akal pikiran manusia dan berdasarkan hukum sebab
akibat, sebab pertama atau causa prima adanya kehidupan alam semesta tidak lain adalah
Tuhan Yang Maha Esa.
Dasar-dasar kepercayaan dan ketaqwaan kita kepada Tuhan Yang Maha Esa tercantum
denga jelas dalam :
- Dasar Falsafah negara Pancasila
- Pembukaan Undang-undang Dasar 1945
- Batang tubuh Undang-Undang Dasar 1945
- Ketetapan MPR
- Peraturan perundang-undangan lain.
Pasal 29 (2) UUD 1945 mengatur tentang kebebasan tiap-tiap penduduk untuk
memeluk agamanya masing-masing dan untuk beribadat menurut agama dan kepercayaannya
itu.
Dalam pasal ini, disamping menjamin kemerdekaan untuk memeluk agama maka
setiap penduduk mendapat jaminan kemerdekaan untuk beribadat menurut agama dan
kepercayaannya. Karena itu pemerintah berkewajiban memberikan kesempatan dan
melindungi segenap warga negara agar mereka dapat melakukan ibadah sesuai dengan
kepercayaannya sehingga terbina kehidupan beragama yang sehat.
Semua agama menghargai manusia. Oleh karena itu, semua umat beragama wajib
saling menghargai dan menghormati. Dengan demikian, dalam kehidupan masyarakat
hendkanya dikembangakan sikap-sikap tersebut serta sikap bekerja sama antar-pemeluk
agama dan penganut kepercayaan yang berbeda-bed, sehingga terbina kerukunan hidup.
Dari kerukunan hidup itu akan terpancar sikap toleransi antar-umat beragama.
Toleransi antar umat beragama, berarti bahwa sikap sbar membiarkan orang lain mempunyai
keyakinan lain mengenai agama dan kepercayaannya, berarti, pengakuan adannya ebebasan
setiap warga negara untuk memeluk agama yang menjadi keyakinannya dan kebebasan untuk
menjalankan ibadahnya sesuai agama dan kepercayannya itu, adalah menurut dasar
kemanusiaan yang adil dan beradab
Dengan Toleransi antar umat beragama tidak berarti bahwajaran agama yang satu
akan tercampur aduk dengan ajaran agama orang lain.Adanya toleeeransi berarti terwujudnya
ketenangan, harga-menghargai, serta saling mnghormatisekaligus mpampu mewujudkan
persatuan dan keutuhan bangsa dan negara.
Disadari bahwa agama telah berhasil menembus batas-batas kesukuan, kedaerahan,
dan malah batas-bataskebangsaan. Terlihat bahwa agama mempunyai potensi mempersatukan
bangsa. Di samping itu agama dapat pula menjadi sumber motivasi yang menyokong
pembangunan. Namun sebaliknya agama dapat pula merupakan sumber dari pertentangan
yang dapat mengganggu kesatuan dan persatuan bangsa, kestabilan dan ketahanan nasional
dan kestabilan yang diperlukan bagi pembangunan. Hal itu akan terjadi manakala tidak
terbina sikap toleransi atau sikapberlapang dada dari masyarakat. Sebab dalam
masyarakat/bangsa yang masyarakatnya memeluk bermacam-macam agama, setipa waktu
dapat terjadi pertentagan, konflik yang jels mengganggu ketahanan nasional dan kestanilan
yang diperlukan bagi pembangunan. Siakp memandang rendah cara beramaldan beribadat
dari penganut agama, pelaksannan nilai yang dianut atau kegiatan yang dilakukan yang
merugikan agama lain, jelas akan menjadi sumber konflik yang dapat menimbulkan hal-hal
yang tidak diingini.
Kerukunan hidup beragama adalah kondisi sosial diamana semua pihak dapat hidup
bersama-sama tanpa mengurangi hak dasar masing-masing dalam keadaan rukun dan damai.
Yang demikian itu merupakan suatu keharmonisan hubungan dalam dinamika pergaulan dan
kehidupan bermasyarakat yang saling menguat dan diikat oleh sikap pengendalian diri yang
terwujud dalam :
a. Kerukunan intern umat beragama
b. Kerukunan antarumat beragama
c. Kerukunan antarumat beragama dengan pemerintah
Pembinaan kerukunan hidup beragama dalam tiga betuk diatas, dialkukan secara simultan
dan menyeluruh, sebab hakikatnya ketiga bentuk kerukunan itu saling berkaitan.
Dalam rangka menumbuhkan dang mengembnagkan toleransi ini sebgai warga negara
Indonesia masing-masing harus menghindari atau menjauhi hal-hal sebagai berikut:
1. Sikap fanatik yang berlebih-lebihan yaitu sikap tidak mau menghargai pemeluk agama lain,
bahklan memusuhinya. Kita harus mempunyai keyakinan akan kebenaran dan agama tidak
boleh membuat kita sempitdalam pandangan serta sikap terhadap keyakinan pemeluk agama
lain.
2. Sikap mencampuradukan ajaran agma atau kepercayaan kita dengan yang lain. Kemurnian
ajaran agama harus tetap dijaga.
3. Sikap acuh terhadap agama atau kepercayaan lain.
Toleransi menghendaki kejujuran dan kebesaran jiwa, bersikap terbuka untuk bekerjasama
dan saling membantu dalam usaha pembangunan di segala bidang, termasuk bidang agama
dan kepercayaan terhadap Tuhan Yang Maha Esa.

Anda mungkin juga menyukai