Anda di halaman 1dari 5

Nama : DEWI HAJAR AGUSTINA Nomor Skenario : D

NIM : 1413206014 Judul Skenario : Duh..Aduh, Tambah Usia Tambah


Gejala.
Tujuan belajar: Learning Outcome
1. Definisi DM tipe 2,hipertensi, dan gagal ginjal kronik?
DM tipe 2: DM merupakan suatu kelompok penyakit metabolik dengan karakteristik hiperglikemia yang terjadi karena
kelainan sekresi insulin, kerja insulin atau kedua-duanya (PERKENI, 2015). Pada Diabetes Melitus tipe II, pankreas masih
dapat membuat insulin, tetapi kualitas insulin yang dihasilkan buruk dan tidak dapat berfungsi dengan baik sebagai kunci
untuk memasukkan glukosa ke dalam sel. Akibatnya, glukosa dalam darah meningkat. (Nurlaili Haida Kurnia Putri, 2013).
Hipertensi: Definisi Hipertensi atau tekanan darah tinggi adalah peningkatan tekanan darah sistolik lebih dari 140 mmHg
dan tekanan darah diastolik lebih dari 90 mmHg pada dua kali pengukuran dengan selang waktu lima menit dalam keadaan
cukup istirahat/tenang (Kementerian Kesehatan Rl,, 2014).
GGK : Penyakit ginjal kronis adalah penurunan progresif fungsi ginjal dalam beberapa bulan atau tahun. penyakit ginjal
kronis didefinisikan sebagai kerusakan ginjal dan/atau penurunan Glomerular Filtration Rate (GFR) kurang dari
60mL/min/1,73 m2 selama minimal 3 bulan (Kementerian Kesehatan RI, 2017).
2. Tanda dan gejala DM tipe 2, Hipertensi, dan Gagal ginjal kronik?
DM tipe 2: poliuria, polidipsia, polifagia dan penurunan berat badan yang tidak dapat dijelaskan sebabnya (PERKENI,
2015). Hipertensi: Gejala-gejala akibat hipertensi, seperti pusing, gangguan penglihatan, dan sakit kepala, seringkali terjadi
pada saat hipertensi sudah lanjut disaat tekanan darah sudah mencapai angka tertentu yang bermakna (Direktorat Bina
Farmasi Komunitas dan Klinik, 2006). Sakit kepala/rasa berat di tengkuk, (vertigo), jantung berdebar-debar, mudah lelah,
penglihatan kabur, telinga berdenging (tinnitus), dan mimisan (Kementerian Kesehatan Rl, 2014). GGK : Pada derajat awal,
PGK belum menimbulkan gejala dan tanda, bahkan hingga laju filtrasi glomerulus sebesar 60% pasien masih asimtomatik
namun sudah terjadi peningkatan kadar urea dan kreatinin serum. Kelainan secara klinis dan laboratorium baru terlihat
dengan jelas pada derajat 3 dan 4. Saat laju filtrasi glomerulus sebesar 30%, keluhan seperti badan lemah, mual, nafsu makan
berkurang dan penurunan berat badan mulai dirasakan pasien. Pasien mulai merasakan gejala dan tanda
uremia yang nyata saat laju filtrasi glomelurus kurang dari 30%. (Kementerian Kesehatan RI, 2017).
3. Etiologi (penyebab) DM tipe 2, Hipertensi, dan Gagal ginjal kronik?
DM tipe 2: Diabetes melitus tipe 2 sering juga di sebut diabetes life style karena penyebabnya selain faktor keturunan, faktor
lingkungan meliputi usia, obesitas, resistensi insulin, makanan, aktifitas fisik, dan gaya hidup penderita yang tidak sehat juga
bereperan dalam terjadinya diabetes ini. (Richardo Betteng, 2014). Hipertensi : Hipertensi: Hipertensi Primer/Hipertensi
Esensial Hipertensi yang penyebabnya tidak diketahui (idiopatik), walaupun dikaitkan dengan kombinasi faktor gaya hidup
seperti kurang bergerak (inaktivitas) dan pola makan. Terjadi pada sekitar 90% penderita hipertensi. Hipertensi
Sekunder/Hipertensi Non Esensial\Hipertensi yang diketahui penyebabnya. Pada sekitar 5-10% penderita hipertensi,
penyebabnya adalah penyakit ginjal. Pada sekitar 1-2%, penyebabnya adalah kelainan hormonal atau pemakaian obat
tertentu (misalnya pil KB). (Kementerian Kesehatan Rl, 2014). GGK : dapat dsebabkan karen Hipertensi, Diabetes
mellitus,Glomerulonefritis kronis, Nefritis intersisial kronis, Penyakit ginjal polikisti, Obstruksi , infeksi saluran kemih,
Obesita.
4. Terapi DM tipe 2, Hipertensi, dan Gagal ginjal kronik?
DM tipe 2: Terapi farmakologi:
I. Pemicu sekresi insulin: (Ndraha, 2014) III. Penghambat glukoneogenesis:
a. Sulfonilurea Biguanid (Metformin)
Efek utama meningkatkan sekresi insulin oleh sel beta Selain menurunkan resistensi insulin, Metformin juga
pankreas mengurangi produksi glukosa hati.
Pilihan utama untuk pasien berat badan normal atau kurang Metformin tidak mempunyai efek samping hipoglikemia
Sulfonilurea kerja panjang tidak dianjurkan pada orang tua, seperti golongan sulfonylurea.
gangguan faal hati dan ginjal serta malnutrisi Metformin mempunyai efek samping pada saluran cerna
b. Glinid (mual) namun bisa diatasi dengan pemberian sesudah
Terdiri dari repaglinid dan nateglinid makan.
Cara kerja sama dengan sulfonilurea, namun lebih Penghambat glukosidase alfa :
ditekankan pada sekresi insulin fase pertama. Acarbose
Obat ini baik untuk mengatasi hiperglikemia postprandial Bekerja dengan mengurangi absorbsi glukosa di usus halus.
Peningkat sensitivitas insulin: Acarbose juga tidak mempunyai efek samping hipoglikemia
a. Biguanid (Sugondo S dalam (Ndraha, 2014) seperti golongan sulfonilurea.
Golongan biguanid yang paling banyak digunakan adalah Acarbose mempunyai efek samping pada saluran cerna yaitu
Metformin. kembung dan flatulens.
Metformin menurunkan glukosa darah melalui pengaruhnya II. OBAT SUNTIKAN
terhadap kerja insulin pada tingkat seluler, distal reseptor Insulin
insulin, dan menurunkan produksi glukosa hati. a. Insulin kerja cepat,b. Insulin kerja pendek,c. Insulin kerja
Metformin merupakan pilihan utama untuk penderita menengah,d. Insulin kerja panjang
diabetes gemuk, disertai dislipidemia, dan disertai resistensi e. Insulin campuran tetap
insulin. Agonis GLP-1/incretin mimetik
b. Tiazolidindion (Ndraha dalam PERKENI 2011) Bekerja sebagai perangsang penglepasan insulin tanpa
Menurunkan resistensi insulin dengan meningkatkan jumlah menimbulkan hipoglikemia, dan menghambat penglepasan
protein pengangkut glukosa sehingga meningkatkan ambilan glukagon
glukosa perifer. Tidak meningkatkan berat badan seperti insulin dan
sulfonilurea.

Terapi non farmakologi : membatasi konsumsi protein, berhenti merokok, Dorong latihan minimal 30 menit lima kali per
minggu dan pencapaian indeks massa tubuh (BMI) 20 sampai 25 kg / m2 (Dipiro et al., 2015). Hipertensi: Terapi
farmakologi :Obat gol ARB, ACEI Inhibitor, CCB,Beta blocker, diuretik (tiazid, loop, penahan kalium) (PERKI, 2015).
Terapi non farmakologi hipertensi antara lain: (Penurunan berat badan, Mengurangi asupan garam, Olah raga, Mengurangi
konsumsi alcohol, Berhenti merokok) (PERKI, 2015). GGK: Terapi farmakologi: Jika pasien pada orang dewasa dengan
hipertensi disertai diabetes atau non-diabetes dengan eksepsi CKD dan urine albumin 4300 mg / 24 jam, Sebaiknya
digunakan ARB atau ACE-I (KDIGO, 2013). jika pengurangan proteinuria tambahan diperlukan, maka tambahkan diuretik
thiazide yang dikombinasikan dengan ARB. CCB nondihydropyridine digunakan sebagai obat antiproteinurik lini kedua
ketika ACEI atau ARB dikontraindikasikan atau tidak ditoleransi (Dipiro et al., 2015). Terapi non farmakologi: membatasi
konsumsi protein, berhenti merokok, latihan minimal 30 menit lima kali per minggu dan pencapaian indeks massa tubuh
(BMI) 20 sampai 25 kg / m2.
5. Hubungan antara penyakit DM tipe 2, Hipertensi, dan Gagal ginjal kronik?
Unit penyaringan pada ginjal dipenuhi dengan banyak pembuluh darah kecil (Yayasan Ginjal Diatrans Indonesia, 2012).
Tingginya kadar gula dalam darah akan menyebabkan pembuluh menjadi menyempit dan tersumbat dan meningkatnya
tekanan dan regangan yang kronik pada arteriol dan glomeruli yang diyakini dapat menyebabkan sklerosis pada pembuluh
darah glomeruli. Penurunan jumlah nefron akan menyebabkan proses adaptif, yaitu meningkatnya aliran darah, peningkatan
LFG (Laju Filtrasi Glomerulus) dan peningkatan keluaran urin di dalam nefron yang masih bertahan. Proses ini melibatkan
hipertrofi dan vasodilatasi nefron serta perubahan fungsional yang menurunkan tahanan vaskular dan reabsorbsi tubulus di
dalam nefron, perubahan fungsi ginjal ini dalam waktu yang lama dapat mengakibatkan kerusakan ginjal (Nurjanah, 2012).
6. Sudah tepatkah terapi untuk tuan Y?
Demografi pasien:
Nama : tn.Y
Umur : 68 th
Berat badan : 50 kg
Tinggi badan : 160 cm
Riwayat penyakit : diabetes militus tipe 2 sudah sejak 15 tahun yg lau, selain itu sejak 10 tahun yg lalu juga terdiagnosis
hipertensi.
Subjek
Keluhan : pasien mengalami keluhan pusing,leher terasa tegang,anemia,polyuri,polydipsi,udema pada tunkak kaki kadang
disertai rasa nyeri pada pinggang,berat badan mengalami penurunan secara drastis,dan mengalami gejala gangguan ginjal.
Objek
Data data vital:
Parameter 29/10 30/10 31/10 keterangan
TD(mmHg) 168/104 163/98 155/94 Tidak normal
Nadi (x/menit) 87 88 85 Normal
RR(x/menit) 25 23 20 Normal
Suhu (C) 39,5 37,3 37,0 Normal
Data laboraturium:
Parameter Unit/satuan Nilai normal 29/10 30/10 31/10 keterangan
HbA1c % 4,5-6,3 9,5 Tdk normal
Hb 14-18 12 Tdk normal
GDS Mg /dl 76-110 250 200 180 Tdk normal
GD 2 jam PP Mg /dl
BUN Mg /dl 5-25 30 Tdk normal
Kreatin Mg /dl 0,8-1,3 1,6 Tdk normal
Kolesterol total Mg /dl <200 190 Normal
LDL Mg /dl <100 90 Normal
HDL Mg /dl >45 60 Normal
TG Mg /dl 50-200 183 Normal
H.Pylori Negatif Negatif Normal
Assesment
Pasien di diagnosa DM tipe 2 yang ditandai dengan pasien mengeluh sering polyuria,polydipsi, udema pada tungkak dan
penurunan berat badan secara drastis.
Pasien di diagnosa hipertensi yang ditandai dengan pasien mengeluh pusing,leher terasa tegang,hasil leb peningkatan
tekanan darah.
Pasien di diagnosa gagal ginjal kronik yang ditandai dengan rasa nyeri pada pinggang.
Pasien mengalami anemia.
DRP:
Treatment effectivitas: pasien diberikan terapi captopril selama 10th tetapi belum menunjukkan perbaikan klinis pada
tekanan darah. Selain itu pasien juga mendapatka terapi metformin dan glibenkamid selama 15 th namun belum
menunjukkan perbaiakn klinis pada kadar gula darah.
Pemilihan obat:
selama 10 tahun pasien diberikan captopril yang tidak efektif,
pasien memperoleh lapistan yang masuk golongan AINS yang merupakan salah satu penyebab gagal ginjal
Terlalu banyak obat yang diresepkan untuk terapi hipertensi (captopril, amlodipin, dan furosemid).
Over Dose Dosis lapistan 500 mg 3 kali sehari
Kesalahan menyeleksi obat: Metformin dikontraindikasikan pada gangguan fungsi ginjal.
PLANNING
1. Pantau Hb secara berkala. Evaluasi terhadap anemia dimulai saat kadar hemoglobin 10% atau hematokrit 30%.
2. Sebagai terapi DM, sebaiknya pasien diberikan short-acting sulfonylureas (glipizide) karena metabolitnya tidak aktif.
Selain itu, waktu paruh plasma relatif singkat (2-4 jam) (Madhu, 2011).
3. Sebagai terapi HTN, sebaiknya pasien diberikan ARB (Valsartan) dan CCB dihidropiridin (amlodipin). ARB dipilih
karena menjadi terapi lini pertama dan mampu memberikan efek renoprotektif. Sebagai terapi kombinasi, amlodipin
(CCB) lebih cocok digunakan sebagai terapi tambahan ARB jika dibandingkan dengan furosemid (diuretik loop) untuk
mengobati hipertensi dengan CKD (Takenaka et al., 2011).
4. Penggunaan lapistan (asam mefenamat) 500 mg untuk terapi nyeri sebaiknya dihentikan, karena dapat memperburuk
kondisi ginjal. Lapistan bisa diberikan jika pasien tidak tahan terhadap nyeri yang dialami (Dipiro et al., 2011).
5. Sebaiknya pasien membatassi protein 0,8 g/kg/hari jika GFR < 30 mL/min/1,72 m2 , berhenti merokok dan melakukan
aktivitas fisik (olahraga) 30 menit 5x/minggu (Dipiro et al., 2015).
KIE
Sebaiknya pasien mendapat terapi valsartan 80 mg/hari, diminum setelah makan dan amlodipin 10 mg 1x sehari PO,
diminum sesudah makan (Medscape, 2017).
Glipizide diberikan 5 mg/hari PO, diminum sebelum makan (Dipiro et al., 2011). Glipizide bekerja dengan meningkatkan
sekresi insulin dari sel beta pankreas; juga dapat menurunkan tingkat produksi glukosa hepatik dan meningkatkan
sensitivitas reseptor insulin (Medscape, 2017).
Hindari alkohol, rokok dan kopi, diet rendah garam tidak lebih dari 1.5 mg perhari .
Lakukan aktivitas fisik seperti berjalan kaki atau bersepeda selama 30 menit setiap hari.
Sebaiknya pasien makan dengan nasi beras merah, keju, sarden untuk nutrisi pada gagal ginjal kronik.
Dibatasi asupan protein sampai 0,8 g / kg / hari jika GFR kurang dari 30 mL / menit / 1,73 m2. Berhenti merok, olahraga
minimal 30 menit lima kali per minggu dan pencapaian indeks massa tubuh (IBM) 20 sampai 25 kg / m2 (Dipiro et al.,
2015)
Diet buah, sayur dan makanan rendah lemak. Buah yang dianjurkan adalah avocado dan pisang, mangga, jeruk, sayur
yang dianjurkan adalah brokoli, bayam dan tomat. Nasi beras merah, keju, sarden untuk nutrisi pada gagal ginjal kronik.
Asupan karbohidrat yang dianjurkan 45-65%, lemak 20-25%, protein 10-20% (ikan, udang, daging tanpa lemak, tahu,
tempe.
Daftar pustaka
Dipiro, J. T. Et Al., 2015. Pharmacotherapy Handbook. Ninth Ed. United States: Mcgraw-Hill Companies.
Direktorat Bina Farmasi Komunitas Dan Klinik, 2006. Pharmaceutical Care Untuk Penyakit Hipertensi. Jakarta: Departemen
Kesehatan.
Kdigo, 2013. Clinical Practice Guideline For The Evaluation And Management Of Chronic Kidney Disease. Official Journal Of
The International Society Of Nephrology, Vol 3 (Issue 1 ).
Kementerian Kesehatan Ri, 2017. Situasi Penyakit Ginjal Kronis:Infodatin. Jakarta: Pusat Data Dan Informasi.
Kementerian Kesehatan Rl,, 2014. Infodatin: Hipertensi. Jakarta: Pusat Data Dan Lnformasi Kementrian Kesehatan..
Kementerian Kesehatan Rl, 2014. Infodatin: Hipertensi. Jakarta : Pusat Data Dan Lnformasi Kementrian Kesehatan.
Ndraha, S., 2014. Diabetes Melitus Tipe 2 Dan Tatalaksana Terkini. Medicinus, 27(2), Pp. 9-16.
Nurjanah, A., 2012. Hubungan Antara Lama Hipertensi Dengan Angka Kejadian Gagal Ginjal Terminal Di Rsud Dr. Moewardi
Surakarta. Surakarta: Fakultas Kedokteran Universitas Muhammadiyah.
Nurlaili Haida Kurnia Putri, M. A. I., 2013. Hubungan Empat Pilar Pengendalian Dm Tipe 2 Dengan Rerata Kadar Gula Darah.
Jurnal Berkala Epidemiologi, 1(2), P. 234243.
Perkeni, 2015. Pengelolaan Dan Pencegahan Diabetes Melitus Tipe 2 Di Indonesia. Jakarta: Pb. Perkeni.
Perki, 2015. Pedoman Tatalaksana Hipertensi Pada Penyakit Kardiovaskular. Pertama Ed. Jakarta: Pengurus Pusat
Perhimpunan Dokter Spesialis Kardiovaskular Indonesia (Pp Perki).
Putri, T. D., Mongan, A. E. & Memah, M. F., 2016. Gambaran Kadar Albumin Serum Pada Pasien Penyakit Ginjal Kronik
Stadium 5 Non Dialisis. Jurnal E-Biomedik (Ebm),, Volume 4,( Nomor 1, ).
Richardo Betteng, D. P. M., 2014. Analisis Faktor Resiko Penyebab Terjadinya Diabetes Melitus Tipe 2 Pada Wanita Usia
Produktif Dipuskesmas Wawonasa. Jurnal E-Biomedik (Ebm), 2(2), Pp. 404-412.
Yayasan Ginjal Diatrans Indonesia, 2012. Buletin Informasi Kesehatan Ginjal Terbit Dwi Bulanan. Diabetes + Hemodialisis
Bagaimana Mengontrolnya?, Oktober -November, Pp. 1-12.

Anda mungkin juga menyukai