Anda di halaman 1dari 49

Tambangunsri

MENU

PRINSIP-PRINSIP REKLAMASI TAMBANG

By Tutorial
Tambang09.16Pertambangan7
comments
UMUM
Sumber daya alam yang meliputi
vegetasi, tanah, air dan
kekayaan alam yang terkandung
di dalamnya merupakan salah
satu modal dasar dalam
pembangunan nasional, oleh
karena itu harus dimanfaatkan
sebesar-besarnya untuk
kepentingan rakyat dan
kepentingan pembangunan
nasional dengan memperhatikan
kelestariannya.
Salah satu kegiatan dalam
memanfaatkan sumberdaya
alam tersebut alah kegiatan
pertambangan bahan galian
yang hingga saat ini merupakan
salah satu sektor penyumbangan
devisa negara yang terbesar.
Akan tetapi kegiatan
pertambangan apabila tidak
dilaksanakan secara tepat dapat
menimbulkan dampak negatif
terhadap lingkungan yang cukup
besar antara lain berupa :

Penurunan produktivitas tanah.


Terjadinya erosi dan sedimentasi.
Terjadinya gerakan tanah/ longsoran.
Gangguan terhadap flora dan fauna.
Perubahan iklim mikro.
Permasalahan sosial.
Dampak negatif usaha
pertambangan terhadap
lingkungan tersebut perlu
dikendalikan untuk mencegah
kerusakan lingkungan di luar
batas kewajaran.
Prinsip dasar kegiatan reklamasi
adalah bahwa :

o Kegiatan reklamasi
harus dianggap sebagai
kesatuan yang utuh
(holistic) dari kegiatan
penambangan.
b.Kegiatan reklamasi harus
dilakukan sedini mungkin dan
tidak harus menunggu proses
penambangan secara
keseluruhan selesai dilakukan.

DEFINISI
o Penambangan ialah
kegiatan untuk
menghasilkan bahan
galian yang dilakukan
baik secara manual
maupun mekanis yang
meliputi pemberaian,
pemuatan,
pengangkutan dan
penimbunan.
o Tambang permukaan
ialah usaha
penambangan dan
penggalian bahan galian
yang kegiatannya
dilakukan langsung
berhubungan dengan
udara terbuka.

o Reklamasi ialah usaha


memperbaiki
(memulihkan kembali)
lahan yang rusak
sebagai akibat kegiatan
usaha pertambangan,
agar dapat berfungsi
secara optimal sesuai
dengan kemampuan.

o Restorasi lahan bekas


tambang ialah upaya
mengembalikan fungsi
lahan bekas tambang
menjadi seperti keadaan
semula.

o Rehabilitas lahan ialah


usaha memperbaiki,
memulihkan kembali dan
meningkatkan kondisi
lahan yang rusak (kritis),
agar dapat berfungsi
secara optimal, baik
sebagai unsur produksi,
media pengatur tata air,
maupun sebagai unsur
perlindungan alam
lingkungan.

o Rehabilitas lahan dan


konservasi tanah (RLKT)
ialah usaha memperbaiki
(memulihkan),
meningkatkan dan
mempertahankan kondisi
lahan agar dapat
berfungsi secara optimal,
baik sebagai unsur
produksi, media
pengatur tata air maupun
sebagai unsur
perlindungan alam
lingkungan.

o Batuan limbah adalah


batuan yang tergali
dalam proses
panambangan tetapi
tidak diolah karena tidak
atau sedikit mengandung
mineral yang
dikehendaki.

o Tailing adalah bahan


hasil dari proses
pengolahan bahan galian
yang tidak mengandung
nilai ekonomis lagi.

o Bahan pembentuk asam


ialah bahan yang jika
berhubungan dengan air
dan udara dapat
membentuk asam.

o Revegetasi ialah usaha


/kegiatan penanaman
kembali pada lahan
bekas tambang.

o Kerusakan lingkungan
ialah penurunan kualitas
lingkungan sebagai
akibat kegiatan yang
memanfaatkan
sumberdaya alam,
melebihi kemampuan
tanpa memperhatikan
kelestariannya.

o Pencemaran lingkungan
ialah perubahan kualitas
lingkungan sebagai
akibat adanya zat
beracun baik beru[pa
bahan padat, cair
maupun gas.

3. DASAR HUKUM
Upaya pengendalian dampak
negatif kegiatan pertambangan
terhadap lingkungan hidup
dilakukan berdasarkan peraturan
perundang-undangan sebagai
berikut :
Undang-Undang Nomor 11
Tahun 1967 tentang Ketentuan-
Ketentuan Pokok
Pertambangan.
Undang-Undang Nomor 4 Tahun
1982 tentang Ketentuan-
Ketentuan Pokok Pengolahan
Lingkungan Hidup.
Undang-Undang No. 24 Tahun
1992 tantang Penataan Ruang.
Mijn Politie Reglement (MPR Stbl
1930 No. 341).
Peraturan Pemerintah Nomor 51
Tahun 1993 tentang Analisa
Mengenai Dampak Lingkungan.
Peraturan Pemerintah Nomor 51
Tahun 1993 tentang Analisis
Mengenai Dampak Lingkungan.
Intruksi Presiden R.I No. 1 Tahun
1976 tentang Sinkronisasi
Pelaksanaan Tugas Bidang
Keagrariaan dengan Bidang
Kehutanan, Pertambangan,
Transmigrasi dan Pekerjaan
Umum.
SKB Menteri Pertambangan dan
Energi dan Menteri kehutanan
Nomor : 996 K/05/M. PE/1969
tentang Pedoman Pengaturan
Pelaksanaan Undang-undang
No. 429/K.pts. II/1939
Pertambangan dan Energi dalam
Kawasan Hutan.
SKB menteri Pertambangan dan
Energi dan Menteri Kehutanan
Nomor : 1101. K/702/M. PE/1991
tentang Pembentukan Team
koordinasi 36/Kpts.II/1991
Tetap Departemen
Pertambangan dan Energi dan
Departemen Kehutanan dan
perubahan Tatacara Pengajuan
Izin Usaha Pertambangan dan
Energi dalam Kawasan Hutan.
Keputusan Menteri
Pertambangan dan Energi
No.0185.K/008/M.PE/1988
tentang Pedomanan Teknis
Penyusunan Penyajian Informasi
Lingkungan, Analisis Dampak
Lingkungan untuk Kegiatan di
Bidang Pertambangan Umum
dan Bidang Pertambangan
Minyak dan Gas Bumi dan
Sumberdaya Panas Bumi.
Keputusan Menteri
Pertambangan dan Energi No.
1158.K/008/M.PE/1989 tentang
Ketentuan Pelaksanaan Analsis
Dampak Lingkungan dalam
Usaha Pertambangan dan
Energi.
Keputusan Menteri
Pertambangan dan Energi No.
1211.K/008/M/PE/1995 tentang
Pencegahan dan
Penanggulangan Kerusakan dan
Pencemaran Lingkungan pada
Kegiatan Usaha Pertambangan
Umum.
PERENCANAAN REKLAMASI
Untuk melaksanakan reklamasi
diperlukan perencanaan yang
baik, agar dalam
pelaksanaannyadapat tercapai
sasaran sesuai yang
dikehendaki. Dalam hal ini
reklamasi harus disesuaikan
dengan tata ruang. Perencanaan
reklamasi harus sudah disiapkan
sebelum melakukan operasi
penambangan dan merupakan
program yang terpadu dalam
kegiatan operasi penambangan.
Hal-hal yang harus diperhatikan
di dalam perencanaan reklamasi
adalah sebagai berikut :
o Mempersiapkan rencana
reklamasi sebelum
pelaksanaan
penambangan.
o Luas areal yang
direklamasi sama
dengan luas areal
penambangan.
o Memeindahkan dan
menempatkantanah
pucuk pada tempat
tertentu dan mengatur
sedemikian rupa untuk
keperluan vegetasi.
o Mengembalikan/memper
baiki kandungan (kadar)
bahan beracun sampai
tingkat yang aman
sebelum dapat dibuang
ke suatu tempat
pembuangan.
o Mengembalikan lahan
seperti keadaan semula
dan/atau sesuai dengan
tujuan penggunaannya.
o Memperkecil erosi
selama dan setelah
proses reklamasi.
o Memindahkan semua
peralatan yang tidak
digunakan lagi dalam
aktivitas penambangan.
o Permukaan yang padat
harus digemburkan
namun bila tidak
memungkinkan untuk
agar ditanami dengan
tanaman pionir yang
akarnya mampu
menembus tanah yang
keras.
o Setelah penambangan
maka pada lahan bekas
tambang yang
diperuntukan bagi
vegetasi, segera
dilakukan penanaman
kembali dengan jenis
tanaman yang sesuai
dengan rencana
rehabilitasi.
o Mencegah masuknya
hama dan gulma
berbahaya, dan
o Memeantau dan
mengelola areal
reklamasi sesuai dengan
kondisi yang diharapkan.
4.1 PEMERIAN LAHAN
Pemerian lahan pertambangan
merupakan hal yang terpenting
untuk merencanakan jenis
perlakuan dalam kegiatan
reklamasi. Jenis perlakuan
reklamasi dipengaruhi oleh
berbagai faktor utama :
o Kondisi Iklim,
o Geologi,
o Jenis Tanah,
o Bentuk Alam,
o Air permukaan dan air
tanah,
o Flora dan Fauna,
o Penggunaan lahan,
o Tata ruang dan lain-lain.
Untuk memperoleh data
dimaksud diperlukan suatu
penelitian lapangan. Dari
berbagai faktor tersebut di atas,
kondisi iklim terutama curah
hujan dan jenis tanah merupakan
faktor yang terpenting.

4.2 PEMETAAN
Rencana operasi penambangan
yang sudah memperhatikan
upaya reklamasi atau sebaliknya
dengan sendirinya akan saling
mendukung dalam pelaksanaan
kedua kegiatan tersebut.
Rencana (tahapan pelaksanaan)
tapak reklamasi ditetapkan
sesuai dengan kondisi setempat
dan rencana kemajuan
penambangan. Rencana tahap
reklamasi tersebut dilengkapi
degan peta skala 1 : 1000 atau
skala lainnya yang disetujui,
disertai gambar-gambar teknis
bangunan reklamasi.
Selanjutnya peta tersebut
dilengkapi dengan peta indeks
dengan skala memadai.
Di dalam peta tersebut
digambarkan situasi
penambangan dan lingkungan,
misalnya kemajuan
penambangan, timbunan tanah
penutup, timbunan terak (slag),
penyimpanan sementara tanah
pucuk, kolam pengendap, kolam
persediaan air, pemukiman,
sungai jembatan, jalan,
revegetasi, dan sebagainya serta
mencantumkan tanggal situasi/
pembuatannya.

4.3 PERALTAN YANG


DIGUNAKAN
Untuk menunjang keberhasilan
reklamasi biasanya digunakan
peralatan dan sarana prasarana,
antara lain :Dump Truck,
Bulldozer, excavator, traktor,
tugal, back hoe, sekop, cangkul,
bangunan pengendali erosi (a.l :
susunan karung pasir, tanggul,
susunan jerami, bronjong, pagar
keliling), beton pelat baja untuk
menghindari kecelakaan dan
lain-lain.

PELAKSANAAN REKLAMASI
Kegiatan pelaksanaan reklamasi
harus segera dimulai sesuai
dengan rencana tahunan
pengelolaan lingkungan (RTKL)
yang telah disetujui dan harus
sudah selesai pada waktu yang
telah ditetapkan. Dalam
melaksanakan kegiatan
reklamasi, perusahaan
pertambangan bertanggung
jawab sampai kondisi/rona akhir
yang telah disepakati tercapai.
Setiap lokasi penambangan
mempunyai kondisi tertentu yang
mempengaruhi pelaksanaan
reklamasi. Pelaksanaan
reklamasi umumnya merupakan
gabungan dari pekerjaan teknik
sipil dan teknik vegetasi.
Pekerjaan teknik sipil meliputi :
pembuatan teras, saluran
pembuangan akhir (SPA),
bangunan pengendali lereng,
check dam, penengkap oli bekas
(oil cather) dan lain-lain yang
disesuaikan dengan kondisi
setempat.
Pekerjaan teknik vegetasi
meliputi : pola tanam, sistem
penanaman (monokultur,
multiple croping), jenis tanaman
yang disesuaikan kondisi
setempat, cover crop (tanaman
penutup) dan lain-lain.
Pelaksanaan reklamasi lahan
meliputi kegiatan sebagai berikut
:
Persiapan lahan
yang berupa
pengamanan
lahan bekas
tambang,
pengaturan
bentuk tambang
(landscaping),
pengaturan/pene
mpatan bahan
tambang kadar
rendah (low
Grade) yang
belum
dimanfaatkan.
Pengendalian
erosi dan
sedimentasi.
Pengelolaan
tanah pucuk (top
soil)
Revegatasi
(penanaman
kembali)
dan/atau
pemanfaatan
lahan bekas
tambang untuk
tujuan lainnya.
Mengingat sifat lahannya dan
kegaitannya yang memerlukan
penjelasan rinci, maka kegiatan
pelaksanaan reklamasi di atas,
dalam Bab III ini juga dijelaskan
mengenai pelaksanaan
reklamasi khusus, reklamasi
pada infrastruktur dan reklamasi
lahan bekas tambang.

5.1 PERSIAPAN LAHAN


Pengamatan Lahan Bekas
Tambang
Kegiatan ini meliputi :
o Pemindahan/pembersiha
n seluruh peralatan dan
prasarana yang tidak
digunakan di lahan yang
akan direklamasi,
o Perencanaan secara
tepat lokasi pembuangan
sampah/limbah beracun
dan berbahaya dengan
perlakuan khusus agar
tidak mencemari
lingkungan,
o Pembuangan atau
penguburan potongan
beton dan scrap pada
tempat khusus,
o Penutupan lubang
bukaan tambang secara
aman dan permanen,
o Melarang atau menutup
jalan masuk ke lahan
bekas tambang yang
akan direklamasi.
Pengaturan Bentuk Lahan
Pengaturan bentuk lahan
disesuaikan dengan kondisi
topografi dan hidrologi setempat.
Krgiatan ini meliputi :
o Pengaturan bentuk
lereng

Pengaturan bentuk lereng dimaksud untuk mengurangi kecepatan air limpasan (run
off), erosi dan sedimentasi serta longsor,s
Lereng jangan terlalu tinggi atau terjal dan dibentuk berters-teras sebagaimana terlihat
pada gambar 3.1. Bentuk teras lainnya dapat dilihat pada gambar 3.2, 3.3, 3.4, 3.5, 3.6,
3.7, 3.8, 3.9, dan 3.10.

o Pengaturan saluran
pembuangan air

Pengaturan saluran pembuangan air (SPA) dimaksudkan untuk mengatur air agar
mengalir pada tempat tertentu dan dapat mengurangi kerusakan lahan akibat erosi.
Jumlah/kerapatan dan bentuk SPA tergantung dari bentuk lahan (topografi) dan luas
areal yang direklamasi. Macam dan bentuk SPA digambarkan pada gambar 3.11,
sedangkan penampang SPA digambarkan pada gambar 3.12.

Pengaturan/Penempatan Low
Grade
Maksud pengaturan dan
penempatan low garde (bahan
tambang yang mempunyai nilai
ekonomis rendah) adalah agar
bahan tambang tersebut tidak
tererosi/hilang apabila ditimbun
dalam waktu yang lama karena
dapat dimanfaatkan. Pengaturan
bentuk timbunan low grade
terlihat pada gambar 3.13.

5.2 PENGENDALIAN EROSI


DAN SEDIMENTASI
Pengendalian erosi meruoakan
hal yang mutlak dilakukan
selama kegiatan penambangan
dan setelah penambangan. Erosi
dapat mengakibatkan
berkurangnya kesuburan tanah,
terjadinya endapan lumpur dan
sedimentasi di alur-alur sungai.
Faktor-faktor yang menyebabkan
terjadinya erosi oleh air adalah :
curah hujan, kemiringan lereng
(topografi), jenis tanah, tata guna
tanah (perlakuan terhadap
tanah) dan tanaman penutup
tanah.
Beberapa cara untuk
mengendalikan erosi dan air
limpasan adalah sebagai berikut
:
Meminimasikan areal terganggu
dengan ;

Membuat rencana detail kegiatan penambangan dan rekalmasi,


Membuat batas-batas yang jelas areal tahapan penambangan,
Penebangan pohon sebatas areal yang akan dilakukan penambangan,
Pengawasan yang ketat pada pelaksanaan penebangan pepohonan

Membatasi/mengurangi
kecepatan air limpasan dengan :

Pembuatan teras-teras (gambar 3.2, 3.3, 3.4, 3.5, 3.6, 3.7, 3.8, 3.9)
Pembuatan saluran diversi (pengelak)
Pembuatan SPA (gambar 3.11, 3.12)
Dam pengendali (gambar 3.18, 3.19, 3.20, 3.21)

Meningkatkan infiltrasi
(peresapan air tanah)

Dengan penggaruan tanah searah kontur,


Akibat penggaruan, tanah menjadi gembur dan volume tanah meningkat sebagai media
perakaran tanah,
Pembuatan lubang-lubang tanaman, pendangiran, dll.
Pengelolaan air yang keluar dari
lokasi penambangan

Penyaluran air dari lokasi tambang ke perairan umum harus sesuai dengan perlakuan
yang berlaku dan harus di dalam wilayah Kuasa Tambang,
Membuat bendungan sedimen untuk menampung air yang banyak mengandu8ng
sedimen,
Bila curah hujan tinggi perlu dibuat bendungan yang kuat dan permanen yang dilengkapi
dengan saluran pengelak,
Letak bendungan ditempatkan sedemikian sehingga aliran air mudah ditampung dan
dibelokkan serta kemiringan saluran air (SPA) jangan terlalu curam,
Bila endapan sedimen telah mencapai setengah dari badan bendungansebaiknya
sedimen dikeruk dan dapat dipakai sebagai lapisan atas tanah,
Dalam membuat bendungan permanen harus dilengkapi dengan saluran pelimpah
(Spillways) untuk menangani keadaan darurat dan saluran pembuatan (decant,
syohon), dan lainnya yang dianggap perlu,
Kurangi kecepatan aliran permukaan dengan membuat teras, check dam dari beton,
kayu atau dalam bentuk lain seperti pada gambar 3.21.

Pengendalian erosi
selengkapnya supaya mengacu
pada pedoman teknis yang telah
ditetapkan melalui Keputusan
Direktur Jendral Pertambangan
Umum No. 693.K/008/DJP/1996
tentang Pedoman Teknis
Pengendalian Erosi Pada
Kegiatan Pertambangan Umum.

5.3 PENGELOLAAN TANAH


PUCUK
Maksud dari pengelolaan ini
untuk mengatur dan
memisahkan tanah pucuk
dengan lapisan tanah lain. Hal ini
karena tanah pucuk merupakan
media tumbuh bagi tanaman dan
merupakan salah satu faktor
penting untuk keberhasilan
pertumbuhan tanaman pada
kegiatan reklamasi.
Hal-hal yang perlu diperhatikan
dalam pengelolaan tanah pucuk
adalah :
Penggunaan profil tanah dan
identifikasi pelapisan tanah
tersebut sampai endapan bahan
galian,
Pengupasan tanah berdasarkan
atas lapisan-lapisan tanah dan
ditempatkan pada tempat
tertentu sesuai tingkat
lapisannya dan timbunan tanah
pucuk tidak melebihi dari 2
meter,
Pembentukan lahan sesuai
dengan susunan lapisan tanah
semula dengan tanah pucuk
ditempatkan paling atas dengan
ketebalan minimal 0.15 m,
Ketebalan timbunan tanah pucuk
pada tanah yang mengadung
racun dianjurkan lebih tebal dari
yang tidak beracun atau
dilakukan perlakuan khusus
dengan cara mengisolasi dan
memisahkannya,
Pengupasan tanah sebaiknya
jangan dilakukan dalam keadaan
basah untuk menghindari
pemadatan dan rusaknya
struktur tanah,
Bila lapisan tanah pucuk tipis
(terbatas/sedikit)
dipertimbangkan :
Penentuan daerah prioritas yaitu
daerah yang sangat peka
terhadap erosi sehingga perlu
penanganan konservasi tanah
dan pertumbuhan tanaman
dengan segera,

Penempatan tanah pucuk pada jalur penanaman (jenis tanah yang peka terhadap erosi
dapat dilihat pada tabel 3.1),
Jumlah tanah pucuk yang terbatas (sangat tipis) dapat dicampur dengan tanah bawah
(sub soil),
Dilakukan penanaman langsung dengan tanaman penutup (cover crop) yang cepat
tumbuh dan menutup permukaan.

Yang perlu dihindari dalam


memanfaatkan tanah pucuk
adalah apabila :

Sangat berpasir (70% pasir atau kerikil),


Sangat berlempung (60% lempung),
Mempunyai pH < 5.00 atau > 8.00,
Mengandung khlorida 3%, dan
Mempunyai elctrikal conductivity (ec) 400 miliseimens/meter.
Pengelolaan tanah pucuk pada areal yang akan direklamasi terlihat pada gambar 3.22,
3.23, 3.24, .3.25.

5.4 REVEGASI
Revegetasi dilakukan melalui
tahapan kegiatan penyusunan
rancangan teknis tanaman,
persiapan lapangan, pengadaan
bibit/persemaian, pelaksanaan
penanaman dan pemeliharaan
tanaman.
Penyusunan Rancangan Teknis
tanaman
Rancangan teknis tanaman
adalah rencana detail kegiatan
revegetasi yang
menggambarkan kondisi lokasi,
jenis tanaman yang akan
ditanam, uraian jenis pekerjaan,
kebutuhan bahan dan alat,
kebutuhan tenaga kerja,
kebutuhan biaya dan tata waktu
pelaksanaan kegiatan.
Rancangan tersebut disusun
berdasarkan hasil analisis
kondisi biofisik dan sosial
ekonomi setempat. Kondisi
geofisik meliputi topografi atau
bentuk lahan, iklim, hidrologi,
kondisi vegetasi awal dan
vegetasu asli. Sedangkan data
sosial ekonomi yang perlu
mendapat perhatian antara lain
demografi, sarana, prasaran,
dan eksesbilitas yang ada.
Jenis tanaman yang dipilih kalau
dapat diarahkan pada
penanaman jenis tumbuhan asli.
Sebaiknya dipilih jenis tumbuhan
lokal yang sesuai dengan iklim
dan kondisi tanah setempat saat
ini. Sehingga, perlu selalu
mengikuti perkembangan
pengetahuan mengenai jenis-
jenis tanaman yang cocok untuk
keperluan revegetasi lokasi
bekas tambang. Perlu konsultasi
dengan instansi yang berwenang
di dalam pemilihan jenis
tanaman yang cocok.
Persiapan Lapangan
Pada umumnya persiapan
lapangan meliputi pekerjaan
pembersihan lahan, pengolahan
tanah dan kegiatan perbaikan
tanah. Kegiatan tersebut sangat
penting agar keberhasilan
tanaman dapat tercapai.
o Pembersihan lahan
Kegiatan pembersihan lahan
merupakan salah satu penentu
dalam persiapan lapangan.
Kegiatan ini antara lain :
pembersihan lahan dari tanaman
pengganggu (alang-alang,
liliana, dll), dengan tujuan agar
tanaman pokok dapat tumbuh
baik tanpa ada persaingan
dengan tanaman pengganggu
dalam hal mendapatkan unsur
hara, sinat matahari, dll.

o Pengolahan lahan
Tanah diolah supaya gembur
agar perakaran tanaman dapat
dengan mudah menembus tanah
dan mendapatkan unsur hara
yang diperlukan dengan baik,
diharapkan pertumbuhan
tanaman sesuai dengan yang
diinginkan.

o Perbaikan tanah
Kualitas tanah yang kurang
bagus bagi pertumbuhan
tanaman perlu mendapat
perhatian khusus melalui
perbaikan tanah seperti
penggunaan gypsum, kapur,
mulsa, pupuk (organik maupun
anorganik). Dengan perlakuan
tersebut diharapkan dapat
memperbaiki persyaratan tumbu
tanaman.

Penggunaan
Gypsum
Gypsum
digunaka
n untuk
memperb
aiki
kondisi
tanah
yang
mengand
ung
banyak
lempung
dan
untuk
mengura
ngi
pembent
ukan
kerak
tanah
(crusting
) pada
tanah
padat
(hard-
setting
soil).
Penggun
aan
gypsum
akan
menggan
tikan ion
sodium
dengan
ion
kalsium,
sehingga
dapat
meningk
atkan
struktur
tanah,
meningk
atkan
daya
resap
tanah
terhadap
air,
aerasi
(udara),
penguran
gan
kerak
tanah
dan
dengan
pelindian
(leachin
g) akan
mengura
ngi kadar
garam.

Bila
lapisan
tanah
bagian
bawah
(sun soil)
yang
diperbaik
i, maka
dibuat
alur
garukan
yang
dalam
agar
gypsum
dapat
diserap,
jika tanah
kerak
yang
diperbaik
i,
sebarkan
gypsum
pada
lapisan
permuka
an saja.

Penggua
naan
gypsum
sebanya
k 5 ton/ha
biasanya
cukup
untuk
memperb
aiki tanah
kerak.
Penggun
aan 110
ton/ha
diperluka
n untuk
mengola
h lapisan
bagian
bawah
yang
bersifat
lempung.

Pengolah
an
biasanya
dilakukan
sekali
saja.
Pengaru
h
pengolah
an tanah
dengan
gypsum
akan
tahan
selama
beberapa
tahun,
pada
saat
mana
tumbuh-
tumbuha
n sudah
mampu
menghas
ilkan
bahan-
bahan
organik
yang
memberi
kan
dampak
positif
bagi
pertumbu
han.

Penggunaan
kapur
Kapur
digunaka
n
khsusuny
a untuk
mengatur
pH, akan
tetapi
dapat
juga
memperb
aiki
struktur
tanah.

Pengatur
an pH
dapat
merangs
ang
tersedian
ya zat
hara
untuk
tanaman
dan
mengatur
zat-zat
racun.

Kapur
biasanya
digunaka
n dalam
bentuk
tepung
batu
gamping,
kapur
dolomit.
Kapur
tohor
(hydrate
d lime)
jarang
digunaka
n.
Kapur
atau batu
kapur
giling
kasar
(coarsel
y
crushed)
dan
kapur
dolomit
mempun
yai daya
kerja
yang
lebih
lambat,
akan
tetapi
pengaruh
nya
dalam
menetrali
sir pH
lebih
lama
dibandin
gkan
dengan
kapur
tohor.

Penggun
aan
gamping
secara
bertahap
mungkin
diperluka
n jika
kesinam
bungan
kenaikan
pH
dibutuhk
an.

Kapur
tohor
akan
berpenga
ruh
menruru
nkan
kemamp
uan jenis
pupuk
yang
mengand
ung
nitrogen.
Karena
itu
penggun
aanya
harus
terpisah.

Tingkat
penyesu
aian pH
akan
bergantu
ng dari
tingkat
keasama
n, jenis
tanah
dan
kualitas
batu
gamping.
Sebagai
contoh,
penggun
aan
kapur
sebanya
k 2,5
3,5
ton/ha
pada
tahun
yang
memiliki
pH > 5,0
akan
menaika
n pH
kurang
lebih 0,5.

Penggunaan
Mulsa, Jerami
dan Bahan
Organik lainnya
Mulsa
adalah
bahan
yang
disebark
an
dipermuk
aan
tanah
sebagai
upaya
perbaika
n kondisi
tanah.
Tanaman
penutup
berumur
pendek
dapat
juga
dipergun
akan
sebagi
mulsa.

Mulsa
berfungsi
mengend
alikan
erosi,
mempert
ahankan
kelemba
ban
tanah
dan
mengatur
suhu
permuka
an tanah.

Pada
umumny
a
penggun
aan
mulsa
terbatas
pada
lokasi
yang
memerlu
kan
revegeta
si yang
cepat,
perlindun
gan
tempat-
tempat
tertentu
(seperti
tanggul)
atau jika
perbaika
n tanah
atau
media
akan
dibutuhk
an.

Jerami
jenis
batang
padi
umumny
a
digunaka
n
sebagai
mulsa
atau
lokasi
yang
luas.
Tingkat
penggun
aan
bervarias
i antara
2,5 5,0
ton/ha.

Berbagai
jenis
bahan-
bahan
organik
atau
limbah
pertanian
digunaka
n
sebagai
mulsa
yang
penggun
aannya
bergantu
ng dari
ketersedi
aan dan
harganya
. Bahan-
bahan
baik
digunaka
n
sebagai
mulsa,
antara
lain
tumbuh-
tumbuha
n yang
tergusur
pada
waktu
pengupa
san
tanah,
potongan
-
potongan
kayu dan
serbuk
gergaji,
limbah
pabrik
pengolah
an dan
penggerg
ajian
kayu,
ampas
pabrik
gula tebu
dan
berbagai
kulit jenis
kacang-
kacanga
n.

Nitrogen
mungkin
perlu
ditambah
kan
untuk
memenu
hi
kekurang
an
nitrogen
yang
terjadi
pada
saat
mulsa
segar
mulai
membus
uk/terurai
.

Penyeba
ran
mulsa
secara
mekanis
dapat
menggun
akan alat
pertanian
(misalny
a
penyebar
pupuk
kandang)
atau
dengan
alat
khusus.

Alat
khusus
penyebar
mulsa
digunaka
n untuk
penyebar
an
bahan-
bahan
mulsa
(Biasany
a jerami
atau
batang
padi)
yang
dicampur
dengan
bijih
tumbuha
n.

Pupuk
Persyara
tan
penggun
aan
pupuk
akan
sangat
bervarias
i sesuai
dengan
kondisi
dan
maksud
peruntuk
an lahan
sesudah
selesai
penamba
ngannya.

Meskipu
n jenis
tumbuha
n asli
beradapt
asi
dengan
tingkat
nutrisi
yang
rendah
namun
dengan
pemberia
n pupuk
yang
cukup
dapat
meningk
atkan
pertumbu
hannya.

Reaksi
setiap
tumbuha
n
bervarias
i,
anggota
dari
rumpun
protesea
esensitif
terhadap
peningka
tan
kandung
an fosfor
dan
kemungk
inan
menimbu
lkan efek
yang
kurang
baik.

Pupuk
organik
(lumpur
kotoran,
pupuk
alami
atau
kompos,
darah
dan
tulang
dan
sebagain
ya)
umumny
a
bermanfa
at
sebagai
penguba
h sifat
tanah.
Jenis,
dosis dan
waktu
pemberia
n pupuk
anorgani
k
sebaikny
a
dilakukan
sesuai
dengan
hasil
analisis
tanah.

Pupuk
anorgani
k
komersia
l selalu
mengand
ung satu
atau
lebih
nutrisi
makro
(yaitu
nitrogen,
fosfor,
kalium).
Selain itu
juga
mengand
ung
belerang,
kalsium,
dan
magnesi
um.
Apabila
terdapat
tanda-
tanda
tumbuha
n
kekurang
an unsur
atau
keracuna
n, harus
meminta
saran
dari ahli
tanah.

Waspada
terhadap
kemungk
inan
penggun
aan
pupuk
yang
berlebiha
n yang
dapat
mengaki
batkan
pencema
ran air,
khususny
a pada
daera
tanah
pasiran.

Pemberi
an pupuk
dalam
bentuk
butir atau
tablet
dapat
dilakukan
pada
jarak 10
15 cm di
bawah
atau di
sebelah
tiap
lubang
semaian
pada
waktu
penanam
an. Harus
dicegah
kontak
langsung
antara
pupuk
dengan
akar
semaian.

Pengadaan Bibit/Persemaian
Bibit yang dibutuhkan untuk
revegetasi dapat memenuhi
melalui pembelian bibit siap
tanam, atau melalui pengadaan
bibit. Apabila melalui pengadaan
bibit harus mengikuti ketentuan
sebagai berikut :
o Pengadaan benih
Benih adalah tanaman atau
bagian yang digunakan untuk
memperbanyak dan atau
mengembangkan tanaman (UU
No. 12 Tahun 1992).
Benih yang akan dipergunakan
untuk keperluan revegetasi
diperoleh dengan cara
mengeumpulkan dari sumber
benih yang ada atau membeli
dari perusahaan
pengada/pengedar yang telah
ditunjuk secara resmi.
Benih tersebut harus memenuhi
syarat :
Diketahui secara
jelas asal-
usulnya
Bermutu
tinggi/benih
unggul
Hal yang perlu dipertimbangkan
dalam mengumpulkan benih/biji
antara lain:
o Menentukan daerah
pengumpulan dan
spesies yang diinginkan
sebelum biji tersebut
matang.
o Menghindari buah yang
menunjukan adanya
tanda serangan
serangga atau gangguan
jamur.
o Mengumpulkan biji yang
sudah matang :
Kelompok biji
berkulit keras
(contoh
casurinas,
eucaliptus dan
lain-lain)
Menunjukan
kematangan bila
warnanya
berubah hijau
kecoklatan.
Kelompok buah
yang berdaging
seperti mangga
menjadi lebih
lunak dan
berubah warna
bila sudah
matang.
Polong (akasia
dan tumbuhan
polong lainnya)
berubah warna
dari hijau ke
coklat, jadi rapuh
dan biji
(khususnya
akasia) akan
menjadi hitam
dan mengkilat.
o Hindarkan penempatan
biji atau kelompok biji di
dalam kantong plastik,
gunakan kantong kain
atau kertas.
Apabila membeli biji perlu
diperhatikan :
Penjual biji
mempunyai
reputasi
baik/penyalur
resmi.
Biji komersil dan
yang dibeli harus
terbungkus
dalam kemasan
berlabel
sehingga
terjamin tingkat
perkembangann
ya dan jelas asal
serta tanggal
pengambilan biji.
Pengambilan biji dilakukan
dengan cara :
o Memeberikan tanda
pengenal secara jelas
dengan mencantumkan
jenis biji, tanggal
pengumpulan, lokasi dan
sebagainya.
o Simpan biji di dalam
wadah kering, bebas
serangga dan kutu dan
bubuhi dengan serbuk
anti serangga dan jamur.
o Biji disimpan pada
temperatur di bawah 20o
C dan kelembaban yang
rendah. Biji tumbuhan
tropis mungkin mati pada
temperatur di bawah 10o
C.
Pembuatan
persemaian.
Pemilihan lokasi
persemaian
Lokasi persemaian yang dipilih
harus memenuhi persyaratan
yang ada/dekat dengan sumber
air, tanahnya datar dan mudah
dicapai serta cukup mendapat
cahaya matahari. Kondisi
ekologisnya mendekati calon
areal penanaman.
Tahapan dan
Kegiatan
Pembuatan
Persemaian
Perlakua
n
pendahul
uan
Untuk benih yang mempunyai
umur panjang (benih ortodoks)
beri diberi perlakuan khusus
sebelum disemaikan.
Penabur
an benih
Benih yang berukuran halus
sebelum ditabur terlebih dahulu
dicampur dengan pasir halus,
tanah halus atau yang telah
dihancurkan, sedangkan benih
yang berukuran lebih besar
dapat ditabur langsung di
bedeng tabur atau dalam
kantong semai.
Penyapih
an
Penyapihan dilakukan untuk
memindahkan bibit siap sapih
dari bak perkecambahan ke
dalam pot yang telah diisi media
sapih dan di laksanakan di rumah
pertumbuhan.
Pemeliha
raan bibit
Untuk memperoleh bibit yang
baik perlu dilakukan penyiraman,
pemupukan, penyulaman,
penyiangan rumput, pemotongan
akar serta pemberantasan hama
dan penyakit.
Permane
nan dan
Pengang
kutan
Bibit
Bibit yang dipanen adalah bibit
yang telah memenuhi
persyaratan
pertumbuhan normal (batang
lurus, daun lebar/hijau dan telah
mencapai tinggi minimal 20 cm)
Kaya perakaran dan telah
membentuk gumpalan dengan
media pertumbuhannya
Tidak terserang hama penyakit
Pelaksanaan Penanaman
Tahapan pelaksanaan
penanaman meliputi pengaturan
arah larikan tanaman,
pemasangan ajir, distribusi bibit,
pembuatan lubang tanaman dan
penanaman.
o Pemasangan arah
larikan
Arah larikan tanaman biasanya
sejajar kontur atau pada daerah
relatif datar mengikuti arah Timur
Barat.
o Pemasangan Ajir
Pemasangan ajir mengikuti arah
larikan tanaman. Pemasangan
ajir tanaman mengikuti jarak
tanam yang ditetapkan 2 x 3 m.
o Distribusi Bibit
Dilakukan setelah kegiatan
pembuatan lubang tanam atau
dilakukan setelah penanaman
ajir.
o Pembuatan Lubang dan
Penanaman Tanaman
Lubang tanaman dibuat dengan
ukuran 30 x 30 x 30 cm,
sedangkan teknik
penanamannyadengan terlebih
dahulu melepas plastik
(pot/poolybag) pada bibit yang
tersedia. Sebelum bibit ditanam
diamati dahulu apakah bibit yang
tersedia cukup baik (memenuhi
syarat) umpamanya daun-
daunnya segar/sehat dan tidak
rusak, demikian pula keadaan
media tanamnya.
Penanaman harus dilakukan dan
selesai sore hari.
Tanamkan bibit secara tegak
lurus dan cukup padat, untuk
memastikan tekan dengan kaki
pada sekitar tanaman.
Pemeliharaan
Tingkat keberhasilan dari semua
metode penanaman akan
berkurang bila tidak dilakukan
pemeliharaan yang baik.
Pemeliharaan tanaman
dimaksudkan untuk memacu
pertumbuhan tanaman
sedemikian rupa sehingga dapat
diwujudkan keadaan optimum
bagi pertumbuhan tanaman.
Pemeliharaan tanaman pada
tahun pertama yang dilakukan
yaitu kegiatan :
Penyulaman, pengendalian
gulma, penyiangan,
pendangiran, dan pemupukan.
Sedangkan pada tahun kedua
dilakukan pberupa penyiangan,
pengendalian gulma,
pendangiran dan pemupukan.
o Penyulaman
Penyulaman dilakukan pada
tanaman yang mati atau rusak,
tidak sehat/merana untuk
memperoleh prosentase tumbuh
tanaman > 95% dan harus
dilakukan 15 30 hari sesudah
penanaman.
o Pengendalian Gulma
Pengendalian gulma, bertujuan
untuk mengurangi atau
ememperkecil persaingan akar
antara tanaman pokok dengan
tanaman pengganggu.
Pengendalian gulma dapat
dilakukan secara manual berupa
penyiangan dan pendangiran
atau kimiawi berupa
penyemprotan bahan
kimia/herbisida, tergantung pada
kondisi lapangan, keadaan
tanah, jenis gulma dan jenis
tanaman.
o Pemupukan
Dimaksudkan untuk memacu
pertumbuhan tanaman dan
peningkatan riap. Dalam
menentukan jenis, dosis dan
waktu pemupukan perlu
pertimbangan jenis tanaman dan
kesuburan tanahnya serta
terlebih dahulu dilakukan analisa
tanah.
o Pengendalian Hama dan
Penyakit
Pengendalian
hama dan
penyakit
tanaman secara
kimiawi hanya
dilakukan pada
keadaan yang
sangat
mendesak, yang
cenderung
menggagalkan
rehabilitasi hutan
secara
keseluruhan.
Pengendalian
tersebut
dilakukan
dengan
mengikuti
petunjuk
penggunaan/perl
akuan secara
tepat dan benar.
Pengendalian
hama dan
penyakit secara
kimiawi tidak
dibenarkan pada
kawasan
pelestarian alam.
Pencegahan
terhadap
kebakaran dan
penggembalaan
liar.
Kebakaran hutan dapat menjadi
ancaman serius bagi
pertumbuhan tegakan,
produktivitas dan kualitas
tanaman
Beberapa usaha pencegahan
terhadap kebakaran yang dapat
dilakukan antara lain :
pembersihan lahan dari bahan
yang mudah terbakar, memilih
jenis tanaman yang tahan
kebakaran, dan memberikan
penerangan dan penyuluhan
tentang pencegahan kebakaran
kepada masyarakat sekitar.
Pencegahan terhadap
penggembalaan liar dilakukan
melalui penerangan dan
penyuluhan, pemberian bibit
makanan ternak dan apabila
dianggap perlu dapat dilakukan
pembuatan pagar pengaman.

5.5 REKLAMASI PADA


INFRASTRUKTUR DAN BEKAS
BUKAAN TAMBANG
5.5.1 Jalan dan Jalan Tambang
Perencanaan desain dan
konstruksi jalan tambang baik
yang permanen maupun
sementara harus
mempertimbangkan rencana
kegiatannya lebih lanjut bila
pelaksanaan reklamasi telah
dilakukan dikemudian hari. Pada
gambar dperlihatkan contoh
pembuatan galian yang baik.
Perencanaan
Jalan umum dan jalan tambang
diselaraskan dengan rencana
pembukaan daerah
pertambangan, hal akan
mempermudah rencana
selanjutnya apabila kegiatan
pertambangan telah selesai.
Perencanaan jalan harus
memperhatikan keamanan
operasi penambangan, hindari
pembuatan jalan sejajar yang
tidak perlu, demikian pula
bundaran, jalan pintas dan lain-
lain.
Pada daerah gersang atau
jarang pepohonan, perencanaan
jalan umum dan jalan tambang
dilakukan sedemikian rupa agar
tumbuh-tumbuhan atau
panorama alam tidak
mengurangi daya penglihatan.
Sedapat mungkin perencanaan
jalan umum dan jalan tambang
harus disesuaikan dengan
keadaan topografi untuk
menghindari mengalirnya air ke
badan jalan yang dapat
mengakibatkan jalan selalu
basah.
Rancang Bangun dan Pekerjaan
Konstruksi
Pada waktu mendesain jalan
tambang, harus disesuaikan
untuk beberpa lama jalan itu
diperlukan dan peralatan apa
saja yang memerlukan jalan itu.
Sedapat mungkin dihindari
pemakaian alat-alat berat pada
jalan yang dipergunakan utnuk
kegiatan eksplorasi dan dihindari
sejauh mungkin menggangu
tanah pucuk serta akar-akar
pohon yang ada.
Memanfaatkan kayu dari pohon-
pohon bekas tebangan sebagai
badan jalan dan stabilitas lereng
jalan.
Permukaan jalan dapat
mengkontaminasikan air larian,
maka dalam rancang bangun
maupun pekerjaan konstruksi
harus memperhitungkan hal
tersebut apabila curah hujan
tinggi. Persyaratan atau
kelengkapan dari suatu jalan
yang baik, misalnya untuk
mengendalikan erosi perlu
dipertahankan dalam
pengerjaanya.
Pada daerah datar, termasuk
daerah yang sulit/kering,
pengendalian air permukaan
sangat penting baik yang berasal
dari permukaan jalan atau
daerah sekitarnya (lihat gambar
3.32).
Pada jalan yang berada ditebing
(lereng yang curam), aliran alir
harus disalurkan keparit-parit
yang dibuat disisi jalan maupun
pada tempat tertentu pada tebing
curan tersebut seperti gambar
3.33 untuk menghindari
terjadinya erosi yang dapat
mengakibatkan kelongsoran.
Dinding lereng diperkuat agar
tidak cepat longsor atau tererosi
serta pemasangan gorong-
gorong pada setiap ujung
saluran air.
Reklamasi
Konfirmasikan apakah pihak
yang berkepentingan (pemilik
kehutanan dan lain-lain) masih
memerlukan jalan tersebut atau
tidak pada waktu yang akan
datng.
Pasangalah pintu atau
penghalang untuk pencegah
penggunaan jalan oleh orang-
orang yang tidak
berkeprentingan.
Tebarkan tanah pucuk dan garu
utnuk melonggarkan tanah yang
padat sehingga mudah untuk
penyemaian bibit tanaman, hal
ini akan sekaligus juga
menghambat atau mencegah
penggunaan jalan yang memang
sudah ridak dikehendaki serta
dapat segera dilakukan
revegetasi (lihat gambar 3.34).
Bongkar gorong-gorong, selokan
dan konstruksi semi
permanen/sementara lainnya,
biarkan alir mengalir secara
alami.
Apabila konstruksi penguat
dinding lereng atau pekerjaan
potong timbun (cut and fill) dan
sebaginya menjadikan daerah-
daerah berlereng tidak stabil
untuk jangka waktu lama, maka
perlu dibentuk lagi kontur yang
memadai dengan menggunakan
material dari badan jalan,
sehingga diperoleh lereng yang
lebih stabil dan memenuhi
persyaratan sebagai lahan siap
revegetasi.
Pemeliharaan jalan-jalan tertentu
sehingga jalan masuk peralatan
reklamasi sesuai rencana
rehabilitasi daerah bekas
tambang adalah tetap dilakukan
selama jalan tersebut dilakukan.
5.5.2 Instalasi Jaringan Listrik
dan Komunikasi
Hindari penebasan pohon serta
pemindahan tanah dalam rangka
instalasi jaringan listrik dan alat
komunikasi, biarkan tanggul atau
akar pohon selama tidak
mengganggu karena akan
mempengaruhi revegetasi jalan-
jalan masuk yang hanya
digunakan sementara.
Gunakan peralatan yang lebih
sesuai untuk instalasi,
pemeliharaan maupun
pembongkaran pada daerah-
daerah terutama pada daerah-
daerah yang sulit dicapai.
Singkirkan kabel, sling dan
sebagainya ketika menara
selesai dibongkar, kubur atau
singkirkan balok-balok beton
atau pondasi. Jalan-jalan segera
direhabilitasi apabila kegiatan
tidak aktif lagi.
5.5.3 Lubang Bekas Tambang
Apabila penambangan secara
terbuka diterapkan pada
umumnya akan meninggalkan
lubang atau cekungan pada akhir
penambangan, Terjadinya
lubang-lubang ini dapat
diminimalkan apabila
penimbunan kembali tanah
penutup dilakukan dengan
segera dan merupakan bagian
dari pekerjaan penambangan.
Lubang-lubang tambang yang
tidak dapat dihindari, dan
berdasarkan perhitungan tidak
dapat ditimbun kembali, maka
lubang-lubang tersebut haruslah
dalam kondisi dari
lubang/cekungan tersebut.
Alternatif pemanfaatannya
antara lain :
Waduk
Tergantung untuk apa air akan
digunakan, kualitas air (yang
masuk dan keluar) merupakan
faktor penentu.
Habitat satwa liar atau budidaya
Lubang/cekungan merupakan
faktor kritis, kedalaman, dinding
yang terjal umumnya tidak cocok
untuk maksud ini. Pertimbangan
adanya aliran tanah, bentang
alam serta habitat binaan
memerlukan penelitian yang
komprehensif.
Tempat penimbunan bahan
tambang
Dengan pertimbangan ekonomi,
maka lubang yang akan dipilih
adalah yang dekat dengan
kegiatan pengupasan
tanah/batuan penutup. Penelitian
pola air tanah dan kemungkinan
pencemaran oleh mineral
buangan perlu dilakukan.
Alternatif pemanfaatan lubang
bekas tambang harus didahului
denagn penelitian mengenai
kelayakan lokasi tersebut
terhadap satwa liar atau
budidaya.

KRITERIA KEBERHASILAN
REKLAMASI
Untuk mengetahui keberhasilan
pelaksanaan kegiatan reklamasi
lahan bekas tambang, perlu
mengacu pada kriteria sebagai
berikut :

6.1 PENATAAN LAHAN


o Pengisian kembalian
lahan bekas tambang
o Luas areal yang diisi
kembali (ha), > 90 % dari
areal yang seharusnya
diisi.
o Jumlah bahan/material
pengisi (m3), > 90 % dari
jumlah tanah penututup
yang digali.
o Pengaturan permukaan
lahan (regrading)
Luas areal yang diatur (ha), > 90
% dari luas areal yang ditimbun
kembali.
Kemiringan lereng (%), < 8 %
untuk tanaman pangan.
Tinggi, lebar dan panjang ters
(m), disesuaikan dengan bentuk
teras dan kemiringan lereng.
o Penaburan/penempatan
tanah pucuk
Luas daerah yang diatur (ha), >
90 % dari areal yang harus diisi.
Jumlah tanah pucuk yang yang
ditabur, > 90 % dari tanah pucuk
yang digali dan disimpan.
Ketebalan tanah pucuk (cm), >
80 % dari ketebalan tanah pucuk
semula pada areal tersebut.
Perbaikan kualitas tanah melalui
pengapuran (ton/ha), sehingga
pH tanah menjadi 5,0 7,0 dan
perbaikan struktur tanah, tanah
menjadi gembur.

6.2 PENGENDALIAN EROSI


DAN PENGELOLAAN
TAMBANG
o Pembuatan bangunan
pengendali erosi, jenis,
jumlah, dan kualitasnya
sesuai dengan rencana.
o Pengelolaan limbah,
pelaksanaannya sesuai
dengan rencana

6.3 REVEGETASI
o Pengadaan bibit/benih
Jenis, asli setempat atau sesuai
dengan kondisi atau fungsi lahan
Jumlah (batang/kg), sesuai
dengan rencana.
o Penanaman
Jumlah areal yang ditanami (ha),
> 90 % dari areal yang telah
diatur kembali.
Jumlah yang ditanam (batang),
sesuai dengan rencana.
Jarak tanam (m x m), sesuai
dengan rencana.
o Pemeliharaan
Jumlah dan jenis tanaman
sulaman, sesuai dengan jumlah
yang mati.
Pemupukan, jenis dan dosis
pupuk serta frekuensi
pemupukan sesuai dengan
rencana.
> 90 % tanaman bebas dari
gulma, hama dan penyakit.
o Tingkat pertumbuhan
tanaman
Tanaman tumbuh subur (sehat
dan tidak merana)
Jumlah tanaman yang ditanam
prosentase jadinya > 80 %.

Anda mungkin juga menyukai