Anda di halaman 1dari 8

Dasar-dasar Kemantapan Lereng

Flysh Geost Monday, November 02, 2015


Dasar-dasar Kemantapan Lereng ~ Didalam operasi penambangan masalah Kemantapan
Lereng atau Kestabilan Lereng akan diketemukan pada penggalian tambang terbuka (open pit
maupun open cut), di tempat-tempat penimbunan overburden dan bahan buangan (tailing
disposal), di jalan-jalan tambang, pemotongan dan cover terowongan, dan di penimbunan bijih
(stockyard), bendungan bendungan untuk cadangan air kerja. Apabila lereng-lereng yang
terbentuk sebagai akibat dari proses penambangan (pit slope) maupun yang merupakan sarana
penunjang operasi penambangan (bendungan, jalan, dan lain lain) itu tidak stabil (tidak mantap)
maka kegiatan produksi akan terganggu. Oleh karena itu suatu analisis kemantapan lereng
merupakan suatu bagian yang penting untuk mencegah terjadinya gangguan gangguan terhadap
kelancaran produksi maupun terjadinya bencana yang fatal.

Tujuan analisis kemantapan lereng adalah sebagai berikut :

Mengerti perkembangan, bentuk lereng alamiah dan proses yang bertanggung jawab terhadap
berbagai ciri alamiah.
Menilai kemantapan lereng jangka pendek (sering selama konstruksi) dan jangka panjang.
Menilai kemungkinan kelongsoran yang melibatkan lereng alamiah dan lereng rekayasa.
Menganalisis kelongsoran dan mengerti mekanisme kelongsoran dan pengaruh dari faktor
lingkungan.
Memungkinkan rancangan ulang dari lereng yang telah runtuh dan merencanakan serta
merancang pengukuran pengobatan dan pencegahan, jika diperlukan.
Mempelajari akibat pembebanan seismic terhadap lereng dan timbunan.
Kemantapan Lereng terutama disebabkan oleh faktor hidrologi dan faktor struktur bidang lemah
batuan. Masalah kemantapan lereng pada umumnya tergantung pada faktor-faktor sebagai
berikut :

Lokasi, arah, frekuensi, kekuatan dan karakteristik dari bidang-bidang lemah.


Keadaan tegangan alamiah dalam massa batuan/tanah.
Konsentrasi lokal dari tegangan.
Karakteristik mekanik dari massa batuan/tanah.
Iklim terutama jumlah hujan untuk di daerah tropis.
Geometri lereng.

KLASIFIKASI GERAKAN MASSA TANAH ATAU BATUAN


Kemantapan Lereng atau Kestabilan Lereng sangat berhubungan dengan gerakan massa
tanah atau batuan. Gerakan tanah atau batuan menurut M.M. Purbo Hadiwidjoyo dan telah
dilengkapi oleh penulis dapat diklasifikasikan sebagai berikut :
Longsoran (sliding)
Runtuhan (falling)
Nendatan
Amblasan (subsidence)
Rayapan (creep)
Aliran (flow)
Gerakan kompleks
Disebut longsoran, jika bahan yang bergerak itu seakan akan dengan tiba-tiba meluncur ke
bawah. Runtuhan, jika bahan itu ibaratnya jatuh bebas, seperti massa batuan pada dinding yang
curam (mendekati tegak), yang sekonyong-konyong jatuh. Kita berhadapan dengan nendatan jika
tanah atau batuan yang tersangkut merupakan massa yang belum terlepas dari ikatannya; jadi
seakan akan masih merupakan gumpalan-gumpalan besar. Amblasan sering dapat kita saksikan
pada jalan yang tadinya rata tiba-tiba menurun, entah karena di bawah ada rongga, entah karena
di bagian lain ada yang terdesak. Rayapan, yaitu gerakan massa tanah atau batuan secara
perlahan lahan. Sedangkan aliran, yaitu campuran gerakan dan transportasi massa tanah atau
batuan.

1. Longsoran/Luncuran
Istilah yang paling banyak digunakan untuk merancang gerakan tanah atau batuan yang terjadi
pada lereng-lereng alamiah adalah longsoran dalam arti yang luas. Agar pengertian longsoran
dapat diperjelas, Coates (1977) membuat daftar beberapa faktor penting yang telah disetujui oleh
28 penulis yang telah menyumbangkan pikirannya untuk subyek ini. Daftar tersebut adalah
sebagai berikut :

Longsoran mewakili satu kategori dan suatu fenomena included under the general heading of
mass movement.
Gravitasi adalah gaya utama yang dilibatkan.
Gerakan harus cukup cepat, karena rayapan(creep) adalah begitu lambat sebagai longsoran.
Gerakan dapat berupa keruntuhan (falling), longsoran/luncuran (sliding) dan aliran (flow).
Bidang atau daerah gerakan tidak sama dengan patahan.
Gerakan akan ke arah bawah dan menghasilkan bidang bebas, jadi subsidence tidak termasuk.
Material yang tetap ditempat mempunyai batas yang jelas dan biasanya melibatkan hanya
bagian terbatas dari punggung lereng.
Material yang tetap ditempat dapat meliputi sebagian dari regolith dan/ atau bedrock.
Fenomena frozen ground biasanya tidak termasuk kategori ini.
Klasifikasi dari longsoran pada umumnya dapat didasarkan pada faktor-faktor sebagai berikut :

Jenis dari material


Morfologi dari material
Karakteristik geomekanik
Kecepatan dan lama dari gerakan
Bentuk dari permukaan longsoran (bidang, baji, busur)
Volume yang dilibatkan
Umur dari longsoran
Penyebab longsoran
Mekanisme longsoran
Longsoran atau luncuran dalam arti yang sebenarnya dihasilkan umumnya pada suatu material
yang kurang rapuh. Gerakan ini terjadi sepanjang satu atau beberapa bidang luncuran. Gerakan
ini bisa berupa rotasi atau translasi yang tergantung pada keadaan material serta strukturnya.
Kalau luncurannya merupakan rotasi, maka biasanya akan menghasilkan longsoran busur atau
lingkaran. Tetapi bila gerakan ini merupakan translosi, maka akan menghasilkan longsoran
bidang. gabungan kedua gerakan ini akan menghasilkan longsoran bidang dan busur. Jenis
gerakan ini yang paling banyak terjadi, seperti yang dialami desa sukasari, bogor timur, pada
tanggal 22 november 1992 yang lalu dan meminta korban sembilan orang meninggal. juga di
desa cikalong, tasikmalaya yang terjadi pada tanggal 11 oktober 1992 dan meminta korban 56
orang meninggal (m.m.purbo hadiwidjoyo, 1992).

2. Runtuhan (falling)
Runtuhan dapat terjadi dari bidang-bidang diskontiniu pada suatu lereng yang tegak, pada
rayapan dari lapisan lunak (misalnya marl lempung) atau gulingan blok, sebagai contoh runtuhan
yang terjadi di gunung granier en savoie pada tahun 1248 (hantz, 1988). Keruntuhan dari jurang
batukapur dengan ketinggian sekitar 1.000 m, mengikuti gelinciran / longsoran dari marl dan
menggerakkan suatu volume yang sangat besar yaitu sekitar 500.000.000 m3, yang menyebar
sepanjang 7 km dengan luas 20 km & membunuh ribuan penduduk.

3. Rayapan (Creep)
Rayapan merupakan gerakan yang kontinu dan relatif lambat. Kita tidak dapat melihat dengan
jelas bidang rayapan, contoh daerah pelanggan jenis gerakan ini adalah Pangadegang di Cianjur
Selatan. Disana daerah yang bergerak mencakup sekitar 100 km. Selain itu didaerah Ciamis Utara,
Banjarnegara di Jawa Tengah (M.M. Purbo Hadiwidjoyo, 1992).

4. Aliran
Gerakan ini berasosiasi dengan transportasi material oleh air atau udara dan dipicu oleh gerakan
longsoran sebelumnya, kecepatan gerakan bisa sangat tinggi.
PEMICU DAN PEMACU GERAKAN MASSA TANAH ATAU BATUAN
Kedua istilah "pemicu" dan "pemacu" ini dipakai oleh M.M. Purbo Hadiwidjoyo (1992). Pemicu
itu misalnya adalah gempa bumi. Salah satu gerakan tanah besar yang diduga kuat dipicu oleh
gempa adalah terjadi di Cianjur Selatan pada 13 Desember 1924. Gempa itu sendiri tidak
bersumber di Jawa Barat. Tempat yang sama lagi-lagi bergerak pada Desember 1964. Ketika itu
sumbernya kebetulan juga ada di Jawa Barat dan kebesarannya mencapai 6 pada skala Richter.
Getaran yang timbul karena lewatnya kereta api dapat pula memicu terjadinya gerakan tanah.
Hal itu rupanya telah menimbun kereta api Jakarta-Jogyakarta di dekat Purwokerto waktu zaman
revolusi 1947. Selain itu hujan juga dapat disebut sebagai pemicu gerakan tanah seperti yang
terjadi di jalan antara Sibolga dan Medan bulan Januari 1993.

Selain terkena picu, gerakan massa tanah atau batuan, dapat juga dipacu. Misalnya saja, lereng
yang semula tahan terhadap gerakan, karena kakinya (toe) dipotong untuk jalan atau untuk
perumahan, akhirnya memiliki kecenderungan lebih besar untuk bergerak.

Selanjutnya Terzaghi (1950) dan Bruwsden (1979) menyatakan bahwa untuk


mengklasifikasikan penyebab sebagai pemicu adalah tidak bijaksana apabila kejadian
perpindahan tergantung pada kondisi dan kejadian tersebut sudah berlangsung selama beberapa
hari atau beberapa minggu. Sebagai gambaran kedua penulis ini hanya mengklasifikasikan
penyebab gerakan massa tanah atau batuan sebagai penyebab eksternal, internal dan kombinasi.

Penyebab Eksternal :

Perubahan geometri lereng ; pemotongan kaki lereng, erosi, perubahan sudut kemiringan,
panjang, dll.
Pembebasan beban ; erosi, penggalian.
Pembebanan ; penambahan material, penambahan tinggi.
Shock dan vibrasi ; buatan, gempa bumi, dll
Penurunan permukaan air
Perubahan kelakukan air ; hujan, tekanan pori, dll.
Penyebab Internal :

Longsoran, progresif ; mengikuti ekspansi lateral, fissuring dan erosi.


Pelapukan.
Erosi seepage : solution, pemipaan (piping)
Secara umum di daerah tropis seperti Indonesia, penyebab utama longsoran lereng adalah air,
baik tekanan air dalam rekahan, alterasi mineral maupun erosi dari lapisan lunak (Hantz, 1988).
Selanjutnya penyebab utama lainnya diperkirakan oleh adanya kekar yang mengalami
pelapukan.
Dari uraian di atas dapat disimpulkan penyebab dari longsoran dapat dikategorikan dalam 3
faktor geometrik, hidraulik, dan mekanik.

METODE ANALISIS KEMANTAPAN LERENG


Ada beberapa metode analisis kemantapan lereng yang dapat kita gunakan dalam menganalisa
gerakan massa tanah dan batuan, antara lain :

Metoda analitik
Metoda grafik
Metoda keseimbangan limit
Metoda numerik (metoda elemen hingga, elemen diskret, elemen batas dan lain lain)
Teori blok dan sistem pakar

Gambar 1. Perbandingan Metoda Rancangan Lereng

TAHAP-TAHAP PERTAMBANGAN DAN SASARAN GEOTEKNIK


Secara umum sasaran geoteknik dalam hubungannya dengan tahapan pertambangandapat
dijelaskan sebagai berikut :
1. Tahap Pendahuluan

Geologi yang luas.


Mengetahui geoteknik dan air bawah tanah yang mempengaruhi pertambangan.
Mengetahui model geologi.
Memberi petunjuk pada pemakaian sistem pertambangan yang berbeda dan perlengkapan
pada suatu endapan.
Memberi masukan geoteknik pada program eksplorasi.
Memberi petunjuk perancangan lereng.
Mengetahui geoteknik dan air bawah tanah yang mempengaruhi pertambangan.
Rancangan dan susunan spesifik mengenai geoteknik dan program penelitian air bawah
tanah.

2. Tahap Pra Kelayakan

Geoteknik pendahuluan, sampling hidrogeologi, dan uji.


Penyusunan model dasar geoteknik untuk lokasi termasuk penyelidikan eksplorasi yang
didasarkan pada data geoteknik dan hidrogeologi untuk tiap massa batuan dan perkiraan
awal dari parameter perancangan.
Memperkirakan pengaruh air bawah tanah pada perancangan lereng untuk proses
pengeringan pada tambang, skala pengeringan yang potensial, pelaksanaan, waktu dan biaya
dalam batas waktu yang ditentukan.
Memberi perancangan lereng secara detail :open pit : + 50-100, strip mine : 100
Bersama-sama dengan perencanaan tambang memberi petunjuk pemilihan peralatan dan
metoda pertambangan.
Mengetahui faktor-faktor geoteknik dan hidrogeologi yang mempengaruhi perancangan
tambang dan yang belum sesuai.
Rancangan dan biaya dari akhir penyelidikan yang diperlukan untuk tingkat studi
kelayakan.

3. Tahap Kelayakan

Penyelidikan geoteknik dan hidrogeologi dilakukan lebih rinci dan spesifik yang disesuaikan
dengan alat dan metoda pertambangan.
Memberi penilaian statistik pada semua parameter teknik perancangan termasuk rata-rata
dan distribusi untuk semua unit geoteknik.
Bersama dengan perencana tambang memastikan faktor-faktor geoteknik yang berhubungan
dengan perancangan.
Memberi perancangan lereng menurut falsafah yang disetujui oleh perencana tambang dan
pemilik proyek. Sudut perancangan lereng tergantung pada pengembangan tambang,
dengan toleransi sebagai berikut : Open pit : sudut overall + 10 - 30, strip mine : sudut
highwall + 50, sudut spoil pile + 10 - 30, open pit (batuan keras).
Memberi perancangan lereng secara detail termasuk tinggi jenjang, lebar berm, sudut jenjang,
interamp dan sudut overall pit slope maksimum pada tiap bagian perancangan tambang.
Memberi perancangan detail untuk external waste dumps.
Strip mine (batubara).
Memberi perancangan detail lereng termasuk: sudut highwall, sudut spoil dump, perancangan
pit waste dump, sudut low wall, perancangan footwall, jarak dengan mesin.
Memperkirakan pengeringan tambang termasuk desain detail, rancangan, spesifikasi dan
biaya.
Bersama dengan perencana tambang dan para ahli geoteknik memastikan perancangan air
bawah tanah sesuai dan tidak akan merugikan operasi penambangan.
Bersama dengan perencana tambang merancang jalan masuk angkutan dan resikonya secara
ekonomis.
Memberi petunjuk pada teknik peledakan akhir dan peralatan yang sesuai.
Bersama dengan perencana tambang memilih staff untuk masalah geoteknik atau air bawah
tanah.
Rancangan dan biaya program pemantauan air bawah tanah.
Laporan yang jelas mengenai kelayakan pertambangan yang direncanakan.
Merancang dan memantau peralatan yang digunakan pada operasi.

4. Tahap Operasi

Menilai bagaimana kondisi geoteknik selama penyelidikan awal apakah sesuai perancangan
parameter kelayakan.
Menyusun dan melaksanakan secara terus menerus pengumpulan data sebagai bagian dari
geologi pertambangan dan geoteknik.
Rancangan dan melaksanakan rencana pada studi kelayakan seperti : Peledakan akhir dan
penggalian, penyangga lereng, mengubah geometri lereng, dan depressurisation lereng.
Melaksanakan pemantauan lereng.
Rancangan dan melaksanakan rencana hidrogeologi, memantau debit aliran air atau air bawah
tanah.
Terus menerus merubah perancangan lereng selama umur tambang seperti perubahan
kondisi geoteknis atau karena alasan ekonomi.

RANCANGAN LERENG TAMBANG


Pada prakteknya metoda perancangan berpatokan pada heuristic's atau rules of thumb (the
institution of engineers australia, 1990). Tapi pada geoteknik pertambangan yang didasarkan
geologi, konsep perancangan lereng tambang lebih relevan seperti heuristic's. Hal ini memberi
pandangan yang luas mengenai aktivitas alam. Heuristic's didefinisikan sebagai :
"Suatu metoda untuk memecahkan masalah yang sama sekali tidak tergantung pada algoritma,
tapi tergantung pada pertimbangan induktif dari pengalaman pada masalah yang sama
(macquarie dictionary)".

Algoritma adalah suatu prosedur untuk memecahkan masalah yang terbatas dan digunakan
untuk proses merancang, tetapi tidak pernah digunakan untuk merancang lereng tambang.
Definisi heuristic yang lainnya adalah pertimbangan induktif, yaitu :
"Proses penjelasan penemuan untuk suatu fakta yang khusus, dengan memperkirakan besarnya
fakta pengamatan dimana penjelasan ini meliputi seluruh fakta".

Hal ini tidak umum untuk suatu proses deduktif dimana kesimpulan didasarkan pada fakta yang
diketahui atau prinsip yang ada. Merancang lereng tambang didasarkan pada pengamatan
kuantitatif dari sebagian kecil conto tanah atau massa batuan. Oleh karena itu pertimbangan yang
penting adalah :
"hanya keahlian yang tepat mengelola suatu lingkungan heuristic (the institution of engineers
australia, 1990).

Pada tambang bawah tanah dengan batuan yang keras masalah teknik mekanika batuan adalah
pengontrolan bawah tanah (brady, 1986); pengontrolan atas deformasi dan displacement untuk
memastikan kestabilan secara keseluruhan, melindungi jalan masuk, memelihara kondisi kerja
yang aman dan cadangan bijih (brady & brown, 1985). Masalah teknik dalam merancang lereng
tambang terbuka adalah tidak dapat mengontrol bawah tanah dan dengan asumsi yang implisit
sehingga lereng dapat runtuh. Sasaran pokok dalam perancangan lereng tambang terbuka adalah
:
"tercapainya desain yang optimum adalah kompromi antara lereng yang ekonomis dan cukup
aman" (hoek and bray, 1973).

Anda mungkin juga menyukai