Anda di halaman 1dari 17

BAB I

PENDAHULUAN

A. Latar Belakang

Pendidikan memiliki peranan penting dalam pengembangan kemampuan


seseorang. Pendidikan merupakan salah satu sarana untuk mendapatkan
pengetahuan yang nantinya menjadi bekal dalam kehidupan ditengah masyarakat.
Pendidikan juga tidak bisa lepas dari ideologi yang berkembang di tengah
masyarakat. Ideologi ini turut mewarnai pendidikan sehingga pendidikan yang
dilakukan di tengah masyarakat memiliki karakteristik tertentu yang identik
dengan ideologi tertentu pula. Setidal-nya ada lima ideologi yang berkembang
dalam dunia pendidikan, yaitu liberalism, conservatism, utopianism, marxism dan
totalitarianism. Perbedaan dari kelima ideologi tersebut terkait dengan bagaimana
pandangan manusia terkait dengan apa yang dialaminya. Hal ini akan berdampak
pada metode dan cara pembelajaran yang diberikan oleh pendidikan dengan
ideologi tertentu.
Dalam menghadapi hal tersebut, pendidikan dituntut untuk
mempersiapkan generasi yang mampu berinteraksi dengan keadaaan yang terjadi
sekarang. Dengan adanya penjelasan seperti di atas, berikut kami paparkan
makalah tentang Konsep Dasar, Tujuan dan Landasan Pendidikan berdasarkan
Ideologi.

B. Topik bahasan

Dari uraian latar belakang di atas dapat dirumuskan beberapa masalah


antara lain:
1. Apakah pengertian ideologi pendidikan?
2. Bagaimana ideologi pendidikan yang berkaitan dengan liberalism,
conservatism, utopianism, marxism dan totalitarianism?

C. Tujuan
Berdasarkan rumusan masalah di atas maka tujuan dari penulisan makalah
ini adalah mendorong para mahasiswa agar mampu :
1. Mengetahui tentang ideologi pendidikan
2. Mengetahui ideologi pendidikan yang berkaitan dengan liberalism,
conservatism, utopianism, marxism dan totalitarianism.
BAB II

PEMBAHASAN

A. PENGERTIAN IDEOLOGI PENDIDIKAN

Menurut William O'neil, pakar pendidikan dari University of Southern


California dalam ideologi Pendidikan (2001:99) bahwa pendidikan kalau boleh
diibaratkan seperti seorang musafir yang sedang berada pada persimpangan jalan.
Jalan mana yang akan ditempuh untuk mencapai tujuan adalah pilihan. Begitu
juga dengan pendidikan, memilih jalan itu merupakan hal yang amat penting dan
menentukan keberhasilan.
Ideologi khususnya kelompok dominan atau ideologi resmi memiliki
dampak langsung terhadap pendidikan terutama pada sekolah sebagai berikut
(Gutek, 1988:106) :

a. Bekerja untuk membentuk kebijakan pendidikan, harapan, hasil dan tujuan

b. Melalui lingkungan sekolah atau lingkungan, ia menyampaikan dan


memperkuat sikap dan nilai

c. Ini menekankan keterampilan dan pengetahuan yang dipilih dan disetujui


melalui kurikulum yang merupakan program formal dan eksplisit dari sekolah
tersebut

B. IDEOLOGI PENDIDIKAN LIBERALISME


1. Konsep Dasar Ideologi Liberalisme
Liberasionalisme adalah sebuah sudut pandang yang menganggap bahwa
kita musti segera melakukan perombakan berlingkup besar terhadap tatanan
politik yang ada sekarang, sebagai cara untuk memajukan kebebasan kebebasan
individu dan mempromosikan perwujudan potensi potensi diri semaksimal
mungkin, Tokoh pendiri Liberalisme yaitu John Locke pada tahun (1632-
1704).Liberasionalisme pendidikan mencakup sebuah spektrum pandangan yang
luas, yang merentang dan liberasionalisme pembaharuan yang relatif bersifat
konservatif (ONeill, 2001 :107).

Pada bagian ini kita akan mengkaji bagaimana konsep ideologis


liberaslisme mempengaruhi dan membentuk pendidikan, diantaranya :
a. Pendidikan Populer

Pendidikan populer merupakan konsekuensi penting dari institusi republik.


Itu adalah sarana jaminan sosial terhadap bahaya yang pernah ada sehingga
institusi republik yang representatif dapat ditumbangkan oleh para massa yang
tidak bertanggung jawab. Selain argumen yang dikutip oleh kaum liberal tentang
hubungan pendidikan universal dengan pemerintah, kepentingan bisnis melihat
pendidikan terorganisir menjadi sarana untuk melatih generasi masa depan.

b. Kebijakan Sistem Pendidikan Liberalisme

Sistem ideologi liberalisme terutama yang mirip dengan negara kesatuan,


pengembangan kebijakan dan implementasinya seringkali lamban dan tidak
merata. Hal ini terutama berlaku jika kita mempertimbangkan dua aspek
liberalisme yaitu
1) Pemberian perintah kekuasaan tersebut harus disebarluaskan melalui sistem
pemeriksaan dan penyeimbangan.
2) Kebutuhan untuk memelihara pokok penting atau arti dari keseimbangan
walaupun pendidikan adalah tanggung jawab negara secara konstitusional,
pembuatan kebijakan pendidikan juga dilakukan oleh pemerintah federal dan
komisi pendidikan lokal. Khususnya, sejarah tradisi Amerika mendukung
kebijakan sekolah yang dikendalikan secara lokal. Sehingga proses
pembuatan kebijakan pendidikan menjadi lambat dan tidak merata serta
ketergantungan kepada variasi dari otoritas pembuat kebijakan difusi
kekuasaan ini melindungi sekolah dari kebijakan ynag diberlakukan secara
monolitik.

c. Kebebasan akademik sebagai komponen metodologis


Kebebasan akademik sebagai kebebasan menemukan dan memiliki
jangkauan penerapan pendidikan. Ini berarti siswa dapat menyelidiki atau mencari
tahu tentang isu kontroversi. Investigasi semacam itu dianggap sebagai syarat
yang diperlukan dalam pemecahan masalah dan penerapan dari metode
menemukan untuk instruksi. Kebebasan tersebut untuk melakukan penelitian dan
menggunakan hasil penelitian dalam pengajaran.

2. Liberalisme dan Pendidikan


Berikut landasan pendidikan ideology liberalism (ONeill, 2001:352) :
a. Seluruh kegiatan belajar bersifat relatife terhadap sifat sifat dan isi
pengalaman personal. Pengalaman personal melahirkan pengetahuan personal
dan seluruh pengetahuan personal. Dengan demikian merupakan keluaran
dari pengalaman / perilaku personal sehubungan dengan sejumlah kondisi
objektif tertentu.
b. Begitu subjektifitas (yakni sebuah rasa kesadaran personal yang diniatkan
semakin berkembang ke arah sebuah sistem diri yang mekar secara penuh
atau disebut juga kepribadian muncuk dari proses-proses perkembangan
personal. Seluruh tindakan belajar yang punya arti penting cenderung untuk
bersifat subjektif dalam arti bahwa ia sebagaian besar diatur oleh volisional
dan karenanya merupakan perhatian yang bersifat pilih pilih atau selektif.
c. Seluruh kegiatan belajar pada puncaknya mengakar pada keterlibatan dalam
pengertian inderawi.
d. Seluruh kegiatan belajar pada dasarnya merupakan proses pengujian gagasan
gagasan dalam situasi pemecahan masalah yang praktis.
e. Cara terbaik untuk mempelajari sesuatu dan sebagai implikasinya, karena
belajar secara efektif adalah kunci ke kehidupan yang efektif.
f. Pengalaman kejiwaan yang paling dini yaitu pengalaman yang dialami oleh
orang yang belajar pada waktu ia masih kanak kanak termasuk latihan
emosional dan kognitif.
g. Tindakan belajar dikendalikan oleh konsekuensi konsekuensi emosional
dari perilaku personal yakni prinsip penguatan. Dapat diterapkan dalam
pembelajaran melalui penyelidikan eksperimental menjadi cara belajar yang
efektif.
h. Manusia adalah makhluk sosial yang bersandar pada orang orang lain untuk
bertahan hidup selama masa bayi dan kanak kanak dan bergantung kepada
kondisi kondisi budaya yang menjamin perilaku berhasil baik dalam
persaingan antar masyarakat.
i. Penyelidikan eksperimental, seperti juga jenis persekolahan yang tersimpul di
dalam orientasi nilai semacam itu, hanya bisa ada di bawah kondisi kondisi
sosial yang memungkinkan dilakukannya penyelidikan eksperimental sejati,
khususnya penerapan metode penelitian ilmiah kepada berbagai persoalan
personal.
j. Berdasarkan kondisi kondisi yang dipaparkan di atas, seorang anak dengan
potensi rata rata dapat menjadi efektif secara personal sekaligus betanggung
jawab secara sosial. Kecerdasan praktis terlatih yang dipandang sebagai
tujuan sosial dapat menjadi dasar bagi lingkaran sinergisme positif
sebagaimana telah dipaparkan sebelumnya dan karena itu kecerdasan praktis
yang terlatih mengabsahkan adanya sikap optimis sehubungan dengan
kemampuan manusia untuk mengatur dirinya sendiri secara cerdas.
Dalam pembelajaran sekolah memiliki fungsi ideologis, ia ada bukan
hanya untuk mengajarkan pada siswa bagaimanakah cara berpikir yang efektif
(secara rasional dan ilmiah), melainkan juga untuk membantu siswa mengenai
kebijaksanaan tertinggi yang ada di dalam pemecahan pemecahan masalah
secara intelek yang paling meyakinkan serta tersedia sehubungan dengan berbagai
problema manusia terpenting.

3. Tujuan Pendidikan dalam Ideologi Liberalis


Dalam idiologi liberalis, pendidikan memiliki tujuan untuk
mempromosikan perilaku personal yang efektif. Hal ini didasarkan pada
pemikiran yang menganggap bahwa pendidikan sebagai perkembangan dari
keefektifan personal. Pendidikan yang menganut idiologi liberalis
menitikberatkan pada kemampuan setiap individu untuk menyelesaikan
persoalan-persoalan yang dihadapinya secara efektif.
C. IDEOLOGI PENDIDIKAN KONSERVATIF
1. Konsep Dasar Konservatif
Menurut Oneil (2001), konservatif adalah sikap hendak mempertahankan
keadaaan dan tradisi lama. Sedangkan paradigma pendidikan konservatif ini
bermula dari suatu konstruksi filosofis yang lebih banyak berkiblat pada aliran
filsafat pendidikan Perenialisme dan Esensialisme. Tokoh pendiri konservatif
yaitu Edmund Burke. Dikatakan bahwa pendidikan konservatif itu bermuara pada
aliran perenialisme karena aliran ini memahami orientasi akhir dari pendidikan itu
adalah pengakuan terhadap nilai-nilai transendental. Sedangkan menurut aliran
esensialisme yaitu meyakini nilai-nilai kemanusiaan yang paling fundamental,
yakni dimensi moralitas yang bersumber dari ajaran agama. Dari pemaparan di
atas, maka dapat disimpulkan bahwa ideologi pendidikan konservatif itu adalah
rangkaian konsep pendidikan dari sudut filosofi tertentu yang kemudian menjadi
model pendidikan tertentu dengan sikap hendak mempertahankan keadaaan dan
tradisi lama. Selanjutnya, ideologi-ideologi pendidikan konservatif ini terdiri dari
tiga tradisi pokok yaitu fundamentalisme pendidikan, intelektualisme pendidikan,
dan konservatisme pendidikan, diantaranya :
a. Fundamentalisme Pendidikan
Fundamentalisme meliputi semua corak Konservatisme politik yang pada
dasarnya anti-intelektual. Dengan artian bahawa mereka ingin meminimalkan
pertimbangan-pertimbangan filosofis dan atau intelektual, serta cenderung untuk
mendasarkan diri mereka pada penerimaan yang relatif kritik terhadap kebenaran
yang diwahyukan atau konsensus sosial yang sudah mapan. Dari sisi politik,
konservatisme reaksioner merupakan gagasan untuk kembali kepada
kebijaksanaan-kebijaksanaan masa silam, baik yang pernah ada ataupun sekadar
khayalan. Terdapat dua variasi jika hal tersebut diterapkan dalam pendidikan.
Variasi pertama, fundamentalisme pendidikan religius seperti yang tampak dalam
gereja-gereja Kristen tertentu yang lebih bersifat fundamentalis dan memiliki
komitmen yang sangat kuat terhadap pandangan atas kenyataan yang cukup kaku
serta harfiah sebagaimana yang telah diungkap oleh otoritas Alkitab. Variasi
kedua, fundamentalisme pendidikan sekular yang memiliki cirri mengembangkan
komitmen yang sama tidak luwesnya disbanding yang religius terhadap cara
pandang dunia melalui akal sehat yang disepakati dan pada umumnya menjadi
pandangan dunia orang biasa.
b. Intelektualisme pendidikan
Intelektualisme ini lahir dari ungkapan-ungkapan Konservatisme politik
yang didasarkan pada sistem-sistem pemikiran filosofis atau religius yang pada
dasarnya otoritarian. Secara umum, Konservatisme filosofis ini ingin mengubah
praktik-praktik politik yang ada (termasuk praktik-praktik pendidikan), demi
menyesuaikannya secara lebih sempurna dengan cita-cita intelektual atau rohaniah
yang sudah mapan dan tidak bervariasi.
Dalam pendidikan kontemporer, Konservatisme filosofis mengungkapkan
diri terutama sebagai intelektualisme pendidikan bahwasanya terdapat dua variasi
mendasar yaitu intelektualisme pendidikan yang pada intinya bersifat sekular, dan
intelektualisme teologis yang memiliki orientasi sebagaimana terpantul dalam
tulisan-tulisan para filosof pendidikan Katolik Roma kontemporer seperti William
McGucken dan John Donahue.
c. Konservatisme Pendidikan
Konservatisme pada dasarnya adalah posisi yang mendukung ketaatan
terhadap lembaga-lembaga dan proses-proses budaya yang sudah teruji oleh
waktu. Dalam dunia pendidikan, seorang Konservatif beranggapan bahwa sasaran
utama sekolah adalah pelestarian dan penerusan pola-pola sosial serta tradisi-
tradisi yang sudah mapan.
Ada dua ungkapan dasar Konservatif dalam pendidikan: pertama,
konservatisme pendidikan religius, yang menekankan peran sentral pelatihan
ruhaniah sebagai landasan pembangunan karakter moral yang tepat. Kedua,
konservatisme pendidikan secular, yang memusatkan perhatian pada perlunya
melestarikan dan meneruskan keyakinan-keyakinan dan praktik yang sudah ada.

2. Konservatif dan Pendidikan

Menurut Gutek (1988 : 198), dibagi menjadi 3 peran sekolah yaitu :

a. Dari Segi Sekolah


Sekolah dalam ideologi konservatif merupakan gudang nilai-nilai warisan
budaya. Ini adalah agen untuk mentransmisikan warisan budaya dan nilai dari
yang matang ke budaya yang belum menghasilkan dan dengan demikian
melestarikannya untuk generasi masa depan.
b. Dari Segi Kurikulum
Bagi konservatif, kurikulum mentransmisikan budaya umum ke semua dan
juga menyediakan pendidikan yang sesuai untuk berbagai lapisan masyarakat. Ini
termasuk keterampilan dasar yang umum diterima yang ditemukan di sebagian
besar program sekolah membaca, menulis dan aritmatika.
Pendidikan menengah dan tinggi terus menumbuhkan disiplin intelektual
melalui studi mata pelajaran seperti bahasa ibu, bahasa klasik dan asing, sejarah,
sastra dan sains.
c. Dari Segi Guru
Guru dalam setting pendidikan konservatif adalah agen untuk
mentransmisikan warisan budaya kepada anak-anak dan remaja sehingga mereka
dapat menggabungkannya ke dalam pandangan dan karakter intelektual mereka.
Guru semacam itu, mereka sendiri, seharusnya adalah orang-orang yang
menghargai warisan budaya yang mengetahuinya dengan baik dan mencerminkan
kepribadian dan perilaku mereka nilai-nilai tradisional budaya.
Konservatisme timbul sebagai reaksi terhadap perubahan sosial
revolusioner dan beralih dari sikap atau pandangan ke ideologi yang sepenuhnya
diartikulasikan. menekankan kontinuitas daripada mengubahnya menekankan
kekuatan tradisi budaya pada bentuk pengetahuan, karakter dan nilai. Pendidikan
berbasis pada ideologi konservatisme terutama merupakan proses transmisi
budaya dan pelestarian. Memang itu adalah bagian dari rangkaian budaya yang
ada antar generasi.

3. Tujuan Pendidikan dalam Ideologi Konservatif


Orang yang menganut ideologi konservatif menganggap bahwa
pendidikan dilakukan bertujuan untuk melestarikan nilai-nilai budaya yang sudah
ada. Proses pembelajaran pada umumnya menekankan untuk memperkuat tatanan
budaya yang berlaku di masyarakat. Perubahan yang dapat diterima hanya sebatas
perubahan yang dirasa sesuai/cocok dengan tatanan yang sudah mapan.

D. IDEOLOGI PENDIDIKAN UTOPIANISM


1. Konsep Dasar Utopianism
Utopia dapat diartikan sebagai suatu ide mengenai masyarakat idaman,
tentram dan damai. Utopia merupakan suatu bentuk pemahaman mengenai konsep
masyarakat / peradaban tanpa cela yaitu masyarakat yang demokratis. Utopia
memiliki 2 aliran yaitu utopia sosial dan utopia fisik. Utopia sosial adalah
pembentukan peradaban tanpa menyinggung masalah lingkungan fisik manusia,
sedangkan utopia fisik lebih kepada pengelolaan kehidupan fisik manusia tanpa
menyinggung konteks kehidupan sosialnya.
Robert Owen merupakan tokoh pendiri teori Utopianism. Pada teori
tersebut dikemukakan bahwa dalam banyak budaya, masyarakat, dan agama, ada
beberapa mitos atau kenangan akan masa lalu yang jauh ketika manusia hidup
dalam keadaan primitif dan sederhana, namun pada saat bersamaan merupakan
salah satu kebahagiaan dan pemenuhan sempurna. Pada masa itu, berbagai mitos
memberi tahu kita, ada keharmonisan naluri antara manusia dan alam. Kebutuhan
masyarakat sedikit dan keinginan mereka terbatas. Keduanya mudah puas dengan
kelimpahan yang diberikan oleh alam. Dengan demikian, tidak ada motif apapun
untuk perang atau penindasan. Juga tidak ada kebutuhan untuk kerja keras dan
menyakitkan. Manusia itu sederhana dan saleh, dan merasa dekat dengan Tuhan
atau tuhan mereka. Menurut satu teori antropologi, pemburu-pengumpul adalah
masyarakat makmur asli.
Mitos atau religius ini ditulis dalam banyak budaya, dan muncul kembali
dengan vitalitas khusus saat orang berada dalam masa sulit dan kritis. Namun, di
utopia, proyeksi mitos tidak terjadi pada masa lalu yang jauh, tapi entah ke masa
depan atau ke tempat yang jauh dan fiktif, membayangkan bahwa pada suatu
waktu di masa depan, di beberapa titik di luar angkasa, atau di luar kematian,
Harus ada kemungkinan hidup bahagia. Mitos-mitos tahap awal umat manusia ini
telah dirujuk oleh berbagai budaya, masyarakat, dan agama (Gutek, 1988).
2. Utopianism dan Pendidikan
Utopianism mengandalkan pendidikan dari pada organisasi politik atau
kegiatan revolusioner untuk mewujudkan masyarakat ideal. Pendidikan
menganalisa menjadi 3 dimensi :
a. Pendidikan sebagai persuasi
Pendidikan persuasi dirancang untuk menciptakan gerakan populer karena
bergabung dengan Utopian. Dalam tahap ini, pendidikan utopis terdiri dari dua
unsur:
Pertama, memberikan kritik terhadap penyakit masyarakat dan bagaimana hal itu
dapat diatasi.
Kedua, menyajikan gambaran kehidupan merupakan hal pada masyarakat baru.

b. Pendidikan sebagai komunikasi

Sebagai sarana komunisasi, pendidikan ditafsirkan secara luas. ada banyak


kesempatan untuk pendidikan orang dewasa dan berkelanjutan yang akan
mempersiapkan komunitarian sebagai produsen dan konsumen untuk kebaikan
dan layanan masyarakat. Pendidikan adalah bentuk enkulturasi dimana seseorang
menjadi sosialis utopis atau komunitarian dengan tinggal di masyarakat

c. Pendidikan sebagai sekolah

Owen pakar teori Utopian, menekankan pendidikan di kalangan anak


muda atau anak pada usia dini. Pendidikan tersebut mengajarkan agar anak bisa
menjadi komunitas yang baik dan jauh dari kejahatan yang sebelumnya dilakukan
oleh manusia terdahulu.

3. Tujuan Pendidikan dalam Ideologi Utopianism


Kaum utopianism merupakan orang orang yang memimpikan sebuah
kehidupan yang teratur tanpa adanya konflik. Tujuan pendidikan menurut orang
yg menganut ideologi ini adalah untuk menciptakan tatanan masyarakat yang
sempurna, teratur dan tanpa adanya konflik. Jalannya pendidikan menitik beratkan
pada tercapainya perubahan sosial yang damai.
E. IDEOLOGI PENDIDIKAN MARXISM
1. Konsep Dasar Marxism
Karl Marx menjelaskan bahwa "hidup tidak ditentukan oleh kesadaran,
tapi kesadaran hidup" dan apa yang dimaksud dengan kehidupan adalah aktivitas
materi sehari-hari yang sebenarnya. Pikiran atau kesadaran manusia berakar pada
aktivitas manusia, bukan sebaliknya seperti yang dirasakan para filsuf pada saat
itu. Apa artinya ini adalah cara kita menjalankan bisnis kita, cara kita diatur dalam
kehidupan kita sehari-hari tercermin dalam cara kita memikirkan hal-hal dan
dunia yang kita ciptakan. Lembaga-lembaga yang kita bangun, filosofi yang kita
ikuti, gagasan yang berlaku saat ini, budaya masyarakat, semuanya ditentukan
sampai batas tertentu atau oleh struktur ekonomi masyarakat. Ini tidak berarti
bahwa mereka benar-benar ditentukan tapi cukup jelas merupakan spin-off dari
basis ekonomi masyarakat. Sistem politik, sistem hukum, keluarga, pers, sistem
pendidikan berakar, dalam analisis akhir, terhadap sifat kelas masyarakat, yang
pada gilirannya merupakan cerminan basis ekonomi.
Marx berpendapat bahwa basis ekonomi atau infrastruktur yang dihasilkan
atau dibangun di atasnya merupakan suprastruktur yang membuatnya berfungsi.
Sistem pendidikan, sebagai bagian dari suprastruktur, oleh karena itu, merupakan
cerminan basis ekonomi dan berfungsi untuk mereproduksinya. Ini tidak berarti
bahwa pendidikan dan pengajaran merupakan rencana jahat oleh kelas penguasa
untuk memastikan bahwa hal itu mempertahankan keistimewaan dan dominasinya
atas populasi lainnya. Tidak ada konspirator yang menetas skema licik. Ini hanya
berarti bahwa institusi masyarakat, seperti pendidikan, adalah refleksi dari dunia
yang diciptakan oleh aktivitas manusia dan bahwa gagasan muncul dan
mencerminkan kondisi material dan keadaan di mana mereka dihasilkan (Gutek,
1988).

2. Marxism dan Pendidikan


Marxis membahas tentang pendidikan, psikologi kognitif dan
perkembangan anak. Kaum Marxis cenderung mendekati keseluruhan masalah
psikologis - perkembangan, perasaan, neurosis, patologi, kepribadian dan karakter
- dari sudut pandang perkembangan kognitif dan linguistik, sebagian besar materi
dalam arsip subjek ini juga ditemukan dalam Arsip Perihal Psikologi yang
komprehensif. Demikian juga, bagi kaum Marxis, tidak pernah ada garis tajam
antara perkembangan sosial dan individu (Gutek, 1988).
Jadi teori sosial menembus secara mendalam ke dalam teori psikologi dan
pendidikan. Pendekatan Marxis terhadap pendidikan secara umum bersifat
konstruktivis, dan menekankan aktivitas, kolaborasi dan kritik, dari pada
penyerapan pengetahuan pasif, persaingan antara orang tua dan konformisme. Ini
berpusat pada siswa dari pada berpusat pada guru, namun menyadari bahwa
pendidikan tidak dapat mengatasi masalah dan kemampuan masyarakat tempat ia
berada.
Dalam kurikulum formal dan instruksi program, sekolah mempersiapkan
masa depan. Hal tersebut dilakukan oleh masyarakat yang memiliki kekuatan
ekonomi. Fungsi ekonomi sekolah untuk mengidentifikasi dan memilih mereka
yang akan menempati berbagai anak tangga di tangga perusahaan masyarakat
kapitalis

3. Tujuan pendidikan dalam ideologi marxism


Tujuan pendidikan dalam ideologi marxism adalah untuk membentuk
manusia yang memiliki keterampilan guna mengentaskan seseorang dari
keterbelakangan ekonomi dan pengetahuan. Tujuan pendidikkan pada ideologi ini
banyak di pengaruhi oleh faktor ekonomi dan kelas sosial. Penganut ideologi ini
ingin menciptakan kesetaraan dan menentang adanya diskriminasi kelas sosial.

F. IDEOLOGI PENDIDIKAN TOTALITARIANISM


1. Konsep Dasar Totalitarianism
Totalitarian adalah bentuk pemerintahan dari suatu negara yang bukan
hanya selalu berusaha menguasai segala aspek ekonomi dan politik masyarakat,
tetapi juga selalu berusaha menentukan nilai-nilai baik dan buruk dari perilaku,
kepercayaan dan paham dari masyarakat. Sebagai akibatnya, tak ada lagi batas
pemisah antara hak dan kewajiban oleh negara dan oleh masyarakat. Tokoh
pendiri yaitu Adolf Hitler.
Totalitarianisme paling baik dipahami sebagai sistem gagasan politik yang
sepenuhnya bersifat diktator dan utopis. Ini adalah tipe ideal dari gagasan
pemerintahan, dan karena itu, tidak dapat disadari dengan sempurna. Dihadapkan
dengan kenyataan brutal kasus paradigmatik seperti Uni Soviet dan Nazi Jerman
Stalin, filsuf, teoretikus politik dan ilmuwan sosial merasa tidak hanya didorong
secara intelektual namun secara moral terpaksa menjelaskan penyebab dan
implikasi totalitarianisme. Ini sebagian merupakan usaha untuk menjelaskan
fenomena sosio-politik itu sendiri, sekaligus mengembangkan alat intelektual di
gudang demokrasi.
Berbagai perspektif filosofis telah dipekerjakan. Mereka berbagi common
common denominator banding terhadap nilai kehidupan manusia, pemikiran
kritis, dan masyarakat majemuk. Banyak tokoh kunci di antara pemikir anti-
totaliter yang dibahas di sini adalah pengungsi Yahudi Eropa yang lolos dari
sistem totaliter. Banyak yang mengerjakan pertanyaan ini dimotivasi oleh
keinginan untuk memahami, secara filosofis, dengan apa yang tidak diragukan
lagi merupakan pembenaran intelektual terbesar untuk pembunuhan massal dalam
sejarah negara totaliter abad kedua puluh (Gutek, 1988).

2. Totalitarianism dan Pendidikan


Konsep pendidikan yang dikemukakan oleh Nazi yaitu ideologi yang
berasal dari Hitler dan mereka berada di Partai Sosialis Nasional. Itu merupakan
teori politik dan praktek yang mentransfer sekolah, dimana hal tersebut bukan
sistem pendidikan yang berasal dari pemikiran pedagogic dan praktik. Hitler
percaya bahwa pendidikan Sosial National harus objektif serta dapat menciptakan
komunitas yang homogen baik dari segi fisik maupun dari segi mental. Melalui
pendidikan secara total dimana tidak divergen dalam sikap atau alternatife gaya
hidup.
Pendidikan yang dikemukakan oleh Hitler yaitu pendidikan yang ada
dalam pikiran anak anak dan pemuda bahwa di Jerman pelatihan untuk
mematuhi perintah tanpa pertanyaan (Gutek, 1988).
3. Tujuan pendidikan dalam idiologi totalitarianism
Pendidikan dilaksanakan bertujuan guna mendukung keinginan dari
penguasa. Pendidikan dijadikan sebagi alat doktrin oleh penguasa untuk para
pemuda sehingga mematuhi semua kehendak pemimpinnya. Pemahaman rasisme
sangat kental dalam sitem idiologi ini sehingga hasil dari proses pendidikan akan
menjadikan manusia tersebut merasa dirinya lebih unggul dibanding dengan
manusia lain.
BAB III
PENUTUP

A. KESIMPULAN
Ideologi merupakan kepercayaan sebagai sistem kelompok, yang
memberikan kekuatan dalam membentuk kesadaran, sikap dan nilai. Berhubungan
langsung dengan masyarakat sosial serta berpartisipasi secara maksimal di dalam
pendidikan dan sekolah. Ideologi tersebut membangun hubungan antara
Liberalisme, Konservatisme, Utopianisme, Marxism, Totalitarianism.
Ideologi yang memiliki dampak nyata terhadap pemikiran dan institusi
barat serta telah memasuki era modern dengan penekanan pada rasionalitas,
kemajuan dan sains manusia. Timbul sebagai reaksi terhadap perubahan sosial
revolusioner dan beralih dari sikap atau pandangan ke ideologi yang sepenuhnya
diartikulasikan serta menekankan kontinuitas dari pada mengubahnya
menekankan kekuatan tradisi budaya pada bentuk pengetahuan, karakter dan nilai.
Pendidikan berbasis pada ideologi konservatisme terutama merupakan proses
transmisi budaya dan pelestarian. Memang itu adalah bagian dari rangkaian
budaya yang ada antar generasi dan selalu berusaha menguasai segala aspek
ekonomi dan politik masyarakat, tetapi juga selalu berusaha menentukan nilai-
nilai baik dan buruk dari perilaku, kepercayaan dan paham dari masyarakat.
DAFTAR RUJUKAN

Gutek, Gerald Lee. 1988. Philosophical and Ideological Perspective on


Education.
New Jersey : Prentice-Hall,Inc.

Oneill, William F. 2001. Ideologi-Ideologi Pendidikan. Yogyakarta : Pustaka


Pelajar

Anda mungkin juga menyukai