com
Baru saja dioptimalkanLihat yang asli
kuliah
berbagi ilmu dan dan pendapat mengenai materi materi yang dipelajari
PRAKTIKUM II
ALKOHOL DAN FENOL : SIFAT FISIK DAN REAKSI KIMIA
I.Tujuan
II.Prinsip
1.Uji Lucas
Berdasaekan pembentukan alkil klorida yang tidak larut dalam larutan berair. Dimana dibentuk
dari reaksi alkohol tersier dan fenol dengan preaksi lucas dan dari reaksi alkohol dengan preaksi
lucas dengan pemanasan alkohol primer dan metanol tidak bereaksi.
Berdasarkan alkohol primer dengan asam kromat membentuk senyawa kerboksilat dalam reaksi
alkohol skunder dengan asam kromat membentuk senyawa keton, senyawa karboksilat ditandai
dengan warna hijau, sedangkan senyawa keton ditandai dengan warna orange, alkohol tersier
tidak akan bereaksi dengan asam kromat.
3.Uji FeCl3
Berdasarkan reaksi gugus aromatik dengan FeCl3 membentuk larutan berwarna hitam.
4.Uji keasaman
Berdasarkan pH yang dilihat dari skala pH dengan senyawa fenol lebih asam dari alkohol.
III.Reaksi
1.Uji Lucas
IV.Teori
Gugus fungsi adalah suatu atom atau kumpulan atom yang terikat bersama dengan suatu cara
tertentu sebagai bagian dari suatu molekul, dan kemudian mempengaruhi sifat fisik dan kimia
molekul secara keseluruhan.
Alkohol dan Fenol yang disebut sebagai alkohol aromatik mempunyai rumus struktur R-OH.
Dimana pada alkohol (alkohol alifatik) R adalah gugus alkil. Sedangkan perbedaan nya dengan fenol
adalah gugus R nya adalah gugus aril. Alkohol merupakan suatu senyawa organik yang tersusun
dari unsur-unsur karbon, hidrogen, dan oksigen. Sifat lain dari alkohol dapat ditentukan dari letak
gugus hidroksil pada atom C yang dikenal sebagai; alkohol primer dimana gugus hidroksida terikat
oleh atom karbon primer; alkohol sekunder dimana gugus hidroksida terikat oleh atom sekunder;
alkohol tersier dimana gugus hidroksida terikat oleh atom karbon tersier.
Sedangkan fenol mempunyai rumus struktur yang serupa dengan alkohol tetapi gugus fungsinya
melekat langsung pada cincin aromatik, dan dengan Ar-(sebagai aril) maka rumus umum fenol
dituliskan sebagai Ar-OH. Fenol lebih asam dari alkohol karena anion yang dihasilkan dan
distabilkan oleh resonansi, dengan muatan negatifnya disebar (delokalissai) oleh cincin aromatik.
Istilah alkohol dalam kehidupan sehari-hari sering dikaitkan dengan minuman keras. Bahan aktif
dalam minuman keras atau minuman beralkohol adalah etanol atau etil alkohol. Berbeda dengan
alkohol adalah etanol atau etil alkohol. Berbeda dengan alkohol yang sudah tidak asing lagi bagi
orang awam, fenol justru sangat jarang disebut di kalangan masyarakat. Padahal, fenol juga
termasuk golongan alkohol dan biasa disebut alkohol aromatic. Sedangkan, alkohol yang dimaksud
oleh kebanyakan orang merupakan alkohol alifatik.
Pada alkohol juga ada yang bersifat optis aktif yaitu dapat memutar atom atom karbon asimetris
(C kiral) yaitu keempat gugus yang terikat berbeda satu sama lain. Hal ini akan menyebabkan
adanya isomer optic dengan jumlah isomer adalah 2n2 dengan n adalah jumlah atom yang
asimetris (C*). Contoh alkohol yang bersifat optis aktif adalah 2-butanol yang mempunyai 2 isomer
optic yang satu sama lain adalah bayangan cermin. Pembuatan alkohol secara alami yangumum
adalah pembuatan methanol yang dapat disuling dari kayu dan etanol dari hasil fermentasi dari
disakarida (gula tebu) dengan ragi.
Fenol (fenil alkohol) mempunyai substituen pada kedudukan orto, meta atau para. Fenol berguna
dalam sintesis senyawa aromatis yang terdapat dalam batu bara. Turunan senyawa fenol (fenolat)
banyak terjadi secara alami sebagai flavonoid alkaloid dan senyawa fenolat yang lain. Contoh dari
senyawa fenol adalah eugenol yang merupakan minyak pada cengkeh.
Semakin besar struktur suatu alkohol atau fenol, maka biasanya titik didih semakin tinggi. Ketika
ukuran suatu alkohol bertanbah besar, maka probabilitas alkohol menjadi berwujud padat semakin
besar. Sebagian besar senyawa fenol berwujud padat. Sebagian kecil alkohol larut dalam air karena
gugus hidroksi pada alkohol dapat membentuk ikatan hydrogen dengan molekul air. Namun ketika
ukuran gugus alkil pada alkohol bertambah besar, kelarutannya dalam air akan berkurang. Hal ini
disebabkan oleh kemampuan gugus alkil yang dapat mengganggu pembentukan ikatan hydrogen
antara gugus hidroksi dengan air. Jika gangguan ini menjadi cukup besar, akibatnya molekul
molekul air akan menolak molekul molekul alkohol untuk menstabilkan kembali ikatan hydrogen
antar molekul air. Jika gugus non polar (seperti gugus alkil) terikat pada cincin aromatic, maka
kelarutan fenol dalam air akan berkurang. Hal ini yang menjadi alas an mengapa gugus non polar
sering disebut gugus hidrofob.
Alkohol dan fenol merupakan dua senyawa organik yang mempunyai struktur yang serupa, tetapi
gugus fungsi pada fenol melekat langsung pada cincin aromatik.Hidrokarbon berlaku sebagai dasar
pengelompokan senyawa organik. Suatu senyawa non hidrokarbon yang mana mengandung rantai
karbon atau cincin atom-atom karbon yang sama.Yang akan dibahas terbatas pada derivate
sederhana yang diperoleh dari menggantikan satu, dua, atau tiga atom hydrogen dalam molekul
hidrokarbon, dengan atom oksigen atau gugus hidroksil. Adanya atom-atom atau gugus-gugus
atom menentukan sebagian besar sifat fisika dan kimia molekul itu. Atom ataupun gugus atom
yang paling menentukan sifat suatu zat dirujuk sebagai gugus fungsional.
Alkohol dan fenol adalah senyawa yang sama-sama mengandung gugus OH.Walaupun sama-sama
memiliki gugus -OH, akan tetapi sifat kedanya tidaklah sama.
Salah satu perbedaan utama adalah fenol bersifat jutaan kali lebih asam daripada alkohol.
Penambahan sejumlah larutan natrium hidroksida ke dalam fenol akan menyebabkan gugs OH
dalam molekul terdeprotonasi, hal ini tidak akan terjadi pada alkohol.
Perbedaannya:
1.Alkohol memiliki rantai karbon terbuka, fenol memiliki rantai karbon tertutup/melingkar.
2.Alkohol dan fenol bersifat asam lemah. Namun, sifat asam pada fenol lebih kuat dari pada alkohol
karena fenol memiliki anion dengan muatan negatif yang disebar oleh cincin karbon melingkar.
Alkohol adalah asam yang sangat sangat sangat lemah, hampir netral.
3.Alkohol tidak bereaksi dengan basa (karena sifatnya yang sangat lemah), sedangkan feno
bereaksi dengan basa.
4.Alkohol bereaksi dengan Na atau PX3, sedangkan fenol tidak bereaksi. (X adalah halogen)
Sifat-Sifat Alkohol
A.Sifat Fisik
1.Tiga suku pertama alkohol (metanol, etanol, dan propanol) mudah larut dalam air denga semua
perbandingan.
3.Titik cair dan titik didihnya meningkat sesuai dengan bertambahnya Mr alkanol.
B.Sifat Kimia
2.Kepolaran, Alkohol bersifat polar karena memiliki gugus OH. Kepolaran alkohol akan makin kecil
jika suhunya makin tinggi.
3.Reaksi Dengan Logam, Alkohol kering dapat bereaksi dengan logam K dan Na.
4.Oksidasi, Alkohol primer dan sekunder dapat dioksidasi dengan menggunakan oksidator, tetapi
alkohol tersier tidak.
1.Mempunyai sifat asam.Atom H dapat diganti tak hanya dengan logam (seperti alkohol)tetapi juga
dengan basa,terjadi fenolat.Sifat asam dari fenol-fenol lemah dan fenolat ini dapat diuraikan
dengan asam karbonat.
2.Mudah dioksidasi,juga oleh oksigen udara dan memberikan zat-zat warna ,mereduksi larutan
fehling dan Ag beramoniak.
Sifat Kimia
1.Uji Lucas
Uji Lucas dalam alkohol adalah tes untuk membedakan antara alkohol primer, sekunder dan tersier .
Hal ini didasarkan pada perbedaan reaktivitas dari tiga kelas alkohol dengan hidrogen halida . Alkohol
tersier bereaksi dengan reagen Lucas untuk menghasilkan kekeruhan walaupun tanpa pemanasan,
sementara alkohol sekunder melakukannya dengan pemanasan. Alkohol primer tidak bereaksi dengan
reagen Lucas. Reagen melarutkan alkohol, menghilangkan gugus OH, membentuk karbokation.
Kecepatan reaksi ini sebanding dengan energi yang dibutuhkan untuk membentuk karbokation,
sehingga tersier, benzilik, dan karbokation allylic bereaksi cepat, sementara yang lebih kecil, substitusi
kurang, alkohol bereaksi lebih lambat. Hal ini disebabkan oleh karbokation segera bereaksi dengan ion
klorida yang mudah larut dalam chloroalkane. Reagen Lucas merupakan campuran asam klorida pekat
dengan seng klorida.
Alkohol primer dapat teroksidasi menjadi asam karboksilat dengan adanya asam kromat. Bilangan
oksidasi Cr +6 pada asam kromat, yang berwarna merah kecoklatan, tereduksi menjadi Cr +3, yang
berwarna hijau. Alkohol sekunder teroksidasi menjadi keton oleh asam kromat. Alkohol tersier tidak
dapat teroksidasi oleh asam kromat. Oleh karena itu reaksi ini di satu sisi dapat membedakan alkohol
primer dan sekunder, dan di sisi lain membedakan alkohol primer dan sekunder dengan alkohol
tersier. Sedangkan fenol biasanya teroksidasi menjadi tar berwarna coklat oleh asam kromat.
3.Keasaman Fenol
Sebagian besar fenol bersifat asam yang lebih lemah daripada asam karboksilat dan asam yang lebih
kuat daripada alkohol. Ketika fenol bereaksi dengan suatu basa, fenol akan diubah menjadi anion
fenoksida, sehingga fenol akan terlarut dalam larutan basa (sebagai garam fenoksida). Larutan
natrium hidroksida dan natrium karbonat merupakan basa yang cukup kuat untuk dapat melarutkan
hampir ssemua fenol yang tak larut dalam air, tetapi larutan natriumbikarbonat tidak dapat. Tidak satu
pun basa basa tersebut yang cukup kuat untuk mengubah sejumlah alkohol tersebut menjadi ion
alkoksida (yang akan dapat melarutkan alkohol yang tak larut dalam air dalam bentuk anion alkoksida).
Urutan kebasaan dari basa basa yang terdapat dalam persamaan reaksi di atas, mulai dari yang
paling kuat ke yang kurang kuat : natrium hidroksida, NaOH > natrium karbonat > natrium bikarbonat.
Penambahan besi (III) klorida yang terlarut dalam kloroform (triklorometana) ke dalam suatu larutan
fenol dalam kloroform, menghasilkan suatu larutan berwarna ketika ditambahkan piridin.
Berdasarkan struktur fenol, warna produk yang dihasilkan dapat bervariasi mulai dari merah sampai
ungu. Adapun alkohol tidak menghasilkan warna apapun pada uji ini.
1.Tabung reaksi
2.Beker glass
3.Kaki tiga
4.Lampu spiritus
5.Kertas pH
6.Batang pengaduk
7.Pipet tetes
1.Reagen lukas
2.Aseton
3.Asam kromat
4.Kloroform
5.Lar. FeCl3
6.Piridin
7.Aquadest
VI.Prosedur
A.Uji Lucas
Disiapkan dan dibersihkan tabung reaksi, kemudian dimasukan aquadest kedalam tabung reaksi
dan ditambahkan alkohol, setelah itu dimasukan reagen lucas. Kemudian diperhatikan perubahan
yang terjadi. Alkohol skunder bereaksi lambat dan setelah sedikit pemanasan akan terbentuk fase
cair lapisan ke dua 10 menit. Alkohol primer tidak bereaksi pada kondisi ini.
Dimasukan 5 tetes sampel ke dalam tabung reaksi masing-masing, kemudian ditambahkan 10 tetes
aseton dan 2 tetes asam kromat. Ditutup tabung reaksi, kemudian diaduk. Dibuka tutup tabung
dan disimpan didalam penangas air bersuhu 60C selama 5 menit. Diamati perubahan warna yang
terjadi dan dicatat hasilnya.
Dimasukan 10 tetes tiap sampel kedalam tabung reaksi (diberi label) kemudian ditambahkan 10
tetes kloroform ke dalam tiap tabung. Ditambahkan 5 tetes larutan besi (III) klorida kedalam
tabung reaksi, kemudian ditambahkan 2 tetes piridin kedalam tiap tabung, diaduk, kemudian
diamatin dan dicatat hasilnya.
D.Keasaman
Dimasukan 5 tetes sampel kedalam tabung reaksi, kemudian ditambahkan masing-masing 5 tetes
aquadest. Digunakan batang pengaduk kaca untuk mengaduk sampel kemudian disentuhkan ujug
batang pengaduk pada kertas pH. Setelah 15 detik, dibandingkan warna kertas pH dengan skala
pH, kemudian dicatat pH tiap sampel.
VII.Data Pengamatan
VIII.Pembahasan
Pada praktikum kali ini dilakukan percobaan pada sifat fisika dan kimia dari alkohol dan fenol.
Percobaan dilakukan dengan menggunakan beberapa zat seperti etanol, metanol, butanol, iso amil
alkohol, amil alkohol, propilenglikol dan gliserin. Sedangkan uji yang dilakukan untuk mengetahui
perbedaan sifat sifat senyawa dari fenol dan alkohol yaitu uji lucas, uji FeCl3, dan uji keasaman.
Alkohol adalah satu senyawa yang memiliki rumus umum R OH dan dicirikan oleh hadirnya gugus
hidroksil OH. Dalam IUPAC, gugus hidroksil pada alkohol dinyatakan dengan akhiran ol. Fenol
merupakan senyawa yang memiliki gugus hidroksil melekat langsung ke cincin aromatik.
Fenol mempunyai rumus struktur yang serupa dengan alkohol tetapi gugus fungsinya melekat
langsung pada cincin aromatik, dan dengan Ar-(sebagai aril) maka rumus umum fenol dituliskan
sebagai Ar-OH. Fenol lebih asam dari alkohol karena anion yang dihasilkan dan distabilkan oleh
resonansi, dengan muatan negatifnya disebar (delokalissai) oleh cincin aromatik.
Pada pengujian pertama dilakukan uji lucas. Yang berdasarkan pembentukan alkil klorida yang
tidak larut dalam larutan berair. Dimana dibentuk dari reaksi alkohol tersier dan fenol dengan
preaksi lucas. Setelah pengujian didapat hasil bahwa semua sampel yang di ujikan mengalami
kekeruhan kecuali propilenglikol yang memiliki 3 fase dan larutan tidak berwarna (bening). Hal ini
didasarkan pada perbedaan reaktivitas dari tiga kelas alkohol dengan hidrogen halida . Alkohol
tersier bereaksi dengan reagen Lucas untuk menghasilkan kekeruhan walaupun tanpa pemanasan,
sementara alkohol sekunder melakukannya dengan pemanasan. Alkohol primer tidak bereaksi
dengan reagen Lucas. Bila pengujian lucas positif ditandai dengan adanya campuran keruh. Pada
percobaan kali ini didapat bahwa senyawa yang termasuk alkohol primer yaitu etanol, metanol,
butanol, dan iso amil alkohol, sedangkan senyawa yang termasuk alkohol skundet yaitu amil
alkohol, propilenglikol, dan gliserin.
Pada pengujian kedua dilakukan uji FeCl3. Pengujian ini berdasarkan pada gugus aromatik dengan
FeCl3 yang akan membentuk warna hitam. Penambahan besi (III) klorida yang terlarut dalam
kloroform (triklorometana) ke dalam suatu larutan fenol dalam kloroform, menghasilkan suatu
larutan berwarna ketika ditambahkan piridin. Berdasarkan struktur fenol, warna produk yang
dihasilkan dapat bervariasi mulai dari merah sampai ungu. Adapun alkohol tidak menghasilkan
warna apapun pada uji ini. Dari hasil pengamatan yang diperoleh didapat hasil bahwa etanol,
metanol, butanol, iso amil alkohol, amil alkohol, menghasilkan bercak dan membentuk warna
jingga, sedangkan pada propilenglikol dan gliserol membentuk warna kuning bening. dari data
tersebut maka semua sampel yang diujikan tidak bereaksi dengan FeCl3, karena pengujian
FeCl3 untuk pengujian fenol. ketika fenol diujikan dengan FeCl3, akan menghasilkan cincin aromatik
yang berwarna ungu ke hitaman.
Pada pengujian ke tiga dilakukan uji keasaman. Uji keasaman juga dilakukan untuk pengujian fenol
dan alkohol yaitu dengan menggunakan kertas pH. Sebelumnya, kedua senyawa masing-masing
dilarutkan dengan 5 tetes aqua dan diaduk dengan batang pengaduk agar semua partikel sampel
terlarutkan. Batang pengaduk tadi kemudian disentuhkan ujungnya (ditotolkan) pada kertas pH .
Tunggu 15 menit dan kemudian dicocokkan warna yang nampak pada kertas pH dengan skala pH
yang tersedia. Dari hasil percobaan didapat bahwa amil alkohol dan gliserim memiliki pH yang
cenderung lebih asam karena didapat pH dari amil alkohol yaitu 4, sedangkan pH dari gliserin 5.
Etanol, butanol, metanol, iso amil alkohol, dan propilenglikol memiliki pH 6 yang cenderung lebih
mendekati netral. Dari litelatur yang didapat seharusnya bila alkohol memiliki pH lebih basa
dibandingkan dengan fenol. pH dari alkohol cenderung lebih mendekati netral, sedang kan pH dari
fenol lebih mendekati asam.
IX.Kesimpulan
Pada uji lucas dapat diketahui senyawa alkohol primer dan skunder, senyawa yang termasuk
alkohol primer yaitu etanol, metanol, butanol, dan iso amil alkohol, sedangkan senyawa yang
termasuk alkohol skundet yaitu amil alkohol, propilenglikol, dan gliserin.
Pada uji FeCl3 semua sampel tidak menghasilkan cincin aromatik yang berwarna ungu hingga
kehitaman. maka sampel tersebut bukan merupakan fenol, karena pengujian FeCl3 untuk
pengujian pada fenol.
Pada pengujian keasaman, fenol memiliki pH lebih asam, sedangkan alkohol memiliki pH yang lebih
mendekati netral.
X.Daftar Pustaka
Fessenden, Ralph J, dan Fessenden, Joan S. 1997. Dasar-dasar Kimia Organik. Jakarta. Bina Aksara
Petrucci, Ralph H. 1987. Kimia Dasar Prinsip dan Terapan Modern, Jilid 3. Jakarta. Erlangga
Suminar, Hart. 1990. Kimia Organik Suatu Kuliah Singkat. Erlangga. Jakarta.
Berbagi
1 komentar:
1.
Tambahkan komentar
Beranda
BAB 1
PENDAHULUAN
Salah satu dari reaksi-reaksi matematis yang tidak disertai perubahan valensi adalah reaksi
pembentukan kompleks. Penetapan kualitatif yang berdasarkan reaksi komlpeks disebut
kompleksometri. Kompleksometri disebut juga dengan kelatometri. Kompleksometri merupakan jenis
titrasi dimana titran dan titrat saling mengompleks, membentuk hasil berupa kompleks. Reaksi-reaksi
pembentukan kompleks atau yang menyangkut kompleks banyak sekali dan penerapannya juga
banyak, tidak hanya dalam titrasi. Karena itu perlu pengertian yang cukup luas tentang kompleks,
sekalipun disini pertama-tama akan diterapkan pada titrasi.
Reaksi pembentukan kompleks antara ion logam dengan EDTA sangat peka terhadap pH.
Karena reaksi pembentukan kompleks selalu dilepaskan H+ maka (H+) didalam larutan akan meningkat
walaupun sedikit. Akan tetapi yang sedikit ini akan berakibat menurunnya stabilitas kompleks pada
suasana tersebut (reaksi ini dapat berjalan pada suasana asam, netral dan alkalis). Untuk menghindari
hal tersebut, maka perlu diberikan penahan (buffer). Sebagai larutan buffer yang dapat langsung
digunakan dengan campuran NH4Cl dan NH4OH. Indikator untuk menetukan titik akhir titrasi adalah
EBT (Erichrom Black T). Satuan yang digunakan molaritas.
EBT dipakai untuk titrasi dengan suasana pH = 7-11, untuk penetapan kadar dari logam Cu, Al,
Fe, Co, Ni, Pt dipakai cara titrasi tidak langsung, sebab ikatan kompleks antara logam tersebut dengan
EBT cukup stabil. EBT yang ditambahkan kedalam larutan ZnSO4 yang telah ditambahkan buffer
menghasilkan ZnEBT yang berwarna merah anggur. Raeaksi dengan EDTA yang dititrasi menghasilkan
perubahan warna dari merah anggur ke biru.
Asam etilen diamin tetra asetat atau yang lebih dikenal dengan EDTA, merupakan salah satu
jenis asam amino polikarboksilat. EDTA sebenaranya adalah ligan seksidentat yang dapat
berkoordinasi dengan suatu ion logam lewat kedua nitrogen dan keempat gugus karboksil-nya atau
disebut ligan multidentat yang mengandung lebih dari dua atom koordinasi permolekul, misalnya
asam 1,2-diaminoetanatetraasetat (asametilenadiaminatetraasetat, EDTA) yang mempunyai dua
atom nitrogen penyumbang dan empat atom oksigen penyumbang dalam molekul.
Oleh karena itu, percobaan ini dilakukan agar praktikan dapat mengetahui penetuan kalsium
secara kompleksometri pada sebuah sampel.
1.2 Tujuan
BAB 2
TINJAUAN PUSTAKA
Ion-ion dan molekul-molekul anorganik sederhana seperti NH3, CN-, Cl-, H2O membentuk ligan
monodentat, yaitu satu ion atau molekul menempati salah satu ruang yeng tersedia sekitar ion pusat
dalam bulatan koordinasi, tetapi ligan bidentat (seperti ion dipiridil), tridentat dan juga tetradentat
dikenal orang. Kompleks yang terdiri dari ligan-ligan polidentat sering disebut sepit (Chelate). Nama
ini berasal dari kata Yunani untuk sepit kepiting, yang menggigit suatu objekseperti ligan-ligan
polidentat itu menangkap ion pusatnya. Pembentukan kompleks sepit dipakai secara ekstensif dalam
analisis kimia kuantitatif (titrasi kompleksometri).
Salah satu tipe reaksi kimia yang berlaku sebagai dasar penentuan titrimetrik melibatkan
pembentukan (formasi) kompleks atau ion kompleks yang dimaksud disini adalah kompleks yang
dibantu melalui reaksi ion logam, sebuah kation dengan sebuah anion atau molekul netral (Basset,
1994).
Titrasi kompleksometri juga dikenal sebagai reaksi yang meliputi reaksi pembentukkan ion-
ion kompleks ataupun pembentukan molekul netral yang terdisosiasi dalam larutan. Persyaratan
mendasar terbentuknya kompleks demikian adalah tingkat kelarutan tinggi. Selain titrasi komples
biasa seperti diatas, dikenal pula kompleksometri yang dikenal sebagai titrasi kelatometri, seperti yang
menyangkut penggunaan EDTA. Gugus yang terikat pada ion pusat, disebut ligan dan dalam larutan
air, reaksi dapat dinyatakan oleh persamaan:
M(H2O)n + L <==> M (H2O)(n-1) L + H2O
(Khopkar, 2002).
Ini dikenal juga dengan nama Versen, Complexan III, Sequesterene, Nullapon, Trilon B, Idranat
III dan sebagainya, strukturnya:
Terlihat dari strukturnya bahwa molekul tersebut mengandung baik donor elektron dari atom oksigen
maupun donor dari atom nitrogen, sehingga dapat menghasilkan khelat bercincin sampai 6 secara
serempak. Zat pengompleks lian adalah asam nitriliotriasetat N (CH2COOH)3. Berbagai logam
membentuk kompleks pada pH yang berneda-beda. Peristiwa yang mengomplekskan tergantung pada
aktivitas anion bebas, misalkan y+ (jika asamnya) H4Y dengan tetapan ionisasi pK1 = 2,0; pK2 = 2,64;
pK3 = 6,16 dan pK4 = 10,26. Ternyata variasi aktivitas Y4- bervariasi terhadap perubahan pH dari 1,0
sampai 10 secara umum perubahan ini sebanding dengan (H-) pada pH 3,0-8,0CO
Kompleks logam dengan muatan lebih tinggi umumnya lebih baik atau stabil. Hanya Be2+, CO22+ yang
tidak membentuk kompleks stabil dengan EDTA.
Gambar diatas menunjukkan beberapa struktur zat pengompleks yang juga sering digunakan dalam
titrimetri. Demikian juga trietilen tetra amin (trien); H4Y atau Na2H2Y digunakan untuk titrasi.EDTA
mudah larut dalam air. Dapat diperoleh dalam keadaan murni. Tetapi karena adanya sejumlah tidak
tertentu air, sebaiknya distandarisasi dahulu, misalkan dengan menggunakan larutan kadmium.
Titrasi dapat ditentukan dengan adanya penambahan indikator yang berguna sebagai tanda
tercapai titik akhir titrasi. Ada lima syarat suatu indikator ion logam dapat digunakan pada
pendekteksian visual dari titik akhir yaitu reaksi warna harus sedemikian sehingga sebelum titik akhir,
bila hampir semua ion logam telah berkompleks dengan EDTA, larutan akan berwarna kuat. Kedua,
reaksi warna itu haruslah spesifik (khusus), atau sedikitnya selektif. Ketiga, kompleks-indikator logam
itu harus memiliki kestabilan yang cukup, kalau tidak karena disosiasi tak akan diperoleh perubahan
warna yang tajam. Namun kompleks-indikator logam itu harus kurang stabil dibanding kompleks
logam. EDTA untuk menjamin agar pada titik akhir titrasi, EDTA memindahkan ion-ion logam dari
kompleks-indikator logam ke kompleks logam EDTA harus tajam dan cepat. Kelima, kontras warna
antara indikator bebas dan kompleks-indikator logam harus sedemikian sehingga mudah diamati.
Indikator harus sangat peka terhadap ion logam (yaitu, terhadap pM) sehingga perubahan warna
terjadi sedikit mungkin dengan titik ekuivalen. Terakhir, penentuan Ca dan Mg dapat dilakukan dengan
titrasi EDTA, pH untuk titrasi adalah 10 dengan indikator erichrn indikatome balck T. Pada pH tinggi 12
Mg(OH)2 akan mengendap, sehingga EDTA dapat dikonsumsi hanya oleh Ca2+ dengan indikator
murexide (Basset, 1994).
Kesulitan yang timbul dari kompleks yang lebih rendah dapat dihindari dengan penggunaan bahan
pengkelat sebagai titran. Bahan pengkelat yang mengandung baik oksigen maupun nitrogen secara
umum efektif dalam membentuk kompleks-kompleks yang stabil dengan berbagai macam logam.
Keunggulan EDTA adalah mudah larut dalam air, dapat diperoleh dalam keadaan murni, sehingga
EDTA banyak dipakai dalam melakukan percobaan kompleksometri. Namun, karena adanya sejumlah
tidak tertentu air, sebaiknya EDTA distandarisasikan dahulu misalnya dengan menggunakan larutan
kadmium (Harjadi, 1993).
Karenanya banyaknya logam yang dapat dititrasi dengan EDTA, maka masalah selektivitas
menjadi masalah penting untuk dikaji. Tampaknya pemisahan pendahulu seperti pemisahan
berdasarkan penukar anion atau ekstraksi pelarut perlu dilakukan terhadap suatu campuran.
Selektivitas dapat diperbaiki dengan mengendalikan pH pemakaian pengompleks sekunder, pemilihan
penitrannya dan pengendalian laju reaksi. Kompleks yang stabil biasanya terbentuk pada pH rendah
seperti Fe (pH=2,0), Al 3+, Zr 4+, B 3+, semua titrasi pada pH rendah untuk menghindarkan hidrolisis. Zn,
Cd, dan Pb dititrasi pada pH=5,0. Pada titrasi Ca, untuk menghindarkan interferensi dari Zn dan Cd,
ion-ion ini dimasking dengan KCN. Misalkan saja Ca, Mg dapat di titrasipada pH=10,0 dengan
penambahan nitril glikolat, yang akan membebaskan Zn, Cd dari kompleks EDTA. Bal atau 2,3
dimerkaptopropanol dapat digunakan sebagai elemen masking melalui pembentukan sulfida yang
tidak larut. EDTA dapat digunakan untuk menitrasi Ca dalam campuran Mg dengan mempergunakan
indikator murexide. Campuran Cd, Zn dapat dititrasi dengan EDTA dengan menggunakan buffer NH3-
NH4Cl, karena Cl (NH3)2 kurang stabil dibandingkan Zn (NH3)2 sehingga EDTA hanya menitrasi Cd.
Kestabialn suatu kompleks jalan akan berhubungan dengan (a) kemampuan mengompleks dari
ion logam yang terlihat, dan (b) dengan ciri khas ligan itu, yang penting untuk memeriksa faktor-faktor
ini dengan singkat:
b. Ciri-ciri khas ligan, dapat mempengaruhi kestabilan kompleks diman aligan itu terlibat, adalah (i)
kekuatan basa dari ligan itu, (ii) sifat-sifat penyepitan, jika ada, (iii) efek-efek sterik (ruang). Efek
sterik yang paling umum adalah efek oleh adanya suatu gugusan besar yang melekat dengan
atom penyumbang.
BAB 3
METODOLOGI PERCOBAAN
3. 1. 1 Alat-alat
- Corong kaca
- Buret 50 mL
- Pipet tetes
- Erlenmayer 250 mL
- Gelas ukur
- Spatula
- Pipet gondok 25 mL
- Pipet volume
- Beaker gelas
3. 1. 2 Bahan-bahan
- Larutan buffer pH 10
- MgCl2
- Indikator EBT
- Larutan EDTA
- Aquadest
- Tissu gulung
3. 2 Prosedur Kerja
- Diambil 10 mL MgCl2
- Dimasukkan kedalam erlenmayer
- Ditambahkan 30 mL aquadest
- Dititrasi dengan EDTA hingga terjadi perubahan warna, dari merah anggur kebiru, dilakukan triplo
- Ditambahkan 30 mL aquadest
- Dititrasi dengan EDTA hingga terjadi perubahan warna, dari merah anggur kebiru.
BAB 4
HASIL DAN PEMBAHASAN
No Perlakuan Pengamatan
1. Pembakuan larutan EDTA dengan
MgCl2
- Diambil 10 mL MgCl2
- MgCl2 berwarna bening
- Dimasukkan ke
- Warna larutan tetap bening
dalam erlenmayer
- Warna larutan tetap bening
- Ditambahkan 30 mL aquadest
- Warna larutan tetap bening
- Ditambahkan 2 mL larutan
buffer pH 10
V1= 4,5 mL
V2= 4,4 mL
V3= 5,1 mL
V1= 0,1 mL
V2= 1 mL
V3= 0,1 mL
4. 2 Reaksi
VMgCl2 = 10 mL
Vrata-rata EDTA =
= 4, 67 mL
Ditanya : M EDTA ?
MEDTA =
MEDTA = 0,1070 M
4. 3. 2 Penentuan kadar Ca2+
Vsampel = 10 mL
Vrata-rata EDTA =
= 0,4 mL = 4 x 10-4 L
Ditanya : M Ca2+ ?
= x 0,1070 x 4.10-4 x 40
= 0,1712 M
4.4 Pembahasan
Titrasi dapat ditentukan dengan adanya penambahan indikator yang berguna sebagai
tanda tercapai titik akhir titrasi. Ada lima syarat suatu indikator ion logam dapat digunakan
pada pendeteksian visual dari titik-titik akhir yaitu reaksi warna harus sedemikian sehingga
sebelum titik akhir, bila hampir semua ion logam telah berkompleks dengan EDTA, larutan
akan berwarna kuat. Kedua, reaksi warna itu haruslah spesifik (khusus), atau sedikitnya
selektif. Ketiga, kompleks-indikator logam itu harus memiliki kestabilan yang cukup, kalau
tidak, karena disosiasi, tak akan diperoleh perubahan warna yang tajam. Namun, kompleks-
indikator logam itu harus kurang stabil dibanding kompleks logam-EDTA untuk menjamin
agar pada titik akhir, EDTA memindahkan ion-ion logam dari kompleks-indikator logam ke
kompleks logam-EDTA harus tajam dan cepat. Kelima, kontras warna antara indikator bebas
dan kompleks-indikator logam harus sedemikian sehingga mudah diamati. Indikator harus
sangat peka terhadap ion logam (yaitu, terhadap pM) sehingga perubahan warna terjadi
sedikit mungkin dengan titik ekuivalen. Terakhir, penentuan Ca dan Mg dapat dilakukan
dengan titrasi EDTA, pH untuk titrasi adalah 10 dengan indikator eriochrome Black T.
Asam etilen diamin tetra asetat atau yang lebih dikenal dengan EDTA, merupakan salah
satu jenis asam amina polikarboksilat. EDTA sebenarnya adalah ligan seksidentat yang dapat
berkoordinasi dengan suatu ion logam lewat kedua nitrogen dan keempat gugus karboksil-nya
atau disebut ligan multidentat yang mengandung lebih dari dua atom koordinasi per molekul,
misalnya asam 1,2-diaminoetanatetraasetat (asametilenadiamina tetraasetat, EDTA) yang
mempunyai dua atom nitrogen penyumbang dan empat atom oksigen penyumbang dalam
molekul.
Suatu EDTA dapat membentuk senyawa kompleks yang mantap dengan sejumlah besar
ion logam sehingga EDTA merupakan ligan yang tidak selektif. Dalam larutan yang agak asam,
dapat terjadi protonasi parsial EDTA tanpa pematahan sempurna kompleks logam, yang
menghasilkan spesies seperti CuHY-. Berikut adalah struktur dari EDTA (Asam etilen diamin
tetra asetat) :
EDTA merupakan ligan seksidentat yang berpotensi, yang dapat berkoordinasi dengan ion
logam dengan pertolongan kedua nitrogen dan empat gugus karboksil. Dalam hal-hal lain, EDTA
mungkin bersikap sebagai suatu ligan kuinkedentat atau kuadridentat yang mempunyai satu
atau dua gugus karboksilnya bebas dari interaksi yang kuat dengan
logamnya. Sebagian
besar titrasi kompleksometri mempergunakan indikator yang juga bertindak sebagai
pengompleks dan tentu saja kompleks logamnya mempunyai warna yang berbeda dengan
pengompleksnya sendiri. Indikator demikian disebut indikator metalokromat. Indikator jenis
ini contohnya Erichrome Black T (EBT). EBT adalah sejenis indikator yang berwarna merah
muda bila berada dalam larutan yang mengandung ion kalsium dan ion magnesium dengan pH
10,0 + 0,1. Berikut adalah struktur dari EBT (Erichrome Black T):
Pada percobaan pembakuan larutan EDTA dengan larutan MgCl2. Pertama-tama yang dilakukan
adalah mengambil 10 ml MgCl2, lalu dimasukkan kedalam erlenmayer. MgCl2merupakan larutan
yang digunakan untuk menstandarisasi EDTA. Lalu ditambahkan 30 ml aquades.
MgCl2 berwarna bening, setelah ditambahkan aquades warna larutan tetap bening. Lalu
ditambahkan 2 ml larutan buffer pH 10. Tujuan ditambahkan larutan dapar amilum pH 10
untuk menjaga ion tetap dalam larutan. Setelah ditambahkan buffer pH 10 warna larutan tetap
bening. Selanjutnya ditambahkan sedikit EBT. Diberi indikator EBT sehingga titikakhir
titrasinya pun dapat diketahui. Lalu dititrasi dengan EDTA. Setelah dititrasi dengan EDTA
larutan berubah warna menjadi biru, pada V1 = 4,5 ml, V2 = 4,4 ml, V3 = 5,1 ml. Pada proses
penitrasian terjadi kesalahan pada penentuan volume, saat perubahan warna menjadi biru.
Karena kurang terbiasa menitrasi sehingga hasil yang didapat memiliki perbedaan yang cukup
jauh. Seharusnya jarak yang didapat dari V1=V2=V3tidak boleh terlalu jauh. Tetapi karena
adanya kesalahan penitrasian jarak yang didapat dari V1 ke V2 = 0,1 dan V2 ke V3 = 0,7.
Penentuan kadar Ca dalam sampel, pertama yang dilakukan adalah mengambil 10 ml air sampel
(parit gor 27) dimasukkan kedalam erlenmayer. Warna larutan kuning keruh. Lalu ditambahkan
sedikit EBT. Tujuan ditambahkan indikator EBT karena indikator tersebut peka terhadap kadar
logam dan pH larutan sehingga titik akhir titrasinya pun diketahui. Lalu dititrasi dengan EDTA,
dan dicatat volume EDTA, dan dihitung kadar Ca. Larutan berubah warna menjadi birusetelah
dititrasi dengan EDTA pada V1=1 ml, V2= 1 ml, dan V3= 0,1 ml. Pada saat penitrasian larutan
sampel megalami perubahan warna menjadi biru. Hal itu membuktikan bahwa terdapat
kesadahan didalam sampel air yang digunakan. Dam juga membuktikan bahwa larutan sampel
mengandung ion Ca2+. Dalam proses penitrasian didapat hasil yang kurang memuaskan.itu
dikarenakan adanya faktor kesalahan yang terjadi, dikarenakan karena kurang terbiasanya
menitrasi suatu larutan. Seharusnya jarak yang didapat dari V1=V2=V3, tidak boleh terlalu jauh.
Tetapi karena adanya kesalahan penitrasian jarak yang didapat menjadi V1 ke V2 = 1 ml, V2 ke
V3 = 0,1 ml.
Kesadahan adalah salah satu sifat kimia yang dimiliki oleh air. Penyebab air menjadi sadah
adalah karena adanya ion-ion Ca2+, Mg2+. Atau dapat juga disebabkan karena adanya ion-ion lain
dari polyualent metal (logam bervalensi banyak) seperti Al, Fe, Mi, Sr dan Zr dalam bentuk
garam sulfat, klorida dan bikarbonat dalam jumlah kecil.
5.1 Kesimpulan
- Adapun prinsip kerja dalam penentuan kadar Ca secara kompleksometri yaitu berdasarkan
reaksi pembentukan senyawa kompleks dengan EDTA, sebagai larutan standar dengan
bantuan indikator tertentu. Titik akhir titrasi ditujukkan dengan terjadinya perubahan warna
larutan, yaitu merah anggur menjadi biru.
- EBT (Eriochrome Black T) adalah sejenis indikator yang berwarna merah muda bila berada
dalam larutan yang mengandung ion kalsium dan ion magnesium dengan pH 10,0 + 0,1. Tujuan
diberi indikator ini adalah karena indikator tersebut peka terhadap kadar logam dan pH
larutan, sehingga titik akhir titrasinya pun dapat diketahui. Lalu dititrasi dengan EDTA.
- Metode yang dapat dilakukan dalam titrasi kompleksometri dengan EDTA, yaitu titrasi langsung
dengan EDTA untuk kesadahan total air, kalsium, dan magnesium, titrasi kembali untuk
reduksi antara kation dengan EDTA, titrasi penggantian bila tidak ada indikator yang sesuai,
dan titrasi tidak langsung untuk penentuan sulfat dengan mengendapkannya sebagai BaSO4.
5.2 Saran
Sebaiknya pada percobaan penentuan kalsium secara kompleksometri tidak hanya diajarkan
metode titrasi langsung saja, tetapi juga metode titrasi kembali, titrasi penggantian dan penentuan
tidak langsung. Sehingga hasilnya lebih beragam dan dapat dibandingkan.
8 comments:
1.
alwayslintzDecember 28, 2012 at 5:23 AM
(y)
Reply
Replies
1.
Ita Trie WahyuniJanuary 20, 2013 at 11:51 PM
trimakasih...
2.
sama
Reply
2.
Replies
1.
Ita Trie WahyuniJune 20, 2013 at 8:03 PM
DAFTAR PUSTAKA
Basset, J. dkk. 1994. Kimia Analisis Kuantitatif Anorganik. Penerbit buku
kedokteran EGC : Jakarta
2.
metode penelitiannya ada di buku vogel j.basset halaman brp mbak untuk
stnadarisasi na2edta dgn mgcl2,
Reply
3.
4.
mau nanya mbak itu dapet reaksi reaksi nya boleh tau dari buku apa ya?
Reply
Home
About Me
Silvia's blog
Senin, 25 November 2013
Abstrak
Sifat-sifat koligatif larutan ialah sifat-sifat yang hanya ditentukan
oleh jumlah partikel dalam larutan dan tidak tergantung jenis
partikelnya. Titik beku larutan ialah temperatur pada saat larutan
setimbang dengan pelarut padatannya. Larutan akan membeku pada
temperatur lebih rendah dari pelarutnya. Tujuan dari dilakukan
praktikum ini adalah menentukan besarnya tetapan penurunan titik
beku asam asetat dan menentukan berat molekul suatu zatnon
elektrolit. Praktikum ini dilakukan dengan cara mengukur suhu titik
beku larutan. Larutan diberi zat terlarut sebanyak 1,000 gram,
setelah ditentukan titik bekunya larutan kemudian dicairkan lagi,
dan dan dilanjutkan penambahannya 1,000 gram hingga 6 kali. Begitu
juga pada praktikum untuk menentukan berat molekul suatu zat non
elektrolit. Besarnya tetapan penurunan titik beku diperoleh sebesar
3,6338C/m, namun pada teori sebesar 3,9000C/m. Dan diperoleh
berat molekul dari zat X tersebut sebesar 132,7 g/mol. Seharusnya
secara teori berat molekul zat terlarut tersebut sebesar 198,17
g/mol. Kesimpulannya semakin banyak zat yang terlarut didalamnya
maka titik beku larutannya semakin turun. Tetapan penurunan titi
beku sebesar 3,633C/m, dan berat molekul sebesar 132,7 g/mol.
Abstract
Pendahuluan
Menurut Sukardjo (2004) sifat koligatif larutan merupakan sifat-sifat yang hanya ditentukan
oleh jumlahpartikel dalam larutan dan tidak tergantung jenis partikelnya. Jika pada
penambahan pada zat terlarut tertentu kedalam suatu pelarut menimbukan perubahan fisik
pelarut tersebut besarnya sebanding dengan molalitas zat terlarut yang ditambahkan, sifat
fisik tersebut bisa berupa penurunan tekanan uap, kenaikan titik didih, penurunan titik
beku, dan tekanan osmosis. Perbedaan antara sifat fisik dari pelarut dan larutan pada
penurunan titik beku larutan dapat dilihat pada gambar 1.
Titik beku adalah temperatur dimana fasa cair dari suatu larutan setimbang dengan pelarut
padatnya. Larutan mempunyai titik beku yang lebih rendah daripada titik beku pelarutnya.
Atau disebut juga dengan (Tf), alat yang digunakan untuk mengukur titik beku lautan
adalah Beckman (Sukardjo, 2004).
Titik beku pelarut murni lebih tinggi dari titik beku larutan. Hal ini diakibatkan oleh sebagian
partikel air dan sebagian partikel-pertikel terlarut membentuk ikatan baru. Sehingga ketika
mmbeku, yang memiliki titik paling tinggi yaitu air akan membeku terlebih dahulu,
kemudian diikuti oleh molekul larutan.
Titik beku dan titik didih larutan tergantung pada kesetimbangan pelarut yang berada dalam
larutan dengan pelarut padatan atau uap pelarut murni. Kesetimbangan yang lainnya adalah
antara pelarut dalam larutan dengan pelarut murni. Pada saat kesetimbangan itu terjadi,
maka pula titik beku maupun titik didihnya tercapai (Wahyuni, 2013). Setiap pelarut
memiliki harga tetapan Kf tertentu. Tetapan Kf ini menyatakan besarnya penurunan titik
beku larutan 1 molal. Menurut Sachri dan Harun (1982) untuk asam asetat ini memeiliki
harga Kf sebesar 3,9 sedangkan titik bekunya 16,7C (pada tekanan 1 atm).
Tetapan Kf hanya bergantung pada jenis besarnya penurunan titik beku untuk larutan 1
molal. Pada umumnya efek enurunan titik beku akan lebih besar daripada efek kenaikan
titik didih atau penurunan tekanan uap. Oleh karena itu penurunan titik beku relatif lebih
banyak digunakan dalam penentuan berat molekul (Jupamahu, 1980).
Hukum Roult menyatakan bahwa tekanan uap suatu komponen dalam suatu larutan senilai
dengan tekanan uap suatu larutan dikali dengan fraksi mol komponen yang menguap dalam
larutan. Meurut Roult untuk menentukan titik beku larutan yang sangat encer berlaku :
Air murni pada tekanan 1 atm membeku pada temperatur 0C. Besarnya penurunan titik
beku suatu larutan hanya ditentukan oleh jumlah partikel zat terlarut. Semakin banyak
partikel yang terdapat dalam zat terlarut maka semakin besar pula titik beku suatu larutan
(Anshory,1994).
Pada percobaan permasalahan yang akan diselesaikan adalah berapa temperatur penurunan
titik beku asam asetat dan berapa jumlah molekul suatu sampel zat non lektrolit.Tujuan
dari praktikum ini adalah menentukan besarnya tetapan penurunan titik beku asam asetat
dan menentukan berat molekul suatu zatnon elektrolit.
Metode
Pada praktikum ini alat-alat yang diperlukan dalam praktikum penurunan titik beku asam
asetat adalah gelas kimia 100 mL dari pyrex, termometer alkohol, pengaduk, stopwatch,
penangas es, serta statif yang digunakan untuk enggantung termometer. Sedangkan bahan
yang diperlukan pada praktikum ini adalah asam asetat dari Merck, naftalena for syn dari
Merck, serta glukosa monohidrat for syn dari Merck yang digunakan sebagai zat X (yang
ditentukan berat molekulnya).
Pada praktikum ini variabel bebas yang digunakan adalah massa zat terlarut, yaitu massa
naftalena yang digunakan dalam penentuan tetapan titik beku asam asetat dan massa
glukosa monohidrat (zat X) untuk penentuan berat molekul zat non elektrolit.Sedangkan
variabel terikat yang digunakan adalah penurunan titik beku. Pada praktikum ini juga
digunakan tetkanan ruangan, metode praktikum, dan pelarut yang sama merupakan variabel
kontrolnya.
Sesuai dengan Hukum Roult untuk larutan encer ideal, tetapan penurunan titik beku asam
asetat dapat diperoleh dengan mengalurkan kurva dari molalitas larutan vs penurunan titik
beku larutan. Untuk menentukan berat molekul suatu zat non elektrolt dapat digunakan
metode yang sama pula.
Naftalen merupakan hidrokarbon yang berbentuk padatan kristal putih, berbau tajam, dan
mudah terbakar. Naftalen mempunyai rumus molekul C10H8 dan terbentuk dua cincin
benzena yang bersatu. Senyawa ini bersifatvolatil, mudah menguap walaupun bentuknya
berupa padatan. Pada praktikum kali ini naftalen digunakan sebagai zat terlarut pada
pelarut asam asetat. Naftalen yang ditambahkan pada pelarut asam asetat sebanding
dengan penurunan titik beku larutannya.
Penambahan zat terlarut dalam pelarut akan mengakibatkan peningkatan konsentrasi yang
mengakibatkan semakin rendah titik bekunya. Jumlah partikel yang lebih banyak akan
membuat larutan tersebut sukar membeku, sehingga membutuhkan suhu yang lebih rendah,
dan waktu yang lebih lama.
Setelah dilakukan praktikum yang dilakukan hasil dari penentuan titik beku dari asam asetat
terhadap naftalen, diperoleh titik beku dari asam asetat sebesar 16,5C. hasil tersebut
dapat dilihat pada Tabel 1.
Tabel 1. Titik beku asam asetat pada berbagai konsentrasi zat terlarut
Berdasarkan data praktikum yang telah dilakukan penambahan zat terlarut berbanding lurus
dengan penurunan titik beku. Semakin banyak zat terlarut maka titik beku larutan akan
semakin rendah daripada titik beku pelarut murni. Dalam tabel 1 terlihat titik beku larutan
semakin menurun, setelah penambahan naftalen 1,000 gram maka titik beku larutan
menjadi 14,5C, penambahan 1,000 gram yang kedua titik bekunya pada 13,2C, kemudian
pada penambahan naftalen 1,000 gram yang ketiga mengalami penurunan titik beku sebesar
10,5C. Hal ini juga terjadi pada penambahan naftalen 1,000 gram yang keempat, kelima
dan keenam, masing-masing penambahan naftalena mengalami penurunan titik beku yang
bertutut-turut sebesar 8,5C; 7,0C; dan 5,3C. Turunnya titik beku larutan ini sesuai
dengan teori yang sudah ada. Semakin banyak zat terlarut dalam larutan maka titik beku
semakin turun, serta penurunan titik beku akan semakin meningkat.
Harga Kf dapat diperoleh dari praktikum yang dilakukan yaitu dengan mengukur besarnya
penurunan titik beku pada bagian penambahan konsentasi zat yang larut. Penurunan titik
beku tergantung pada konsentrasi dari zat terlarut didalamnya. Semakin turun titik beku
larutan banyak partikel dalam larutan maka titik bekunya semakin rendah sehingga
perubahannya sebanding dengan perubahan konsentrasi dari larutan setelah mengalami
penambahan zat terlarutnya. Selain jumlah partikel, zat terlarut juga dapat mempengaruhi
titik beku suatu larutan (Harnanto, 2009).
Sesuai dengan Hukum Roult yaitu , perubahan temperatur berbanding lurus dengan
perubahan titik beku untuk konsentrasi zat terlarut, penurunan tittik beku berkaitan dengan
besarnya molalitas total dari zat yang terlarut. Menurut Reis (1999) menyatakan bahwa
semakin besar molalitas total zat terlarut, maka semakin besar pula penurunan titik beku
larutannya.
Suatu larutan yang didalamnya terdapat zat yang tak volatil dapat menurunkan titik beku
ari pelarutnya. Jika konsentrasi zat terlarut yang ditambahkan semakin tinggi maka
penurunan titik bekunya semakin besar pula.grafik antara molalitas dan penurunan titik
beku berupa garis linear dengan gradien Kf. Harga Kf asam asetat dapat dilihat pada gambar
2.
Harga tetapan Kf yang diperoleh tidak sesuai dengan teori yang ada. Pada praktikum
diperoleh harga Kf sebesar 3,633C/m dengan R2 sebesar 0,990, sedangkan pada teori
besrnya Kf 3,900C/m. Kesalahan relatifnya sekitar 6,8%, perbedaan antara praktikum dan
teori ini mungkin terjadi karena kesalah dalam membaca skala nonius.
Kf yang diperoleh ini juga dapat digunakan untuk menentukan berat molekul suatu zat yang
dilarutkan dalam asam asetat murni. Berat molekul zat terlarut glukosa monohidrat dapat
diperoleh dari hasil bagi antara berat zat terlarut dikali 1000 dikali harga Kf dan selanjutnya
dibagi dengan penurunan titik beku larutan dikali dengan berat pelarutnya
sendiri. Hubungan Kf dengan berat molekul ini dapat dilihat pada tabel 2.
Massa zat X Tf Tf
Dari data dari tabel 2 diatas dapat dilihat pada penambahan 1,0646 gram zat X, titik beku
asam asetat terjadi pada temperatur 14,8C, selanjutnya pada penambahan 1,000 gram
yang kedua titik beku larutan terjadi pada temperatur 12,7C. Kemudian penambahan zat
X kedalam larutan 1,000 gram yang ketiga terjadi pada 10,5C. Pada penambahan 1,000
gram zat X yang keempat, kelima, dan keenam titi beku larutan juga mengalami penurunan,
titik beku tersebut berturut-turut 8,9C; 7,6C; dan 7,0C. Dari data tersebut dapat kita
lihat bahwa pada penambahan zat terlarut kedalam larutan maka titik beku larutan tersebut
mengalami penurunan.
Penambahan zat terlarut tersebut akan meningkatkan konsentrasi yang dapat menyebabkan
titik beku larutan akan menjadi lebih rendah. Banyaknya jumlah partikel dalam larutan akan
membuat larutan menjadi sukar membeku, sehingga temperatur yang dibutuhkan menjadi
lebih rendah dan membutuhkan waktu yang lebih lama. Pada berat molekul suatu zat besar
maka penurunan titik beku larutannya itu menjadi rendah pada massa zat yang sama. Hal
tersebut dapat dilihat pada rumus :
Harga Kf yang digunakan diperoleh dari perhitungan dari praktikum yang sama, hal ini
disebabkan karena pelarut yang digunakan sama, yaitu larutan asam asetat. Setelah
mengetahui harga Kf dari praktikum sebelumnya maka kita dapat menghitung berat molekul
dari zat X tersebut.
Untuk Tf diperoleh secara langsung sacara langsung melalui pengukuran. Sedangkan massa
pelarut diperoleh dari perkalian volume dengan massa jenisnya. Untuk massa zat terlarut
dapat diperoleh dari penimbangan saat persiapan bahan.
Banyaknya penambahan zat terlarut kedalam pelarut akan mempengaruhi penurunan titik
beku. Jika jumlah zat terlarut semakin besar maka penurunan titik beku zat pelarut semakin
tinggi, namun titik bekunya semakin rendah. Sesuai dengan teori yang dinyatakan dalam
Hukum Roult penurunan titik beku berbanding terbalik dengan berat molekul. Hubungan
dari penurunan (Tf) dengan berat molekul dapat dilihat pada gambar 3.
Gambar 3. Grafik hubungan penurunan titik beku larutan dengan berat molekul
Dari pada grafik 3 dapat dilihat pengaruh antara penurunan titik beku dengan titik beku
berat molekul dari zat X, dan setelah dilakukan perhitungan diperoleh berat molekul dari
zat X tersebut sebesar 132,7 g/mol. Namun secara teori berat molekul zat X tersebut
sebenarnya adalah 198,17 g/mol. Berat molekul zat X tersebut sudah diketahui zat
sebenarnya. Zat tersebut adalah glukosa monohidrat.
Hasil dari praktikum belum sesuai dengan teori. Hal ini terlihat dari berat molekul dari
perhitungan dan berat molekul menurut teori masih berbeda jauh, dengan selisih 66 g/mol.
Dengan kesalahan relatifnya sekitar 33%. Kesalah yang terjadi mungkin disebabkan kurang
tepat dalam membaca skala nonius.
Kesimpulan
Dari praktikum yang dilakukan dapat disimpulkan bahwa penurunan titik beku dipengaruhi
oleh zat terlarut yang ada didalamnya, semakin banyak zat yang terlarut didalamnya maka
titik beku larutannya semakin turun. Titik beku larutan lebih rendah dari titik beku pelarut
murni.
Dari data yang diperoleh dari percobaan dapat diketahui besarnya tetapan penurunan titik
beku asam asetat sebesar 3,633C/m, dan berat molekul dari zat X tersebut adalah 132,7
g/mol.
Daftar pustaka
Anshory, Irfan. 1994. Kimia. Jakarta: Erlangga.
Harnanto, Ari. 2009. Kimia 3. Jakarta: Pusat perbukuan Pendidikan Nasional.
Jupamahu, M.S. 1980. Kimia Fisika 1. Bandung: Departemen Kimia ITB.
Reis. 1999. Sifat-sifat Gas dan Zat Cair. Jakarta: Gramedia.
Sachri, Soebandi dan Harun. 1982. Buku Tabel Ilmu Fisika dan Kimia. Bandung: Binacipta.
Sukardjo. 2002. Kimia Fisika. Yogyakarta: Rineka Cipta.
Beranda
silvia Marceliana
Lihat profil lengkapku
I. TUJUAN
Suatu zat yang tidak menguap apabila dilarutkan ke dalam zat pelarut, sifat-sifat fisika
larutannya berbeda. Sifat koligatif larutan adalah sifat sifat fisik larutan yang hanya bergantung
pada jumlah partikel zat terlarut di dalam larutan dan tidak bergantung pada jenis - jenis partikel.
Sifat koligatif larutan dibagi menjadi 4, yaitu penurunan titik beku, kenaikan titik didih, timbulnya
tekanan osmotik, dan penurunan tekanan uap (Sumardjo, 2006).
Diagram fasa yang biasa disebut juga diagram P T adalah diagram yang menyatakan
hubungan antara suhu (T) dan tekanan (P) dengan fase zat (padat, cair, dan gas). Diagram fasa
menyatakan batas-batas suhu dan tekanan yang membuat suatu fase menjadi stabil. Suatu
larutan (pelarut+zat terlarut) akan mendidih pada suhu yang lebih tiggi dan memnbeku pada
suhu yang lebih rendah dari pada pelarutya. Hal ini dapat dijelaskan, dengan membandingkan
diagram fasa pelarut H2O dengan larutannya :
Garis B C pada diaram diatas disebut dengan garis didih, yang merupakan transisi fase cair
gas. Setiap titik pada garis tersebut menyatakan suhu dan tekanan saat air akan mendidih. Gaaris
B D disebut sebagai garis beku yang merupaan transisi fase cair padat. Pada setiap titik garis
ini menyatakan suhu dan tekanan saat air membeku (es mencair). Garis A B disebut garis
sublimasi, yang merupakan transisi fasa pada gas. Adapun perpotongan antara garis didih dengan
garis beku dan garis sublimasi disebut dengan titik tripel. Pada titik tripel ini, ketiga bentuk
fasenya (padat, cir, dan gas) berada dalam kesetimbangan (Anonim, 2012 )
Adapun diagram fasa atau diagram P T pada larutan dengan H2O sebagai pelarutnya :
Larutan mempunyai tekanan uap lebih rendah dari pada pelarut murninya (dalam hal ini air).
Karenanya, garis didih dan garis beku larutan berada di bawah garis didih dan garis beku
pelarutnya. Penurunan tekanan uap tersebut mempengaruhi titik didih dan titik beku larutan,
seperti yang tampak pada diagam P T larutan diatas. Larutan memiliki titik didih yang lebih
tinggi daripada pelarutnya. Sebaliknya, tekanan uap menyababkan titik beku larutan lebih rendah
bila dibandingkan dengan titik beku pelarutnya (Anonim, 2012).
Penurunan titik beku larutan merupakan salah satu sifat koligatif larutan. Suatu zat yang
dilarutkan ke dalam pelarut murni dan kemudian didinginkan, maka titik beku larutan yang
diproleh akan lebih rendah dibandingkan dengan titik beku pelarut murni tersebut. Adapun,
selisih antara antara titik beku larutan dan titik beku pelarut murni disebut penurunan titik beku
larutan (Tf) yang dinyatakan oleh larutan tersebut. Semakin banyak zat yang dilarutkan dalam
suatu larutan, maka penurunan titik beku larutannya akan semakin besar. Menurut Raoult,
besarnya Tf sebanding dengan konsentrasi molal dan tidak tergantung pada jenis zat terlarut
(Sumardjo, 2006).
Asam atetat yang meemliki nama lain , yaitu asam etanoat atau asam cukamerupakan
senyawa kimia organic yang memiliki rumus empiris CH3COOH. Asam asetat murni disebut
sebagai asam asetat glacial, yang merupakan cairan higroskopis tak berwarna. Asam asetat
merupakan salah satu asam karboksiat yang paling sederhana, setelah asam format. Asam asetat
yang berupa larutan dalam air, adalah sebuah asam lemah, yang berarti hanya terdisosiasi
sebagian menjadi ion H+ dan CH3COO-. Asam setat berguna sebagai pereaksi kimia dan bahan aku
indusri yang paling penting, karena banyak digunakan dalam industry polimer seperti polietilena
tereftaat, selulosa asetat, dan polivinil asetat, mupun berbagai macam serat dan kain (Anonim,
2011).
Senyawa organik yang memiliki rumus C10H8 berbentuk padatan berwarna putih dan
berbentuk dua cincin benzene yang bersatu disebut dengan Naftalen. Naftalen merupakan
senyawa yang bersifat volatile, mudah menguap walau dalam bentuk padatan. Uap yag
dihasilkan naftalen bersifat mudah terbkar. Naftalen merupakan salah satu komponen yang
termasuk benzenaaromatikhidrokarbon, tetapi tidak termasuk polisiklik (Anonim, 2011).
III.1 Alat
1. Kalorimeter
2. Termometer
3. Tabung cabang
4. Gelas beker
5. Gelas ukur
6. Pengaduk gelas
7. Pipet tetes
8. Stopwatch
9. Timbangan
III.2 Bahan
1. Asam asetat
2. Naftalen
3. Zat X
4. Garam
5. Akuades
6. Es batu
1.) Tetapan penurunan titik beku molal pelarut (Kf) yang didapat adalah 26.88 oC gr/mol
Sumardjo D, 2006. Pengantar Kimia : Buku Panduan Kuliah mahasiswa Kedokteran dan
Program Strata 1 Fakultas Bioeksakta. Penerbit Buku Kedokteran EGC. Jakarta.
VIII. LEMBAR PENGESAHAN
Asisten, Paktikan,
3 komentar:
1.
2.
3.
terimakasih kak
Balas
Beranda
about me
Meidiani Nurhanifah
Lihat profil lengkapku
Diberdayakan oleh Blogger.