DAFTAR ISI 2
DAFTAR TABEL 4
DAFTAR GAMBAR 5
BAB I PENDAHULUAN
1.1 Latar Belakang 6
1.2 Rumusan Masalah 7
1.3 Tujuan dan Sasaran 7
1.4 Ruang Lingkup Penelitian
1.4.1 Ruang Lingkup Materi 8
1.4.2 Ruang Lingkup Wilayah 8
1.4.3 Ruang Lingkup Waktu 9
1.5 Metodologi Penelitian
1.5.1 Metpda Pengumpulan Data 9
1.5.2 Metoda Analisis Data 9
1.6 Sistematika Penulisan 9
2
2.4 Teori Lahan Produktif
2.4.1 Lahan Produktif Berkelanjutan 16
2.5 Analisis Inferensial
2.5.1 Penggunaan Analisis Statistik Inferensial dengan Aplikasi SPSS
2.5.1.1 Penggunaan Uji Missing Values 18
2.5.1.2 Penggunaan Uji Normalitas 18
2.5.1.3 Penggunaan One sample T- Test 19
2.5.1.4 Penggunaan independent sample T-Test 20
2.5.1.5 Penggunaan Paired Sample T-Test 22
DAFTAR PUSTAKA 38
3
DAFTAR TABEL
4
DAFTAR GAMBAR
5
BAB I
PENDAHULUAN
Pada bab ini akan dijelaskan hal-hal yang berkaitan dengan topik
penelitian secara umum, meliputi latar belakang penelitian, rumusan masalah,
tujuan dan sasaran yang ingin dicapai, ruang lingkup laporan penelitian berupa
ruang lingkup materi, ruang lingkup wilayah dan ruang lingkup waktu, serta
metodologi penelitian dan sistematika penulisan laporan.
1
Kota Bandung dalam Angka 2017, (Bandung : Badan Pusat Statistik Kota Bandung,
2017), hlm 139.
6
peningkatan aktivitas dan jumlah penduduk serta proses pembangunan
lainnya. Konversi lahan pada tahap tertentu wajar terjadi, namun pada
sisi lain jika tidak dikendalikan maka akan semakin bermasalah karena
umumnya alih fungsi terjadi di atas lahan produktif. Salah satu masalah
yang ditimbulkan dari konversi lahan pertanian ke non pertanian akibat
pembangunan permukiman dan industri adalah kelangkaan pangan di Kota
Bandung. Walaupun terdapat pasokan komoditas pangan dari luar Kota
Bandung, tidak serta merta dapat memenuhi kebutuhan pangan
masyarakat Kota Bandung. Dalam mengatasi kelangkaan pangan di Kota
Bandung, pemerintah telah mengembangkan kegiatan pertanian dalam
bentuk urban farming.
Ruang lingkup dari penelitian ini terdiri atas ruang lingkup materi,
ruang lingkup wilayah, dan ruang lingkup waktu.
8
GAMBAR 1.4.2.1
PETA KELURAHAN TAMANSARI
Bab I Pendahuluan
Pada bab ini, penulis akan memaparkan input data, analisis output data,
dan interpretasinya dalam bidang perencanaan wilayah dan kota.
10
Bab IV Penutup
11
BAB II
DASAR TEORI
Pada bab ini akan dijelaskan hal-hal yang berkaitan dengan teori-teori
substansial yang berkaitan dengan laporan ini, meliputi teori urban farming,
teori luas bangunan,teori lahan produktif, teori luas kavling, dan teori
Teori urban farming yang akan dibahas meliputi definisi urban farming
dan manfaat urban farming.
12
dan masyarakat pun dapat berpartisipasi dalam pembudidayaan
aneka sumber daya hayati dilingkungan perkotaan guna
memenuhi kebutuhan.
2
Diana Mincyte dan Karin Dobernig, Urban farming in the North American metropolis:
Rethinking work and distance in alternative food networks, New York City College of
Technology, 2016.
13
tidak efektif, sering kali ada lahan kosong yang terbengkalai.
Pemanfaatan lahan kosong ialah satu metode untuk memasok
pangan untuk penduduk kota. Selain memastikan pasokan pangan
tetap kuat dan berkelanjutan. Selain itu, pemanfaatan lahan
kosong dapat mengurangi gejala Urban Sprawl (Bandung City
Environmental Management Board 2014).
14
Rumah adalah bangunan yang berfungsi sebagai tempat
tinggal atau hunian yang digunakan manusia untuk berlindung dari
gangguan iklim, dan tempat awal pengembangan kehidupan3.
3
Republik Indonesia, Undang-Undang RI Nomor 4 Tahun 1992 tentang Perumahan dan
Permukiman BAB I, Pasal 1.
4
Sitanala Arsyad dan Ernan Rustiadi, Penyelamatan tanah, air, dan lingkungan (Bogor:
Yayasan Pustaka Obor Indonesia, 2008), hlm 64.
15
segi lingkungan dan pelestarian sumberdaya alam, ekosistem
sawah ternyata relatif stabil dengan tingkat erosi yang relatif
kecil, dan (3) Dari sudut pandang struktur sosial budaya
masyarakat Indonesia, alih fungsi lahan sawah akan menyebabkan
ketidakseimbangan hubungan sistematik antara pelaku usaha
pertanian dan lahannya karena sawah merupakan pengikat
kelembagaan perdesaan sekaligus menjadi public good yang
mendorong masyarakat perdesaanbekerja sama lebih produktif5.
5
Sitanala Arsyad dan Ernan Rustiadi, Penyelamatan tanah, air, dan lingkungan (Bogor:
Yayasan Pustaka Obor Indonesia, 2008), hlm 79 dan 80.
6
Republik Indonesia, Undang-Undang RI Nomor 41 tahun 2009 tentang Perlindungan
Lahan Pertanian Pangan Berkelanjutan, BAB I, Pasal 1, Ayat 5.
16
termasuk Indonesia, faktor produksi lahan mempunyai kedudukan yang
sangat penting. Hal ini terbukti dari besarnya balas jasa yang diterima
dari lahan dibandingkan dengan faktor-faktor produksi lainnya. Bagi
petani, lahan mempunyai arti yang sangat penting karena dari lahan
mereka dapat mempertahankan hidup bersama keluarganya melalui
kegiatan bercocok tanam dan beternak. Karena lahan merupakan faktor
produksi dalam berusaha tani, maka status penguasaan terhadap lahan
menjadi sangat penting yang berkaitan dengan keputusan jenis
komoditas apakah yang akan diusahakan dan berkaitan dengan besar
kecilnya bagian yang akan diperoleh dari usaha tani yang diusahakan.
Irawan (2005) mengungkapkan bahwa konversi lahan berawal dari
permintaan komoditas pertanian terutama komoditas pangan yang
kurang elastis terhadap pendapatan dibanding dengan komoditas non
pertanian. Oleh karena itu pembangunan ekonomi yang berdampak pada
peningkatan pendapatan penduduk cenderung menyebabkan naiknya
permintaan komoditas non pertanian dengan laju lebih tinggi
dibandingkan dengan permintaan komoditas pertanian. Konsekuensi
lebih lanjut adalah karena kebutuhan lahan untuk memproduksi setiap
komoditas merupakan turunan dari permintaan komoditas yang
bersangkutan, maka pembangunan ekonomi yang membawa kepada
peningkatan pendapatan akan menyebabkan naiknya permintaan lahan
untuk kegiatan di luar pertanian dengan laju lebih cepat dibanding
kenaikan permintaan lahan untuk kegiatan pertanian. Kuantitas atau
ketersediaan lahan di setiap daerah relatif tetap atau terbatas walaupun
secara kualitas sumberdaya lahan dapat ditingkatkan. Pada kondisi
keterbatasan tersebut maka peningkatan kebutuhan lahan untuk
memproduksi komoditas tertentu akan mengurangi ketersediaan lahan
yang dapat digunakan untuk memproduksi komoditas lainnya. Oleh
karena pembangunan ekonomi cendurung mendorong permintaan lahan
di luar sektor pertanian dengan laju lebih besar dibanding permintaan
lahan di sektor pertanian, maka pertumbuhan ekonomi cenderung
mengurangi kuantitas lahan yang dapat digunakan untuk kegiatan
pertanian. Pengurangan kunatitas lahan yang dialokasikan untuk
17
kegiatan pertanian tersebut berlangsung melalui konversi lahan
pertanian yaitu perubahan pemanfaatan lahan yang semula digunakan
untuk kegiatan pertanian ke pemanfaatan lahan di luar pertanian seperti
kompleks perumahan, kawasan perdagangan, kawasan industri dan
seterusnya (Irawan, 2005). Pengertian konversi atau alih fungsi lahan
secara umum menyangkut transformasi dalam pengalokasian
sumberdaya lahan dari satu penggunaan ke penggunaan lainnya.
Konversi lahan pertanian ini tidak terlepas dari situasi ekonomi secara
keseluruhan. Di negara-negara berkembang konversi lahan umumnya
dirangsang oleh transformasi struktur ekonomi yang semula bertumpu
pada sektor pertanian ke sektor yang lebih bersifat industrial. Proses
transformasi ekonomi tersebut selanjutnya merangasang terjadinya
migrasi penduduk ke daerah-daerah pusat kegiatan bisnis sehingga lahan
pertanian yang lokasinya mendekati pusat kegiatan bisnis dikonversi
untuk pembangunan kompleks perumahan. Konversi lahan pertanian ke
nonpertanian bukan semata-mata sebagai fenomena fisik yang
berpengaruh terhadap berkurangnya luas lahan pertanian, melainkan
sebuah fenomena yang bersifat dinamis mempengaruhi aspek-aspek
kehidupan masyarakat secara lebih luas, tidak hanya berkaitan dengana
aspek ekonomi, juga terkait dengan perubahan sosial dan budaya
masyarakat. Menurut Nasoetion, dkk., (2000) proses alih fungsi lahan
pertanian secara langsung atau tidak langsung ditentukan oleh dua
faktor besar yaitu sistem kelembagaan yang dikembangkan oleh
masyarakat dan pemerintah dan sistem kelembagaan yang berkembang
secara alamiah dalam masyarakat. Sistem kelembagaan yang
dikembangkan pemerintah seperti melalui peraturan pertanahan dan
tata ruang akan berpengaruh terhadap konversi lahan. Demikian halnya
dengan sistem kelembagaan masyarakat seperti subak di Bali juga
mempunyai pengaruh kuat terhadap alih fungsi lahan pertanian. Jadi
dengan demikian dorongan-dorongan terjadinya konversi lahan
pertanian ke nonpertanian baik yang mempercepat atau memperlambat
tidak sepenuhnya bersifat alamiah, tetapi ada juga secara langsung atau
18
tidak langsing dihasilkan dari proses kebijakan yang dihasilkan oleh
pemerintah.
Faktor penyebab konversi lahan pada tipe bertahap ada dua yaitu
sebagai berikut.
19
tersebut masih optimal untuk usaha tani. Pada tipe seketika dan
massive, konversi terjadi biasanya diawali oleh alih penguasaan kepada
pihak lain yang akan memanfaatkannya untuk non-pertanian terutama
untuk lokasi perumahan. Alih fungsi melalui cara ini terjadi dalam
hamparan yang lebih luas dan terkonsentrasi pada satu wilayah yang
berdekatan dan pada umumnya berkorelasi positif dengan proses
urbanisasi sehingga lebih banyak terjadi di daerah perkotaan atau
pinggiran kota. Nasution, dkk., (2000) memaparkan beberapa faktor
yang berperan penting yang menyebabkan proses konversi lahan
pertanian ke non pertanian yaitu sebagai berikut. 1) Perkembangan
standar tuntutan hidup. Hal ini berhubungan dengan nilai land rent yang
mampu memberikan perkembangan standar tuntutan hidup petani. 2)
Fluktuasi harga pertanian. Menyangkut aspek fluktuasi harga-harga
komoditas yang dapat dihasilkan dari pembudidayaan sawah. 3) Struktur
biaya produksi pertanian. Biaya produksi dan aktivitas budidaya lahan
sawah yang semakin mahal dan cenderung memperkuat proses konversi
lahan. 4) Teknologi. Terhambatnya perkembangan teknologi intensifikasi
pada penggunaan lahan yang memiliki tingkat pertanian yang terus
meningkat akan mengakibatkan proses ekstenfikasi yang lebih dominan,
Proses ekstenfikasi dari penggunaan lahan akan terus mendorong proses
konversi lahan. 5) Aksesibilitas. Perubahan sarana dan prasarana
transportasi yang berimplikasi terhadap meningkatnya aksesibilitas lokal
akan lebih mendorong perkembangan penggunaan lahan pertanian ke
non pertanian. 6) Resiko dan ketidakpastian. Aktivitas pertanian dengan
tingkat resiko ketidakpastian yang tinggi akan menurunkan nilai harapan
dari tingkat produksi, harga dan keuntungan. Dengan demikian
penggunaan lahan yang mempunyai resiko dan ketidakpastian yang lebih
tinggi akan cenderung dikonversi ke penggunaan lain yang resikonya
lebih rendah. Menurut Lestari (2005) proses konversi lahan pertanian ke
penggunaan nonpertanian yang terjadi disebabkan oleh beberapa faktor.
Tiga faktor penting yang menyebabkan terjadinya konversi lahan
pertanian yaitu sebagai berikut. 1) Faktor eksternal merupakan faktor
yang disebabkan oleh adanya dinamika pertumbuhan perkotaan,
20
demografi maupun ekonomi. 2) Faktor internal merupakan faktor yang
lebih melihat sisi yang disebabkan oleh kondisi sosial-ekonomi rumah
tangga pertanian pengguna lahan. 3) Faktor kebijakan merupakan aspek
regulasi yang dikeluarkan oleh pemerintah pusat maupun daerah yang
berkaitan dengan perubahan fungsi lahan pertanian.
1. Pengujian Parametrik
21
Pengujian yang memerlukan distribusi populasi
normal.
2. Pengujian Non-parametrik
Pengujian yang tidak memerlukan distribusi populasi
normal.
a. Kondisi untuk melakukan metode analisis statistik
non-parametrik:
- Jumlah sampel yang diambil kecil
- Data yang ada terdistribusi normal
- Jenis data berupa data nominal atau ordinal
b. Keuntungan inferensi non-parametrik:
- Tidak mengharuskan data terdistribusi normal
- Dapat dipakai untuk level data nominal dan
ordinal
- Lebih sederhana dan mudah dimengerti
c. Kelemahan inferensi non-parametrik
Tidak adanya sistematika yang jelas sehingga
hasilnya dapat meragukan
22
3. Pemilihan Distribusi Sampling dan Penentuan Wilayah
Kritis
Mengukur wilayah di bawah distribusi dengan
menggunakan distribusi yang sesuai.
Wilayah kritis terdiri dari wilayah di bawah
distribusi sampling yang mencakup semua hasil
sampel yang tidak mungkin Disebut daerah
penolakan H0.
Ukuran wilayah kritis diungkapkan dalam
Proporsi dari seluruh wilayah yang tercakup
dalam wilayah kritis.
4. Penghitungan Statistik Uji
Untuk mengevaluasi probabilitas beberapa hasil
sampel tertentu, nilai sampel harus diubah ke dalam
nilai standar, sesuai dengan distribusi yang digunakan.
Dalam pengolahan data laporan ini menggunakan
distribusi Z. Oleh karena itu, nilai sampel diubah
dalam skor Z dengan cara sebagai berikut.
Statistik Parameter
Z hitung
Standard Error
5. Membuat Keputusan
Keputusan dibuat dengan membandingkan statistik uji
(Z hitung) dengan wilayah kritis (Z tabel). Hasil
keputusannya sebagai berikut.
Bila statistik uji di wilayah kritis Tolak H0
Bila statistik uji berada di wilayah tidak kritis
Gagal tolak H0
23
1. Uji Runs
Uji runs merupakan langkah untuk menentukan keputusan pada
uji hipotesa kasus satu sampel. Pernyataan H0 akan diterima jika nilai
sig > 0,05. Jika nilai sig < 0,05, pernyataan H1 yang diterima.
Langkah-langkah melakukuan uji runs menggunakan aplikasi SPSS
adalah sebagai berikut.
Klik Analyze pada toolbar
Pilih Nonparametric Test Legacy Dialogs Runs
Pilih variabel yang diinginkan, variabel yang dipilih akan
berada pada kolom Test Variable List
Centang Mean pada kolom Cut Point
Klik Ok untuk mendapat hasil pengujian
2. Uji Wilcoxon
Uji wilcoxon merupakan langkah untuk menentukan keputusan
pada uji hipotesa kasus dua sampel terkait. Pernyataan H0 akan
diterima jika nilai sig > 0,05 dan Z berada bukan pada daerah kritis.
Jika nilai sig < 0,05 dan/atau Z berada pada daerah kritis, pernyataan
H1 yang diterima. Langkah-langkah melakukuan uji wilcoxon
menggunakan aplikasi SPSS adalah sebagai berikut.
Klik Analyze pada toolbar
Pilih Nonparametric Test Legacy Dialogs 2 Related
Samples
Masukkan variabel pertama yang ingin diuji ke kolom Variable
1
Masukkan variabel kedua yang ingin diuji ke kolom Variable 2
Centang Wilcoxon pada kolom Test Type
Klik Ok untuk mendapat hasil pengujian
24
Uji mann whitney merupakan langkah untuk menentukan
keputusan pada uji hipotesa kasus dua sampel independen.
Pernyataan H0 akan diterima jika nilai sig > 0,05 dan Z berada bukan
pada daerah kritis. Jika nilai sig < 0,05 dan/atau Z berada pada
daerah kritis, pernyataan H1 yang diterima. Langkah-langkah
melakukuan uji mann whitney menggunakan aplikasi SPSS adalah
sebagai berikut.
Klik Analyze pada toolbar
Pilih Nonparametric Test Legacy Dialogs 2
Independent Samples
Tentukan satu variabel yang akan diuji. Variabel ini
dimasukkan pada kolom Test Variable List. Variabel yang
berada pada kolom ini memiliki jenis data ordinal kontinu.
Tentukan satu variabel lainnya yang akan diuji. Variabel ini
dimasukkan pada kolom Grouping Variable. Variabel yang
berada pada kolom ini memiliki jenis data nominal.
Centang Mann-Whitney U pada kolom Test Type
Klik Ok untuk mendapat hasil pengujian
25
BAB 3
Pada bab ini akan dijelaskan mengenai variabel-variabel yang diuji, analisis
output data dan interpretasinya terhadap bidang perencanaan wilayah dan
kota.
TABEL 3.1.1
DATA LUAS KAVLING, LUAS BANGUNAN, DAN KETERSEDIAAN LAHAN
TABEL 3.1.2
DATA LUAS LAHAN PRODUKTIF MENURUT JENIS TAHUN 2015 DAN 2016
27
Analisis output data yang dibahas menggunakan data non-parametrik.
Kemudian dilakukan reduksi pada semua variabel.
TABEL 3.2.1.1.1
UJI RUNS KETERSEDIAAN LAHAN
Ada_Lahan
Test Valuea 1.80
Cases < Test Value 4
Cases >= Test Value 16
Total Cases 20
Number of Runs 8
Z .074
Asymp. Sig. (2-tailed) .941
28
mendekati label 2, yang mana dalam data primer di SPSS
ketersediaan lahan ditunjukan label 1 dan ketidaktersediaan
lahan diberi label 2, sehingga dapat disimpulkan bahwa rata-rata
masyarakat Kelurahan Tamansari tidak memiliki ketersediaan
lahan. Number of runs bernilai 8 yang berarti terdapat 8 run di
dalam data yang ada di SPSS.
GRAFIK 3.2.1.1.1
DISTRIBUSI SAMPLING DAN WILAYAH KRITIS KETERSEDIAAN LAHAN
Zspss=0,74
30
TABEL 3.2.1.2.1
RANKING LUAS LAHAN PRODUKTIF KOTA BANDUNG
N Mean Rank Sum of Ranks
Luas_2016 - Luas_2015 Negative Ranks 0a .00 .00
Positive Ranks 2b 1.50 3.00
Ties 2c
Total 4
a. Luas_2016 < Luas_2015
b. Luas_2016 > Luas_2015
c. Luas_2016 = Luas_2015
Sumber: Hasil Analisis SPPS, 2017
TABEL 3.2.1.2.2
WILCOXON SIGN RANKS TEST LUAS LAHAN PRODUKTIF KOTA BANDUNG
Luas_2016 - Luas_2015
Z -1.342a
Asymp. Sig. (2-tailed) .180
a. Based on negative ranks.
b. Wilcoxon Signed Ranks Test
31
Berdasarkan Tabel 3.2.1.2.2 Wilcoxon Sign Ranks Test
Luas Lahan Produktif Kota Bandung diperoleh nilai signifikasi
0,180 yang lebih besar daripada standar eror dengan nilai 0,025.
Berdasarkan pengolahan data tersebut maka H0 diterima dan H1
ditolak.
GRAFIK 3.2.1.2.1
DISTRIBUSI SAMPLING DAN WILAYAH KRITIS LUAS LAHAN PRODUKTIF
KOTA BANDUNG
Zspss= -1,342
32
3.2.1.3 Uji Mann Whitney
TABEL 3.2.1.3.1
RANKS MANN-WHITNEY TEST LUAS KAVLING DAN LUAS BANGUNAN
TABEL 3.2.1.3.2
MANN-WHITNEY TEST LUAS KAVLING DAN LUAS BANGUNAN
Luas
Mann-Whitney U 189.500
Wilcoxon W 399.500
Z -.291
Asymp. Sig. (2-tailed) .771
Exact Sig. [2*(1-tailed Sig.)] .779a
33
Berdasarkan data di Tabel 3.2.1.3.2 Mann-Whitney Test
Luas Kavling dan Luas Bangunan, didapat nilai Z sebesar -0,291
dan signifikansi bernilai 0,77. Hal ini menunjukkan bahwa H0
diterima dan H1 ditolak karena Z tidak berada pada daerah kritis
dan nilai signifikasinya lebih besar daripada 0,05. Berdasarkan
pengolahan data tersebut dapat disimpulkan bahwa luas kavling
di Kelurahan Tamansari lebih besar daripada luas bangunannya.
35
BAB 4
Pada bab ini akan dijelaskan mengenai kesimpulan dari hasil penelitian dan
rekomendasi secara studi mengenai materi penyelesaian serta saran mengenai
praktikum.
4.1 Kesimpulan
4.2 Saran
37
DAFTAR PUSTAKA
http://personal.its.ac.id/files/pub/5352eko_budiurplanCities%202014%20
Urban%20Farming_EBS_RRW.pdf, diakses pada 14 Oktober 2017 pukul 14.37 WIB
masrogultom.wordpress.com/2014/05/20/bagaimana-upaya-untuk-
meningkatkan-ketahanan-pangan-di-indonesia/ diakses pada 12 Oktober 2017
pukul 08.00 WIB.
http://journal.unair.ac.id/download-fullpapers-kmpda2908f5e4full.pdf,
diakses pada 13 Oktober 2017 pukul 20.00 WIB.
38