i
KEPUTUSAN DIREKTUR
RUMAH SAKIT UMUM DAERAH BANGKINANG
Nomor :
Tentang
PANDUAN RESUSITASI JANTUNG DAN PARU
Menetapkan :
PERTAMA KEPUTUSAN DIREKTUR RUMAH SAKIT UMUM
DAERAH BANGKINANG TENTANG PANDUAN
RESUSITASI JANTUNG DAN PARU RUMAH SAKIT
RSUD BANGKINANG .
KEDUA : Panduan Resusitasi Jantung dan Paru dimaksudkan
agar dapat tecipta pelayanan yang seragam pada pasien yang
membutuhkan resusuitasi jantung paru dan mencegah
kecatatan yang permanen pada pasien.
KETIGA : Pelaksanaan Panduan Resusitasi Jantung dan Paru
dimaksudkan untuk meningkatkan kualitas dan keamanan
pelayanan pasien sebagaimana dimaksud dalam Diktum
kesatu
KEEMPAT : Keputusan ini berlaku sejak tanggal ditetapkan.
Ditetapkan di :
Pada Tanggal :
Direktur,
Direktur
RSUD BANGKINANG i
DAFTAR ISI
DAFTAR ISI
Halaman: :
Hal
SURAT
SK KEPUTUSAN DIREKTUR
DIREKTUR
KATA PENGANTAR
KATA PENGANTAR iii
DAFTAR ISI iii
DAFTAR ISI ii
A. DEFINISI 1
BAB
B. ITUJUAN
: DEFINISI 1
C. IIRUANG
BAB LINGKUP
: RUANG LINGKUP 13
D. TATA LAKSANA
BAB III : TATA LAKSANA
A. Bantuan Hidup Dasar Dewas 4
B. Terapi Elektrik 10
C. Bantuan Hidup Lanjut Pada Dewasa 13
D. Perawatan Pasca Henti Jantung 14
E. Etika Menunda Dan Menghentikan Resusitasi Jantung 18
Paru
KEPUSTAKAAN 22
RSUD BANGKINANG ii
LAMPIRAN
Keputusan Direktur Nomor
Tentang Panduan Resusitasi Jantung dan Paru
BAB I
DEFINISI
RSUD BANGKINANG 1
life support) dan rantai kelima adalah perawatan pasca henti jantung (post cardiac-
arrest care)
RSUD BANGKINANG 2
BAB II RUANG
LINGKUP
Pada panduan resusitasi ini akan ditekankan pada pemberian bantuan hidup
dasar yang harus dikuasai oleh setiap dokter, dokter gigi, dokter spesialis maupun
first responder di lapangan. Bantuan hidup dasar diutamakan pada penanganan
airway, breathing, circulation berdasarkan panduan terbaru dari American Heart
Association 2010 mengenai Panduan Resusitasi Jantung Paru (RJP). Beberapa hal
yang ditekankan pada panduan resusitasi ini yaitu :
1. Kecepatan kompresi minimal 100 kali/ menit (perubahan dari panduan
sebelumnya yang menyatakan kurang lebih 100 kali/ menit).
2. Kedalaman kompresi paling tidak 2 inchi (5 cm) pada dewasa dan kedalaman
kompresi paling tidak sepertiga diameter antero posterior dari thorax pada
bayi dan anak (kurang lebih 1.5 inchi (4 cm) pada bayi dan 2 inchi (5 cm)
pada anak). Perhatikan bahwa rentang 1.5 sampai 2 inchi tidak lagi digunakan
untuk korban dewasa, dan kedalaman absolut yang direkomendasikan untuk
anak dan bayi lebih dalam daripada versi AHA sebelumnya.
3. Menciptakan pengembangan dinding dada yang optimal di setiap akhir
kompresi.
4. Meminimalkan kompresi saat melakukan kompresi dada.
5. Menghindari ventilasi yang berlebihan.
Detail dari tiap-tiap siklus C A B akan dijelaskan pada bab berikutnya.
RSUD BANGKINANG 3
BAB III TATA
LAKSANA
RSUD BANGKINANG 4
Tahapan yang harus dilakukan dalam BHD adalah sebagai berikut :
1. Tahap Pertolongan
a. Penolong yang mengetahui pertama kali harus segera melakukan
penilaian dini kesadaran korban.
b. Pastikan lingkungan penderita aman untuk dilakukan pertolongan.
c. Lakukan cek respon penderita dengan memanggil nama atau menepuk
bahu.
d. Meminta bantuan pertolongan atau mengaktifkan sistem pengananan
kegawat daruratan terpadu.
RSUD BANGKINANG 5
Gambar 3. Cek nadi karotis penderita
RSUD BANGKINANG 6
c. Lakukan pemeriksaan jalan napas untuk mengevaluasi apakah ada
sumbatan jalan napas. Sumbatan jalan napas dapat digolongkan
sebagai sumbatan jalan napas total dan sumbatan jalan napas parsial.
Sumbatan jalan napas parsial memiliki tanda sebagai berikut :
1) Pertukaran udara di perifer masih baik.
2) Masih ada suara napas.
3) Ditemukan suara napas tambahan saat inspirasi (gurgling atau
snoring).
4) Ada upaya batuk dari pasien untuk mengeluarkan sumbatan.
5) Pasien masih mampu berbicara meskipun terbata-bata atau satu
dua patah kata.
6) Akral hangat.
Sedangkan sumbatan jalan napas total memiliki tanda sebagai berikut :
1) Pertukaran udara buruk atau tidak ada.
2) Batuk yang lemah, tidak efektif, atau tidak ada.
3) Suara napas tambahan saat inspirasi atau tidak ada suara napas.
4) Kesulitan bernapas.
5) Sianosis.
6) Tidak mampu bicara.
7) Memegangi leher.
8) Akral dingin.
RSUD BANGKINANG 7
Gambar 5. Teknik melakukan head tilt chin lift
RSUD BANGKINANG 8
3) Berikan napas bantuan sebanyak 2 kali, setiap napas bantuan selama 1
detik.
Cara memberikan napas bantuan dapat menggunakan teknik dari
mulut ke mulut atau menggunakan alat (masker atau bagging).
RSUD BANGKINANG 9
Secara ringkas bantuan hidup dasar adalah sebagai berikut :
B. Terapi Elektrik
Defibrilasi
Proses defibrilasi mencakup penghantaran energi listrik melalui dinding dada
menuju ke jantung untuk mendepolarisasikan sel-sel miokard dan menghilangkan
VF. Pengaturan energi untuk defibrilator diatur untuk menyediakan energi dengan
tingkat terendah namun masih efektif dalam menghilangkan VF. Karena
defibrilasi merupakan suatu proses elektrofisiologis yang terjadi dalam 300 500
milidetik setelah penghantaran energi, istilah defibrilasi (keberhasilan shock)
RSUD BANGKINANG 10
10
didefinisikan sebagai hilangnya VF selama kurang lebih 5 detik setelah dilakukan
kejutan listrik.
Kardioversi tersinkronisasi
Kardioversi tersinkronisasi adalah hantaran kejut yang bersamaan dengan
kompleks QRS (sinkron).Energi (dosis kejut) yang digunakan untuk kejut
sinkronisasi lebih rendah dari yang digunakan untuk kejut yang tidak
tersinkronisasi (defibrilasi).Hantaran kejut tersinkronisasi (kardioversi)
diindikasikan untuk mengobati takiaritmia yang tidak stabil yang
berhubungan dengan pembentukan kompleks QRS dan irama nadi. Pasien
yang tidak stabil memperlihatkan tanda-tanda perfusi yang jelek termasuk
status mental yang berubah, nyeri dada berlanjut, hipotensi, atau tanda lain
syok dan edema paru.
Kardioversi tersinkronisasi direkomendasikan untuk mengobati SVT yang
tidak stabil akibat reentry, atrial fibrilasi, dan atrial flutter.Hantaran kejut
dapat menghentikan irama ini karena memutuskan pola reentri.Kardioversi
juga direkomendasikan untuk mengobati VT monomorfik yang tidak stabil.
Kardioversi tidak akan efektif untuk pengobatan junctional tachycardia atau
ektopik atau multifocal atrial tachycardia karena irama ini memiliki fokus
yang otomatis.
Dosis energi awal dengan alat bifasik yang direkomendasikan untuk atrial
flutter dan supraventrikular takikardia yaitu 50 100 J. Jika dengan dosis 50 J
awal gagal, penolong dapat meningkatkan dosis secara bertahap. Pada anak-
anak dapat diberikan energi awal 0,5 1 J/kg untuk supra ventrikular
takikardia, dengan dosis maksimal 2 J/kg.
RSUD BANGKINANG 11
11
Algoritma 1. Penanganan ventricular fibrillation dan pulseless ventricular
tachycardia
RSUD BANGKINANG 12
12
C. Bantuan Hidup Lanjutan Pada Dewasa
Dalam melakukan bantuan hidup jantung lanjut tetap ditekankan pada pentingnya
RJP yang berkualitas tinggi sebagai manajemen dasar dari henti jantung.
Penghentian RJP secara periodik harus diminimalisir dan hanya dilakukan untuk
menilai ritme jantung, melakukan kejut jantung, menilai pulsasi nadi karotis bila
terdeteksi irama jantung ritmis, atau lakukan manajemen advanced airway.
Melakukan monitor dan optimalisasi kualitas RJP menggunakan parameter
mekanis (kecepatan dan kedalaman kompresi dada, pengembangan kembali
dinding dada secara adekuat, dan meminimalkan intervensi selama kompresi),
atau bila memungkinkan, parameter fisiologis (partial pressure of end-tidal CO2
[PETCO2], tekanan arteri selama fase relaksasi dinding dada saat melakukan
kompresi, atau saturasi oksigen vena sentral/ central venous oxygen saturation
[Scvo2]). Apabila tidak terdapat sarana manajemen jalan napas tingkat lanjut,
kompresi ventilasi tersinkronisasi dengan rasio 30:2 lebih direkomendasikan
dengan kecepatan kompresi setidaknya 100 kali per menit. Setelah penggunaan
alat bantu napas tingkat lanjut salah satunya berupa endotracheal tube (ETT),
kompresi harus dilanjutkan dengan kecepatan setidaknya 100 kali kompresi per
menit tanpa harus ada jeda untuk memberikan ventilasi atau oksigenasi. Ventilasi
diberikan setiap 6 atau 8 detik sekali (8 10 ventilasi per menit) dan harus
menghindari pemberian hiperventilasi.
Ritme yang secara spesifik meningkatkan angka kelangsungan hidup setelah
dilakukan defibrilasi adalah ventrikel fibrilasi atau ventrikel takikardi tanpa
pulsasi nadi. Sehingga diharapkan tenaga medis dapat melakukan intervensi
secara tepat pada pasien dengan irama jantung tersebut. Pemasangan akses
intravena, pemberian obat, dan manajemen jalan napas tingkat lanjut, diupayakan
tidak mengganggu kompresi dada atau menunda pemberian defibrilasi.
RSUD BANGKINANG 13
13
Algoritma 2. Bantu hidup jantung lanjut
RSUD BANGKINANG 14
14
1. Mengoptimalkan fungsi jantung dan paru serta perfusi organ vital.
2. Pada kasus henti jantung di luar rumah sakit, pasien hendaknya dirujuk ke
rumah sakit yang sesuai yang memiliki sistem perawatan pasca henti
jantung yang komprehensif, meliputi intervensi koroner akut, perawatan
neurologik, goal directed critical care, dan hipotermia.
3. Pada kasus henti jantung yang terjadi di rumah sakit, pindahkan pasien
unit perawatan intensif yang sesuai yang mampu memberikan perawatan
pasca henti jantung yang komprehensif.
4. Mencoba mencari dan mengatasi penyebab yang mencetuskan henti
jantung dan mencegah berulangnya henti jantung.
RSUD BANGKINANG 15
15
2. Ventilasi/ oksigenasi yang cukup
Meskipun oksigen 100% mungkin diperlukan pada awal resusitasi,
oksigen harus dititrasi hingga level paling rendah yang dibutuhkan untuk
mempertahankan saturasi oksigen 94% untuk menghindari intoksikasi
oksigen. Hiperventilasi atau overbagging harus dihindari karena dapat
meningkatkan tekanan dalam rongga dada yang kemudian menurunkan
cardiac output. Penurunan PaCO2 yang terjadi pada hiperventilasi
berpotensi menurunkan aliran darah ke otak secara langsung. Ventilasi
dapat diberikan mulai 10 12 kali per menit dan dititrasi untuk mencapai
PaCO2 40 45 mmHg. Sedangkan untuk ventilasi mekanik harus diatur
berdasarkan saturasi oksihemoglobin, nilai AGDA, ventilasi per menit,
dan kesesuaian ventilator.
3. Sirkulasi
Pengawasan tanda vital dan aritmia harus dilakukan secara kontinyu.
Monitoring EKG kontinyu harus dilanjutkan setelah ROSC, selama
transport, dan selama di ICU sampai kondisi stabil tercapai. Akses
intravena harus dipasang bila sebelumnya selama resusitasi belum
diperoleh. Apabila pasien hipotensi (tekanan darah sistolik 90 mmHg),
pertimbangkan pemberian bolus cairan. Cairan dingin dapat digunakan
bila dipilih terapi hipotermia. Infus obat vasoaktif seperti Dopamin,
Norepinefrin, atau Epinefrin dapat dimulai jika diperlukan dan dititrasi
hingga mencapai tekanan darah sistolik minimum 90 mmHg atau
tekanan arteri rata-rata 65 mmHg.
4. Disability
Patofisiologi cedera otak pasca henti jantung melibatkan rangkaian
kompleks molekular yang dicetuskan oleh iskemia dan reperfusi yang
masih berlangsung selama beberapa jam sampai beberapa hari setelah
ROSC. Kejadian dan kondisi dari periode pasca henti jantung memiliki
potensi untuk mencetuskan atau melemahkan jalur ini dan mempengaruhi
hasil akhir. Manifestasi klinis dari cedera otak pasca henti jantung
RSUD BANGKINANG 16
16
meliputi koma, kejang, myoclonus, beberapa tingkat disfungsi
neurokognitif (mulai dari defisit daya ingat sampai status vegetatif) dan
kematian otak. Agen neuroprotektif dengan obat obat antkonvulsi seperti
halnya Thiopental dan Diazepam dosis tunggal atau Magnesium atau
keduanya dapat diberikan pada kejang setelah ROSC, namun tidak dapat
meningkatkan status neurologis dari pasien.
5. Exposure
Direkomendasikan bahwa pasien dewasa dalam kondisi koma dengan
ROSC pasca henti jantung di luar rumah sakit sebaiknya didinginkan
sampai suhu 32C - 34C selama 12 24 jam. Hipotermia yang diinduksi
juga bisa dipertimbangkan untuk pasien dewasa yang koma dengan ROSC
pasca henti jantung di dalam rumah sakit dengan irama awal pulseless
electrical activity atau asystole. Penghangatan kembali pada pasien koma
yang secara spontan menjadi hipotermia ringan (> 32C) setelah resusitasi
selama 48 jam pertama setelah ROSC.
RSUD BANGKINANG 17
17
Algoritma 3. Penatalaksanaan pasca henti jantung
RSUD BANGKINANG 18
18
lain perawatan kritis, ilmu penyakit jantung, ilmu penyakit dalam, dan ilmu
penyakit saraf.
Oleh karena itu, diperlukan unit perawatan kritis yang baik dalam
mengantisipasi, monitor, dan menatalaksana setiap masalah yang terjadi.
RSUD BANGKINANG 19
19
agen vasopresor, ventilasi mekanis, produk darah, atau antibiotik.Perintah
DNAR harus menyebutkan secara spesifik intevensi mana yang ditunda.
Perintah DNAR tidak serta merta mencakup intervensi lain seperti pemberian
cairan parenteral, nutrisi, oksigen, analgesik, sedasi, anti aritmia, atau
vasopresor, kecuali intervensi ini masuk dalam perintah DNAR
tersebut.Beberapa pasien mungkin memilih untuk diterapi dengan defibrilasi dan
kompresi dada tetapi tidak bersedia diintubasi dan ventilasi mekanis. Perintah
DNAR tidak membawa implikasi pada terapi lain, dan aspek lain dari rencana
terapi harus didokumentasikan secara terpisah dan dikomunikasikan kepada
tenaga medis yang lain. Perintah DNAR harus dikaji ulang secara berkala sesuai
dengan protokol lokal, terutama bila pasien mengalami perubahan kondisi.
Perintah DNAR harus dikaji oleh ahli anestesi sebelum operasi dilakukan, ahli
bedah yang akan menjadi operator operasi, dan pasien atau keluarga untuk
menentukan apakah perintah DNAR ini aplikatif selama proses operasi
dilakukan dan selama immediate postoperative recovery period.
RSUD BANGKINANG 20
20
mengalami keracunan obat, atau yang mengalami kejadian yang menyebabkan
hipotermi.
Pada dewasa, penghentian upaya resusitasi jantung paru berdasarkan pada
banyak pertimbangan, termasuk henti jantung yang diketahui dan tidak diketahui
kejadiannya, waktu RJP, ritme henti jantung yang pertama, waktu defibrilasi,
penyakit komorbid, kondisi sebelum henti jantung, dan apakah terjadi ROSC
selama dilakukan upaya resusitasi.
RSUD BANGKINANG 21
21
KEPUSTAKAAN
RSUD BANGKINANG 22
22