Anda di halaman 1dari 13

ESSAI KELOMPOK 8

PERUMAHAN DAN PERMUKIMAN A

PERMUKIMAN KUMUH
Anggota:
Azillatin Qisthian Diny 08211640000014
Danika Hudani Nabila 08211640000018
Alethea Jihan Masyithah 08211640000033
Umbara Sakti Mihardja 08211640000050

DEPARTEMEN PERENCANAAN WILAYAH DAN KOTA


FAKULTAS ARSITEKTUR, DESAIN, DAN PERENCANAAN
INSTITUT TEKNOLOGI SEPULUH NOPEMBER SURABAYA
2017
A. Pengertian
Menurut Peraturan Menteri Pekerjaan Umum Dan Perumahan Rakyat Republik
Indonesia Nomor 02/Prt/M/2016 Tentang Peningkatan Kualitas Terhadap Perumahan
Kumuh dan Permukiman Kumuh, pengertian Perumahan Kumuh dan Permukiman
Kumuh adalah sebagai berikut:
1. Perumahan kumuh ialah kumpulan rumah di suatu daerah atau kota yang
mengalami penurunan kualitas fungsinya sebagai hunian tempat tinggal.
2. Permukiman kumuh ialah lingkungan hunian yang memiliki ketidakteraturan
bangunan, prasarana dan sarana yang tidak memenuhi syarat, kualitas bangunan
yang rendah, dan kepadatan bangunan yang tinggi, sehingga tidak layak huni.
B. Karakteristik Permukiman Kumuh
Guru besar antropologi Universitas Indonesia yaitu Supardi Suparlan, dalam bukunya
yang berjudul Kemiskinan di Perkotaan merumuskan karakteristik permukiman kumuh yaitu :
1. Fasilitas umum yang kondisinya kurang atau tidak memadai
Permukiman kumuh seringkali tidak dilengkapi dengan fasilitas dan utilitas yang memadai.
Hal ini disebabkan oleh daerah permukiman kumuh yang berada di daerah yang ilegal,
sehingga tidak dilengkapi dengan fasilitas dan utilitas yang memadai.
2. Kondisi hunian rumah dan permukiman serta penggunaan ruang-ruangnya
mencerminkan penghuninya yang kurang mampu atau miskin.
Dilihat dari segi fisik, permukiman kumuh dapat mencerminkan kondisi ekonomi penghuninya.
Penghuni permukiman kumuh adalah penduduk dengan penghasilan rendah dapat dilihat dari
bangunan tempat tinggalnya, yaitu tidak nyaman, tidak layak, dan dibawah standar.
3. Adanya tingkat frekuensi dan kepadatan volume yang tinggi dalam penggunaan ruang-
ruang yang ada di permukiman kumuh sehingga mencerminkan adanya kesemrawutan
ruang.
Salah satu karakteristik permukiman kumuh adalah tingkat kepadatan penduduk serta
bangunannya yang tinggi. Hal ini karena terbatasnya lahan yang ada. Karena jumlah
bangunan tidak seimbang dengan lahan yang tersedia, maka penataan ruangnya juga tidak
teratur dan tidak sesuai dengan peraturan yang ada.
4. Ketidakberdayaan ekonomi penghuninya.
Permukiman kumuh muncul karena penghuninya tidak dapat memenuhi kebutuhannya, yaitu
tempat tinggal yang layak. Keterbatasan ini disebabkan karena tingkat ekonomi penduduk
yang rendah.
Sedangkan menurut UNHABITAT The Challenge of Slums: Global Report on Human Settlements
tahun 2003, karakteristik permukiman kumuh adalah :
1. Kurangnya pelayanan dasar
Kurangnya pelayanan dasar atau fasilitas utilitas adalah karakteristik yang selalu disebutkan
dalam karakteristik permukiman kumuh di seluruh dunia. Kurangnya pelayanan dasar
merupakan karakteristik permukiman kumuh karena tanpa adanya pelayanan dasar,
masyarakat tidak bisa terpenuhi kebutuhannya. contohnya adalah tidak adanya sanitasi,
sistem pengumpulan sampah, penerangan jalan yang kurang, dll.
2. Permukiman di bawah standar dan struktur bangunan yang tidak memadai
Karakteristik permukiman kumuh salah satunya adalah perumahan di bawah standar.
Contohnya yaitu bangunan yang tingginya tidak sesuai peraturan yang telah ditetapkan dan
struktur bangunan yang di bawah standar, contohnya adalah bangunan non permanen
(lantainya yang tidak menggunakan keramik atau atapnya yang tidak menggunakan
genteng).
3. Kepadatan permukiman yang tinggi
Kepadatan ini terjadi karena lahan yang tersedia tidak sebanding dengan penduduk yang
menghuninya.
4. Berada di lokasi yang tidak sehat dan tidak aman
Kondisi hidup yang tidak sehat disebabkan oleh kurangnya sarana prasarana yang ada.
Seperti tidak adanya saluran pembuangan, tidak ada jaringan air bersih, jauh dari rumah
sakit, dll. Permukiman kumuh juga berada di daerah yang berbahaya. Hal ini disebabkan
karena permukiman kumuh kerap kali dibangun di daerah yang tidak cocok diperuntukkan
untuk permukiman. Seperti di bantaran sungai yang rawan terkena banjir atau berdekatan
dengan pabrik industri sehingga membahayakan kesehatan.
5. Tidak memiliki kepemilikan tanah (ilegal)
Permukiman kumuh sebagian besar dibangun di tempat yang tidak diperuntukkan untuk
permukiman. Hal ini berarti penduduk tidak memiliki hak/kepemilikan tanah untuk tinggal di
daerah tertentu (ilegal).
6. Penghasilan penduduknya yang rendah
Karakteristik permukiman kumuh adalah penghuninya yang berpenghasilan rendah. Hal ini
menyebabkan penduduk tidak dapat membeli atau membangun rumah yang layak sehingga
penduduk membuat rumah seadanya, yaitu permukiman kumuh.

C. Kriteria Permukiman Kumuh

Kriteria merupakan suatu ukuran yang dijadikan dasar penetapan suatu hal esuatu; Di
dalam Peraturan Menteri Pekerjaan Umum Dan Perumahan Rakyat Republik Indonesia
Nomor 02 atau PRT atau M atau 2016 tentang Peningkatan Kualitas Terhadap Perumahan
Kumuh Dan Permukiman Kumuh (pasal 4 ayat 1), kriteria perumahan kumuh dan permukiman
kumuh merupakan kriteria yang digunakan untuk menentukan kondisi kekumuhan pada
perumahan kumuh dan permukiman kumuh. Di dalam pasal tersebut disebutkan kriteria
kumuh suatu perumahan dan permukiman dapat ditinjau dari beberapa aspek, antara lain :
1. Bangunan Gedung
Kriteria kekumuhan ditinjau dari bangunan gedung sebagaimana mencakup:
a) ketidakteraturan bangunan
Ketidakteraturan bangunan sebagaimana dimaksud merupakan kondisi bangunan
gedung tidak memenuhi ketentuan tata bangunan dan tata kualitas lingkungan
dalam RTBL, dalam Rencana Detil Tata Ruang (RDTR) dan Rencana Tata
Bangunan dan Lingkungan (RTBL, seperti pengaturan bentuk, besaran,
perletakan, dan tampilan bangunan pada suatu zona, pengaturan blok lingkungan,
kapling, bangunan, ketinggian dan elevasi lantai, konsep identitas lingkungan,
konsep orientasi lingkungan, dan wajah jalan.
b) tingkat kepadatan bangunan yang tinggi yang tidak sesuai dengan ketentuan
rencana tata ruang
kondisi bangunan gedung pada perumahan dan permukiman dengan Koefisien
Dasar Bangunan (KDB) dan Koefisien Lantai Bangunan (KLB) yang melebihi
ketentuan RDTR, dan atau atau RTBL
c) kualitas bangunan yang tidak memenuhi syarat.
Maksud dari poin ini adalah, bangunan gedung pada perumahan dan permukiman
yang tidak memenuhi syarat teknis. Persyaratan teknis bangunan gedung yang
dimaksud terdiri dari: a. pengendalian dampak lingkungan; b. pembangunan
bangunan gedung di atas dan atau atau di bawah tanah, di atas dan atau atau di
bawah air, di atas dan atau atau di bawah prasarana atau sarana umum; c.
keselamatan bangunan gedung; d. kesehatan bangunan gedung; e. kenyamanan
bangunan gedung; dan f. kemudahan bangunan gedung.
2. Jalan Lingkungan
Kriteria kekumuhan ditinjau dari jalan lingkungan mencakup:
a) Apakah jaringan jalan lingkungan tidak melayani seluruh lingkungan perumahan atau
permukiman atau tidak.
b) Kualitas permukaan jalan lingkungan kondisi sebagian atau seluruh jalan lingkungan
terjadi kerusakan permukaan jalan (buruk)
3. Penyediaan Air Minum
Kriteria kekumuhan ditinjau dari penyediaan air minum mencakup:
a) ketidaktersediaan akses aman air minum, merupakan kondisi ketika masyarakat tidak
dapat mengakses air minum yang memenuhi syarat kesehatan.
b) tidak terpenuhinya kebutuhan air minum setiap individu sesuai standar yang berlaku,
dimana kebutuhan air minum masyarakat dalam lingkungan perumahan atau
permukiman tidak mencapai minimal sebanyak 60 liter atau orang atau hari.
4. Drainase Lingkungan
Kriteria kekumuhan ditinjau dari pengelolaan drainase lingkungan mencakup:
a) drainase lingkungan tidak mampu mengalirkan limpasan air hujan sehingga
menimbulkan genangan sehingga menimbulkan genangan dengan tinggi lebih dari 30
cm selama lebih dari 2 jam dan terjadi lebih dari 2 kali setahun
b) ketidaktersediaan saluran tersier dan lokal drainase di kawasan perumahan dan
permukiman
c) saluran tersier dan lokal drainase di kawasan perumahan dan permukiman tidak
terhubung dengan sistem drainase perkotaanyang menyebabkan air tidak bisa
mengalir dan pada akhirnya menimbulkan genangan
d) saluran darainase tidak dipelihara sehingga terjadi akumulasi limbah padat dan cair di
dalamnya
e) kualitas konstruksi drainase lingkungan buruk, yakni karena drainase tersebut berupa
galian tanah tanpa material pelapis atau penutup atau telah terjadi kerusakan.
5. Pengelolaan Air Limbah
Kriteria kekumuhan ditinjau dari pengelolaan air limbah mencakup:
a) sistem pengelolaan air limbah tidak sesuai dengan standar teknis yang berlaku
Ini adalah kondisi dimana pengelolaan air limbah pada lingkungan perumahan atau
permukiman tidak memiliki sistem yang memadai,yakni terdiri dari kakus atau kloset
yang terhubung dengan tangki septik baik secara individual atau domestik, komunal
maupun terpusat
b) prasarana dan sarana pengelolaan air limbah tidak memenuhi persyaratan teknis
dimana dimana kloset leher angsa yang ada, tidak terhubung dengan tangki septik
atau tidak tersedianya sistem pengolahan limbah setempat atau terpusat.
6. Pengelolaan Persampahan
Kriteria kekumuhan ditinjau dari pengelolaan persampahan mencakup:
a) prasarana dan sarana persampahan tidak sesuai dengan persyaratan teknis
ini adalah kondisi dimana di dalam perumahan dan permukiman prasarana dan sarana
persampahannya tidak memadai , seperti tidak tersedianya tempat sampah dengan
pemilahan sampah pada skala domestik atau rumah tangga, tempat pengumpulan
sampah (TPS) atau TPS 3R (reduce, reuse, recycle) pada skala lingkungan, gerobak
sampah dan/atau truk sampah pada skala lingkungan dan tempat pengolahan sampah
terpadu (TPST) pada skala lingkungan.
b) sistem pengelolaan persampahan tidak memenuhi persyaratan teknis
c) Persyaratan teknis yang dimaksudkan adalah pewadahan dan pemilahan domestic,
pengumpulan lingkungan, pengangkutan lingkungan dan pengolahan lingkungan.
d) tidak terpeliharanya sarana dan prasarana pengelolaan persampahan sehingga terjadi
pencemaran lingkungan sekitar oleh sampah, baik sumber air bersih, tanah maupun
jaringan drainase.
7. Proteksi Kebakaran
Kriteria kekumuhan ditinjau dari proteksi kebakaran mencakup:
a) prasarana proteksi kebakaran
Dalam hal ini, perumahan dan permukiman termasuk dalam kriteria kekumuhan
jika tidak tersedia prasarana proteksi kebakaran, anatara lain pasokan air yang
diperoleh dari sumber alam maupun buatan, jalan lingkungan yang memudahkan
masuk keluarnya kendaraan pemadam kebakaran, sarana komunikasi untuk
pemberitahuan terjadinya kebakaran dan data tentang sistem proteksi kebakaran
lingkungan yang mudah diakses
b) sarana proteksi kebakaran
Dalam hal ini, perumahan dan permukiman termasuk dalam kriteria kekumuhan
jika tidak tersedia sarana proteksi kebakaran, antara lain alat Pemadam Api
Ringan atau yang biasa disebut APAR, Kendaraan pemadam kebakaran, mobil
tangga sesuai kebutuhan dan Peralatan pendukung lainnya.

D. Pola Penanganan Permukiman Kumuh di Indonesia

Permukiman kumuh di Indonesia merupakan permukiman yang tidak layak huni


karena tidak memenuhi persyaratan untuk hunian baik secara teknis maupun non
teknis. Permukiman kumuh di Indonesia dikatakan sebagai perwujudan dari kemiskinan,
karena pada dasarnya di permukiman kumuhlah banyak masyarakat miskin tinggal dan hal
tersebut banyak dijumpai di kawasan perkotaan. Kemiskinan dapat ditanggulangi dengan
adanya pertumbuhan ekonomi yang tinggi dan pemerataan, peningkatan lapangan pekerjaan
dan pendapatan serta pengembangan institusi penanggulangan kemiskinan. Sedangkan
peningkatan pelayanan dasar dalam meningkatkan kualitas tinggal dapat diwujudkan dengan
peningkatan air bersih, sanitasi, penyediaan serta usaha perbaikan perumahan dan
lingkungan permukiman.
Indonesia memiliki luas kawasan permukiman kumuh sebesar 38.431 hektar, 23.473
hektar diantaranya berada di wilayah perkotaan dan 11.957 hektar berada di wilayah
perdesaan yang tersebar di 4.108 kota/kabupaten seluruh Indonesia. Melalui rencana
strategis berupa RPJMN 2015-2019, Indonesia akan mengentaskan masalah permukiman
kumuh menjadi 0 hektar. Namun, sejauh ini pengendalian permukiman kumuh di Indonesia
juga dihadapi berbagai tantangan. Menurut Kementrian PUPR, tantangan tersebut yaitu
jumlah dan luasan kawasan kumuh yang ditangani, dimana pemerintah terkadang kesulitan
untuk mendapatkan data yang valid terkait jumlah luas kawasan kumuh di suatu
kabupaten/kota. Lalu tantangan yang kedua yaitu, kemampuan pemerintah daerah dimana
sumber daya manusia pemerintah daerah dianggap kurang aktif dan inovatif untuk bergerak
cepat merespon permukiman kumuh di kawasannya. Tantangan yang ketiga yaitu
pelaksanaan teknik penanganan karena penanganan permukiman kumuh yang telah
berlangsung lama belum memberikan hasil yang optimal dikarenakan penanganan di
lapangan belum terintegrasi, multisektor, dan berbasis kawasan.
Berbagai program untuk menangani masalah permukiman kumuh di Indonesia
digalakkan. Masalah permukiman kumuh menjadi wewenang pemerintah yang harus
dientaskan. Sehingga, untuk mengentaskannya pemerintah melalui Kementrian Pekerjaan
Umum dan Perumahan Rakyat (PUPR) dituntut untuk membangun infrastuktur yang mampu
meningkatkan kualitas hidup masyarakat. Oleh karenanya, kementrian PUPR melalui
Direktorat Jenderal Cipta Karya membuat rencana strategis 2015-2019 yang memuat
program gerakan 100-0-100. Program ini merupakan program yang bertujuan untuk mencapai
100 % akses air minum terpenuhi, 0% permukiman kumuh dan 100% sanitasi layak terlayani.
Untuk mendukung program gerakan 1000-100 berupa 0 % permukiman kumuh di tahun 2019,
melalui Direktorat Jenderal Cipta Karya Kementerian Pekerjaan Umum dan Perumahan
Rakyat (PUPR) dibentuk sebuah program yaitu KOTAKU (Kota Tanpa Kumuh).
Program KOTAKU (Kota Tanpa Kumuh) adalah program yang dilaksanakan secara
nasional di 269 kota/kabupaten di 34 Provinsi yang termasuk dalam kriteria permukiman
kumuh. Program ini mengkolaborasikan berbagai berbagai pihak seperti pemerintah pusat,
provinsi, kota/kabupaten, swasta, masyarakat, dan pemangku kepentingan lainnya. KOTAKU
bermaksud untuk membangun sistem yang terpadu untuk penanganan kumuh, dimana
pemerintah daerah memimpin dan berkolaborasi dengan para pemangku kepentingan dalam
perencanaan maupun implementasinya, serta mengedepankan partisipasi
masyarakat. Program ini menjadi media kolaborasi yang mendukung penanganan kawasan
permukiman kumuh seluas 38.431 Ha di Indonesia yang dilakukan secara bertahap melalui
pengembangan kapasitas pemerintah daerah dan masyarakat, penguatan kelembagaan,
perencanaan, perbaikan infrastruktur dan pelayanan dasar di tingkat kota maupun
masyarakat, serta pendampingan teknis untuk mendukung tercapainya sasaran recana
strategis RPJMN 2015-2019 yaitu pengentasan permukiman kumuh perkotaan menjadi 0
persen.
Selain program KOTAKU, salah satu program peningkatan kualitas permukiman
kumuh adalah Kampung Improvment Project (KIP). Program perbaikan kampung dalam
pengertiannya yaitu program perbaikan suatu lingkungan yang penduduknya terdiri dari
masyarakat berpengasilan rendah dan menengah dengan maksud meningkatkan suatu
standar hidup masyarakat pada suatu taraf yang layak melalui peningkatan dan pengadaan
fasilitas sosial seperti sekolah, puskesmas, tempat rekreasi, dan perasarana seperti jalan,
listrik air minum, saluran sanitasi, dan tempat pembuangan sampah. Program ini bertujuan
untuk menyediakan perumahan dan perkotaan yang menawarkan dukungan penting dalam
mengurangi kemiskinan perkotaan dan meningkatkan koordinasi antara badan-badan
independen yang terhubung dalam pelaksanaan proyek perbaikan kampung / kampung
improvement project (KIP). Sejak dimulai pada 1969, konsep ini telah menyebar ke 800 kota
di Indonesia. KIP program memiliki tiga tahapan. Diantaranya tahap pertama dan kedua
terkonsentrasi pada perbaikan fisik dan tahap ketiga ditambahkan dimensi sosial / ekonomi
untuk pembangunan ekonomi.
Pola penanganan permukiman kumuh di Indonesia berdasarkan atas UU No.1 Tahun
2011 tentang Perumahan dan Kawasan Permukiman menyatakan bahwa melalui upaya
pencegahan, terdiri dari pengawasan, pengendalian, dan pemberdayaan masyarakat.
Sedangkan penanganan permukiman melalui upaya peningkatan kualitas permukiman, dapat
berupa pemugaran, peremajaan, dan permukiman kembali.
Tindakan pencegahan ditujukan untuk menghindari tumbuh dan berkembangnya
perumahan kumuh dan permukiman kumuh baru. Tindakan pencegahan dilaksanakan melalui
pengawasan dan pengendalian yang dapat dilakukan berdasarkan kesesuaian terhadap
perizinan seperti izin lokasi, izin penggunaan pemanfaatan tanah, dan izin untuk mendirikan
bangunan, dan lain-lain. Sedangkan pemberdayaan masyarakat dilakukan terhadap
pemangku kepentingan bidang perumahan dan permukiman melalui kegiatan pendampingan.
Pendampingan bertujuan untuk memberikan petunjuk atau penjelasan mengenai cara
mengerjakan kegiatan pencegahan terhadap tumbuh dan berkembangnya perumahan
kumuh dan permukiman kumuh baru. Pendampingan kepada masyarakat dapat berupa
penyuluhan/sosialisasi yang bertujuan memberikan informasi untuk meningkatkan
pengetahuan dan kesadaran masyarakat mengenai pencegahan tumbuh dan
berkembangnya perumahan kumuh dan permukiman kumuh baru.
Sedangkan tindakan peningkatan kualitas dengan cara pemugaran juga dilakukan
untuk perbaikan dan pembangunan kembali agar permukiman kumuh menjadi perumahan
dan permukiman yang layak huni. Disamping itu pula, peremajaan perumahan kumuh
dilakukan untuk mewujudkan kondisi rumah, perumahan, permukiman, dan lingkungan hunian
yang lebih baik guna melindungi keselamatan dan keamanan penghuni dan masyarakat
sekitar. Peremajaan dengan cara pembangunan kembali perumahan dan permukiman melalui
penataan secara menyeluruh, meliputi rumah dan prasarana, sarana, dan fasilitas umum
perumahan dan permukiman. Namun, pelaksanaan peremajaan harus dilakukan dengan
terlebih dahulu menyediakan tempat tinggal bagi masyarakat terdampak dengan memenuhi
norma dan standar teknis yang berlaku. Penanganan ini diterapkan pada permukiman kumuh
yang secara struktur ruang, ekonomi dan perilaku tidak dapat dipertahankan lagi, sehingga
tidak dapat ditangani hanya dengan perbaikan dan peningkatan fisik. Selanjutnya, upaya
penataan kembali diperuntukkan bagi permukiman kumuh yang sangat parah dengan terlebih
dahulu melakukan pembongkaran sarana dan prasarana pada sebagian atau seluruh
kawasan yang telah dinyatakan tidak dapat lagi dipertahankan kehadirannya.
Penanganan perumahan dan permukiman kumuh tidak dapat dilaksanakan oleh
pemerintah saja, melainkan membutuhkan peran aktif masyarakat setempat guna
menciptakan penyediaan solusi yang tepat sasaran dan partisipatif, melalui pemberdayaan
masyarakat. Pemberdayaan masyarakat yang dilakukan bertujuan untuk meningkatkan
kapasitas masyarakat setempat melalui pembentukan, dan peningkatan kapasitas kelompok
swadaya masyarakat. Oleh karena itu dalam mengatasi permukiman kumuh, peran
masyarakat sangat besar dalam mengambil keputusan, terutama dalam penentuan jenis
komponen program. Sedangkan peran Pemerintah, pemerintah daerah, serta pihak swasta
akan lebih banyak dalam mendukung program.

E. Penanganan Permukiman Kumuh di Negara Lain

Singapura
Kurangnya akses perumahan adalah salah satu penyebab dari terjadinya kemiskinan
yang paling sering terjadi di kota-kota di Asia. Peningkatan kualitas perumahan sangat penting
dalam meningkatkan kualitas hidup masyarakat miskin yang sebagian besar tidak
mendapatkan perhatian dari pemerintah. Namun, Singapura telah merealisasikan hak
perumahan bagi warga negaranya. Sekitar 85 persen penduduk singapura tinggal di
perumahan umum. Lebih dari 850.000 unit rumat di 23 kota baru telah dibangun oleh
pemerintah singapura. 20 persen rumah tangga termiskin sudah memiliki akses sumber
perumahan yang sama dan sudah banyak yang memiliki rumah sendiri. Dengan luas lahan
690 km2 dan PDB perkapita USD 20.767, Singapura berada dalam peringkat 25 Indeks
Perkembangan Manusia atau hampir tidak ada masyarakatnya yang hidup di bawah garis
kemiskinan.
Singapore Housing and Development Board (HDB) atau Dewan Perumahan dan
Pembangunan Singapura yang didirikan pada tahun 1960, menjadi sebuah langkah awal
dalam membangun kebijakan tentang perumahan dibawah pemerintahan. Sektor perumahan
rakyat telah berkembang menjadi sektor perumahan yang dominan dan terjangkau. Hal
tersebut mendorong pemerintah dalam merumuskan kebijakan yang bertujuan untuk
mengurangi biaya perumahan serta mempermudah masyarakat untuk memiliki rumah di
perumahan umum, bahkan bagi penduduk yang berpenghasilan rendah. HDB mempunyai
dua fungsi dasar, yaitu:
Menyediakan konstruksi dan desain perumahan yang baik untuk masyarakat
berpenghasilan rendah sesuai dengan harga sewa yang mereka mampu (Laporan
Tahunan HDB, 1962)
Mendorong adanya demokrasi kepemilikan properti di singapura untuk memungkinkan
warga Singapura yang berpenghasilan menengah ke bawah untuk memiliki rumah sendiri
(Laporan Tahunan HDB, 1964)
1. Perumahan Terjangkau yang Bagus
Berdasarkan komitmen pemerintah Singapura dalam mencapai pemenuhan kebutuhan
tempat tinggal yang memadai bagi semua orang yang kekurangan, terdapat dua dimensi,
yaitu:
a. Dalam hal membangun hunian, terdapat persyaratan fisik minimum unit perumahan untuk
memperbaiki kondisi kehidupan dalam keseluruhan pembangunan perkotaan.
b. Dalam segi keuangan dapat memungkinkan akses perumahan dan keterjangkauan
Inti dari kebijakan pemerintah tersebut adalah melakukan intervensi untuk perumahan yang
direncanakan secara menyeluruh, sejak tahun 1965, serta kota-kota baru dengan layanan
dan fasilitas yang lebih baik. Layanan yang berkualitas dicapai dalam kerangka umum
pertumbuhan dan modernisasi. Untuk itu, tren pada masyarakat mengarah terhadap kota
perumahan umum yang anggotanya adalah rumah tanga dengan pendapatan rendah agar
dapat memenuhi sebagian besar kebutuhan dasar mereka di kota baru, yaitu: Pekerjaan,
berbelanja, sekolah, hiburan, rekreasi, olahraga, dan kegiatan lainnya.

2. Pendekatan yang Komprehensif


HDB menggunakan pendekatan komprehensif dalam menjamin pengembangan
perumahan publik di dalam kerangka pembangunan ekonomi dan perkotaan di Singapura.
Pendekatan tersebut, yaitu pembangunan perumahan dan infrastruktur dikontrakkan ke
sektor swasta. Dengan pemusatan usaha perumahan rakyatnya di bawah satu otoritas
tunggal, Singapura telah menjauh dari masalah duplikasi, fragmentasi tugas, dan persaingan
birokrasi yang terkait dengan penerapan multi-agensi. Contohnya adalah, HDB menggunakan
kontrak pasokan jangka panjang dan strategi pembelian yang massal untuk memastikan
pasokan material bahan bangunan dapat stabil.
3. Akuisisi Tanah
Pada tahun 1960, tanah yang dimiliki oleh pemerintah hanya 44 persen saja,
sementara lebih dari 35 persen oleh penduduk dijadikan permukiman liar. Akhirnya,
pemerintah membuat perundang-undangan yang efektif untuk memastikan tersedianya lahan
yang digunakan untuk persediaan tanah negara. Pada tahun 1966, undang-undang kolonial
tentang pembebasan tanah di cabut dan digantikan dengan disahkannya Undang-undang
pembebasan lahan yang lebih luas. Dengan undang-undang tersebut, pemerintah dapat
dengan sukarela membeli tanah milik pribadi dan komersial untuk kepentingan umum.
Undang-undang tersebut mengatur tentang pembayaran, kompensasi yang semuanya diatur
oleh negara. Harga yang diakuisisi oleh HDB biasanya. Hal tersebut sangat membantu
pemerintah dalam menurunkan penyediaan perumahan dan membantu dalam fase awal
penyampaian perumahan tersebut.
Dalam menyediakan lingkungan perumahan yang lebih baik, kebijakan ini membantu
dalam meningkatkan daya tarik relokasi ke perumahan umum. 82,5 persen rumah tangga
yang tinggal di perumahan umum tersebut telah memberikan indikasi kepuasan dan akan
selalu tinggal di rumah susun tersebut. Setiap tahun, sejak 1989, HDB terus memperhatikan
pengelolaan dan pemeliharaan perumahan untuk memastikan bahwa unit perumahan dan
kota publik tidak menurun menjadi kumuh dari waktu ke waktu.

4. Keuangan
Sewa yang rendah adalah kebijakan pemerintah yang diperuntukan untuk
memperbaiki taraf hidup masyarakatnya. S$ 26-33 per bulan untuk flat 1 kamar dan S$ 44-75
per bulan untuk flat 2 kamar untuk rumah tangga dengan pendapatan bulanan sebesar S$
800 atau lebih rendah. Untuk mendapatkan sasaran yang tepat, pemerintah memberlakukan
batas tertinggi pendapatan yang dikenakan pada pemohon perumahan umum untuk dijadikan
titik acuan untuk menentukan kelompok yang memenuhi syarat. Tanpa batas tertinggi
pendapatan, keluarga dengan pendapatan yang lebih tingi dapat secara kompetitif menyerang
perumahan dengan pendapatan rendah, sehingga mengakibatkan situasi kekurangan
perumahan untuk masyarakat miskin.
Tipe datar Rata-rata Skema Publik
Luas Lantai
(Sq M)
Sewa Persyaratan Kelayakan
(S $)
1 kamar 33 26-33 Warga Singapura
setidaknya berusia 21 tahun
2 kamar 45 44-75 total pendapatan rumah tangga
tidak lebih dari S $ 800 per
bulan
harus membentuk nukleus
keluarga
tidak boleh memiliki properti lain

membeli flat Warga negara Singapura


langsung setidaknya berusia 21 tahun
dari HDB total pendapatan rumah tangga
tidak lebih dari S $ 8000 per
bulan
tidak boleh memiliki properti
perumahan pribadi apapun
Belum membeli flat langsung dari
HDB maupun menikmati subsidi
perumahan

Batas tertinggi pendapatan yang memenuhi syarat untuk kepemilikan rumah telah
direvisi secara berkala seiring dengan pertumbuhan ekonomi yang dapat mencakup 90
persen rumah tangga dengan tujuan pembangunan rumah untuk menyediakan perumahan
bagi masyarakat yang membutuhkan.
Sementara HDB mempertahankan kebijakan perumahan dengan sewa yang rendah,
pemerintah telah mengupayakan untuk menumbuhkan ekonomi dan memperbaiki
pendapatan melalui pendidikan dan pekerjaan, termasuk industrialisasi. Pada tahun 1980-an,
Singapura telah bergabung dengan jajaran Hong Kong, Korea Selatan, dan Taiwan untuk
menjadi satu dari empat negara industri baru yang ada di Asia. Pendapatan per kapita
Singapura telah meningkat menjadi tertinggi kedua di Asia setelah Jepang.

Sampai tahun 2000, HDB Singapura telah menyediakan lingkungan perumahan bagi
masyarakat kurang mampu telah memulai pembangunan lebih dari 850.000 unit hunian,
19.500 tempat komersial, 17.347 pasar / pusat jajanan, 12.800 lokasi industri, lebih dari 1460
sekolah dan fasilitas umum, 45 taman, dan banyak tempat parkir.
Komitmen pemerintah Singapura dalam membantu masyarakat yang berpenghasilan
rendah untuk mendapatkan rumah yang layak menjadi awal perubahan Singapura yang
dahulu merupakan tempat yang kumuh menjadi tempat yang mempunyai kualitas yang sangat
baik dalam hal infrastruktur maupun kehidupan masyarakatnya.

F. Daftar Pustaka

Habitat, U., 2003. The Challenge of Slums: Global Report on Human Settlements. s.l.:s.n.
Rakyat, K. P. d. P., 2011. Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 1 Tahun 2011
Tentang Perumahan dan Kawasan Permukiman. [Online]
Available at: http://www.perumnas.co.id/download/prodhukum/undang/UU-01-
2011%20PERUMAHAN%20DAN%20KAWAAN%20PERMUKIMAN.pdf
[Accessed September 2017].
Rakyat, M. P. U. d. P., 2017. Peraturan Menteri Pekerjaan Umum Dan Perumahan Rakyat
Republik Indonesia Nomor 02/Prt/M/2016 Tentang Peningkatan Kualitas Terhadap
Perumahan Kumuh Dan Permukiman Kumuh. [Online]
Available at: http://birohukum.pu.go.id/uploads/DPU/2016/PermenPUPR02-2016.pdf
Suparlan, S., 1995. Kemiskinan di Perkotaan. s.l.:s.n.
Yuen, B., 2007. Global Urban Development. [Online]
Available at: http://www.globalurban.org/GUDMag07Vol3Iss1/Yuen.htm
[Accessed 25 September 2017].

Anda mungkin juga menyukai