1. A. LATAR BELAKANG
Organisasi Kesehatan Dunia (WHO) mendefinisikan kesehatan sebagai keadaan sehat fisik,
mental, sosial, bukan semata-mata keadaan tanpa penyakit atau kelemahan. Orang yang memiliki
kesejahteraan emosional, fisik, dan sosial dapat memenuhi tanggung jawab kehidupan, berfungsi
dengan efektif dalam kehidupan sehari-hari, dan puas dengan hubungan interpersonal dan diri
mereka sendiri.
Kesehatan jiwa merupakan suatu kondisi sehat emosional, psikologis, dan sosial yang
terkihat dari hubungan interpersonal yang memuaskan, perilaku, dan koping yang efektif, konsep
diri positif, dan kestabilan emosional. Kesehatan jiwa dipengaruhi oleh banyak faktor. Faktor
tersebut antara lain otonomi dan kemandirian, memaksimalkan potensi diri, menoleransi
ketidakpastian hidup, harga diri, menguasai lingkungan, orientasi realitas dan manajemen stress.
Setiap tahun, jumlah penderita gangguan jiwa di Indonesia terus meningkat, baik gangguan
jiwa berat maupun ringan. Berdasarkan data hasil Riskesdas tahun 2007, persentase gangguan
jiwa mencapai 11,6 persen dari sekitar 19 juta penduduk yang berusia di atas 15 tahun. Namun
masih sedikit yang memiliki perhatian terhadap kesehatan jiwa di Indonesia. Program promosi
kesehatan jiwa di masyarakat pun masih belum banyak, sehingga diperlukan mental health
nurses(perawat jiwa) di masyarakat yang melakukan promosi kesehatan, terutama kesehatan
jiwa.
Peran perawat sebagai pemberi asuhan keperawatan yang komprehensif meliputi kesehatan
jiwa dan fisik sangat diperlukan untuk mencegah meningkatnya angka gangguan jiwa. Perawatan
klien gangguan jiwa di rumah sakit membutuhkan dukungan dari banyak aspek sehingga
kesejahteraan klien dapat tercapai. Salah satu tujuan perawatan klien dengan gangguan jiwa di
rumah sakit adalah dengan melatih klien untuk mandiri dan mampu berinteraksi dengan orang
lain. Ketika klien mampu berinteraksi diharapkan klien dapat kembali berfungsi di masyarakat
dan mampu melakukan perannya di masyarakat. Bentuk pelatihan berinteraksi dan bekerjasama
dengan orang lain adalah dengan melakukan terapi aktivitas kelompok.
Terapi aktivitas kelompok diperlukan dalam praktik keperawatan jiwa untuk mengatasi
gangguan interaksi dan komunikasi serta merupakan salah satu keterampilan terapeutik. Terapi
aktivitas kelompok merupakan bagian dari terapi modalitas yang berupaya meningkatkan
psikoterapi dengan sejumlah klien dalam waktu yang bersamaan. Terapi aktivitas kelompok
memiliki dua tujuan umum, yaitu tujuan terapeutik dan tujuan rehabilitatif.
Terapi aktivitas kelompok dengan game tali berderet dimana klien harus berbaris sesuai
dengan perintah namun tidak boleh keluar dari tali saat mengurutkan barisan. Permainan ini
diharapakan dapat memberikan stimulus kognitif, afektif, dan psikomotorik untuk klien. Selain
itu juga dapat menjalin komunikasi dan kerjasama antar klien. Berdasarkan alasan-alasan di atas,
maka kami bermaksud untuk melakukan terapi aktivitas kelompok stimulasi persepsi berupa
permainan tali berderet pada klien di ruang Irawan Wibisono RSJD Dr. Amino Gondohutomo
Semarang.
1. B. TUJUAN
Tujuan Khusus :
1. C. LANDASAN TEORI
Terapi aktivitas kelompok adalah terapi modalitas yang dilakukan perawat kepada
sekelompok klien yang mempunyai masalah keperawatan yang sama. Aktivitas yang digunakan
sebagai terapi, dan kelompok digunakan sebagai target asuhan. Di dalam kelompok terjadi
dinamika interaksi yang saling bergantung, saling membutuhkan dan menjadi laboratorium
tempat klien berlatih perilaku baru yang adaptif untuk memperbaiki perilaku lama yang
maladaptif.
Menurut Yalom, yang dikutip Stuart & Sundeen, 1995. Menggambarkan fase-fase dalam
terapi aktivitas kelompok adalah sebagai berikut :
1. Pre kelompok
Dimulai dengan membuat tujuan, merencanakan siapa yang menjadi leader, anggota, tempat dan
waktu kegiatan kelompok akan dilaksanakan serta membuat proposal lengkap dengan media
yang akan digunakan beserta dana yang dibutuhkan.
1. Fase awal
Pada fase ini terhadap 3 tahapan yang terjadi, yaitu: orientasi, konflik atau kebersamaan
1. Orientasi :
1. Konflik :
Merupakan masa sulit dalam proses kelompok, anggota mulai memikirkan siapa yang berkuasa
dalam kelompok, bagaimana peran anggota, tugasnya, dan saling ketergantungan yang akan
terjadi.
1. Kebersamaan :
Anggota mulai bekerjasama untuk mengatasi masalah, anggota mulai menemukan siapa dirinya.
1. Fase kerja
1. Intervensi leader didasari pada kerangka kerja teoritis, pengalaman, personality dan
kebutuhan kelompok serta anggotanya
2. Membantu perkembangan keutuhan kelompok dan mempertahankan batasannya,
mendorong kelompok bekerja pada tugasnya
3. Intervensi langsung ditujukan untuk menolong kelompok mengatasi masalah khusus.
4. Fase terminasi
Ada 2 jenis terminasi yaitu terminasi akhir dan terminasi sementara. Anggota kelompok
mungkin mengalami terminasi premature, tidak sukses atau sukses. Terminasi dapat
menyebabkan kecemasan, regresi dan kecewa. Untuk menghindari hal ini, terapis perlu
mengevaluasi kegiatan dan menunjukkan sikap betapa bermaknanya kegiatan tersebut,
menganjurkan anggota untuk memberi umpan balik pada tiap anggota
Terminasi tidak boleh disangkal, tetapi harus tuntas didiskusikan. Akhir terapi aktivitas
kelompok harus dievaluasi, bisa melalui pre dan post test.
1. D. SASARAN
1. Peserta adalah klien yang dirawat di ruang Irawan Wibisono.
2. Kriteria Inklusi
1. Klien yang sudah mampu berinteraksi dengan klien lain.
2. Klien dengan kondisi yang stabil.
3. Klien bersedia mengikuti permainan.
4. Kriteria eksklusi :
1. Klien dengan gangguan menarik diri yang belum mampu
berinteraksi dengan orang lain.
2. Klien dengan gangguan mental organik berat.
3. Klien yang memiliki keterbatasan dalam bergerak.
5. Proses seleksi peserta
1. Menyeleksi klien sesuai dengan kriteria yang telah ditetapkan.
2. Mengidentifikasi nama klien dan masalah keperawatan yang
dialami.
3. Membuat kontrak waktu dengan klien.
4. Membagi klien dalam dua kelompok sesuai dengan nomor urut
ganjil genap.
1. E. PENGORGANISASIAN
2. Co-Leader : Misgiyanto
Uraian Tugas :
1. Leader
2. Membacakan tujuan dan peraturan kegiatan terapi aktifitas kelompok sebelum kegiatan
dimulai.
3. Memberikan memotivasi anggota untuk aktif dalam kelompok dan memperkenalkan
dirinya.
4. Mampu memimpin terapi aktifitas kelompok dengan baik dan tertib.
5. Menetralisir bila ada masalah yang timbul dalam kelompok.
6. Menjelaskan permainan.
1. Co-Leader
2. Menyampaikan informasi dari fasilitator ke leader tentang aktifitas klien.
3. Membantu leader dalam memimpin permainan.
4. Mengingatkan leader jika kegiatan menyimpang
5. Memberikan reward bagi kelompok yang menyelesaikan perintah dengan cepat.
6. Memberikan punishment bagi kelompok yang kalah.
1. Fasilitator
2. Memfasilitasi klien yang kurang aktif.
3. Memberikan stimulus pada anggota kelompok.
4. Berperan sebagai role play bagi klien selama kegiatan.
1. Observer
2. Mengobservasi dan mencatat jalannya proses kegiatan.
3. Mencatat prilaku verbal dan non verbal klien selama kegiatan
berlangsung.
4. Mencatat peserta yang aktif dan pasif dalam kelompok.
5. Mencatat jika ada peserta yang drop out dan alasan drop out.
1. F. PELAKSANAAN
Setting Tempat :
: Fasilitator
: Observer
: Klien
: Tali
1. G. LANGKAH-LANGKAH
1. 1. Persiapan
1. Membuat pre planning.
2. Menyeleksi peserta.
3. Membuat kontrak waktu dengan klien
4. Mempersiapkan alat dan tempat.
a) Peserta berdiri diatas tali dan tidak boleh keluar dari tali.
c) Jika ada peserta yang akan meninggalkan kelompok harus meminta ijin pada leader.
1) Memanggil klien
3) Berikan penjelasan tentang tujuan permainan dan berikan penjelasan pada klien bahwa klien
dapat melaksanakan keperluannya setelah itu klien boleh kembali lagi.
1) Berikan penjelasan bahwa permainan ini ditujukan pada klien yang telah dipilih
2) Katakan pada klien lain bahwa ada permainan lain yang mungkin dapat diikuti oleh klien
tersebut.
3) Jika klien memaksa, beri kesempatan untuk masuk dengan tidak memberi peran pada
permainan tersebut
1. 5. Tahap Terminasi
1. Evaluasi
1. H. EVALUASI KEGIATAN
1. 1. Evaluasi Struktur
1. Pre planning telah disiapkan sebelumnya.
2. Kontrak waktu sudah tepat dan mempertimbangkan kondisi klien.
3. Media dan alat yang dipilih sduah tepat.
4. Tempat luas dan sesuai untuk permainan.
5. Materi TAK sesuai dengan kondisi klien.
6. Tidak ada kesulitan memilih klien yang sesuai dengan kriteria dan
karakteristik klien untuk melakukan terapi aktifitas kelompok.
7. 2. Evaluasi Proses
1. Leader menjelaskan aturan main dengan jelas
2. Fasilitator menempatkan diri di tengah-tengah klien
3. Observer menempatkan diri di tempat yang memungkinkan untuk
dapat mengawasi jalannnya permainan
4. 100% klien yang mengikuti permainan dapat mengikuti kegiatan
dengan aktif dari awal sampai selesai.
5. Di akhir kegiatan sudah dievaluasi jalannya kegiatan dan dilakukan
kontrak yang akan datang.
6. 3. Evaluasi Hasil
1. Kegiatan sudah dilaksanakan sesuai dengan jadwal.
2. 100 % klien mampu memahami perintah dari leader.
3. 100% klien mampu berkoordinasi dengan klien yang lain
untuk melaksanakan perintah leader.
4. 80% klien mampu mengenal nama, tanggal lahir, usia klien
lain.
5. 100% klien mampu mempertahankan kontak mata saat
berinteraksi dengan klien yang lain.
6. 100% klien mampu mengikuti aturan selama permainan.
7. 80% klien mampu mengemukakan pendapat tentang
permainan yang telah dilakukan.
Lampiran
JUMLAH
Keterangan:
Dilakukan : Nilai 1