1 Definsi Ergonomi
Ergonomi ialah studi tentang tingkah laku dan aktifitas manusia yang bekerja
dengan menggunakan mesin atau peralatan mekanik dan listrik. Dengan perkataan lain,
ergonomi ialah studi mengenai hubungan antara manusia dengan mesin, berdasarkan
data yang diperoleh dari bidang engineering, biomekanika, fisiologi, antropologi dan
psikologi. Tugas ahli ergonomi ialah merencanakan atau memperbaiki tempat kerja,
perlengkapan dan prosedure kerja para pekerja guna menjamin keamanan, kesehatan
mempelajari dan mendesain interaksi antara manusia dan mesin untuk mencegah
kesakitan dan injuri dan untuk meningkatkan performa keja dan untuk memastikan
bahwa pekerjaan dan tugas didesain sedemikian rupa untuk kesesuaian dengan
kemampuan manusia.
penyesuaian yang optimal antara seseorang dengan pekerjaannya yang diukur dalam
rancangan fasilitas peralatan, perkakas dengan peruntukan tugas yang sesuai dengan
bentuk karakteristi, anatomi, fisiologi, biomekanik, persepsi serta sikap kebiasaan
manusia. Dari definisi diatas, terlihat pada ergonomi terdapat 3 aspek utama, yaitu;
Dari berbagai pengertian diatas, dapat disimpulkan bahwa pusat dari ergonomi
kemampuan dan kapabilitas manusia, sehingga dalam usaha untuk mencegah cidera,
lingkungan kerja dan pekerjaan dengan manusia yang terlibat dengan pekerjaan
tersebut.
Risiko yang terpenting dari faktor ergonomi dalam tempat kerja adalah
musculoskeletal disorders (MSDs) atau gangguan otot. Gangguan otot merupakan cedera
atau gangguan pada otot, saraf, tendon, sendi, tulang rawan, dan tulang belakang.
Berdasarkan hasil penelitian dalam buku Industrial Ergonomic gangguan otot yang paling
sering banyak dialami dalam dunia industri adalah tulang belakang atau biasa disebut Low
Back Pain (LBP) dan keluhan tersebut dialami kurang lebih 70% - 80% oleh para pekerja
(Pulat, Alexander, David, 1995:41). Low Back Pain ini memungkinkan timbul dalam jangka
waktu yang cukup lama (adanya kumulatif risiko). Adapun faktor-faktor yang memicu LBP
Kecepatan gerakan
Putaran pada sendi
Getaran
Restrukturisasi proses produksi barang dan jasa terbukti meningkatkan produktivitas dan
kualitas produk secara langsung berhubungan dgn disain kondisi kerja. Pengaturan cara
kerja dapat memiliki dampak besar pada seberapa baik pekerjaan dilakukan dan kesehatan
mereka yang melakukannya. Semuanya dari posisi mesin pengolahan sampai penyimpanan
alat-alat dapat menciptakan hambatan dan risiko. Penyusunan tempat kerja dan tempat
duduk yang sesuai harus diatur sedemikian sehingga tidak ada pengaruh yang berbahaya
bagi kesehatan. Tempat tempat duduk yang cukup dan sesuai harus disediakan untuk
menggunakannya.
Prinsip ergonomi adalah mencocokan pekerjaan untuk pekerja. Ini berarti mengatur
pekerjaan dan area kerja untuk disesuaikan dengan kebutuhan pekerja, bukan
menyediakan workstation, peralatan dan perlengkapan yang nyaman dan efisien bagi
pekerja untuk digunakan. Hal ini juga menciptakan lingkungan kerja yang sehat, karena
mengatur proses kerja untuk mengendalikan atau menghilangkan potensi bahaya. Tenaga
kerja akan memperoleh keserasian antara tenaga kerja, lingkungan, cara dan proses
kerjanya. Cara bekerja harus diatur sedemikian rupa sehingga tidak menimbulkan
ketegangan otot, kelelahan yang berlebihan atau gangguan kesehatan yang lain. Risiko
Apa yang dapat dilakukan untuk mencegah atau meminimalkan bahaya organisasi kerja
dan ergonomis?
Menyediakan posisi kerja atau duduk yang sesuai, meliputi sandaran, kursi / bangku
Desain workstation sehingga alat-alat mudah dijangkau dan bahu pada posisi netral,
yang teratur dari pekerjaan intensif. Hal ini dapat mengurangi risiko kram berulang
dan dapat yang mengalir dari satu titik ke titik lain melalui konduktor dalam
rangkaian tertutup.
Medan listrik
yang bertegangan.
Pekerja berada pada bagian konduktor yang ditanahkan dengan material yang
tidak ditanahkan.
Dampak cidera akibat bahaya arus kejut pada manusia (pekerja) tergantung:
Besar arus yang mengalir tergantung besar beda potensial dan resistansi. Efek arus
kejut pada manusia dapat mengakibatkan kematian. Arus kejut listrik yang
b. Panas yang ditimbulkan oleh arus dapat menyebabkan kulit atau tubuh terbakar,
gangguan saraf.
d. Gerakan spontan akibat terkena arus listrik, dapat mengakibatkan cidera lain
Ergonomic Risk Assassment Method adalah suatu metode yang digunakan untuk mengukur
tingkat resiko dari suatu pekerjaan menyangkut semua aspek dari pekerjaan yang mana
Assassment Method ada beberapa hal yang menjadi perhatian utama yaitu, postur tubuh pada saat
bekerja, gaya, frequensi, durasi dan hasil akhirnya berupa penilaian/ skoring untuk melihat tingkat
resiko.
Terdapat beberapa metode yang telah diperkenalkan para ahli dalam mengevaluasi
ergonomic untuk menilai tingkat risiko MSDs (Musculoskeletal Disosders) di tempat kerja yaitu
dengan menggunakan metode pengukuran risiko ergonomi (Ergonomic Risk Assassment). Berikut
ini kelompok kami membahas beberapa jenis dari metode pengkuran ergonomi OWAS, RULA dan
aktivitas kerja direkapitulasi, dibagi ke beberapa interval waktu (detik atau menit),
sehingga diperoleh beberapa sampling postur kerja dari suatu siklus kerja dan/atau
aktivitas lalu diadakan suatu pengukuran terhadap sampling dari siklus kerja tersebut.
Konsep pengukuran postur tubuh ini bertujuan agar seseorang dapat bekerja dengan aman
Metode OWAS adalah suatu metode ergonomi untuk mengevaluasi postural stress
yang terjadi pada seseorang ketika sedang bekerja. Metode ini dibuat oleh O. Karhu pada
tahun 1977. Metode ini digunakan untuk mengklasifikasikan postur kerja dan beban yang
digunakan selama proses kedalam beberapa kategori fase kerja. Postur tubuh dianalisa dan
resiko pekerjaan yang dapat mendatangkan bahaya pada tubuh manusia yang bekerja.
Kegunaan dari metode ini adalah memperbaiki kondisi pekerja dala, bekeja, sehingga
performance kerja dapat ditingkatkan. Hasil yang diperoleh digunakan untuk merancang
Setiap posisi diberi kode identifikasi dan kmdn dicatat pd lembar kerja.
dng nilai 1 berarti rendah, dan tingkat risiko tertinggi bernilai 4). Setiap kategori
Metode OWAS memberikan informasi penilaian postur tubuh pada saat bekerja
sehingga dapat melakukan evaluasi dini atas resiko kecelakaan tubuh manusia yang terdiri
1. Punggung (back)
berlangsung, lalu menentukan besarnya sudut yang terbentuk pada posisi punggung
pekerja pada saat bekerja. Setelah mendapatkan besarnya sudut yang terbentuk
pada posisi punggung lalu dilakukan penilaian dengan menentukan hasil skor atau
kode posisi punggung. Hasil skor pengukuran terhadap posisi punggung sebagai
berikut :
2. Lengan (arm)
punggung pekerja pada saat bekerja. Setelah mendapatkan besarnya sudut yang
terbentuk pada posisi lengan lalu dilakukan penilaian dengan menentukan hasil
skor atau kode posisi lengan. Hasil skor pengukuran terhadap posisi lengan
sebagai berikut :
berlangsung, lalu menentukan besarnya sudut yang terbentuk pada posisi kaki
pekerja pada saat bekerja. Setelah mendapatkan besarnya sudut yang terbentuk
pada posisi punggung lalu dilakukan penilaian dengan menentukan hasil skor
atau kode posisi kaki. Hasil skor pengukuran terhadap posisi kaki sebagai
berikut :
1) Posisi 1 : duduk
2) Posisi 2 : berdiri dengan kedua kaki lurus dengan sudut lutut >150o
3) Posisi 3 :berdiri dengan bertumpu pada satu kaki lurus dan sudut satu
6) Posisi 6 : berlutut pada satu atau dua lutut yang brada di lantai
beban obyek yang diangkat atau angkut oleh pekerja pada saat bekerja, lalu
dilakukan penilaian dengan menentukan hasil skor atau kode beban. Hasil skor
tersebut bertujuan untuk menilai secara subjektif dengan benar dari postural stress yang
dialami oeh pekerja yang diamati. Kemuadian dikategorikan dalam 4 kategori sebagai
berikut :
(Tarwaka, 2013)
2.2.2 Metode RULA (Rapid Upper Limb Assessment)
Rapid Upper Limb Assessment (RULA) adalah sebuah metode untuk menilai postur,
gaya, dan gerakan suatu aktivitas kerja yang berkaitan dengan penggunaan anggota tubuh
bagian atas (upper limb). Metode ini dikembangkan untuk menyelidiki resiko kelainan yang
akan dialami oleh seorang pekerja dalam melakukan aktivitas kerja yang memanfaatkan
Metode ini menggunakan diagram postur tubuh dan tabel penilaian untuk
memberikan evaluasi terhadap faktor resiko yang akan dialami oleh pekerja. Faktor-faktor
resiko yang diselidiki dalam metode ini adalah yang telah dideskripsikan oleh McPhee
sebagai faktor beban eksternal (external load factors) yang meliputi: jumlah gerakan, jerja
otot statis, gaya, postur kerja yang ditentukan oleh perlengkapan dan perabotan, dan waktu
kerja tanpa istirahat. Pengembangan RULA dilakukan melalui evaluasi mengenai postur
yang di adopsi pekerja, tenaga yang dibutuhkan serta gerakan otot baik oleh operator display
maupun operator yang bekerja dalam berbagai tugas manufaktur dimana resiko yang terkain
dengan kelainan otot rangka pada tubuh bagian atas yang mungkin ada.
RULA dikembangkan oleh Dr.Lynn Mc Attamney dan Dr. Nigel Corlett yang
Occupational Ergonomics). Pertama kali dijelaskan dalam bentuk jurnal aplikasi ergonomi
pada tahun 1993 (Lueder, 1996). RULA diperuntukkan dan dipakai pada bidang ergonomi
Untuk menilai empat faktor beban eksternal pertama yang disebutkan di atas (jumlah
gerakan, kerja otot statis, gaya dan postur), Rapid Upper Limb Assessment (RULA) dikembangkan
untuk :
1. Menyediakan metode penyaringan populasi kerja yang cepat, untuk penjabaran
kemungkinan resiko cidera dari pekerjaan yang berkaitan dengan anggota tubuh bagian
atas.
2. Mengenali usaha otot berkaitan dengan postur kerja, penggunaan gaya dan melakukan
pekerjaan statis atau repetitif, dan halhal yang dapat menyebabkan kelelahan otot.
3. Memberikan hasil yang dapat digabungkan dalam penilaian ergonomi yang lebih luas
meliputi tiga tahap. Tahap pertama adalah pengembangan metode untuk merekam postur kerja,
tahap kedua adalah pengembangan sistem penilaian dengan skor, dan yang ketiga adalah
pengembangan dari skala tingkat tindakan yang memberikan panduan pada tingkat resiko dan
Untuk menghasilkan sebuah metode kerja yang cepat untuk digunakan, tubuh
dibagi dalam segmen-segmen yang membentuk dua kelompok atau grup yaitu grup A dan
B. Grup A meliputi bagian lengan atas dan bawah, serta pergelangan tangan. Sementara
grup B meliputi leher, punggung, dan kaki. Hal ini untuk memastikan bahwa seluruh postur
tubuh terekam, sehingga segala kejanggalan atau batasan postur oleh kaki, punggung atau
leher yang mungkin saja mempengaruhi postur anggota tubuh bagian atas dapat tercakup
dalam penilaian.
2. Tahap 2 Pengembangan sistem skor untuk pengelompokan bagian tubuh
sikap kerja yang dihasilkan dari postur kelompok A yang meliputi lengan atas, lengan
bawah, pergelangan tangan dan putaran pergelangan tangan diamati dan ditentukan skor
untuk masing-masing postur. Kemudian skor tersebut dimasukkan dalam tabel A untuk
memperoleh skor A.
Table A
Gambar sikap kerja yang dihasilkan dari postur kelompok B yaitu leher, punggung
(badan) dan kaki diamati dan ditentukan skor untuk masing-masing postur. Kemudian skor
Kemudian sistem pemberian skor dilanjutkan dengan melibatkan otot dan tenaga
o 3 jika beban atau tenaga lebih dari 10 kg dialami secara statis atau berulang.
Skor penggunaan otot dan skor tenaga pada kelompok tubuh bagian A dan B diukur
da dicatat dalam kotak-kotak yang tersedia kemudian ditambahkan dengan skor yang
Skor A + skor penggunaan otot + skor tenaga (beban) untuk kelompok A = skor C.
Skor B + skor pengguanaan otot + skor tenaga (beban) untuk kelompok B = skor D.
3. Tahap 3 Pengembangan Grand Score dan Action List
Tahap ini bertujuan untuk menggabungkan Skor C dan Skor D menjadi suatu grand
score tunggal yang dapat memberikan panduan terhadap prioritas penyelidikan / investigasi
berikutnya. Tiap kemungkinan kombinasi Skor C dan Skor D telah diberikan peringkat,
yang disebut grand score dari 1-7 berdasarkan estimasi resiko cidera yang berkaitan dengan
pembebanan muskuloskeletal.
Suatu skor 1 atau 2 menunjukkan bahwa postur ini biasa diterima jika tidak
diperlukan perubahan-perubahan.
Action level 3 (tingkat tindakan 3)
dilakukan. 39
1. Alat untuk melakukan analisis awal yang mampu menentukan seberapa jauh risiko pekerja
untuk terpengaruh oleh faktor-faktor penyebab cedera, yaitu: postur, kontraksi otot statis,
2. Menentukan prioritas pekerjaan berdasarkan faktor risiko cedera. Hal ini dilakukan dengan
3. Menemukan tindakan yang paling efektif untuk pekerjaan yang memiliki resiko relatif
tinggi. Analisis dapat menentukan kontribusi tiap faktor terhadap suatu pekerjaan secara
4. Menemukan sejauh mana penngaruh suatu modifikasi atas pekerjaan. Perbaikan secara
kuantitatif dapat diukur dengan cara membandingkan penilaian sebelum dan sesudah
modifikasi diterapkan.
2.2.3 Metode Nordic Body Map
Metode Nordic Body Map merupakan salah satu dari metode pengukuran subyektif
untuk mengukur rasa sakit otot para pekerja. Untuk mengetahui letak rasa sakit atau ketidak
nyamanan pada tubuh pekerja digunakan body map. Nordic Body Map adalah sistem
Keluhan otot yang terjadi pada organ tubuh tertentu dapat ditelusuri dengan
menggunakan beberapa alat ukur ergonomi mulai dari alat yang sederhana hingga
data menggunakan catatan harian, wawancara dan kuesioner (David, 2005). Untuk menilai
keluhan muskuloskeletal pada pekerja penyapu jalan dapat digunakan kuesioner Nordic
Body Map.
Metode Nordic Body Map merupakan metode penilaian yang sangat subjektif
artinya keberhasilan aplikasi metode ini sangat tergantung dari kondisi dan situasi yang
dialami pekerja pada saat dilakukannya penelitian dan juga tergantung dari keahlian dan
pengalaman observer yang bersangkutan. Kuesioner Nordic Body Map ini telah secara luas
digunakan oleh para ahli ergonomi untuk menilai tingkat keparahan gangguan pada sistem
muskuloskeletal dan mempunyai validitas dan reabilitas yang cukup (Tarwaka, 2011).
Pengisian kuesioner Nordic Body Map ini bertujuan untuk mengetahui bagian
tubuh dari pekerja yang terasa sakit sebelum dan sesudah melakukan pekerjaan pada
stasiun kerja.
Kuesioner ini menggunakan gambar tubuh manusia yang sudah dibagi menjadi 9
a) Leher
b) Bahu
d) Siku
f) Pergelangan tangan/tangan
g) Pinggang/pantat
h) Lutut
i) Tumit/kaki
Pembagian bagian-bagian tubuh serta keterangan dari bagian-bagian tubuh dapat dilihat
Responden yang mengisi kuesioner diminta untuk menunjukkan ada atau tidaknya
gangguan pada bagian-bagian tubuh tersebut. Kuisioner Nordic Body Map ini diberikan kepada
seluruh pekerja yang terdapat pada stasiun kerja. Setiap responden harus mengisi ada atau tidaknya
Dalam aplikasinya metode Nordic Body Map menggunakan lembar kerja berupa peta
tubuh (body map) merupakan cara yang sangat sederhana, mudah dipahami, murah dan
memerlukan waktu yang sangat singkat 5 menit per individu. Observer dapat langsung
mewawancarai atau menanyakan kepada responden otot otot skeletal bagian mana saja yang
mengalami gangguan/nyeri atau sakit dengan menunjuk langsung pada setiap otot skeletal sesuai
yang tercantum dalam lembar kerja kuesioner Nordic Body Map. Kuesioner Nordic Body Map
meliputi 28 bagian otot otot skeletal pada kedua sisi tubuh kanan dan kiri. Dimulai dari anggota
tubuh bagian atas yaitu otot leher sampai dengan otot pada kaki. Melalui kuesioner ini akan dapat
diketahui bagian bagian otot mana saja yang mengalami gangguan kenyerian atau keluhan dari
tingkat rendah (tidak ada keluhan/cedera) sampai dengan keluhan tingkat tinggi (keluhan sangat
Pengukuran gangguan otot skeletal dengan kuesioner Nordic Body Map digunakan untuk
menilai tingkat keparahan gangguan otot skeletal individu dalam kelompok kerja yang cukup
banyak atau kelompok sampel yang mereprensentasikan populasi secara keseluruhan. Jika metode
ini dilakukan hanya untuk beberapa pekerja didalam kelompok populasi kerja yang besar, maka
Penilaian dengan menggunakan kuesioner Nordic Body Map dapat dilakukan dengan
berbagai cara; misalnya dengan menggunakan 2 jawaban sederhana yaitu Ya (adanya keluhan atau
rasa sakit pada otot skeletal) dan Tidak (tidak ada keluhan atau tidak ada rasa sakit pada otot
skeletal ). Tetapi lebih utama untuk menggunakan desain penelitian dengan skoring ( misalnya; 4
skala Likert). Apabila menggunakan skala Likert maka setiap skor atau nilai haruslah mempunyai
definisi operasional yang jelas dan mudah dipahami oleh responden (Tarwaka, 2011).
berikutnya adalah menghitung total skor individu dari seluruh otot skeletal (28 bagian otot skeletal)
yang diobservasi. Pada desain 4 skala Likert akan diperolehskor individu terendah adalah sebesar
28 dan skor tertinggi adalah 112. Langkah terakhir dari metode ini adalah melakukan upaya
perbaikan pada pekerjaan maupunsikap kerja, jika diperoleh hasil tingkat keparahan pada otot
skeletal yang tinggi. Tindakan perbaikan yang harus dilakukan tentunya sangat bergantung dari
resiko otot skeletal mana yang mengalami adanya gangguan. Hal ini dapat dilakukan dengan
melihat presentase jumlah skor pada setiap bagian otot skeletal dan kategoritingkat resiko.