Anda di halaman 1dari 7

SEJARAH LENGKAP KERAJAAN TARUMANEGARA

PENGANTAR :

Kerajaan Tarumanegara adalah salah satu kerajaan tertua di Indonesia (kedua setelah Kerajaan

Kutai) dan kerajaan tertua di Jawa Barat (sunda) yang meninggalkan catatan sejarah. Tarumanegara

berkuasa dari abad ke 4 sampai abad ke 7 Masehi. Dari catatan sejarah dan artefak yang ditinggalkan.

Kerajaan Tarumanegara merupakan kerajaan yang beralirkan Hindu.

Tarumanegara didirikan oleh Rajadirajaguru Jayasingawarman pada tahun 358 M (naskah

wangsakerta). Kerajaan Tarumanegara merupakan kelanjutan dari kerajaan Salakanegara (130-362

M). Pada saat berdirinya kerajaan Tarumanegara,ibukota kerajaan berpindah dari Rajatapura

(ibukota Salakanegara) ke Tarumanegara. Salakanegara menjadi kerajaan daerah.

LETAK :

Kerajaan Tarumanegara terletak di daerah kerajaan Salakanegara tepatnya di daerah Banten dan

Bogor (Jawa Barat) yang beribukota di Sundapura (Purnawarman 397M). Wilayah kekuasaan

Tarumanegara menurut prasasti Tugu (417 M) meliputi daerah Banten,Jakarta,Bogor dan Cirebon.

NAMA RAJA-RAJA YANG MEMERINTAH :

Jayasingawarman (358-382 M)

Jayasingawarman adalah pendiri Kerajaan Tarumanagara yang memerintah antara 358 382. Ia

adalah seorang maharesi dari Salankayana di India yang mengungsi ke Nusantara karena daerahnya

diserang dan ditaklukkan Maharaja Samudragupta dari Kerajaan Magada. Ia adalah menantu Raja

Dewawarman VIII dan dipusarakan di tepi kali Gomati (Bekasi).

Pada masa kekuasaannya, pusat pemerintahan beralih dari Rajatapura ke Tarumangara.

RAJATAPURA atau SALAKANEGARA (kota Perak), yang disebut Argyre oleh Ptolemeus dalam

tahun 150, terletak di daerah Teluk Lada, Pandeglang. Kota ini sampai tahun 362 menjadi pusat

pemerintahan raja-raja Dewawarman (dari Dewawarman I - VIII).

Dharmayawarman (382-395 M)

Dharmayawarman adalah raja kedua Kerajaan Tarumanagara yang memerintah antara 382 395.

Ia adalah anak dari Jayasingawarman. Ia dipusarakan di tepi kali Candrabaga. Namanya hanya

tercantum dalam Naskah Wangsakerta.


Purnawarman (395-434 M)

Purnawarman (Purnavarmman) adalah raja yang tertera pada beberapa prasasti pada abad V. Ia

menjadi raja di Kerajaan Tarumanagara. Ia mengidentifikasikan dirinya dengan Wisnu.

Di Naskah Wangsakerta, Purnawarman adalah raja ketiga Kerajaan Tarumanagara yang memerintah

antara 395 434. Ia membangun ibu kota kerajaan baru dalam tahun 397 yang terletak lebih dekat

ke pantai dan dinamainya "Sundapura". Nama Sunda mulai digunakan oleh Maharaja Purnawarman

dalam tahun 397 untuk menyebut ibu kota kerajaan yang didirikannya.

Di naskah Wangsakerta juga disebutkan bahwa di bawah kekuasaan Purnawarman terdapat 48 raja

daerah yang membentang dari Salakanagara atau Rajatapura (di daerah Teluk Lada, Pandeglang)

sampai ke Purwalingga (sekarang Purbalingga) di Jawa Tengah. [1] Secara tradisional Cipamali (Kali

Brebes) memang dianggap batas kekuasaan raja-raja penguasa Jawa Barat pada masa silam.

Wisnuwarman (434-455 M)

Indrawarman (455-515 M)

Candrawarman (515-535 M)

Suryawarman (535-561 M)

Suryawarman (meninggal 561) ialah raja Kerajaan Tarumanagara yang ketujuh. Setelah ayahnya

Candrawarman yang meninggal pada tahun 535 dan memerintah selama 26 tahun antara tahun-

tahun 535 - 561.

Suryawarman tidak hanya melanjutkan kebijakan politik ayahnya yang memberikan kepercayaan

lebih banyak kepada raja daerah untuk mengurus pemerintahan sendiri, melainkan juga

mengalihkan perhatiannya ke daerah bagian timur. Pada tahun 526 M, misalnya, Manikmaya,

menantu Suryawarman, mendirikan kerajaan baru di Kendan, daerah Nagreg antara Bandung dan

Limbangan, Garut.

Putera tokoh Manikmaya ini tinggal bersama kakeknya di Ibukota Tarumangara dan kemudian

menjadi Panglima Angkatan Perang Tarumanagara.

Perkembangan daerah timur menjadi lebih berkembang ketika cicit Manikmaya mendirikan

Kerajaan Galuh pada tahun 612 M.

Kertawarman (561-628 M)

Sudhawarman (628-639 M)

Hariwangsawarman (639-640 M)
Nagajayawarman (640-666 M)

Linggawarman (666-669 M)

Tarusbawa yang berasal dari Kerajaan Sunda Sambawa menggantikan mertuanya menjadi penguasa

Tarumanagara yang ke-13. Karena pamor Tarumanagara pada zamannya sudah sangat menurun, ia

ingin mengembalikan keharuman zaman Purnawarman yang berkedudukan di purasaba (ibukota)

Sundapura.

Dalam tahun 670 ia mengganti nama Tarumanagara menjadi Kerajaan Sunda.

Peristiwa ini dijadikan alasan oleh Wretikandayun, cicit Manikmaya, pendiri Kerajaan Galuh, untuk

memisahkan negaranya dari kekuasaan Tarusbawa

PENINGGALAN SEJARAH :

Bukti keberadaan Kerajaan Tarumanegara diketahui melalui sumber-sumber yang berasal dari

dalam maupun luar negeri. Sumber dari dalam negeri berupa prasasti batu yang ditemukan,

sedangkan dari luar negeri berasala dari catatan kerajaan cina.

1. Prasasti Kebon Kopi, dibuat sekitar 400 M (H Kern 1917), ditemukan di perkebunan kopi milik

Jonathan Rig, Ciampea, Bogor. Dalam prasasti ini terdapat lukisan kaki gajah yang melambangkan

Airawata yaitu gajah tunggangan Wisnu.Prasasti Telapak Gajah bergambar sepasang telapak kaki

gajah yang diberi keterangan satu baris berbentuk puisi berbunyi:

jayavi s halasya tarumendrsaya hastinah airavatabhasya vibhatidam padadavayam

Terjemahannya:

Kedua jejak telapak kaki adalah jejak kaki gajah yang cemerlang seperti Airawata kepunyaan

penguasa Tarumanagara yang jaya dan berkuasa.

Menurut mitologi Hindu, Airawata adalah nama gajah tunggangan Batara Indra dewa perang dan

penguawa Guntur. Menurut Pustaka Parawatwan i Bhumi Jawadwipa parwa I, sarga 1, gajah perang

Purnawarman diberi nama Airawata seperti nama gajah tunggangan Indra. Bahkan diberitakan juga,

bendera Kerajaan Tarumanagara berlukiskan rangkaian bunga teratai di atas kepala gajah. Demikian

pula mahkota yang dikenakan Purnawarman berukiran sepasang lebah.


Ukiran bendera dan sepasang lebah itu dengan jelas ditatahkan pada prasasti Ciaruteun yang telah

memancing perdebatan mengasyikkan di antara para ahli sejarah mengenai makna dan nilai

perlambangannya. Ukiran kepala gajah bermahkota teratai ini oleh para ahli diduga sebagai "huruf

ikal" yang masih belum terpecahkan bacaaanya sampai sekarang. Demikian pula tentang ukiran

sepasang tanda di depan telapak kaki ada yang menduganya sebagai lambang labah-labah, matahari

kembar atau kombinasi surya-candra (matahari dan bulan). Keterangan pustaka dari Cirebon

tentang bendera Taruma dan ukiran sepasang "bhramara" (lebah) sebagai cap pada mahkota

Purnawarman dalam segala "kemudaan" nilainya sebagai sumber sejarah harus diakui kecocokannya

dengan lukisan yang terdapat pada prasasti Ciaruteun

2. Prasasti Tugu, ditemukan di Kampung Batutumbu, Desa Tugu, Kecamatan Tarumajaya,

Kabupaten Bekasi,(kec Cilingcing,Jakarta Utara) sekarang disimpan di museum di Jakarta. Prasasti

tersebut isinya menerangkan penggalian Sungai Candrabaga oleh Rajadirajaguru dan penggalian

Sungai Gomati oleh Purnawarman pada tahun ke-22 masa pemerintahannya.Penggalian sungai

tersebut merupakan gagasan untuk menghindari bencana alam berupa banjir yang sering terjadi

pada masa pemerintahan Purnawarman, dan kekeringan yang terjadi pada musim kemarau.

Prasasti Tugu lebih jelasnya menerangkan :

1) Prasasti Tugu menyebutkan nama dua buah sungai yang terkenal di Punjab yaitu sungai

Chandrabaga dan Gomati. Dengan adanya keterangan dua buah sungai tersebut menimbulkan

tafsiran dari para sarjana salah satunya menurut Poerbatjaraka. Sehingga secara Etimologi (ilmu

yang mempelajari tentang istilah) sungai Chandrabaga diartikan sebagai kali Bekasi.

2) Prasasti Tugu juga menyebutkan anasir penanggalan walaupun tidak lengkap dengan angka

tahunnya yang disebutkan adalah bulan phalguna dan caitra yang diduga sama dengan bulan

Februari dan April.

3) Prasasti Tugu yang menyebutkan dilaksanakannya upacara selamatan oleh Brahmana disertai

dengan seribu ekor sapi yang dihadiahkan raja.

KEHIDUPAN MASYARAKAT

-Kehidupan Politik

Raja Purnawarman adalah raja besar yang telah berhasil meningkatkan kehidupan rakyatnya. Hal

ini dibuktikan dari prasasti Tugu yang menyatakan raja Purnawarman telah memerintah untuk

menggali sebuah kali. Penggalian sebuah kali ini sangat besar artinya, karena pembuatan kali ini
merupakan pembuatan saluran irigasi untuk memperlancar pengairan sawah-sawah pertanian

rakyat.

-Kehidupan Ekonomi

Prasasti tugu menyatakan bahwavraja Purnawarman memerintahkan rakyatnya untuk membuat

sebuah terusan sepanjang 6122 tombak. Pembangunan terusan ini mempunyai arti ekonomis yang

besar nagi masyarakat, Karena dapat dipergunakan sebagai sarana untuk mencegah banjir serta

sarana lalu-lintas pelayaran perdagangan antardaerah di Kerajaan Tarumanegara dengan dunia luar.

Juga perdagangan dengan daera-daerah di sekitarnya. Akibatnya, kehidupan perekonomian

masyarakat Kerajaan Tarumanegara sudah berjalan teratur.

-Kehidupan Sosial

Kehidupan sosial Kerajaan Tarumanegara sudah teratur rapi, hal ini terlihat dari upaya raja

Purnawarman yang terus berusaha untuk meningkatkan kesejahteraan kehidupan rakyatnya. Raja

Purnawarman juga sangat memperhatikan kedudukan kaum brahmana yang dianggap penting

dalam melaksanakan setiap upacara korban yang dilaksanakan di kerajaan sebagai tanda

penghormatan kepada para dewa.

-Kehidupan Budaya

Dilihat dari teknik dan cara penulisan huruf-huruf dari prasasti-prasasti yang ditemukan sebagai

bukti kebesaran Kerajaan Tarumanegara, dapat diketahui bahwa tingkat kebudayaan masyarakat

pada saat itu sudah tinggi. Selain sebagai peninggalan budaya, keberadaan prasasti-prasasti tersebut

menunjukkan telah berkembangnya kebudayaan tulis menulis di kerajaan Tarumanegara.

Di wilayah Jawa Barat Muncul kerajaan Sunda yang diduga merupakan kelanjutan dari Kerajaan
Tarumanegara yang runtuh pada abad ke-7. Menurut kitab Carita Parahiyangan, sebenarnya
lahirnya Tarumanegara telah didahului oleh sebuah kerajaan yang bernama Salakanagara yang
beribukota di Rajataputra. Kerajaan salakanagara sebelum diperintah oleh raja Dewawarman
(Dharmalokapala) merupakan sekumpulan pedukuhan kecil-kecil yang dikuasai oleh Aki Tirem.
Namun,sayang sekali sumber sejarah lain tidak ada yang menguatkannya sehingga keberadaan
keraaj tersebut masih diragukan.
Kerajaan sunda diperoleh dari prasasti Canggal (732). Prasasti
canggal menerangkan , Sanjaya (Raja Mataram) telah mendirikan tempat
pemujaan di Kunjarakunja (daerah Wukir). Dia adalah anak Sannaha,
saudara perempuan Raja sanna.

Berkenaan dengan hal tersebut, kitab carita parahiyangan mengatakan bahwa raja Sena berkuasa
di kerajaan Galuh. Suatu ketika terjadi perebutan kekuasaan yang dilakukan oleh Rahyang
Purbasora. Raja sena berhasil dikalahkan dan melarikan diri ke Gunung merapi bersama
keluarganya. Selanjutnya, sanjaya putra Sannaha berhasil mengalahkan Rahyang Purbasora dan
menduduki takhta Galuh. Beberapa waktu kemudian, Raja sanjaya pindah ke Jawa Tengah
menjadi raja di Kerajaan Mataram, sedangkan Sunda dan Galuh diserahkan kepada puteranya,
Rahyang Tamperan. Sampai saat ini para ahli masih berbeda pendapat mengenai keterkaitan
antara tokoh Sanna dan sanjaya di dalam prasasti Canggal dengan raja sena dan Sanjaya di
dalam kitab carita parahiyangan.

Dalam waktu yang cukup lama tidak diketahui perkembangan keadaan Kerajaan Sunda
selanjutnya. Kerajaan Sunda baru muncul lagi pada tahun 1030 ketika dipimpin oleh Maharaja Sri
Jayahbhupati. Nama Sri Jayabhupati terdapat pada Sang Hyang Tapak yang ditemukan di daerah
Cibadak (Sukabumi). Ia bergelar Wikramottunggadewa, sebuah gelar yang sering digunakan
pemerintahan Airlangga di Mataram. Adanya gelar tersebut menimbulkan bermacam dugaan. Sri
Jayabhupati mungkin takluk-kan Airlangga, atau sebaliknya musuh airlangga, atau tak ada
keterkaitan sama sekali. Yang jelas, Sri Jayabhupati menegaskan dirinya sebagai Hajiri ri sunda
(Raja di Sunda). Pada masa pemerintahannya ibukota kerajaan Sunda adalah Pakuan Pajajaran.

Pengganti Sri Jayabhupati adalah Prabu Raja wastu (Rahyang Niskala Wastu Kancana). Ia
memindahkan ibukota kerajaan dari pakuan Pajajaran ke Kawali (Ciamis) dan membangun istana
di Surawisesa. Setelah meninggal , Prabu raja wastu digantikan oleh anaknya, Rahyang Ningrat
Kencana (Rahyang Dewa Niskala). Selanjutnya tampuk pemerintahan jatuh kepada sri baduga
Maharaja. Pada masa pemerintahannya, kerajaan Sunda dirundung duka dengan terjadinya
peristiwa Bubat (1357). Dalam peristiwa Bubat itu hampir seluruh pasukan sunda gugur di daerah
Kerajaan Majapahit. Keadaan ini tidak berarti bahwa sunda tidak mempunyai raja lagi.

Ketika peristiwa bubat terjadi, putra mahkota kerajaan sunda, Niskala wastu Kancana masih kecil,
sehingga untuk sementara waktu pemerintahan dipegang oleh Hyang bunisora (1357-1371).
Setelah menginjak dewasa, Niskala wastu Kancana (1371-1474) menerima kembali tampuk
kekuasaan dari Hyang bunisora. Ia memerintah cukup lama, yaitu 104 tahun. Masa pemerintahan
yang panjang ini disebabkan Niskala Wastu Kancana menjalankan pemerintahan dengan baik.
Selalu menaati ajaran agama dan memperhatikan kesejahteraan rakyat. Berbeda dengan
penggantinya, Ningrat Kencana (1474-1482) banyak melanggar tradisi-tradisi raja sunda. Akibatnya
ia kurang disenangi rakyat dan masa pemerintahannya relatif pendek.

Ningrat Kencana diganti oleh Sang Ratu Jayadewata (1482-1521). Sang Ratu Jayadewata
memindahkan ibukota kerajaan dari Kawali ke Pakuan Pajajaran. Pada saat itu pengaruh islam
mulai memasuki Kerajaan sunda. Penduduk di wilayah utara sudah banyak menganut islam,
terutama di daerah Banten dan Cirebon. Dalam menghadapi situasi seperti itu, raja berusaha
menjalin persekutuan dengan portugis di Malaka. Pada tahun 1512 dan 1521 di kirimlah utusan ke
Malaka dibawah pimpinan prabu Surawisesa (1521-1535), Putra mahkota kerajaan sunda.

Prabu Surawisesa kemudian menggantikan takhta sang Ratu Jayadewata. Di tengah-tengah masa
kekuasaannya, pelabuhan besar Sunda kelapa jatuh ke tangan Kerajaan islam Banten. Portugis
yang menjanjikan bantuannya ternyata tidak bisa berbuat apa-apa. Akhirnya pusat kerajaan sunda
terputus hubungannya dengan daerah luar. Pengganti Surawisesa, Prabu ratudewata (1535-1543)
harus menjalani masa-masa kritis dengan adanya serangan tentara Islam yang bertubi-tubi. Akan
tetapi, sejauh itu kedaulatan Kerajaan Sunda masih dapat dipertahankan.
Prabu Ratudewata dalam kesehariannya lebih berperan sebagai pendeta daripada sebagai raja,
bahkan tidak menghiraukan kesejahteraan rakyat. Raja yang kemudian menggantikannya, yaitu
sang Ratu Saksi (1543-1551) ternyata seorang raja kejam dan selalu hidup bersenang-senang.
Demikian penggantinya, Tohaan Di Majaya (1551-1567) malah memperindah istana, suka mabuk-
mabukan, berfoya-foya dan melupakan tugas kerajaan. Keadaan ini diperparah dengan gencarnya
serangan Islam dari sebelah Utara. Akibatnya, pada masa pemerintahan Nusiya Mulya, negara
sudah lemah sekali sehingga mudah dikalahkan tentara Islam banten pada akhir abad ke-16.

Pada masa kekuasaan raja-raja sunda, aspek sosial ekonomi rakyat cukup mendapat perhatian.
Meskipun pusat kekuasaan kerajaan sunda berada di pedalaman, namun hubungan dagang
dengan daerah atau bangsa lain berjalan baik. Kerajaan sunda memiliki pelabuhan-pelabuhan
penting, seperti Banten, Pontang, Cigede, Tamgara, Sunda kelapa dan Cimanuk. Di kota-kota
tersebut diperdagangkan lada, beras, sayur-sayuran, buah-buahan dan hewan piaraan. Disamping
kegiatan perdagangan , pertanian merupakan kegiatan yang banyak digeluti rakyat. Cara bertani
yang dilakukan umumnya berladang atau berhuma. Aktivitas berladang memiliki ciri kehidupan
selalu berpindah-pindah. Hal ini ternyata menjadi salah satu bagian tradisi sosial kerajaan sunda
yang dibuktikan seringnya memindahkan pusat kerajaan. Oleh karena itu, kerajaan sunda tidak
banyak meninggalkan keraton yang permanen, candi atau prasasti-prasasti. Candi yang paling
dikenal di Jawa Barat hanyalah candi Cangkuang yang berada di Leles, garut.

Candi cangkuang yang ditemukan tahun 1966 susunan bangunannya


bersorak Siwaistis. Keterkaitan candi cangkuang dengan kerajaan sunda
kurang begitu jelas. Namun, karena lokasi candi tersebut berada di daerah
kekuasaan kerajaan sunda, maka dapatlah diduga bahwa masyarakat
sunda lebih dipengaruhi agama Hindu daripada Buddha.

Anda mungkin juga menyukai