Anda di halaman 1dari 3

Athaya A.

071511233027 week 11 A

Seni Cipta-Kelola Peluang dalam Bisnis: Strategi dalam Situasi Kompetitif

Seiring dengan Revolusi Industri dan Revolusi Teknologi dan semakin berkembangnya metode-metode
produksi, intensitas aktifitas bisnis semakin meningkat. Tingkat permintaan dan persediaan pasar semakin
meningkat dengan semakin membesarnya skala pasar sebagai dampak dari berkembangnya teknologi dan
globalisasi, yang kemudian meningkatkan tingkat kompetisi antar aktor yang bersaing dalam pasar. Dalam
situasi yang kompetitif, strategi dibutuhkan antara lain untuk mempertahankan profitabilitas pasar dan
memaksimalkan keuntungan yang diperoleh pelaku bisnis (Porter, 2011: 26). Kajian strategi diperlukan dalam
situasi kompetitif yang selalu berubah agar pelaku bisnis dapat mengikuti arus dan dinamika pasar, sehingga
dapat bertindak dengan adaptif dan fleksibel untuk dapat menyaingi kompetitor dan memanfaatkan kesempatan
yang muncul.

Pemikiran strategis dibutuhkan dalam bisnis dan dalam situasi-situasi kompetitif pada umumnya. Namun, kajian
strategi bisnis sendiri merupakan ranah disiplin ilmu yang relatif baru. Hingga abad ke-19, penerapan pemikiran
strategi kompetitif dalam situasi-situasi bisnis masih sangat terbatas, dengan aktor-aktor dalam mayoritas ranah
bisnis lebih berfokus pada usaha untuk menjaga bisnisnya tetap kecil dengan melibatkan sesedikit mungkin
kapital (Ghemawat, 2002: 38). Hal tersebut merupakan pengaruh dari pemahaman yang mendominasi mengenai
pasar sebagai invisible hand yang mendorong perekonomian, sebuah kekuatan yang berada di luar kontrol aktor
individu. Baru pada paruh akhir abad ke-19 cakupan strategi bisnis berkembang sebagai cara untuk mengontrol
kekuatan pasar dan mengelola lingkungan kompetitif, seiring dengan dibangunnya jalur rel kereta api di
Amerika Serikat pada tahun 1850an yang membuka kesempatan bagi berkembangnya sebuah mass market
untuk pertama kalinya. Dengan adanya mass market, skala pasar semakin membesar, yang kemudian
mendorong bertambahnya investasi terhadap produksi dan distribusi. Hingga akhir abad ke-19, muncul bentuk
perusahaan baru, yakni korporasi M-form, yang dengan model usahanya memunculkan sebuah kebutuhan akan
pendekatan formal terhadap strategi korporat dan bisnis (Ghemawat, 2002: 38). Pada masa tersebut strategi
bisnis mulai berkembang, pada awalnya sebagai strategi manajemen yang berperan sebagai visible hand yang
secara bertahap dapat mengontrol invisible hand pasar.

Penerapan pemikiran strategis formal dalam mengarahkan kebijakan manajemen mendapat dorongan lebih,
terutama pada masa Perang Dunia II, yang mana manajemen dianggap tidak hanya sebagai perilaku yang pasif
dan adaptif, namun juga sebagai tindakan yang diambil untuk mencapai tujuan yang diinginkan (Drucker dalam
Ghemawat, 2002: 39). Ilmu manajemen berkembang pesat pada masa Perang Dunia II, dengan adanya
tantangan untuk mengalokasikan dan mendistribusikan sumber daya yang terbatas pada masa perang mengarah
pada banyaknya inovasi-inovasi, antara lain konsep learning curve yang menyatakan bahwa biaya produksi
cenderung mengalami penurunan seiring dengan meningkatnya jumlah produksi (Ghemawat, 2002: 39). Konsep
Athaya A. 071511233027 week 11 A

tersebut juga dikaji oleh Bruce Henderson pada awal 1970an dengan nama experience curve, yang
menyatakan bahwa semakin banyak pengalaman yang dimiliki sebuah perusahaan dalam memproduksi sebuah
produk, semakin kecil biaya yang dihabiskan dalam proses produksinya. Prinsip tersebut menjadi dasar
perumusan strategi dalam hal penetapan harga, volume produksi, dan biaya produksi dibandingkan dengan
kompetitor (Aurik et al., 2014: 3). Diskursus mengenai strategi, terutama dalam bidang kebijakan bisnis pada
tahun 1960-1970an berfokus pada perbandingan antara suatu perusahaan dengan kompetisinya, bagaimana
menyetarakan kompetensi suatu perusahaan, yakni kelebihan (strength) dan kelemahan (weakness) yang
dimiliki, dengan risiko yang dihadapi di pasar, dalam hal kesempatan (opportunities) dan ancaman (threats).
Kerangka pemikiran strategis tersebut kemudian dikenal dengan akronim SWOT, yang menjadi cukup populer
dalam strategi kebijakan bisnis (Ghemawat, 2002: 41). Kerangka pemikiran SWOT menjadi langkah besar
menuju pemikiran yang secara eksplisit kompetitif dalam strategi bisnis.

Merumuskan dan menerapkan strategi dalam situasi kompetitif merupakan tantangan tersendiri. Pergeseran
strategis yang konstan dan kebebasan strategis yang dimiliki setiap aktor mengancam relevansi strategi,
terutama ketika dalam situasi kompetitif hampir semua organisasi menghadapi keadaan yang serupa (Aurik et
al., 2014: 7). Untuk mengatasi risiko-risiko dan dampak negatif yang datang bersama kebebasan strategis,
terdapat empat metode yang dapat digunakan. Pertama, kepemimpinan dan nilai-nilai korporat yang kuat, yang
mana kedua hal tersebut menjadi penting dalam lingkungan bisnis yang bergejolak untuk mengurangi distraksi.
Kedua, penggunaan taktik bebas-risiko. Tanpa adanya strategi keseluruhan yang jelas, kemajuan strategis tetap
dapat dicapai dengan insiatif strategis bebas-risiko. Ketiga, meninggalkan kerangka-kerangka strategis demi
mempersempit parameter pembuatan strategi, poin ini dapat diimplementasikan antara lain dengan berfokus
pada usaha mencari pasar baru yang tidak terkontestasi dan berkapitalisasi terhadap pasar tersebut. Keempat,
dengan menyadari bahwa mencari strategi yang konstan dalam lingkungan yang terus berubah merupakan hal
yang sulit, sehingga pendekatan yang lebih efektif adalah menyesuaikan diri dengan keadaan dan
memanfaatkan kesempatan lebih dahulu dibandingkan kompetitor, yang dapat dilakukan dengan mengasah
kecekatan strategis, fleksibilitas organisasional, dan ketahanan (Aurik et al., 2014:8-9).

Dapat dipahami bahwa situasi kompetitif dalam bisnis menciptakan lingkungan yang dinamis dan selalu
berubah, yang mana strategi semakin dibutuhkan untuk mempertahankan profitabilitas dalam jangka panjang.
Tugas seorang strategis adalah untuk memahami dan mengatasi kompetisi. Menurut Michael Porter (2011: 24)
terdapat lima faktor kompetitif utama yang perlu dipertimbangkan dalam membentuk strategi bisnis. Pertama,
ancaman masuknya pemain baru. Kehadiran aktor baru dalam sebuah industri membawa tekanan pada distribusi
keuntungan di pasar dan memengaruhi harga, biaya, dan tingkat investasi. Masuknya kompetitor baru, terutama
ketika kompetitor tersebut melakukan diversifikasi dari pasar lain, menjadi ancaman bagi pelaku bisnis,
Athaya A. 071511233027 week 11 A

sehingga menjadi faktor yang perlu diperhitungkan dalam strategi. Kedua, kekuatan yang dimiliki pemasok.
Pemasok dengan kekuatan besar dapat meraup keuntungan lebih besar bagi dirinya sendiri dengan menaikkan
harga, mengurangi kualitas barang atau pelayanan, atau melimpahkan biaya produksi pada partisipan industri
lain. Seorang pelaku bisnis yang strategis perlu memperhatikan faktor pemasok dalam merumuskan strategi,
terutama untuk memperoleh keuntungan maksimal. Ketiga, kekuatan pembeli. Di sisi lain, sama halnya dengan
pemasok, pembeli juga dapat memanipulasi situasi demi keuntungan maksimumnya sendiri dengan menekan
harga, menuntut kualitas produk dan jasa yang lebih tinggi, dan mengadu domba partisipan dalam industri
dengan masing-masing. Meskipun begitu, perekonomian juga tidak dapat berjalan tanpa konsumen, sehingga
faktor tersebut menjadi hal penting dalam strategi. Keempat, ancaman substitusi. Substitusi yang dimaksud
adalah produk lain yang dapat memenuhi fungsi yang sama atau serupa namun dengan cara yang berbeda.
Pelaku bisnis yang strategis perlu memperhatikan substitusi yang mengancam target demografi produknya,
karena substitusi dapat datang dari berbagai bidang maupun berbagai faktor kehidupan yang nampak tidak
saling berhubungan. Kelima, rivalitas yang ada antar kompetitor. Tingkat rivalitas yang tinggi dapat
memengaruhi profitabilitas sebuah industri, tergantung dari intensitas dan basis kompetisi antar perusahaan
(Porter, 2011: 26-32).

Referensi:

Aurik, John et. al. 2014. History of Strategy and Its Future Prospects, dalam A.T. Kearney Analysis, pp. 1-14

Ghemawat, Phankaj. 2002. Competition and Business Strategy in Historical Perspective, dalam the Business
History Review, Vol 76, No. 1, pp. 37-74

Porter, Michael E. 2011. The Five Competitive Forces that Shape Strategy, dalam HBRs 10 Must Reads on
Strategy, Boston: Harvard Business Review Press, pp. 39-76

Anda mungkin juga menyukai