Anda di halaman 1dari 42

BAB I

PENDAHULUAN

A. Latar Belakang
Tuberculosis (TBC) adalah penyakit infeksi yang disebabkan oleh
bakteri Mycobacterium tuberculosis. TBC terutama menyerang paru-paru
sebagai tempat infeksi primer. Selain itu, TBC dapat juga menyerang kulit,
kelenjar limfe, tulang, dan selaput otak. TBC, TBC merupakan penyakit
yang sangat infeksius. Seorang penderita TBC dapat menularkan penyakit
kepada 10 orang di sekitarnya. Menurut perkiraan WHO, 1/3 penduduk
dunia saat ini telah terinfeksi M. tuberculosis..(Ahmadi.2009)
Micobacterium tuberculosis (TB) telah menginfeksi sepertiga
penduduk dunia, menurut WHO sekitar 8 juta penduduk dunia diserang
TB dengan kematian 3 juta orang per tahun Di negara berkembang
kematian ini merupakan 25% dari kematian penyakit yang sebenarnya
dapat diadakan pencegahan. Diperkirakan 95% penderita TB berada di
negara-negara berkembang Dengan munculnya epidemi HIV/AIDS di
dunia jumlah penderita TB akan meningkat.Menurut WHO sebagian
negara maju diperkirakan setiap tahunya hanya 10-20 kasus baru
tuberkulosa diantara 100.000 orang penduduk, angka kematian di
berbagai Negara maju akibat penyakit tuberculosis sekitar 1-5 orang per
100.000 penduduk, Untuk Negara naju yang mulanya angka penderita
TBC telah menurun tetapi belakangan ini naik lagi sehingga disebut
sebagai sala satu Reemerging Disease
STOP TB Partnership (The Partnership) merupakan gerakan
global yang dimulai pada tahun 2000, untuk mempercepat aksi sosial dan
politik untuk menghentikan penyebaran TBC di seluruh dunia. Salah satu
kekuatan utama dari partnership adalah aliansi antara komunitas penelitian
TBC dengan pelaksana program TBC yang terkoordinasi melalui tujuh
kelompok kerja. The Partnership telah mengembangkan rencana global

1
pengendalian TBC untuk tahun 2001-2005 agar dapat memberikan agenda
global yang menyatu, serta rencana global kedua untuk tahun 2006-2015
untuk mencapai target dalam Millennium Development Goals (MDGs)
Diperkirakan setiap tahun 450.000 kasus baru TB dimana sekitar
1/3 penderita terdapat disekitar puskesmas, 1/3 ditemukan di pelayanan
rumah sakit/klinik pemerintah dan swasta, praktek swasta dan sisanya
belum terjangku unit pelayanan kesehatan. Sedangkan kematian karena
TB diperkirakan 175.000 per tahun. Penyakit TB menyerang sebagian
besar kelompok usia kerja produktif, penderita TB kebanyakan dari
kelompok sosio ekonomi rendah
Tuberkulosis masih jadi masalah kesehatan di dunia. Indonesia
merupakan penyumbang penderita TB terbanyak ketiga di dunia setelah
China dan India dengan jumlah pasienn sekitar 10% dari total jumlah
pasien TB di dunia (Depkes 2008)
Hampir 10 tahun lamanya Indonesia menempati urutan ke-3
sedunia dalam hal jumlah penderita tuberkulosis (TB). Baru pada tahun ini
turun ke peringkat ke-5 dan masuk dalam milestone atau pencapaian
kinerja 1 tahun Kementerian Kesehatan. Berdasarkan Data Badan
Kesehatan Dunia (WHO) pada tahun 2005 menyatakan jumlah penderita
Tuberkulosis di Indonesia sekitar 528 ribu atau berada di posisi tiga di
dunia setelah India dan Cina. Laporan WHO pada tahun 2006, mencatat
peringkat Indonesia menurun ke posisi lima dengan jumlah penderita TBC
sebesar 429 ribu orang. Lima negara dengan jumlah terbesar kasus insiden
pada tahun 2009 adalah India, Cina, Afrika Selatan, Nigeria dan Indonesia
(WHO Global Tuberculosis Control 2006)
Laporan WHO pada tahun 2009 mencatat peringkat Indonesia
menurun ke posisi lima dengan jumlah penderita TBC sebesar 429 ribu
orang. Kepala Seksi Bimbingan dan Evaluasi Dikrektorat Pengendalian
Penyakit dan Penyehatan Lingkungan Kementerian Kesehatan
menyebutkan jumlah penderita Tuberkulosis (TBC) di Indonesia sekitar
saat ini sekitar 299 ribu orang. (BPS.2011)

2
Insidensi Tuberculosis (TBC) dilaporkan meningkat secara drastis
pada dekade terakhir ini di seluruh dunia termasuk juga di Indonesia.
Penyakit ini biasanya banyak terjadi pada negara berkembang atau yang
mempunyai tingkat sosial ekonomi menengah ke bawah. Tuberculosis
(TBC) merupakan penyakit infeksi penyebab kematian dengan urutan atas
atau angka kematian (mortalitas) tinggi, angka kejadian penyakit
(morbiditas), diagnosis dan terapi yang cukup lama. (Depkes 2005)
Penyakit TBG di Indonesia merupakan penyebab kematian utama
dan angka kesakitan dengan urutan teratas setelah ISPA. Indonesia
menduduki urutan ketiga setelah India dan China dalam jumlah penderita
TBC di dunia. Jumlah penderita TBC paru dari tahun ke tahun di
Indonesia terus meningkat. Saat ini setiap menit muncul satu penderita
baru TBC paru, dan setiap dua menit muncul satu penderita baru TBC paru
yang menular. Bahkan setiap empat menit sekali satu orang meninggal
akibat TBC di Indonesia. Mengingat besarnya masalah TBC serta luasnya
masalah semoga tulisan ini dapat bermanfaat. (Akmadi. 2009) Setiap
tahunnya terdapat Indonesia bertambah dengan kasus baru TB dan
sekita 140.000 kematioan terjadi setiap tahunnya di sebabkan oleh tb paru
Prevalensi penduduk Indonesia yang didiagnosis TB oleh tenaga
kesehatan tahun 2007 dan 2013 tidak berbeda (0,4%). Lima provinsi
dengan TB tertinggi adalah Jawa Barat, Papua, DKI Jakarta, Gorontalo,
Banten, dan Papua Barat. Penduduk yang didiagnosis TB oleh tenaga
kesehatan, 44,4% persen diobati dengan obat program (Riskesdas 2013)
.Sebanyak 2.200 penderita penyakit tuberkulosis (TBC) telah
ditemukan berdasarkan hasil diagnosa paramedis di sejumlah pusat
layanan kesehatan di provinsi Sulawesi Barat, jika jumlah penderita TBC
di Sulbar sebanyak 2.200 tidak tertangani secara medis, maka kita sudah
bisa membayangkan jumlah penderitan penyakit ini akan mencapai 22.000
penderita dari 1,2 juta penduduk Sulbar dalam setiap tahunnya ( Antara.
2011)

3
Penderita tuberculosis (TBC) yang dilaporkan Gerakan Terpadu
Nasional Penanggulangan Tuberkulosis (Gerdunas TBC) Kota Makassar
selama Januari hingga September 2011 ( triwulan III) tercatat 1.183 orang.
Dan data yang di peroleh dari setiap kelurahan dan kecamatan jumlah
penderita TBC sebanyak 1.183 orang selama Januari hingga September
2010, Dari data itu juga diketahui jika jumlah penderita TBC di Kawasan
Timur Indonesia (KTI) mencapai angka 100 ribu jiwa yang terinfeksi.
Sedangkan jumlah yang ditemukan di kota Makassar hanya berkisar 2,1
%dari jumlah tersebut. berdasarkan data yang diperoleh Gerdunas TBC,
jumlah itu merupakan hanya sebahagian karena jumlah penderita jauh
lebih besar yang tidak terdeteksi.
Sulsel berada di posisi 17 daerah yang memiliki tingkat
prevelensi TB tertinggi di kawasan timur bersama dengan Kalimantan,
Papua, Maluku, NTB, NTT. Sulsel kini masuk dalam kategori tinggi yakni
210/100.000 penduduk, sementara daerah lainnya di luar kawasan timur
Indonesia masih masuk dalam kawasan sedang terdapat di daerah
Sumatera dengan 160/100.000 penduduk, dan kategori rendah yakni Jawa-
Bali dengan 64/100.000 penduduk. Hasil survei prevelensi provinsi Sulsel
menyebutkan kota Makassar termasuk daerah suspek BTA Tuberkulosis
terbesar dibanding daerah-daerah lainnya di Sulsel. Hasil survei tersebut
kasus BTA Tuberkulosis di Makassar mencapai 1.338 kasus (Antara
News. 2014)
B. Tujuan Penulisan Makalah Ini
1. Untuk mengetahui gambaran umum kasus TBC di Sulawesi Selatan
2. Untuk mengetaahui gambaran Penganggulangan tbc di Sulawesi
selatan
3. Untuk mengetahui gambaran umum visi bersama
4. Untuk mengetahui gambaran kepemimpinan
5. Untuk mengetahui kekuatan visi bersama sebagai penguatan
kepemimpinan dalam penanggulangan TBC di Sulawesi selatan

4
BAB II
GAMBARAN UMUM TB PARU

A. DEFENISI TUBERCULOSIS PARU


Tuberculosia adalah penyakit menular langsung yang disebabkna
oleh kuman tbc ( Micobacterium Tuberculosis ) Sebagian besar kuman
TB menyerang paru, tetapi dapat juga mengenai organ lainya. (Depkes
.2008) Kuman ini berbentuk batang, mempunyai sifat khusus yaitu taha
terhadap asam pada pewarnaan, Oleh karena itu disebut pula sebagai Basil
Tahan Asam (BTA), kuman TB cepat mati dengan sinar matahari
langsung, tetapi dapat bertahan hidup beberapa jam ditempat yang gelap
dan lembab. Dalam jaringan tubuh kuman ini dapat Dormant, tertidur lama
selama beberapa tahun. ( Depkes . 2008)
Tuberculosis disebabkan oleh Mycobacterium tuberculosis. Kuman
ini berbentuk batang, tahan asam dalam pewarnaan, disebut sebagai basil
tahan asam (BTA). Kuman ini mati dengan sinar matahari langsung tetapi
dapat bertahan hidup di tempat gelap dan lembab. Cara penularanny
melalui droplet (percikan dahak). Kuman dapat menyebar secara langsung
ke jaringan sekitar, pembuluh limfe, dan pembuluh darah.
Tuberkulosis paru merupakan penyakit menular langsung yang
disebabkan oleh kuman TB (Mycobacterium tuberculosis). Gejala utama
adalah batuk selama 2 minggu atau lebih, batuk disertai dengan gejala
tambahan yaitu dahak, dahak bercampur darah, sesak nafas, badan lemas,
nafsu makan menurun, berat badan menurun, malaise, berkeringat malam
hari tanpa kegiatan fisik, demam lebih dari 1 bulan
B. ETIOLOGI
Mycobacterium Tuberculosis merupakan penyebab dari TB paru,
kuman ini bersifat aerob sehingga sebagian besar kuman menyerang
jaringan yang memiliki konsentrasi tinggi seperti paru-paru. Tetapi juga
dapat menyerang organ tubuh lainnya seperti : usus, kelenjar getah bening
(limfe), tulang, kulit, otak, ginjal dan lainnya serta dapat menyebar ke

5
seluruh tubuh (Aditama, 1994; Reeves, dkk, 2001). Kuman TB berbentuk
batang, mempunyai sifat khusus yaitu tahan terhadap asam dan pewarnaan
sehingga disebut Basil Tahan Asam (BTA). Kuman ini dapat cepat mati
dengan sinar matahari langsung selama beberapa menit tetapi dapat
bertahan sampai beberapa jam pada tempat yang lembab. Dalam jaringan
tubuh kuman ini dapat dormant (tertidur) selama beberapa tahun ( Depkes
RI, 2008)
Kuman TB berbentuk batang , mempunyai sifat dasar yaitu tahahn
terhadap asam pada pewarnaan, oleh karena itu disebut pula sebagai Basil
Tahah Asam (BTA) , kuman TB cepat mati dengan sinar matahari
langsung, tetapi dapat bertahan hidup beberapa jam di tempat yang gelap
dan lembab, dalam jaringan tubuh kuman ini dapat Dormant (tidur ;lama
dalam beberapa tahun) (Depkes. 2008)
Penemuan penderita dan pengobatannya merupakan suatu kunci
penting dalam menangani tuberkulosis paru, oleh karena itu kedua fase ini
haruslah ditangani dengan seksama. Proses penemuan penderita tidaklah
sesederhana sebagaimana kelihatannya. Melalui berbagai tahapan harus
dijalani sampai ditemukannya satu orang penderita, mulai dari jenis gejala
yang timbul sampai ke mana penderita pergi berobat untuk mengatasi
gejala tersebut (Jomla. 2008)
Infeksi primer terjadi saat seseorang terpapar pertama kali dengan
kuman TB. Droplet yang terhirup sangat kecil ukuranya, sehingga dapat
melewati sistim pertahanan mukosilier bronkus dan terus berjalan
sehingga sampai di alveolus dan menetap disana, infeksi di mulai saat
kuman TB berhasil berkembang biak dengan cara pembelahan diri di paru
yang mengakibatkan radang di dalam paru, aliran getah bening akan
membawa kuman TB kekelenjar getah bening di sekitar hilus paru, ini
disebut sebagai kompleks primer adalah sekitar 4-6 minggu, infeksi dapat
dibuktikan dengan terjadinya perubahan reaksi tuberculin dari negarif
menjadi positif (Depkes 2008)
Kelanjutan setelah infeksi primer tergantung banyaknya kuman yang

6
masuk kedalam dan besarnya respon daya tahan tubuh (Imunitas seluler)
padsa perkembangan kuma tb meskipun demikian beebrapa kuman akan
menetap sebagai kuman persister atau Dortman (tertidur) kadang daya
taha tubuh tidak mampu menghentikan kuman akibatnya dalam beberapa
bulan bersangkutan akan mnderita TB, masa inkubasi yaitu waktu sejak
terinfeksi sampai menjadi sakit, diperkirakan sekitar 6 bulan.
(Depkes.2008)
Resiko penularan (Annual Risk Tuberculosis Infection) di
Indonesia dianggap cukup tinggi dengan variasi antara 1 3%. Bila suatu
daerah ARTI sebesar 1% berarti setiap tahun dari 1000 ada 10 orang yang
terinfeksi dan dari 10 orang. dapat diperkirakan bahwa di daerah tersebut
setiap 100 penduduk rata-rata satu orang penderita pertahun (Depkes,
2008).
C. EPIDEMIOLOGI TBC
Berada di peringkat ketiga setelah India dan Cina, TBC masih
menjadi masalah utama di Indonesia. Berdasarkan laporan WHO tahun
2006 (yang melaporkan data dan estimasi tahun 2004), diperkirakan
bahwa insidensi TBC sekitar 530.000 kasus untuk jenis kategori TBC
(atau 245/100.000) dengan angka prevalensi seluruh kasus TBC
diperkirakan sekitar 600.000 pasien10. Insidensi kasus TBC BTA positif
pada tahun 2004 diperkirakan menjadi 110 kasus baru per 100.000
populasi (240.000 kasus baru per tahun) dengan prevalensi kasus TBC
BTA positif lebih dari 260.000. Angka insidensi dan prevalensi ini telah
diperbarui dari hasil survey prevalensi TBC tahun 200411. Hasil survey
ini juga menunjukkan perbedaan yang nyata pada angka prevalensi dan
insidensi kasus TBC di beberapa wilayah, dengan variasi estimasi
insidensi kasus TBC BTA positif dari 64/100.000 di Jawa dan Bali,
160/100.000 di Sumatera dan 210/100.000 di Kawasan Timur Indonesia
(KTI). Tingkat prevalensi nasional menurun sebesar 4%/tahun, dengan
penurunan yang lebih lambat di wilayah Sumatera

7
Dampak penyakit TBC terhadap masyarakat lebih nyata pada
kelompok-kelompok rentan (seperti masyarakat miskin dan tidak
terlindungi asuransi, masyarakat di wilayah terpencil, wanita dan anak-
anak, dan masyarakat yang menggunakan fasilitas pelayanan kesehatan
yang belum melaksanakan DOTS). Sayangnya, belum ada perhatian
khusus yang ditujukan bagi kelompok masyarakat tersebut untuk
menjamin akses terhadap DOTS. Masalah TBC pada anak relatif
terabaikan dibandingkan dengan pada dewasa. Anak-anak lebih sering
mengalami diagnosis dan pengobatan yang tidak tepat. Angka pelaporan
menurut usia menunjukkan bahwa epidemi TBC mulai bergeser secara
perlahan ke kelompok usia yang lebih tua (mencapai puncak pada usia 55-
64 tahun), meskipun sebagian besar usia penderita TBC masih berada pada
kelompok 15-64 tahun. Secara keseluruhan, rasio laki-laki dan perempuan
untuk TBC BTA+ baru tetap konsisten dalam beberapa tahun terakhir
(1,2 1,3) dan kesenjangan jender ini semakin melebar menurut usia
(setelah usia 35-44 tahun)

8
D. ANALISIS SITUASI
a. Pengetahuan dan Perilaku
Hasil terbaru penelitian pengetahuan, sikap dan perilaku (PSP)
yang merupakan bagian dari survei prevalensi TBC menemukan bahwa
96% keluarga merawat anggota keluarganya yang menderita TBC dan
hanya 13% yang menyembunyikan anggota keluarganya tersebut.
Meskipun demikian, hanya 76% keluarga yang pernah mendengar tentang
TBC, 26% dapat menyebutkan dua tanda dan gejala utama, 51%
memahami cara penularannya, dan 19% memahami bahwa program
pengelolaan TBC menyediakan obat TBC gratis. Stigma TBC di
masyarakat terutama dapat dikurangi dengan meningkatkan pengetahuan
dan persepsi masyarakat mengenai TBC, menyingkirkan mitos-mitos TBC
melalui kampanye pada kelompok tertentu dan membuat materi
penyuluhan yang sesuai dengan budaya setempat
Puskesmas merupakan fasilitas pelayanan kesehatan utama dalam
pengobatan TBC (66%), diikuti dengan dokter praktek swasta (49%),
rumah sakit pemerintah (42%), rumah sakit swasta (14%) dan
bidan/perawat praktek swasta (11%). Di daerah perkotaan, responden lebih
memilih dokter praktek swasta, diikuti dengan rumah sakit pemerintah dan
swasta serta pengobatan sendiri. Sebaliknya, di daerah pedesaan lebih
memilih Puskesmas, praktek bidan/perawat dan dukun tradisional
Gerdunas adalah suatu gerakan lintas sektor yang dibentuk pada
tahun 1999 untuk mempercepat akselerasi pengendalian TBC melalui
pendekatan yang terintegrasi dengan rumah sakit, sektor swasta,
akademisi, LSM, lembaga penyandang dana, dan stakeholder lainnya.
Setelah dilakukan pertemuan advokasi tingkat pusat pada tahun 2002,
telah dilakukan pembentukan Gerdunas propinsi di hampir seluruh
propinsi, meskipun komitmennya masih bervarias

9
b. Pembiayaan
Akibat dari kebijakan desentralisasi, pemerintah propinsi dan
kabupaten/kota memiliki sumber pembiayaan baru dalam bentuk dana
perimbangan. Dana perimbangan berbentuk block grant yang diberikan oleh
pemerintah pusat kepada pemerintah daerah sebagaimana dimandatkan
dalam Undang-undang no 25/1999 dan Undang-undang no 33/2004.
Pemerintah propinsi dan kabupaten/kota memiliki kewenangan untuk
menggunakan anggaran sesuai kebutuhan daerah. Dana perimbangan terdiri
atas (a) Pembagian Pendapatan dari: pajak tanah dan perumahan, pajak
kepemilikan tanah dan hak milik bangunan, minyak dan gas, dan kehutanan,
tambang, dan perikanan; (b) Dana Alokasi Umum; dan (c) Dana Alokasi
Khusus.
Dana perimbangan dialokasikan kepada pemerintah daerah melalui
formulasi nasional yang cukup rumit. Disamping dana perimbangan
pemerintah propinsi dan kabupaten juga memiliki sumber pembiayaan
lainnya: (1) Pendapatan Daerah, yang berasal dari: pajak daerah, retribusi
daerah, keuntungan perusahaan milik pemerintah daerah dan manajemen
aset lainnya, manajemen keuangan, dan penjualan aset-aset daerah; dan (2)
Pinjaman serta pendapatan legal lainnya. Meskipun demikian, pemerintah
pusat masih memiliki anggaran dari pusat, yang disebut dana dekonsentrasi.
Diakui bahwa kebijakan desentralisasi meningkatkan kesenjangan antara
propinsi yang mempunyai sumber daya berlebih dan kurang, oleh karena
sistem desentralisasi meningkatkan dana perimbangan untuk propinsi yang
kaya akan sumber daya alam
Program pengendalian TBC di Indonesia memiliki anggaran yang
cukup dari berbagai sumber. Meskipun kontribusi pemerintah terhadap TBC
diperkirakan akan semakin meningkat pada masa mendatang, sebagian besar
kebutuhan dana dipenuhi oleh sumber dana eksternal. Meskipun komitmen
di tingkat pusat cukup tinggi, hal ini belum tercermin di tingkat propinsi dan
kabupaten. Dengan sistem desentralisasi, idealnya kabupaten dapat
melakukan investasi lebih banyak di sektor kesehatan dan program

10
pengendalian TBC untuk meningkatkan kontribusi daerah13. Akan tetapi
pada kenyataannya, komitmen politik di bidang kesehatan masih rendah
(anggaran kesehatan hanya berkisar antara 4-6% dari total anggaran
meskipun terdapat variasi antara kemampuan propinsi). Ketersediaan
pendanaan dari lembaga donor mungkin justru menurunkan kontribusi
pemerintah daerah oleh karena tekanan pada pemerintah daerah untuk
menginvestasikan anggarannya semakin kecil. Tantangan lain yang dihadapi
oleh sistem desentralisasi adalah variasi sumber pendapatan daerah yang
luas dan kurangnya informasi mengenai pemetaan sumber-sumber
pendanaan di daerah.
Sebagai aspek legal yang mempengaruhi pembiayaan program
pengendalian TBC, terdapat dua undang-undang penting yang relevan
dengan program pengendalian TBC, yaitu UU No. 29/2004 mengenai
Praktek Kedokteran dan UU No. 4/1984 mengenai penanggulangan wabah
penyakit. Undang-undang Praktek Kedokteran secara spesif k menyebutkan
adanya kewajiban dari semua praktisi dokter untuk memberikan pelayanan
kesehatan sesuai dengan standar. Oleh karena itu, implementasi undang-
undang ini akan bermanfaat bagi program pengendalian TBC, khususnya
yang terkait dengan ekspansi DOTS ke praktisi swasta dan pemberlakuan
ISTC. UU No. 4/1984 mewajibkan semua fasilitas pelayanan kesehatan
umum dan swasta untuk melaporkan semua penyakit menular utama kepada
pihak yang berwenang, dalam hal ini Dinas Kesehatan Daerah. Sayangnya
kebijakan desentralisasi tampaknya belum memperkuat kapasitas regulasi
pemerintah daerah. Perkembangan implementasi perundang-undangan ini
berjalan lambat dan standar pelayanan minimum belum diratif kasi di
tingkat daerah
c. Manajemen Pengendalian TBC
Keberhasilan ekspansi DOTS di Indonesia membutuhkan dukungan
manajerial yang lebih kuat untuk program pengendalian TBC. Desentralisasi
pelayanan kesehatan telah memberikan pengaruh yang negatif terhadap
kapasitas sumber daya manusia dan pengembangan program pengendalian

11
TBC. Departemen Kesehatan melaporkan bahwa 98% staf di Puskesmas
dan lebih kurang 24% staf TBC di rumah sakit telah dilatih. Monitoring dan
evaluasi dilakukan melalui supervisi dan pertemuan triwulanan di berbagai
tingkat. Program perlu memperkuat pelayanan di tingkat perifer, khususnya
jika DOTS akan diterapkan pula selain di Puskesmas. Rencana untuk
mengembangkan sistem informasi elektronik dan sistem informasi geograf s
sedang dijalankan untuk perencanaan dan penanganan penderita yang lebih
baik.
Program pengendalian TB Nasional sekarang ini sedang melakukan
proses transisi dari paket obat individu (Kombipak) menjadi Fixed Drug
Combination (FDC). Ketersediaan semua jenis obat TBC lini pertama cukup
untuk memenuhi kebutuhan di Indonesia, meskipun regulasi pemerintah
hanya memungkinkan buf er stock sebesar 10%. Sementara ketersediaan
obat lini kedua/obat MDR melalui GLC (Green Light Committee) sedang
diusahakan. Manajemen suplai obat ke tingkat propinsi dan kabupaten
sedang dalam transisi perbaikan. Saat ini, hanya 13 dari 32 propinsi yang
mendapatkan distribusi obat langsung dari tingkat pusat15. Di tingkat
daerah, sistem manajemen obat yang terintegrasi sudah mulai diperkenalkan
dan gudang obat daerah akan memasukkan obat program TBC dan semua
obat program dari pusat ke dalam rute distribusi rutin obat-obat esensial ke
puskesmas dengan pelaporan setiap triwulan. Secara keseluruhan, sistem
suplai obat berjalan dengan baik, obat TBC selalu tersedia di tingkat
Puskesmas. Namun demikian, perbaikan akan terus dilaksanakan di masa
depan.
Sistem pencatatan dan pelaporan Program TBC Nasional telah
mengikuti pedoman internasional dengan TB03 sebagai register utama yang
dipegang oleh wasor kabupaten. Ketepatan dan akurasi pelaporan dari
perifer ke unit pusat telah mengalami peningkatan yang nyata dan berbagai
perbaikan sistem juga sedang diujicoba. Pertemuan monitoring dan evaluasi
yang diselenggarakan setiap triwulan di hampir seluruh propinsi dan
kabupaten/ kota memberikan kontribusi terhadap perbaikan manajemen data

12
dan monitoring kinerja program. Selain itu, pertemuan monitoring dan
evaluasi triwulanan juga dilaksanakan di tingkat Puskesmas, yaitu di
Pukesmas rujukan mikroskopis dan Puskesmas satelit, untuk meningkatkan
mutu laboratorium, memvalidasi data dan mengoptimalkan jejaring TBC.
E. MISI DAN VISI STRATEGI
a. Misi
Menjamin bahwa setiap penderita TBC mempunyai akses terhadap
diagnosis yang bermutu tinggi, pengobatan dan kesembuhan, untuk
menurunkan tingkat kesakitan dan kematian karena TBC
Menurunkan penularan TBC
Menurunkan ketidakadilan dalam dampak sosial dan ekonomi akibat
penyakit TBC
b. Visi
TBC tidak lagi menjadi masalah kesehatan masyarakat.
F. ISU STRATEGIS
Isu strategis diidentif kasi berdasarkan analisis situasi serta visi dan
misi program pengendalian TBC. Isu-isu strategis ini dikelompokkan menjadi
tantangan yang terkait dengan pelayanan TBC dan sistem kesehatannya.

a. Tantangan dalam pelayanan TBC:


1) Menjangkau masyarakat yang belum terjangkau.
Keterbatasan akses terhadap pelayanan DOTS yang
bermutu, terutama pada kelompok-kelompok rentan seperti
anak, wanita, dan mereka yang terinfeksi ganda TB/HIV.
Kelompok masyarakat miskin di perkotaan menghadapi
hambatan akses secara sosioekonomi. Jarak menuju unit
pelayanan kesehatan menjadi hambatan utama bagi
masyarakat pedesaan yang terpinggirkan, sehingga perlu
mendekatkan pelayanan TBC ke masyarakat. Pada saat
yang bersamaan, masyarakat dan penderita perlu diberi
informasi mengenai TBC dan penanganannya.

13
2) Beban penyakit TBC di daerah. Prevalensi TBC di berbagai
daerah sangat bervariasi, dengan beban yang sangat tinggi
di Kawasan Timur Indonesia (KTI), diikuti dengan Sumatra
dan Jawa-Bali.
3) Penanganan TBC di rumah sakit, klinik, dan praktek
swasta. Secara umum, terdapat variasi dalam penanganan
TBC di berbagai fasilitas pelayanan kesehatan rumah sakit,
klinik, dan praktisi swasta. Jejaring antara penyedia
pelayanan TBC tersebut dengan Puskesmas dan sistem
surveilans TBC di kabupaten masih lemah.
4) MDR-TB dan TB-HIV. Besar masalah MDR-TB dan TB-
HIV belum diketahui dengan pasti oleh karena kurangnya
surveilans untuk TB/HIV dan MDR-TB. Kapasitas sistem
kesehatan untuk mengatasi masalah TB/HIV dan MDR-TB,
misalnya laboratorium, ketersediaan obat MDR-TB, dan
pelayanan DOTS-Plus, belum memadai. Selain itu,
lemahnya pelaksanaan regulasi menyebabkan obat-obat lini
kedua tersedia bebas di pasaran dan bahkan digunakan
sebagai regimen pengobatan lini pertama. Penggunaan obat-
obat TBC lini pertama dan kedua yang tidak rasional,
khususnya oleh rumah sakit dan sektor swasta, memberikan
tantangan yang besar dalam masalah MDR-TB.
5) Keterbatasan informasi. Informasi mengenai strategi dan
prioritas ekspansi DOTS ke seluruh penyedia layanan
kesehatan masih terbatas. Demikian pula halnya dengan
informasi mengenai efektivitas berbagai intervensi, dan
penelitian mengenai kapasitas f nansial pemerintah daerah
dikaitkan dengan pola epidemiologi TBC dan kinerja
program pengendalian TBC. Kesadaran masyarakat umum
terhadap gejala TBC masih rendah, masih terdapat mitos
penularan TBC dan pemahaman yang kurang mengenai

14
pengobatan TBC. Sarana komunikasi untuk program
pengendalian TBC juga masih terbatas.
6) Kebutuhan untuk mengembangkan kemitraan. Memerangi
TBC adalah memerangi kemiskinan. Oleh karenanya,
diperlukan kemitraan untuk strategi pengentasa

b. Tantangan sistem kesehatan:


1) Komitmen yang rendah dan kurangnya advokasi dan
komunikasi kepada pemerintah daerah. Pembiayaan
program pengendalian TBC sebagian besar didukung oleh
dana pemerintah pusat dan dana eksternal Rendahnya
kontribusi anggaran pemerintah daerah untuk program
pengendalian TBC mencerminkan tingkat komitmen
pemerintah daerah. Strategi advokasi dan komunikasi untuk
menggali sumber daya potensial dari masyarakat dan
pemerintah daerah perlu diprioritaskan dalam konteks
komitmen dan tanggung jawab pemerintah terhadap
program pengendalian TBC yang telah terdesentralisasi.
Alokasi sumber pendanaan. Program TBC telah memiki
sumber pendanaan yang memadai untuk mencapai target
dalam program pengendalian TBC. Meskipun demikian,
alokasi pendanaan berdasarkan pencapaian indikator kinerja
semata mungkin tidak selaras dengan pertimbangan
kesetaraan. Perlu digali berbagai alternatif mekanisme
alokasi pendanaan ke daerah yang lebih membutuhkan serta
insentif bagi pemerintah daerah yang telah mengalokasikan
dana untuk program pengendalian TBC yang bersumber
dari pemerintah daerah.
2) Sumber daya manusia. Pergantian staf yang cepat, struktur
organisasi yang terbatas dan pelatihan ekspansi DOTS yang
intensif. Terbatasnya sumber daya manusia menjadi
ancaman potensial dalam desentralisasi pelayanan

15
kesehatan, termasuk program pengendalian TBC. Meskipun
telah banyak dilakukan berbagai pelatihan, seringnya
pergantian staf (>30%) membatasi manfaat dari pelatihan
tersebut. Pembatasan rekrutmen tenaga, posisi struktural
dan gaji serta beban kerja yang tinggi akibat ekspansi
program pengendalian TBC semakin meningkatkan
kompleksitas masalah sumber daya manusia ini. Program-
program pelatihan mengenai penanganan TBC sebagian
besar ditujukan bagi Puskesmas dan rumah sakit
pemerintah. Pelatihan bagi sektor kesehatan swasta masih
terbatas. Kolaborasi dengan LSM setempat dan berbagai
kelompok di masyarakat dapat menjadi sumber daya yang
potensial untuk digali.
3) Pelaksanaan peran regulasi yang lemah. Lemahnya
pelaksanaan regulasi yang terkait dengan program
pengendalian TBC, seperti halnya regulasi mengenai
penanggulangan wabah penyakit dan pelaporannya, obat
esensial dan farmasi, standar pelayanan minimal, asuransi,
peran dan pembiayaan pemerintah daerah serta regulasi
praktek kedokteran, menciptakan lingkungan yang tidak
kondusif bagi manajemen program pengendalian TBC
(misalnya bagi surveilans), penanganan penderita dan
ekspansi DOTS secara umum. Peningkatan kapasitas
pemerintah daerah untuk melaksanakan regulasi tersebut
harus diprioritaskan pada daerah dengan tingkat permintaan
dan pemanfaatan sektor swasta yang cukup tinggi.
4) Surveilans dan monitoring evaluasi yang konsisten dan
berkelanjutan. Meskipun ketepatan dan akurasi pelaporan
dari fasilitas kesehatan terdepan ke pusat telah semakin
meningkat,

16
BAB III
VISI BERSAMA (SHERED VISION)

A. DEFENISI SHARED VISION


Visi bersama adalah vital untuk pembelajaran organisasi yang
ingin menyediakan fokus dan tenaga bagi karyawannya. Orang-orang
belajar terbaik ketika mereka bekerja keras untuk mencapai hal-hal yang
berarti bagi mereka, kenyataannya anda tidak mempunyai organisasi
pembelajaran tanpa visi bersama. Mencapai tujuan membangun visi tidak
hanya dengan komitmen tetapi berfikir dan bertindak. (Sange, 1995)
Organisasi pembelajaran adalah tempat dimana anggotanya belajar
menggali dan memahami nilai, praktek, dan menciptakan visi bersama
secara terus menerus sebagai bagian dari tim pembelajaran suatu sistem.
Organisasi pembelajaran adalah organisasi yang memiliki
komitmen untuk menciptakan suasana yang saling menghargai, saling
menghormati dan saling menerima satu sama lain. Dengan suasana
kondusif seperti itu, semua anggota kelompok dan organisasi secara
keseluruhan berada dalam gerak dan dinamika tumbuh kembang
bersama. (Brist, 2008)
Menurut Horstz, Kepemimpinan adalah menciptakan sebuah
lingkungan sehingga orang ingin menjadi bagian dari organisasi dan
bukan sekadar bekerja untuk organisasi. Kepemimpinan menciptakan
lingkungan yang membuat orang ingin melakukan sesuatu, dan bukan
dilarang melakukan sesuatu.
Pedler, Boydell dan Burgoyne mendefinisikan bahwa organisasi
pembelajaran adalah Sebuah organisasi yang memfasilitasi
pembelajaran dari seluruh anggotanya dan secara terus menerus
mentransformasikan diri. Menurut Lundberg (Dale, 2003) menyatakan
bahwa pembelajaran adalah suatu kegiatan bertujuan yang diarahkan
pada pemerolehan dan pengembangan keterampilan dan pengetahuan

17
serta aplikasinya. Menurut Sandra Kerka (1995) yang paling
konseptual dari learning organization adalah asumsi bahwa belajar itu
penting, berkelanjutan, dan lebih efektif ketika dibagikan dan bahwa
setiap pengalaman adalah suatu kesempatan untuk belajar.
Peter Senge starts from the position that if any one idea about
leadership has inspired organizations for thousands of years, its the
capacity to hold a share picture of the future we seek to create (1990:
9). Such a vision has the power to be uplifting and to encourage
experimentation and innovation. Crucially, it is argued, it can also foster
a sense of the long-term, something that is fundamental to the fifth
discipline.
lima disiplin yang diidentifikasikan Peter Senge adalah kunci untuk
mencapai organisasi jenis ini. Peter Senge juga menekankan pentingnya
dialog dalam organisasi, khususnya dengan memperhatikan pada disiplin
belajar tim (team learning). Maka dialog merupakan salah satu ciri dari
setiap pembicaraan sesungguhnya dimana setiap orang membuka dirinya
terhadap yang lain, benar-benar menerima sudut pandangnya sebagai
pertimbangan berharga dan memasuki yang lain dalam batasan bahwa dia
mengerti tidak sebagai individu secara khusus, namun isi
pembicaraannya. Tujuannya bukan memenangkan argumen melainkan
untuk pengertian lebih lanjut. Belajar tim (team learning) memerlukan
kapasitas anggota kelompok untuk mencabut asumsi dan mesu ke dalam
pola berfikir bersama yang sesungguhnya. [Senge. 1990]
Dimensi Learning Organization Peter Senge (1999)
mengemukakan bahwa di dalam learning organization yang efektif
diperlukan 5 dimensi yang akan memungkinkan organisasi untuk belajar,
berkembang, dan berinovasi salah satunya adalah Visi bersama.
Martin Luther King, Jr, dalam artikelnya melukiskan Saya
bermimpi, kami membicarakan seorang pemimpin pada satu titik sejarah
dan mencatat bahwa pidatonya tidak satu katapun tentang keadaan saat
ini, akan tetapi melukiskan gambaran masa yang akan datang. Ini adalah

18
menepuk cita-cita yang dalam . Kombinasi antara berfikir aspiratif
tentang dimana anda ingin berada dan kemudian secara taktik tentang
bagaimana mencapainya, akan menolong mengkristalisasikan visi pada
organisasi.
Visi tersebut membimbing kita mencapai yang kita ingingkan "
sebuah perusahaan yang dikagumi, menggembirakan pelanggan,
menghargai investor, menghadapi tantangan, melayani masyarakat .
Dengan visi bersama kita boleh merubah strategi tanpa merubah cita-cita
Shared vision adalah satu dari empat inti disiplin yang
diidentifikasi oleh Peter Senge yang diperlukan untuk membangun
organisasi. Shared vision bukan suatu ide, tetapi lebih dari kekuatan hati
manusia yang menghasilkan kekuatan. Menggerakkan individu untuk
mencapai tujuan. Menghubungkan setiap orang menghimpun kekuatan
bersama. Pada level yang sederhana visi bersama menjawab pertanyaan
apa yang ingin kita lakukan ? Hanya sebagai visi personal adalah
gambaran atau hayalan orang yang membawa dalam kepala dan hati. Visi
adalah vital dalam organisasi pembelajar sebab hal ini menyediakan
focus dan energy untuk pembelajaran.
Shared Vision adalah suatu gambaran umum dari organisasi
dan tindakan organisasi yang mengikat orang-orang secara bersama dari
keseluruhan identifikasi dan perasaan yang dituju. Melalui Visi Bersama
, organisasi dapat membangun komitmen yang tinggi dalam
berorganisasi.
Proses belajar individu tidak akan menjamin terjadinya
organisasi pembelajar, jika tidak ada komitmen bersama tentang masa
depan yang ingin dicapai bersama. Mereka harus sadar bahwa tanpa ada
organisasi (tindakan kolektif bersinergi), pencapaian visi atau
perjuangan pribadi akan sulit untuk dicapai. Melalui tindakan kolektif
visi pribadi tersebut lebih realistis untuk dicapai.
This tension, according to Senge (1990), can be resolved in
two ways: by raising current reality toward the vision or by lowering the

19
vision toward current reality. We suggest that it is an individual's or
organization's continual assessment that provides a mirror for reflection
about the relationship between vision and reality. Assessment is what
drives the feedback spiral and provides the creative tension between
what is and the best we can imagine.
Seperti misal; perjuangan buruh yang dipimpin oleh Spartacus.
Ketika tentara Romawi mencari Spartacus, secara sukarela mereka
merelakan nyawanya dengan mengaku sebagai Spartacus. Mereka sadar
bahwa gerakan pembebasan buruh dapat diwujudkan melalui tindakan
kolektif. Intinya, shared vision adalah terbangunnya komitmen anggota
organisasi untuk mengembangkan visi bersama, serta sama-sama
merumuskan strategi untuk mencapai visi tersebut.
Tidak satupun organisasi menjadi besar tanpa tujuan, nilai dan misi yang
datang secara bersama. Suatu pernyataan visi atau karisma seorang
pemimpin saja tidak cukup. Sebuah visi asli lahir dari pembelajaran
sebab orang dalam organisasi ingin mencapai tujuan. Apa yang dimaksud
dengan menciptakan ? Jawabannya ialah visi anda dan orang-orang
secara bersama-sama dibangun .
Visi bersama adalah vital untuk pembelajaran organisasi yang
ingin menyediakan fokus dan tenaga bagi karyawannya. Orang-orang
belajar terbaik ketika mereka bekerja keras untuk mencapai hal-hal yang
berarti bagi mereka, kenyataannya anda tidak mempunyai organisasi
pembelajaran tanpa visi bersama. Mencapai tujuan membangun visi tidak
hanya dengan komitmen tetapi berfikir dan bertindak.
Visi adalah gambaran mental yang hidup. Dalam konteks ini,
hdup berarti seperti kehidupan dan grafis. Berdasar hal ini, dapat
disimpulkan bahwa visi adalah sebuah grafis dan gambaran mental
seperti kehidupan yang sangat penting pada kita, dipegang didalam hati
kita. Visi sering berupa tujuan yang secara individu ingin dicapai. Dalam
system thinking bahwa tujuan lebih sering dimaksud adalah tujuan

20
jangka panjang, kadang-kadang dapat menjadi sebuah bintang yang
memimpin individu.
Visi bersama dari organisasi harus dibangun oleh oleh visi
individu dari para anggota.Apa yang dimaksud oleh pemimpin dalam
organisasi pembelajar adalah bahwa visi organisasi tidak diciptakan oleh
pemimpin, melainkan, visi harus diciptakan melalui interaksi dengan
individu dalam organisasi. Hanya melalui kompromi antara visi individu
dan mengembangkan visi-visi tersebut maka visi bersama dapat
diciptakan. Peran pemimpin dalam mengkreasikan visi bersama adalah
membagi visi masing-masing dengan karyawan. Ini tidak harus dilakukan
dengan menekankan bahwa visi atas orang lain tetapi mendorong yang
lain berbagi visi mereka . Berdasarkan visi tersebut visi organisasi dapat
meningkat.
Refleksi atas visi bersama membawa pertanyaan apakah tiap
individu dalam organisasi harus berbagi sisa dari visi organisasi.
Jawabanyya adalah tidak, tetapi individu yang tidak membagi visi tidak
akan berkontribusi sebanyak pada organisasi. Bagaimana seseorang
memulai membagi sisa dari visi organisasi ? Senge (1990) menekankan
bahwa visi tidak dapat dijual. Untuk sebuah visi bersama berkembang.
Para anggota organisasi harus melebur kedalam visi. Perbedaan antara
keduanya ialah melalui keterlibatan anggota organisasi memilih
berpartisipasi.
Jika suatu organisasi yang mempunyai visi bersama, kekuatan
berubah datang dari yang dikatakan Senge Creative Tension
Ketegangan kreatif adalah perbedaan antara visi bersama dan kenyataan
sekarang. Dengan kommitmen yang benar-benar tulus anggota
menciptakan Creative tension yang akan membawa organisasi mencapai
tujuan..
Pada satu komunitas dalam lingkup yang relatif kecil,
pernyataan visi akan lebih mudah terwujudkan oleh karena kebutuhan
serta persoalan yang dihadapi masing-masing individu relatif sama.

21
Pesamaan ini adalah kekuatan yang realistis bagi komunitas itu, di mana
persamaan dapat membangkitkan karakteristik positif lainnya untuk
mendorong agar lahir suatu pernyataan dari mereka dengan harapan
persoalan yang dihadapi bersama dapat teratasi. Dengan demikian
harapan atau cita-cita yang ingin dicapai oleh masing-masing individu
dalam kelompok itu lebih realistis, serta visi bersama terbangun dengan
sendirinya tanpa mengalami hambatan yang berarti. Hal ini menunjukkan
bahwa jika dalam satu komunitas mengalami masalah yang sama serta
menyadari bahwa persoalan itu adalah persoalan bersama maka visi
bersama akan terbangun dengan sendirinya.
Suatu visi bersama bukanlah suatu ide, bahkan bukan
merupakan ide penting seperti kebebasan, melainkan adalah suatu daya
dalam hati setiap insane suatu daya dari kekuatan yang mengagumkan
,Visi bersama dapat di inspirasikan oleh suatu ide , tetapi sekali
beranjak lebih jauh bila cukup menggoda sehingga memperoleh
dukungan lebih dari satu orang, maka tidaklah merupakan suatu
abstraksi , hal ini menjadi dapat di rabah orang orang mulai melihatnya
seolah oleh bagaikaj nyata sedikit skali bida ada daya dalam menusia
yang sekuat visi bersama. (Fitzgerald, 2003)
Pada tingkat palingsederhana visi bersama adalah jawaban
terhadap pertanyaan Apa yang ini anda Cipttakan semua seperti visi
pribadi yang merupakan gamabran yang dibwa oeh imege mausia di
dalam kepaladan hati mereka, visi bersama juga merupakan gambaran
oleh seluruh orang orang yang ada dalam suatu organisasi , mereka
menciptakan suatuperasaan kebersamaan yang menembus organisasi dan
membeerikan koherensi kepada berbagai aktifitas yang berbeda,
Suatu visi benar bila anda dan saya memiliki gambaran yang
sama dan memiliki komitmen satu sama lain untuk memilikinnya, ketika
oraang benar benar membagi suatu visi maka mereka terhubung, terikat
bersama oleh suatu aspirasi umum, visi pribadi memeperoleh kekuatan
nya dari suatu yang mendalam dari invidu terhadap visi tersebut, visi

22
bersama memperoleh kekuatanya dari dari perhatian umum, bahkan kita
percaya bahwa salah satualasannya mengapa orang mencari visi bersama
adalah hasrat mereka untuk mencari penghubung dalam suatu kkegiatan
yang penting.
Visi bersama vital bagi organisasi pembelajaran karena
sifatnya yang memebrikan focus danenergiuntuk belajar, sementara
belajara adaptif adalah di mungkinkan tanpa visi , belajar generative
adalah belajar dari orang berusaha untuk mencapat sesuatu yang
memeiliki makna mendalam bagi mereka, bahkan seluruh ide mengenai
belajar generative memeprluas kemampuan anda untuk mencipta, akan
tampak abstrak dan tidak berarti sampai pada orang menjadi
bersemangat mengenal suatu visi yang benar bbenar mereka ingin capai,.
Saat inni visi merupakan konsep yang umum dalam
kepemimpinan perudd]]sahaan tapi bila anda amati secar seksama anda
akan temuan bahwa kebanyakan visi adalah visi seseorang atau satu
elompok yangdi kenakan suatu organisasi , visi seperti itu paling baik
menhasilkan ketaatan pengikut aturan bukanya komitmen, suatu visi
bersama dalah suatu visi yang mana banyak oorrang benar benarterikat
karena hal tersebuut mencerminkan visi mereka sendiri.
Visi bersama adalah uraian atau gambaran jelas mengenai
masa depan yang ingin di capai atau dipcitakan oleh semua stakeholders,
visi bersama dapat diartikan sebuah kesepakatan mas depan dimana
setiap anggota organisasi bersediah berorban untuk mencapainya, ,
penekananya pada kata bersama bukan pada visi,
B. PENTINGNYA VISI BERSAMA
Banyak visi bersama adalah ekstrinsik yaitu mereka berfokus pada
pencapaian sesuatu yang relative bagi fihak luar, seperti sebuah peaing,
namun sebuah tujuanyang terbatas pada mengalahkan sebuah lawan
adalah bersifat sementara, pada saat visi tercapai hal teersebut secar
mudah dapat tercapai hal tersebut dpatdengan mudah berpindah
mengambil sikap yag defensife , mengamankkan aoa yang kam imiliki

23
untuk tidak kehilangan posisi, tujuan defensife seperti itu jarang skali
melibatkan, kretifitas dan semangat untuk membangun sesuatu yang
baru,
Suatu visi bersama terutama yang intrinsik dapat meningkakan
aspirasi orang , kerja bagian dari pengejaran suatu tujian yang lebih
besar yang mana terdapat didalam produk ataujasa pelajanan organisasi,
Visi memang menabjubkan,visi memberikan cahaya kegairahan
yang mengangkat organisasi keluar dari kejenuhan, bagimanapun
sulitnya kompetiisi atau maslah masalah internal kami tukis jhok
sculley mengenai produk visioner apple yang terkanal jiwa saya
meloncat lanjat ketika jalan masuk kedalam gedung macintosch kami tau
bahwa kami akan segera menjadi saksi terhadap suatu kejadian yang
bagian dari sejarah,
Visi bersama memaksa keberaniansedemikian alaminya sehingga
orang bahkan menyadari seberapa jauh keberaniian mereka , keberanian
adalah hanya kan melakukan keberanian apapun yang dilakukan yang
di butuhkan dalam mengejar visi,
Anda tidak akan memiliki sebuah organisasi tanpa adanya visi
bersama tanpa suatu gaya bersama, tanpa sutu haya tarikan kea rah
tujuan tertentu yang benar benar ingin di capainya, kekuatan kekuatan
dari hal yang di petanyakan dapat menjadi melimpahnya, visi
membangun suatu tujuan yang melambung, kedian target memaksa
caracara baru dalam berfikir dan bertindak, suatu visi berasama akan
memberikan suatu daun dayung untuk menjaga proses belajar tetap
pada jalurnya ketika ketegangan terbentuk, beajar dapat menjadi sulit dan
menyulitkan, dengan suatu visi bersama kita akan cebderung untuk
lebih membuka cara cara kita berfikir menyerahkan pandangan
pandangan yang dipegang secara mendalam , dan mengenali
keterbatasan keterbatasan pribadi secara organisasional , semua masalh
itu tampak sepele disbanding dengan pentingnya apa yang sedang coba

24
untuk di ciptakan sebagimana yang di katakana Robert Fritz dengan
hadirnya kebersamaan, kesulitan akan menghiilang
Visi bersama dari organisasi harus dibangun oleh oleh visi individu
dari para anggota. Apa yang dimaksud oleh pemimpin dalam organisasi
pembelajar adalah bahwa visi organisasi tidak diciptakan oleh pemimpin,
melainkan, visi harus diciptakan melalui interaksi dengan individu dalam
organisasi. Hanya melalui kompromi antara visi individu dan
mengembangkan visi-visi tersebut maka visi bersama dapat diciptakan.
Peran pemimpin dalam mengkreasikan visi bersama adalah membagi visi
masing-masing dengan karyawan. Ini tidak harus dilakukan dengan
menekankan bahwa visi atas orang lain tetapi mendorong yang lain
berbagi visi mereka . Berdasarkan visi tersebut visi organisasi dapat
meningkat.
Martin Luther King, Jr, dalam artikelnya melukiskan Saya
bermimpi, kami membicarakan seorang pemimpin pada satu titik sejarah
dan mencatat bahwa pidatonya tidak satu katapun tentang keadaan saat
ini, akan tetapi melukiskan gambaran masa yang akan datang. Ini adalah
menepuk cita-cita yang dalam . Kombinasi antara berfikir aspiratif
tentang dimana anda ingin berada dan kemudian secara taktik tentang
bagaimana mencapainya, akan menolong mengkristalisasikan visi pada
organisasi.
Visi tersebut membimbing kita mencapai yang kita ingingkan "
sebuah perusahaan yang dikagumi, menggembirakan pelanggan,
menghargai investor, menghadapi tantangan, melayani masyarakat .
Dengan visi bersama kita boleh merubah strategi tanpa merubah cita-cita.
Shared vision adalah satu dari empat inti disiplin yang diidentifikasi oleh
Peter Senge yang diperlukan untuk membangun organisasi. Shared vision
bukan suatu ide, tetapi lebih dari kekuatan hati manusia yang
menghasilkan kekuatan. Menggerakkan individu untuk mencapai tujuan.
Menghubungkan setiap orang menghimpun kekuatan bersama. Pada level
yang sederhana visi bersama menjawab pertanyaan apa yang ingin kita

25
lakukan ? Hanya sebagai visi personal adalah gambaran atau hayalan
orang yang membawa dalam kepala dan hati. Visi adalah vital dalam
organisasi pembelajar sebab hal ini menyediakan focus dan energy untuk
pembelajaran.
Proses belajar individu tidak akan menjamin terjadinya organisasi
pembelajar, jika tidak ada komitmen bersama tentang masa depan yang
ingin dicapai bersama. Mereka harus sadar bahwa tanpa ada organisasi
(tindakan kolektif bersinergi), pencapaian visi atau perjuangan pribadi
akan sulit untuk dicapai. Melalui tindakan kolektif visi pribadi tersebut
lebih realistis untuk dicapai. Seperti misal; perjuangan buruh yang
dipimpin oleh Spartacus. Ketika tentara Romawi mencari Spartacus,
secara sukarela mereka merelakan nyawany a dengan mengaku sebagai
Spartacus. Mereka sadar bahwa gerakan pembebasan buruh dapat
diwujudkan melalui tindakan kolektif. Intinya, shared vision adalah
terbangunnya komitmen anggota organisasi untuk mengembangkan visi
bersama, serta sama-sama merumuskan strategi untuk mencapai visi
tersebut.Tidak satupun organisasi menjadi besar tanpa tujuan, nilai dan
misi yang datang secara bersama. Suatu pernyataan visi atau karisma
seorang pemimpin saja tidak cukup. Sebuah visi asli lahir dari
pembelajaran sebab orang dalam organisasi ingin mencapai tujuan. Apa
yang dimaksud dengan menciptakan ? Jawabannya ialah visi anda dan
orang-orang secara bersama-sama dibangun .(Sange, 1995)
Refleksi atas visi bersama membawa pertanyaan apakah tiap
individu dalam organisasi harus berbagi sisa dari visi organisasi.
Jawabanyya adalah tidak, tetapi individu yang tidak membagi visi tidak
akan berkontribusi sebanyak pada organisasi. Bagaimana seseorang
memulai membagi sisa dari visi organisasi ? Senge (1990) menekankan
bahwa visi tidak dapat dijual. Untuk sebuah visi bersama berkembang.
Para anggota organisasi harus melebur kedalam visi. Perbedaan antara
keduanya ialah melalui keterlibatan anggota organisasi memilih
berpartisipasi.Jika suatu organisasi yang mempunyai visi bersama,

26
kekuatan berubah datang dari yang dikatakan Senge Creative Tension
Ketegangan kreatif adalah perbedaan antara visi bersama dan kenyataan
sekarang. Dengan kommitmen yang benar-benar tulus anggota
menciptakan Creative tension yang akan membawa organisasi mencapai
tujuan.
C. MENDORONG VISI PRIBADI MENJADI VISI BERSAMA
Visi bersama muncul dari visi pribadi , yakni bagaimana mereka
mendapatkan energy mereka dan bagimana mereka menyuburkan
momitmen, nilai visi organisasi dalammebangun visi bersama secara
terus menerus mendorong pada anggotanya untuk membentuk visi
pribadi mereka jika orang tidak memiliki visi sendiri yang hanya dapat
mereka lakukan adalah memasukkan milik orang lain hasilnya adalah
sesuai tidak pernah ada komitmen di satu fihak lagi , orang yang
memiliki perasaan kuat mengenai arah pribadinya dapat bergabung
bersama untuk menciptakan suatu sinergi yang kuat gterhadap apa yang
saya kehendaki
Penguatan pribadi merupakan landasn bagi pembentukan visi
bersama , ini berrti tidak hanya visi pribadi tetapi juga komitnen
terhadap kebenaran dan tegangan kreatif cirri dari penguasaaan pribadi .
visi bersama dapat menghasillkan tingkatan tegangan kretif yang jauh
dari tingkatan kenyamanan individu , mereka yang paling banyak
menyumbang terhadap kesadaran terhadap kesadaran akan suatu visi
yang mulia adalah yang mana dapat tahan terhadap tegangan kreatif ini :
tetap jelas pada visinya dan terus memppertanyaakan kedalam kenyataan
saat ini, mereka percaya secar mendalam pada kemamuan mereka untuk
menciptakan masa depan mereka karenaitudalah masala depan m]yang
mereka alami.
Membangun visi bersama sebenarnya hanyalah meruppakan satu
bagian dari sebuah aktifitas yang lebih besar, mengembangakan ide yang
lebih besar dari suau organisasi visi tujuan nilai nilai inti semua visi

27
yang tidak konsisten dengan antusiasme yang tulus namun sering kali
menumpuk sinisme

visi yang berisikan impian bersama sehingga diketahui mau


kemana kerjasama ini akan dijalankan. Tidak ada alasan untuk tidak
mengetahui satu sama lain. Oleh karena itu, dasar yang dipegang adalah
sejauh mana visi bisa memberikan manfaat kepada masing-masing pihak
yang terlibat dalam kerjasama tersebut. Disinilah kebersamaan dalam
menentukan visi bersama. Itu yang pertama.
setiap pihak yang ada dalam kerjasama tersebut memiliki
pemahaman yang sama atas visi bersama. Perlu mempelajari kedalaman
akan visi tersebut. diskusi panjang kemaren memberikan kesempatan
masing-masing pihak untuk mendalami makna dari visi yang hendak
dicapai.. bersama-sama mencapai visi tersebut. Setiap pihak harus
berkontribusi kedalam pencapaian visi bersama karena struktur yang ada
alam kerjasama memberikan tugas dan tanggung jawab yang harus
dikerjakan bersama-sama.
Bagaimana visi individu bergabung membentu visi bersama ? suatu
perumpamaan adalah hologram , gambaran tiga dimensi yang tercipta
dengan meginteraksikan sumber-sember cahaya.
Sikap dan visi yang memugkinkan terhadap suatu visi adalah,
komitmen yaitu menginginkan akan membuaatnya terjadi menciptakan
hukum struktur apapun yang di butuhkan, pengerahann akan
memungkinkan apapun untuk melakukan apapun yang dpat dilakukan
dalam batas semangat hukum
D. STRATEGI MEMBANGUN VISI BERSAMA
Ide yang ada dalam setiap individu dibangkitkan melalui
kebersamaan. Berbagai macam ide individual digabungkan dalam satu
ide besar yang handal untuk mewakili dari masing-masing individu.
Beberapa visi yang dikumpulkan akan dikombinasikan menjadi sebuah
variasi yang utuh dan universal. Inilah yang dinamakan Shared Visi.

28
Sebuah organisasi yang terdiri dari beberapa anggota terlebih dahulu
menyamakan visi untuk menjalankan roda organisasi. Sebuah puskesmas
yang unggul merupakan kumpulan dari unsur tenaga kesehatan yang
sama-sama membangun visi ke depan dalam mengarahkan tujuan
sekolah itu. Ilsutrasi yang pantas untuk dipakaikan dalam shared visi ini
seperti alat transportasi yang digunakan untuk pengangkutan penumpang.
Dalam menentukan alat transportasi itu, maka pemilik, yang menjalankan
serta orang-orang yang bekerja pada alat transportasi itu terlebih dahulu
menyamakan nama merek dan tujuan sehingga calon penumpang cepat
faham dan mengerti tentang alat transportasi itu. Melihat namanya saja
penumpang akan mengerti dengan jelas mereknya, tujuannya serta
kondisi alat transportasi itu.
Pada intinya shared visi ini merupakan langkah yang dilakukan demi
terbangunnya komitmen anggota untuk mengembangkan visi bersama,
dan sama-sama merumuskan strategi untuk mencapai visi tersebut. Visi
itu bukan hanya milik atau hasil fikiran pemimpin saja, tetapi merupakan
milik dan hasil pemikiran dari seluruh anggota. Hal ini disebabkan bahwa
organisasi atau lembaga itu tidak akan berjalan dan mencapai tujuan yang
ingin dicapai kalau hanya pemimpin saja.
Bagaimana Strategi yang harus dilakukan dalam menciptakan shared
vision ini? Peter Senge memberikan 5 langkah, yaitu
a. Telling
Menceritakan disini bukanlah menceritakan dengan orang
lain. Tetapi menceritakan dalam diri sendiri secara internal
individual. Setiap individu merumuskan sendiri dalam dirinya visi
yang dibentuknya dalam dirinya. Secara psikologis, maka disinilah
terjadi proses berfikir individu tentang visinya yang akan
dilimpahkannya ke dalam organisasinya, antara lain :
- Pimpinan mengetahui visi yang seharusnya oorganisasi harus
megikutinya

29
- Sosialaisasikan kepada seluruh anggota oganisasi secaara
langsung jelas dan dan monsisten apa diman mengapa
- Katakana kebenarannya realitas saat ini
- Jelaskan strategi langka langkah nya
b. Selling
Selling (menjualkan) visi disini dimaksudkan menyampaikan
visi hasil individual (Telling) ke forum anggota. Disinilah visi
individual ditawarkan kepada seluruh anggota untuk disatukan.
Masing-masing anggota menyampaikan visi yang telah mereka
hasilkan agar anggota lainnya bisa memahaminya. Dari sini nanti
akan nampak gambaran, keunggulan, keefisienan, serta daya
dukung untuk mencapai tujuan yang ingin dicapai. Dari berbagai
visi yang ada, maka akan dibuat suatu kesimpulan akhir yang
terlebih dahulu memikirkan pemahaman dari seluruh anggota.
Ilustrasi yang bisa diungkapkan seperti pimpinan organisasi
yang meminta pandangan visi anggotanya masing-masing. Seluruh
anggota mengungkapkannya dan anggota lain menyimak dan
menelaah. Setelah semua visi dikumpulkan, maka secara bersama-
sama pimpinan dan anggota berkomitmen untuk menyatukannya
dalam sebuah visi yang universal.
- Pimpinan mengetahui visi yang seharusnya namun organisasi
perlu turut terlibat sebelum terlibat secar langsung
- Menjaga agar saluran tetap terbuka untuk respon
- Membangung diatas pipinan antara pimpinan dengan
karyawan
c. Testing
Kebulatan hasil komitmen dalam melahirkan visi itu juga
harus diuji kehandalannya. Sebab hal ini penting dilakukan untuk
melihat dimana kelemahan dan kekurangan yang ada. Testing ini
dimaksudkan selain mencari kelemahan juga sebagai penguatan
pemahaman anggota dalam menyikapi kelemahan itu. Sebuah visi

30
yang belum matang dan belum teruji kehandalannya apabila
dilaksanakan akan membawa kepada kerusakan di masa
mendatang. Dalam mengujicobakan visi ini juga diperlukan
objektivitas. Kalau ada kelemahan harus disampaikan sebagai
bahan perbaikan untuk direvisi.
- Pimpinan mempunyai gagasan (beberapa) tentang visi yang
seharusnya ingin mengetahui reaksi sebelum melangkah lebih
lanjut
- Sampaikan kepada anggota melalui kelompok kelompok
d. Consulting
Tahap ini merupakan tahap kedua terakhir dalam
pelaksanaan visi. Kekurangan, kelemahan, dan hal-hal yang
dipandang perlu untuk memperbaiki vis itu dkonsultasikan dalam
anggota. Kelemahan yang banyak diminimalisir dan
disempurnakan. Sehingga tidak ada celah yang akan mengganggu
pelaksanaan visi itu. Ujicoba yang telah dilaksanakan harus
dikonsltasikan demi kesempurnaan. Setelah diperbaiki dan
disepakati, maka visi yang telah disempurnakan itu dilaksanakan
secara bersama-sama.
- Pimpinanan menyetukan suatu visi (dari beberapa visi)
menginginkan input yang kreatif dari organiisasi seblum
melangkah lebih lanjut.
e. Co creating
Disinilah operasional dari visi yang telah sama-sama dibuat.
Seluruh anggota, pimpinan dan unsur yang terkait wajib
menjunjung tinggi dan melaksanakan visi itu. Ini merupakan
konsenwensi yang harus dilaksanakan sebab seluruh anggota,
pimpinan, dan unsur yang terkait telah faham proses terciptanya
visi yang dihasilkan. Semua bertanggung jawab penuh dalam
menjaga agar tidak terjadi kesalahan dalam menjalankan visi guna
terlasananya organisasi yang ingin mencapai tujuan bersama

31
- Pimpinana bersama anggota anggota organsasi melalui proses
kolaborasi bersama sama menciptakan visi bersama

BAB IV
SHARED VISION DALAM PENGUATAN KEPEMIMPINAN DALAM
STRATEGI PENANGGULAN TBC

A. Kepemimpinan
Kepemimpinan adalah kreatifitas dalam bertindak , kepemimpinan
merupakan kemampuan untuk melihat masa saat ini yang berhubungan
dengan masa depan, namun tetap menghargai massa lalu,( Rowitz 2013, )
Kepemimpinan adalah kemampuan untuk melihat masa kini dalam kaitan
dengan masa depan sambil memelihara kehormatan terhadap masa lalu,
menurut Hacman and jhonson 2004 kepemimpinan merupakan elemn
fundamental dari kondisi manusia, dimanapun masyarakat berada,
kepemimpinan akan selalu eksis, kepemimpinan selalu berada pada
wilayah visi, idea rah dan harus melakukan lebih dari itu dan melebihi
dari itu serta menginspirasi orang lain (n (Gibson 1985 dalam Palutturi,
2014)
Perkembangan studi kepemimpinan mutakhir berdasarkan pada
kekuatan hati nurani dan nilai nilai spiritualitas baik yang dimiliki sang
pemimpin maupun pengikut, asumsi dari pendekatan ini adalah tindakan
manusia pada dasarnya tidak semata mata tidak di dasarkan karena factor
factor ekternal seperti uang, norma dan system) atau karena katualitas diri
semata, malinakan karena kekuatan spiritualis yang merupakan inti
kemanuasiaan, (Setiawan 2013)
Berdasarkan beberapa defenisi diatas dapat dikatakan bahwa :
a) Kepemimpinan adalah proses mempengaruhi orang lain

32
b) Kepemimpinan adalah phenomena kelompok anda tidak dapat
bicara tentang seorang pemimpin tanpa adanya kelompok
pengikut
c) Kepemimpinana adalah berorientasi tujuan artinya ada tujuan
yang ingin di capai
d) Kepemimpinan adalah lebih lebih ke inspirasi dan non material
(Palutturi, 2013)
B. Pemimpin dalam kesehatan Masyarakat
Kepemimpinan kesehatan masyarakat mencakup komitmen terhadap
masyarakat dan nilai yang melingkupinya, kepemimpinan kesehaatan
masyarakat juga mencakup komitmen keadilan social, namun pemimpin
kesehatan masyarakat tidak boleh membiarkan komitmen tersebut
mengurangi kemampuan mereka untuk menjalani agenda kesehatan
masyarakat namun hal tersebut bukan berarti mereka tidak dapat mengubah
paradigm tersebut, pemimpinmengusulkan paradigm baru ketika paradigm
lama kehilangan efektifitasnya, paradigm yang berlaku saat ini berkaitan
dengan fungsi inti dan layanan esensial kesehatan masyarakat. (Rowitz,
2013)
Dalam laporan the united state institute of medicine America serikat 1988
yang menulis dalam the future of public helath menekankan tiga spek yang
terkait dengan defenisi kesehatan masyarakat, yatu :
1. Misi kesehatan masyarakat adalah pemenuhan kepentingan masyarakat
dalam menjamin keadaan di mana masyarakat sehat
2. Esensi kesehatan masyarakat adalah upaya masyarakat terorganisis
yang di tunjukan pada pencegahan penyakit dan promosi kesehatan
3. Kerangka organisasi kesehatan masyarakat bertujuan untuk menjaring
aktifitas kesehatan baik yang dilakukan oleh sector pemerintah dan
swasta
Kepemimpinan kesehatan masyarakat berbeda dengan kepemimpinan
dalam sector bisnis , terdapat beberapa prinsip kepemimpinan kesehatan
masyarakat menurut Rowitz 2013 :

33
1) Inprastruktur kesehatan masyarakat harus diperkuat melalui
pemanfaatan fungsi utama kesehatan masyarakat dan pelayanan
esensialnya sebagai panduan terhadap perubahan yang harus terjadi
2) Tujuan kesehatan adalah masyarakat untuk meningkatkan
kesehatan bagi setiap individu dalam masyarakat percaya bahwa
dalam promosi kesehatandan pencegahan penyakit adalah sesuatu
yang possible, pemimpin kesehatan masyarakat yang sungggu
percaya prinsip ini akan menjadi seorang guru dan mentor bagi
masyarakat
3) Koalisi masyarakat perlu di bangun untuk menyelesikan
kebutuhan kesehatan masyarakat , kesehatan masyarakat adalah
tanggung jawab bersama anatar masyarakat dan aktifitas berbasis
populasi itu artinya bhawa misi kesehatan masyarakat adalah
bekerja sama dengan semua kelompom dalam sebuah komunitas
untuk meningkatkan kesehatan terhadap semua anggita
masyarakat.
4) Pemimpin kesehatan masyarakat pada tingkat local dan propinsi
harus bekerja secara bersama untuk melindungi kesehatan semua
penduduk tanpa mempertimbangkan perbedaan gender , ras , etnik
dan status social ekonomi , pemimpin kesehatan masyarakat
percaya bahwa pada prinsipnya bahwa semua orang di ciptakan
sama sehingga tugas pemimpin kesehatan masyarakat
meplakukanya secara adil dan merata,
5) Perencanaan kesehatan masyarakat yang rasional membutuhkan
kolaboarsi antara peminpin dan badan badan kesehatan dan
stakeholders masyarakat lainya, karena itu kolaborasi antara sector
menjadi sanggat penting dalam mencapai tujuan kesehatan
masyarakat.
6) Pemimpin kesehatan masyarakat haris menjadi manajer yang baik ,

34
E. Shared vision sebagai pengutan dalam kepemimpinan sebagai
strategi penanggulangan tbc
Dalam penangguangan tbc harus di banguan dari visi bersama
yang jelas dengan melibatkan semua fihak, antara lain pemerintah
dalam hal ini puskesmas atau tenaga kesehatan, masyarakat dan
keluarga, sebab penanganganTBC tidak dapat selesai dengan di
selesaikan oleh satu fihak saja tetapi semua fihak harus konsisten pada
visi yang telah di buat secara bersama,
. Selanjutnya untuk merealisasikan visi tersebut diatas tidak
mungkin hanya dibebankan pada sektor kesehatan saja, karena
masalah tingginya angka kesakitan dan kematian penyakit tuberkulosis
adalah masalah kesehatan yang kompleks yang dipengaruhi banyak
faktor, yaitu faktor internal dan ekternal. Faktor internal yang
menentukan kesehatan seseorang, kelompok yaitu perilaku. Sedangkan
faktor eksternal adalah lingkungan, baik lingkungan fisik maupun non
fisik (social, budaya, ekonomi, politik).
Dengan demikian masalah tingginya angka kesakitan dan
kematian penyakit tuberkulosis adalah tanggung jawab bersama setiap
individu, masyarakat, pemerintah dan swasta. Pemerintah dalam hal ini
paling bertanggung jawab (leading sector), namun dalam
mengimplementasikan program penanggulangan tuberkulosis harus
bersama-sama dengan sektor lain baik pemerintah atau swasta. Dengan
kata lain sektor kesehatan harus menjalin kerjasama atau kemitraan
(partnership) dengan sektor-sektor terkait
Pemimpin sebagai Leader adalah keharusan melihat visi
mereka sebagai bagian dari sesuatu yang lebih besar. Para pemimpin
harus belajar untuk mendengarkan visi orang lain dan bagaimana
mengubah mereka .Pemimpin sebagai Teacher menurutnya adalah

35
berhubungan dengan bagaimana mendorong orang untuk belajar.
Tanggung jawab pertama seorang pemimpin adalah mendefinisikan
realitas. Ini merupakan langkah pertama yang selayaknya dimiliki oleh
seorang pemimpin .Peter Senge berpendapat terdapat empat tingkat
untuk dapat mempengaruhi pandangan orang tentang realitas, yakni
melalui peristiwa, pola perilaku, struktur sistemik dan tujuan. Dengan
kata lain, Pemimpin dalam makna ini adalah bahwa ia harus bijaksana
dalam mengelola kesenjangan antara visi dan realitas.
Membangun visi bersama dalam penanggulanagn TBC adalah
suatu bagian dari aktifitas , pemberantasan TB tidak hanya menjadi
tanggung jawab orang per orang maupun kelompok, melainkan
tanggung jawab bersama dalam memberikan pemahaman kepada
masyarakat terhadap bahaya penyakit TB, dan menghilangkan stigma
yang ada di masyarakat. TB adalah penyakit menular yang harus
ditanggulangi bersama, dan tidak lagi menjadikan penyakit tersebut
sebagai penyakit yang selalu masuk dalam urutan penyakit 10 besar
terbanyak di Indonesia.
Visi pribadi yang telah diubah menjadi visi bersama, karena
telah di susu dan di sepakati bersam amaka akan dilakssanakan secara
bersama sam pula, data yang ada menunjukan bahwa selalu ada kasus
TBC, dan masi sangat tinggi kasus untuk setiap kabupaten, artinya ada
yang keliru dalam penguatan visi bersama, kecurigaanya adalah visi
bersama yang telah ternentuk di dominasi oleh kepentingan individu,
sehingga yang memegang perana penting dalam perumusan visi
bersam adalh semua anggota organisasi namun di pantau oleh
pimpinan dalam hal ini adalh kepala puskesmas itu sendiri,
Pemerintah mengklaim penanggulangan tubercolusis (TBC)
mengalami kemajuan. Namun, berbagai kendala penanganan masih
menghadang, dengan makin kompleksnya jenis penyakit ini dari
tenaga kesehatan minim, sampai sistem pelayanan lemah.

36
Sejalan perbaikan TBC, yang menjadi permasalahan adalah
jenis yang bertambah kompleks. Walaupun kemajuan tercapai,
berbagai masalah masih dihadapi seperti rate dari kasus stagnan,
hambatan memperoleh akses diagnostik, dan pelaporan tidak memadai.
"Hambatan penting lain, sistem pelayanan masih lemah, kurang tenaga
terlatih, surveilans tidak memadai terhadap kasus TBC di rumah sakit.
Selama ini yang ikut terlibat dalam pengendalian TBC adalah
bersifat berat sebelah, sebab kenyataan ya beberapa kasus adlah kasus
yg tidak pernah sampaipada tingkat pelayanan artinya pihak keluarga
tidak dilibatkan dalam visi penangglanagn TBC, yang terliibat
hanyalah pihak pemerintah, masyarakat tidak ikut terlibat dan keluarga
pun tidak ikut terlibat, sementara konsep visi bersaa adalah
membangun visi pribadi menjadi visi bersama.
Ekspansi program pengendalian TBC membutuhkan
keterlibatan masyarakat dalam melawan penyakit TBC. Permasalahan
yang berkaitan dengan akses, pembiayaan pengobatan TBC bagi
penderita dan optimalisasi infrastruktur dan sumber daya manusia yang
tersedia dapat dikurangi dengan pelayanan DOTS berbasis masyarakat.
Masyarakat berperan besar dalam pengawasan minum obat, pelacakan
kasus dan penemuan suspek. Ketersediaan informasi mengenai TBC
akan meningkatkan kebutuhan masyarakat terhadap pelayanan
kesehatan pemerintah dan mengurangi keterlambatan penderita dalam
mengakses pelayanan. Secara nasional, komunikasi mengenai TBC
dengan bahasa masyarakat akan menarik perhatian tersangka penderita
TBC. Selain itu, perlu dilakukan upaya-upaya untuk mengurangi
stigma TBC di masyarakat dengan cara meningkatkan pemahaman
tentang penyakit TBC dan meyakinkan masyarakat bahwa penyakit
TBC dapat diobati dan sembuh. Dengan informasi, masyarakat dan
jejaring penderita akan diberdayakan untuk memperoleh pelayanan
DOTS yang lebih bermutu.

37
A. Shared vision di tingkat keluarga
B. Shared vision di tigkat Masyarat
C. Shared visiondi tingkat pemerintah
F. HAMBATAN
Permasalahan dalam pengobatan pasien TBC di rumah sakit
swasta dan praktik dokter adalah kurangnya pemantauan terhadap
pasien, baik dalam konsistensi kunjungan (berobat) dan meminum obat.
mengingat obat TBC diminum sedikitnya enam bulan. Agar pasien
patuh, perlu pengawas menelan obat (PMO)
Perlunya menumbuhkan kesadaran masyarakat, untuk
membantu program pemberantasan penyakit menular, khususnya kasus
DBD. Peran serta masyarakat dalam mengatasi masalah kesehatan
sangat penting. Para pakar kesehatan masyarakat pasti telah banyak
merumuskan berbagai kebijakan untuk menggalang kerjasama dan
memberdayakan peran serta masyarakat untuk hidup bersih dan sehat.
Karena bila masyarakat sehat, maka negara akan kuat
Diharapkan kerja sama dari semua pihak untuk mencegah dan
memberantas Tuberculosis di Indonesia. Selain itu, diharapkan dapat
meningkatkan pengetahuan dan kewaspadaan mengenai pentingnya
penanggulangan TB serta mendorong dan membekali pemuda dan
masyarakat agar mampu berperan aktif dalam upaya menanggulangi TB
di Indonesia. Kami berharap informasi tentang TB ini dapat
menggerakkan masyarakat dan mahasiswa untuk bermsama-sama
membantu upaya penanggulangan TB di Indonesia, yaitu dapat menjadi
PMO (Pengawas Menelan Obat) ataupun dengan pendekatan kepada
penderita TB.
Penyakit Tuberculosis merupakan penyakit lama yang telah
menyerang bangsa Indonesia. Sungguh sangat ironis, sampai sekarang
penyakit tersebut tetap ada. Meski telah banyak kemajuan yang dicapai
dalam penanggulangan TB, Menteri kesehatan mengingatkan tantangan
masalah TB ke depan masih besar. Tantangan terbesar dalam

38
pencegahan dan penanggulangan penyakit Tuberculosis ini adalah
MDR (Multi Drug Resisten TB) dan muncul kasus baru TB, yaitu TB
HIV.Tuberkulosis bukan hanya masalah medis dan kesehatan semata
yang dapat diselesaikan oleh jajaran kesehatan, tapi juga menjadi
masalah sosial ekonomi. ( Depkes 2012)
Oleh karena itu, diperlukan kerjasama dan kemitraan dari
semua sektor terkait, untuk meningkatkan sekaligus mengajak semua
pihak untuk melakukan aksi atau tindakan yang konkrit dalam
penanggulangan TB di Indonesia. hambatan terbesar dalam
menanggulangi penyakit TB adalah minimnya dana.
Pertanyaanya adalah apakah keluarga telah terlibat dan
berpartisipasi aktif dalam penyusunan visi selama ini, tentu jawabanya
tidak, sebab yang terlibat selam ini adalah pihak pelayanan kesehatan,
yang memungkinkan tidak ,engetahui kasus yang tidakmelaporkan diri
ke pusat pelayanan, dan penderita ini akan menjadi sumber penularan
untuk orang lain.

39
BAB V
PENUTUP

Dalam penangguangan tbc harus di banguan dari visi bersama yang jelas
dengan melibatkan semua fihak, antara lain pemerintah dalam hal ini puskesmas
atau tenaga kesehatan, masyarakat dan keluarga, sebab penanganganTBC tidak
dapat selesai dengan di selesaikan oleh satu fihak saja tetapi semua fihak harus
konsisten pada visi yang telah di buat secara bersama,
Visi penanggulanagan TBC saat ini adalah tbc bukan lagi masalaha
kesehatan masyarakat sehingga salah satu caranya adalah melibatkan semua
element masyarakat dalam menangggulangi nya, visi bersama harus di laksanakan
secara bersama sama, Advokasi dan sosialisasi informasi kepada penderita,
masyarakat dan stakeholder di berbagai tingkatan harus diprioritaskan untuk
meningkatkan pemahaman, sikap dan perilaku mengenai TBC. Oleh karenanya,
rencana dan pelaksanaan strategi penyampaian pesan-pesan utama dalam program
pengendalian TBC akan dilaksanakan untuk memberdayakan penderita dan
masyarakat serta meningkatkan komitmen politik dari pemerintah daerah.
Kegiatannya dapat berbentuk kegiatan di masyarakat, tulisan di media massa dan
tools komunikasi yang efektif

40
DAFTAR PUSTAKA

Ayningtiaz, 2014, kebijakan kesehatan, prinsip dan praktek,, grafindo perkasa ,


Jakarta
Alkatiri Rusli, 2008, Shared Vision, diakses 12 januari 2015

Bena, et al, 2002, Shared Vision Assessment in the Learning Organization,


diakses 12 januari 2015
Brist, et al. 2008. Changing behaviours and mindset. Cost-effective leadership
coaching, diakses 1o januari 2015

Fitzgerald, 2003, Shared vision: A key to project success, diakses, 12 januari


2015

Moni Farida, 2011. Learning Organization dan Kepemimpinan dalam Organisasi


pendekatan konseptual
Depkes, 2008, Badan Penelitian dan Pengembangan Kesehatan. Survei Prevalensi
Tuberculosis di Indonesia, Jakarta: Badan Penelitian dan
Pengembangan Kesehatan, Departemen Kese hatan

Depkes 2011, kerangka kerja strategi pengendalian TBC di Indonesia, kemengrian


kesehatan Indonesia , Jakarta

Kementerian Kesehatan Republik Indonesia. 2005. Pedoman Penanggulangan


Tuberculosis Paru (TBC) Jakarta

Palutturi sukri, 2013. Public Health Leadership, pustaka pelajar, Jogjakarta


Purwanto, 2002, Implemetasi kebijakan public,konsep dan aplikasinya di
Indonesia, Gava medika Jogjakarta

Rowitz Louis, 2013. Kepemimpinan kesehatanmasyarakat , Aplikasi dalam


praktik, EGC, Jakarta

Ricard, pitc, 2010. Shared Vision: Do Others See What You See? (PART 5
of Six) diakses 12 januari 2015

41
Setiawan bahar, 2013, Transpormasi Leadeship, ilustrasi di bidang pendidikan, ,
Raja grafindo Persada , Jakarta

Senge peter, Disiplin keima seni dan praktek organisas,i pembelajaran, bina rupa
aksara Jakarta barat
---------------. School That Learn. London: Nicholas Brealey. 2012
World Health Organization. WHO Report 2006 - Global Tuberculosis Control.
Geneva: WHO; 2006.

WHO. World Health Report 2000. Health Systems: Improving Performance.


Geneva: WHO; 2000

Zuldaini, 2012, Resensi: The Fifth Discipline Peter Senge, diakses 12 januari
2014

42

Anda mungkin juga menyukai