Anda di halaman 1dari 5

Kompos

Dari Wikipedia bahasa Indonesia, ensiklopedia bebas


Belum Diperiksa
Langsung ke: navigasi, cari

Kompos dari sampah dedaunan

Kompos dari jerami padi

Kompos adalah hasil penguraian parsial/tidak lengkap dari campuran bahan-bahan organik
yang dapat dipercepat secara artifisial oleh populasi berbagai macam mikroba dalam kondisi
lingkungan yang hangat, lembab, dan aerobik atau anaerobik (Modifikasi dari J.H. Crawford,
2003). Sedangkan pengomposan adalah proses dimana bahan organik mengalami penguraian
secara biologis, khususnya oleh mikroba-mikroba yang memanfaatkan bahan organik sebagai
sumber energi. Membuat kompos adalah mengatur dan mengontrol proses alami tersebut agar
kompos dapat terbentuk lebih cepat. Proses ini meliputi membuat campuran bahan yang
seimbang, pemberian air yang cukup, mengaturan aerasi, dan penambahan aktivator
pengomposan.

Sampah terdiri dari dua bagian, yaitu bagian organik dan anorganik. Rata-rata persentase
bahan organik sampah mencapai 80%, sehingga pengomposan merupakan alternatif
penanganan yang sesuai. Kompos sangat berpotensi untuk dikembangkan mengingat semakin
tingginya jumlah sampah organik yang dibuang ke tempat pembuangan akhir dan
menyebabkan terjadinya polusi bau dan lepasnya gas metana ke udara. DKI Jakarta
menghasilkan 6000 ton sampah setiap harinya, di mana sekitar 65%-nya adalah sampah
organik. Dan dari jumlah tersebut, 1400 ton dihasilkan oleh seluruh pasar yang ada di Jakarta,
di mana 95%-nya adalah sampah organik. Melihat besarnya sampah organik yang dihasilkan
oleh masyarakat, terlihat potensi untuk mengolah sampah organik menjadi pupuk organik
demi kelestarian lingkungan dan kesejahteraan masyarakat (Rohendi, 2005).
Pengolahan kotoran sapi menjadi kompos bisa dilakukan oleh peternak dimanapun berada, karena caranya
sederhana, mudah diikuti dan bahannya tersedia disekitar peternak sendiri.

Langkah awal yang dilakukan dalam pengolahan kotoran sapi menjadi kompos adalah, menyiapkan dan
mengumpulkan bahan yang diperlukan, yaitu :

1. Kotoran sapi minimal 40%, dan akan lebih baik jika bercampur dengan urin.

2. Kotoran ayam maksimum 25% (jika ada).

3. Serbuk dari kayu sabut kelapa 5% atau limbah organik lainnya seperti jerami dan sampah rumah tangga

4. Abu dapur 10%

5. Kapur pertanian

6. Stardec 0,25%.

Mengingat Stardec merupakan stimulan untuk pertumbuhan mikroba (Stardec dapat pula merupakan
agregat bakteri atau cendawan dorman) maka billa stardec tidak tersedia dapat diganti dengan kompos yang
sudah jadi, karena di dalam kompos juga tersedia agregat bakteri atau cendawan pengurai bahan organic
yang sedang dorman.

Setelah semua bahan terkumpul, ikuti proses pengolahan kompos sbb :

1. Sehari sebelum komposing dimulai (H-1), campurkan bahan utama (kotoran sapi, kotoran ayam jika ada,
sabut kelapa/serbuk gergaji, abu dapur dan kapur pertanian) secara merata, atau ditumpuk mengikuti
lapisan :

a) Kotoran ayam ditempatkan paling bawah (jika ada) dan dibagian atasnya ditempatkan kotoran sapi.
Tinggi kotoran ayam dan sapi maksimum 30 cm (Gambar 1).

b). Lapisan berikutnya dari kapur pertanian (Gambar 2), yaitu untuk menaikkan PH karena mikroba akan
tumbuh baik pada PH yang tinggi (tidak asam).

c). Gunakan serbuk dari sabut kelapa, karena C/N-nya lebih rendah ( +60) dan mengandung KCl, sedangkan
kalau menggunakan sabuk gergaji (Gambar 3) kadar C/N-nya sangat tinggi (+ 400)

d. Dan paling atas adalah abu. (Gambar 4)

1. Tumpukan seperti pada point 1 di atas, harus diulangi sampai ketinggian sekitar 1,5 meter.

2. Pada hari pertama (H0), tumpukan bahan disisir, lalu ditaburi dengan stardec (Gambar 5) sebanyak 0,25%
atau 2,5 kg untuk campuran sebanyak 1 ton.
3. Tumpukan bahan minimal dengan ketinggian 80 cm.

4. Biarkan tumpukan selama satu minggu (H+7) tanpa ditutup, namun harus terjaga agar terhindar dari panas
dan hujan. Artinya, pada hari ketujuh, campuran bahan harus dibalik, agar diperoleh suplai oksigen dalam
proses komposing. Pembalikan ini dilakukan kembali pada hari ke 14, 21 dan 28.

5. Pada hari ke 7 suhu bahan mulai meningkat sampai dengan hari ke-21. Peningkatan bisa mencapai 60-70
C, dan akan turun kembali pada hari ke 28 atau tergantung bahan yang digunakan. Jika lebih banyak
menggunakan bahan dari kotoran ayam, suhu bahan menjadi lebih tinggi dalam waktu lebih lama (bisa
mencapai lebih dari 70C dalam waktu lebih dari 28 hari). Jika hanya memakai bahan dari kotoran ternak
sapi, proses meningkatnya suhu akan terjadi selama 21 hari dan akan menurun pada hari ke 28, dengan
tingkat suhu 35-40 C.

Perlu dipahami, bahwa meningkat dan menurunnya suhu menandakan proses komposing berjalan
sempurna, yang ditandai dengan adanya perubahan warna bahan menjadi hitam kecoklatan.

embundaun.wordpress.com/2008/11/14/pengolahan-limbah-ternak-sapi-menjadi-pupuk-
organik-berkualitas-tinggi/ - 73k

BIOGAS

Biogas adalah gas yang dihasilkan oleh aktivitas anaerobik atau fermentasi dari bahan-bahan
organik termasuk diantaranya; kotoran manusia dan hewan, limbah domestik (rumah tangga),
sampah biodegradable atau setiap limbah organik yang biodegradable dalam kondisi
anaerobik. Kandungan utama dalam biogas adalah metana dan karbon dioksida.

Biogas dapat digunakan sebagai bahan bakar kendaraan maupun untuk menghasilkan listrik.

id.wikipedia.org/wiki/Biogas - 40k

Pengelolaan eceng gondok menjadi kertas

Bahan baku eceng gondok diambil dari pinggiran Danau Toba. Bagian
tumbuhan ini yang diambil adalah bagian batangnya saja, dengan asumsi di
bagian batang inilah terdapat paling tinggi seratnya. Bagian pangkal dan daun
sebenarnya dapat juga digunakan, akan tetapi dapat menimbulkan sedikit
kesulitan dalam proses penggilingannya. Bagian daun relatif lebih susah

digiling/di-blender.
Bagian batang eceng gondok ini kemudian dirajang dan dikeringkan sampai
mencapai kering udara. Proses ini dimaksudkan agar pada saat pemasakan,
NaOH dapat diserap dengan baik oleh eceng gondok. Di samping itu, proses
pengeringan ini diperlukan untuk mengurangi volume dari eceng gondok yang
sangat volumenous.
Dari kegiatan penelitian yang dilakukan diketahui kadar air eceng gondok
segar sebesar 1.676,56% atau mengandung air sebanyak 94,25%, dengan
rendemen pulp dalam kondisi kering tanur sebesar 3,6%. Dari pemanenan seluas
1 m2 eceng gondok mempunyai bobot segar sebesar 28 kg yang sebagian besar
(84%) berupa batang. Panjang batang/pelepah dapat mencapai 87 cm dengan
diameter antara 1-3 cm. Dilihat dari angka tersebut diketahui rendemen yang
dihasilkan sangat rendah. Kemungkinan karena hal inilah yang menyebabkan
bahan baku ini kurang diminati dalam rangka produksi kertas dalam skala besar,
walaupun potensi dan perkembangbiakan dari eceng gondok ini tergolong tinggi.
B. Proses Pulping Eceng Gondok
Eceng gondok yang sudah dalam keadaan kering udara dimasak dalam tong
pemasak dengan perbandingan 1 kg eceng gondok : 4 lt air : 10 gr NaOH.
Pemberian NaOH dimaksudkan untuk mempercepat proses pemisahan serat.
Proses pulping/pemasakan dilakukan pada suhu air mendidih selama 3 jam. Pada
masa 3 jam ini berakhir, akan didapat eceng gondok dalam bentuk bubur yang
menyatu dengan air. Untuk menghilangkan NaOH ini dilakukan pencucian sampai
bersih, agar tidak meninggalkan bau dari larutan pemasaknya. Sisa larutan
pemasak dapat digunakan kembali dalam proses pemasakan berikutnya.
LIMBAH KERTAS ECENG GONDOK
dirajang dirajang
DIRENDAM selama 24 jam DIMASAK + NaOH EG:Air:NaOH =1 kg:4 lt10 gr
DICUCI BERSIH
BLENDER + perekat PVAc
PEWARNAAN (Wantex)
PENGENCERAN
PENCETAKAN
PENGERINGAN (Sinar
matahari)
Pengolahan Eceng Gondok sebagai... (Gunawan Pasaribu dan Sahwalita)
115
C. Proses Penggilingan Kertas Bekas
Proses penggilingan kertas bekas yang sudah direndam, dilakukan terpisah
dengan proses penggilingan eceng gondok. Pada saat penggilingan kertas bekas,
ditambahkan perekat PVAc kurang lebih 5% dari berat kertas. Proses penggilingan
juga masih dilakukan pada pulp eceng gondok, mengingat pada proses pulping
tidak dapat menghasilkan serat-serat lebih halus dan seragam.
Dari segi teknis produksi, kertas koran bekas lebih mudah digiling, akan tetapi
lebih susah dalam pewarnaan. Waktu pencetakan lembaran lebih lama karena
pengaruh serat-serat pendek dari kertas koran yang menyulitkan air keluar. Kertas
bekas berwarna putih seperti HVS lebih susah digiling akan tetapi lebih mudah
dalam pewarnaan dan proses pencetakan lembaran.
D. Pencetakan Lembaran
Proses pencetakan lembaran dimulai dengan melakukan pengenceran pulp
kertas bekas dan pulp eceng gondok. Persentase dari campuran pada intinya
dapat dilakukan pada tingkat yang berbeda-beda tergantung hasil kertas yang kita
inginkan. Untuk lebih menonjolkan serat dari eceng gondok, dibuat persentase
eceng gondoknya lebih besar. Pewarnaan dapat dilakukan sebelum proses
pengenceran dan diupayakan dikondisikan beberapa jam agar warna yang
diberikan dapat diserap dengan baik oleh pulp. Pengenceran adonan campuran
pulp ini perlu dilakukan agar dapat diproduksi kertas yang tipis. Karena alat yang
digunakan adalah manual, maka ketebalan kertas yang dihasilkan akan sangat
variatif antar kertas maupun dalam satu lembaran kertas. Perlu keterampilan dan
pengalaman agar pada proses pencetakan dapat menghasilkan ketebalan kertas
yang relatif seragam.
Sebagai gambaran produksi, dari hasil percobaan pengolahan 1 kg eceng
gondok kering dapat menghasilkan 262 lembar kertas seni dengan ukuran 330 x
215 x 0,21 mm.
E. Pengeringan Kertas
Dengan menggunakan screen, kertas dicetak dan dipres pada selembar kain
yang ditempatkan pada bidang yang kaku. Proses pengeringan dilakukan dengan
memanfaatkan sinar matahari. Dalam keadaan matahari terik, selama 1 jam
kertas sudah dalam kondisi kering. Apabila kondisi mendung, dapat juga
dilakukan pengeringan dalam ruangan dengan jalan diangin-anginkan, walaupun
kelihatannya kualitas kertas di bawah sinar matahari lebih bagus. Untuk skala
yang lebih besar perlu dipikirkan untuk membuat alat pengering misalnya dengan
membuat ruang pengering dari plat/kaca atau dengan mengkombinasikan dengan
tungku pembakaran.
F. Kualitas Kertas
Pemanfaatan kertas seni umumnya sebagai kertas seni, sehingga penilaian
kualitas kertas didasarkan pada keindahan relatif dari kertas. Berbeda dengan
penilaian kualitas kertas sebenarnya yang menilai kualitas dari kekuatan tarik,
kekuatan sobek, gramatur, dan lain-lain. Kertas seni dengan campuran eceng
gondok memiliki penampilan yang lebih indah karena menampilkan serat-serat
yang muncul di permukaan kertas. Berbeda dengan kertas tanpa campuran eceng

pengelolaan tangkai eceng gondok menjadi bahan kerajinan

Proses perlakuan tangkai daun untuk bahan baku kerajinan ini meliputi hal-hal sebagai berikut:
1. Pengambilan dan seleksi tanaman enceng gondok yang sudah tua dan memiliki tangkai yang
besar dan panjang.
2. Pemotongan tangkai dari bagian daun dan bonggol akar
3. Pengeringan tangkai dengan jalan diikat dan dijemur di bawah terik sinar matahari. Penjemuran
dilakukan dengan
jalan digantung di para-para atau diletakkan begitu saja di tanah.
4. Pengepakan ikatan tangkai daun untuk siap disetor ke pengrajin.
Bagian tanaman enceng gondok yang diambil untuk hiasan adalah bagian tangkai daunnya saja.
Tanaman ini
sebagaimana jenis tanaman air lainnya tidak memiliki batang, jadi hanya terdiri dari daun, tangkai
daun, bonggol akar
dan akar itu sendiri. Dengan demikian setelah diambil bagian tangkainya, tentu saja akan
menghasilkan limbah berupa
bagian sisa tanaman yang tidak diolah lebih lanjut.
Limbah tanaman enceng gondok ini biasanya dibuang kembali ke dalam rawa. Bagian bonggol yang
biasanya masih
memiliki tunas anakan akan membantu perkembangbiakan tanaman lebih lanjut dan menjadi semakin
tidak terkendali.
Untuk bagian lain akan mengalami proses pembusukan dan diharapkan oleh masyarakat akan dapat
berubah menjadi
kompos secara alami di dasar rawa.

Anda mungkin juga menyukai