Anda di halaman 1dari 32

BAB I

PENDAHULUAN

A. Latar Belakang
Dengan perkembangan ilmu pengetahuan teknologi dan dalam globalisasi
khususnya di bidang kesehatan bahwa banyak hal yang perlu diperhatikan dalam
mencegah berbagai penyakit salah satunya Acute Respiratory Distress Syndrom
(ARDS) yaitu merupakan gangguan paru yang progresif dan tiba-tiba ditandai
dengan sesak napas yang berat, hipoksemia dan infiltrat yang menyebar dikedua
belah paru akibat kondisi atau kejadian berbahaya berupa trauma jaringan paru
baik secara langsung maupun tidak langsung. (Sandi, 2010)
Sindrom gagal pernafasan merupakan gagal pernafasan mendadak yang
timbul pada penderita tanpa kelainan paru yang mendasari sebelumnya. Sindrom
Gawat Nafas Dewasa (ARDS) juga dikenal dengan edema paru nonkardiogenik
merupakan sindroma klinis yang ditandai penurunan progresif kandungan oksigen
arteri yang terjadi setelah penyakit atau cedera serius. (Tama, Fajar, 2012)
Acute Respiratory Distress Syndrom (ARDS), merupakan salah satu
kegawatan di bidang respirologi. Menurut The American-European Consensus
Conference (AECC) tahun 1994, kriteria ARDS meliputi terjadinya gagal napas
akut, disertai adanya infiltrat difus di kedua lapangan paru, rasio tekanan oksigen
pembuluh arteri berbanding fraksi oksigen yang diinspirasi (PaO2/FiO2)
200 mmHg, dengan pulmonary artery wedge pressure (PAWP) 18 mmHg
atau tanpa adanya hipertensi atrium kiri. ARDS terjadi apabila terdapat kondisi
yang memicu terjadinya respon inflamasi sistemik seperti sepsis,
pneumonia, trauma berat, transfusi berulang, aspirasi, dan pankreatitis akut.
(Hartini,Kripti 2014)
Data tahun 2005 menyebutkan angka kejadian ARDS bervariasi antara 17-
78 kasus per 100.000 penduduk per tahun dengan insiden tertinggi terjadi di
Amerika Serikat. Mortalitas pasien ARDS masih tinggi. Meskipun demikian
di negara maju mortalitas pasien ARDS terus menurun. Menurut data dari
The ARDS Network, mortalitas pasien ARDS di Amerika Serikat sebesar 35%

1
(1996), 26% (2005), Eropa sebesar 32,7% (2004), Australia sebesar 34% (2002),
Cina 52% (2007), dan India 47,8% (2006). (Hartini, Kripti 2014)
ARDS adalah penyebab utama laju mortalitas di antara pasien trauma dan
sepsis, pada laju kematian menyeluruh kurang lebih 50% 70%. Perbedaan
sindrom klinis tentang berbagai etiologi tampak sebagai manifestasi patogenesis
umum tanpa menghiraukan facktor penyebab.
Penanganan ARDS sangat memerlukan tindakan khusus dari perawat untuk
mencegah memburuknya kondisi kesehatan klien. Hal tersebut dikarenakan klien
yang mengalami ARDS dalam kondisi gawat, dapat mengancam jiwa klien. Maka
dari itu kami menyusun makalah ini tentang asuhan keperawatan pada pasien
dengan Acute Respiratory Distress Syndrome (ARDS).

B. Rumusan Masalah
Berdasarkan latar belakang diatas, rumusan masalah yang diangkat tim
penulis dalam makalah ini yaitu :
a. Apa yang dimaksud dengan penyakit ARDS ?
b. Apa penyebab dari ARDS ?
c. Bagaimana stadium dari ARDS ?
d. Bagaimana patofisiologi dari ARDS ?
e. Apa saja faktor resiko dari ARDS ?
f. Apa saja manifestasi klinis dari ARDS ?
g. Apa saja komplikasi dari ARDS ?
h. Bagaimana prognosis dari ARDS ?
i. Apa saja pemeriksaan penunjang untuk ARDS ?
j. Bagaimana penatalaksanaan ARDS ?
k. Bagaimana konsep asuhan keperawatan pada klien dengan ARDS ?

C. Tujuan Penulisan
1. Tujuan Umum
Agar mahasiswa/i dapat meningkatkan wawasan dan ilmu pengetahuan
serta untuk pegangan dalam memberikan bimbingan dan asuhan keperawatan
pada klien dengan Acute Respiratory Distress Syndrom (ARDS).

2
2. Tujuan Khusus
Berdasarkan rumusan masalah yang disajikan, tujuan dari pembuatan
makalah ini adalah sebagai berikut :
a. Untuk mengetahui pengertian ARDS.
b. Untuk mengetahui penyebab dari ARDS.
c. Untuk mengetahui stadium dari ARDS.
d. Untuk mengetahui patofisiologi dari ARDS.
e. Untuk mengetahui faktor resiko ARDS.
f. Untuk mengetahui manifestasi klinis dari ARDS.
g. Untuk mengetahui komplikasi ARDS.
h. Untuk mengathui prognosis dari ARDS.
i. Untuk mengetahui pemeriksaan penunjang untuk ARDS.
j. Untuk mengetahui penatalaksanaan ARDS.
k. Untuk mengetahui asuhan keperawatan pada klien dengan ARDS.

D. Manfaat Penulisan
1. Bagi Penulis
Pembuatan makalah ini diharapkan dapat digunakan sebagai tambahan
referensi untuk memperluas wawasan, meningkatkan pengetahuan,
pemahaman, serta pembelajaran tentang asuhan keperawatan pada Acute
Respiratory Distress Syndrom (ARDS).
2. Bagi Institusi
Sebagai bahan tambahan kepustakaan mahasiswa/i Akademi
Keperawatan Kabupaten Cianjur untuk meningkatkan kualitas proses belajar
mengajar.

3
BAB II
PEMBAHASAN

A. Pengertian
Acute Respiratory Distress Syndrome (ARDS), merupakan sindrom yang
ditandai oleh peningkatan permeabilitas membran alveolar-kapiler terhadap air,
larutan dan protein plasma, disertai kerusakan alveolar difus, dan akumulasi
cairan yang mengandung protein dalam parenkim paru. (Sudoyo, 2010)
Acute Respiratory Distress Syndrome (ARDS) merupakan keadaan gagal
napas mendadak yang timbul pada klien dewasa tanpa kelainan paru yang
mendasari sebelumnya. (Muttaqin Arif. 2008)
Acute Respiratory Distress Syndrome (ARDS) merupakan suatu bentukan
dari gagal napas akut yang ditandai dengan: hipoksemia, penurunan fungsi paru-
paru, dyspnea, edema paru-paru bilateral tanpa gagal jantung, dan infiltrate yang
menyebar. Selain itu, ARDS dikenal juga dengan nama noncardiogenic
pulmonary edema, shock pulmonary, dan lain-lain. (Irman Soemantri, 2008)

B. Etiologi
1. Depresi Sistem saraf pusat
Mengakibatkan gagal nafas karena ventilasi tidak adekuat. Pusat
pernafasan yang menngendalikan pernapasan, terletak dibawah batang otak
(pons dan medulla) sehingga pernafasan lambat dan dangkal
2. Kelainan neurologis primer
Akan mempengaruhi fungsi pernapasan. Impuls yang timbul dalam pusat
pernafasan menjalar melalui saraf yang membentang dari batang otak terus ke
saraf spinal ke reseptor pada otot-otot pernafasan. Penyakit pada saraf seperti
gangguan medulla spinalis, otot-otot pernapasan atau pertemuan
neuromuskular yang terjadi pada pernapasan akan sangat mempengaruhi
ventilasi.
3. Efusi pleura, hemotoraks dan pneumothoraks

4
Merupakan kondisi yang mengganggu ventilasi melalui penghambatan
ekspansi paru. Kondisi ini biasanya diakibatkan penyakti paru yang mendasari,
penyakit pleura atau trauma dan cedera dan dapat menyebabkan gagal nafas.
4. Trauma
Disebabkan oleh kendaraan bermotor dapat menjadi penyebab gagal
nafas. Kecelakaan yang mengakibatkan cidera kepala, ketidaksadaran dan
perdarahan dari hidung dan mulut dapat mnegarah pada obstruksi jalan nafas
atas dan depresi pernapasan. Hemothoraks, pnemothoraks dan fraktur tulang
iga dapat terjadi dan mungkin meyebabkan gagal nafas. Flail chest dapat terjadi
dan dapat mengarah pada gagal nafas. Pengobatannya adalah untuk
memperbaiki patologi yang mendasar.
5. Penyakit akut paru
Pnemonia disebabkan oleh bakteri dan virus. Pnemonia kimiawi atau
pnemonia diakibatkan oleh mengaspirasi uap yang mengiritasi dan materi
lambung yang bersifat asam. Asma bronkial, atelektasis, embolisme paru dan
edema paru adalah beberapa kondisi lain yang menyababkan gagal nafas.
(Nurarif, 2016)

C. Stadium
1. Eksudatif
Ditandai dengan adanya perdarahan pada permukaan parenkim paru,
edema interstitial atau alveolar, penekanan pada bronkiolus terminalis dan
kerusakan pada sel alveolar tipe 1.
2. Fibroproliferatif
Ditandai dengan adanya kerusakan pada sel alveolar tipe II, peningkatan
tekanan puncak inspirasi, penurunan compliance paru (static dan dinamik),
hipoksemia, penurunan fungsi kapasitas residual, fibrosis interstitisial, dan
peningkatan ruang rugi ventilasi.
(Sandi, 2010)

5
D. Patofisiologi

Timbul serangan

Trauma Endothelium Trauma type II


pneumocytes

Peningkatan Kerusakan Penurunan


permeabilitas jaringan paru surfactan

Edema pulmonal atelektasis

Alveoli Penurunan Abnormalitas


terendam pengembangan paru ventilasi perfusi

Kelebihan hipoksemia Gangguan


volume cairan pertukaran gas

Ketidakefektifan pola Hipotensi


nafas
Ansietas
Ketidakefektifan
Defisiensi pengetahuan
perfusi jaringan
perifer

Ketidakefektifan Peningkatan
bersihan jalan nafas produksi sekret

Sumber: Seomantri, Irman. 2008.

6
E. Faktor Resiko
ARDS berkembang sebagai akibat kerusakan pada epitel alveolar dan
endotel mikrovaskuler yang di akibatkan trauma jaringan paru baik secara
langsung maupun tidak langsung. (Soemantri, Irman 2008)
Faktor resiko penyakit yang berhubungan dengan ARDS: yaitu:
1. Trauma langsung pada paru
a. Emboli karena pembekuan
b. Darah,lemak,udara,atau cairan
c. Amnion
d. Aspirasi asam lambung
e. Terhisap gas beracaun
f. TBC miliar
g. Radang paru difus ( SARS)
h. Obstruksi saluran napas atas
i. Asap rook yang mengganggu kokain
j. Keracunan oksigen
k. Trauma paru
l. Ekpose radiasi
2. Trauma tidak langsung
a. Sepsis
b. Shock
c. DIC(Dissemineted intravaskuler)
d. Coagulation
e. Pancreatitis
f. Uremia
g. Overdosis obat
h. Idiophatic (tidak diketahui)
i. Bedah cardiobaypas yang lama
j. Transfuse berulang
k. PIH ( Pregand Induced Hipertension)
l. Peningkatan TIK
m. Terapi radiasi

7
F. Manifestasi Klinik
Manifestasi klinis ARDS diantaranya:
1. Pirau intrapulmonal yang nyata
2. Hipoksemia
3. Keregangan paru yang berkurang secara progresif yang bearkibat
bertambahnya kerja pernapasan
4. Dispnea serta takipnea yang berat secara hipoksemia
5. Ronchi basah
6. Kapasitas residu berkurang
7. Peningkatan P(A-a) O2 penurunan PaO2 dan penurunan paCO2
8. SINAR-X dada menunjukan paru yang putih (keputihan) dengan atelektsis
kongestif yang disfus
9. Gambaran klinis lebgkap dapat bermanifestasi 1 sampai 2 hari setelah cidera.
(Sandi, 2010)

G. Komplikasi
Komplikasi yang dapat terjadi pada ARDS adalah :
1. Ketidak seimbangan asam basa
2. Kebocoran udara (pneumothoraks,neumomediastinum,neumoperkardium,dll)
3. Perdarahan pulmoner
4. Displasia bronkopulmoner
5. Apnea
6. Hipotensi sistemik
(Sandi, 2010)

H. Prognosis
Mortalitas sekitar 40%. Prognosis dipengaruhi oleh :
1. Faktor risiko, ada tidaknya sepsis, pasca trauma, dan lain-lain
2. Penyakit dasar
3. Adanya keganasan
4. Adanya atau timbulnya disfungsi organ multiple
5. Usia

8
6. Riwayat penggunaan alkohol
7. Ada atau tidaknya perbaikan dalam indeks pertukaran gas, seperti rasio PaO2 /
FiO2 dalam 3-7 hari pertama
Pasien yang membaik akan mengalami pemulihan fungsi paru dalam 3
bulan dan mencapai fungsi maksimum yang dapat dicapai pada bulan keenam
setelah ekstubasi. 50% pasien tetap memiliki abnormalitas, termasuk gangguan
restriksi dan penurunan kapasitas difusi. Juga tejadi penurunan kualitas hidup.
(Tama, Fajar. 2012)

I. Pemeriksaan penunjang
1. ABGs atau analisa gas darah, leukosit, fungsi ginjal dan hati
2. Pulmonaly function test
3. Shunt measurement (Qs/Qt)
4. Alveolar-Arterial Gradient (A-agradient)
5. Lastic Acid Level
6. Foto thoraks dan CT-scan thorak
(Soemantri, Irman 2009)

J. Penatalaksanaan
Walaupun tidak ada terapi yang spesifik untuk menghentikan proses
inflamasi, penanganan ARDS difokuskan pada 3 hal penting yaitu :
1. Mencegah lesi paru secara iatrogenic
2. Mengurangi cairan didalam paru
3. Mempertahankan oksigenasi jaringan

a. Terapi Umum
1) Sedapat mungkin hilangkan penyebab dengan cara antara lain drainase pus,
antibiotika, fikasai bila ada fraktur tulang panjang.
2) Edasi dengan kombinasi opiate benzodiasepin,oleh karena penderita akan
memerlukan bantuan ventilasi mekanik dalam jangka lama. Berikan dosis
minimal
3) Memperbaiki hemodinamik untuk meningkatkan oksigenasi dengan
memberikan cairan, obat-obatan vasodilatasi/konstriktor, atau diuretikum.

9
b. Terapi Ventilasi
1) Ventilasi mekanik dengan intubasi endotrakteal merupakan terapi yang
mendasar pada penderita ARDS bila ditemukan laju nafas >30x/min atau
terjadi peningkatan kebutuhan fiO2 > 60% (dengan menggunakan masker
wajah) untuki mempertahankan PO2 sekitar 70 mmHG atau lebih dalam
beberapa jam.
2) Lebih spesifik lagi dapat diberikan ventilasi dengan rasio I : E terbalik
disertai dengan PEEP untuk membantu mengembalikan cairan yang
membanjiri alveolus dan memperbaiki atelektasis sehingga memperbaiki
ventilasi dan perfusi (V/Q)
3) Tergantung tingkat keparahannya,maka penderita dapat diberi non invasive
ventilator seperti CPAP, BIPAP atau positive preassure ventilator.
Walaupun demikian metode ini tidak direkomendasikanbagi penderita
dengan penurunan kesadaran atau dijumpai adanya peningkatan kerja otot
pernafasan disetai peningkatan laju nafas dan PCO2 darah arteri.
4) Pemberian volume tidal 10-15 ml/kg dapat mengakibatkan kerusakan
bagian paru yang masih normal sehingga terjadi robekan alveolus,deplesi
surfaktan dan lesi alveolar-capilarry interface. Untuk menghindari
dipergunakan volume tidal 6-7ml/kg dengan tekanan puncak inpirasi <35
cmH2O,plateu inspiratory preassure yaitu < 30cmH2O dan pemberian
positive end expiratory pleasure (PEEP) antara 8 sampai 14 cmH2O untuk
mencegah atelektase dan kolaps dari alveolus.
5) Penggunaan PEEP dan FiO2 tidak ada ketentuan mengenai batas maksimal.
c. Terapi lain
1) Untuk memperkecil risiko barotraumas dapat dipakai mode pressure
controlle
2) Pemeriksaan AGD (Analisa Gas Darah).

(Tama, Fajar. 2012)

10
K. Konsep Asuhan Keperawatan Acute Respiratory Distress Syndrom (ARDS)
1. Pengkajian
a. Identitas pasien
Nama :
Umur :
Jenis Kelamin :
Status Perkawinan :
Agama :
Suku :
b. Keluhan utama
ARDS dapat terjadi dalam 24-48 jam timbulnya serangan, ditandai dengan
napas pendek, takipnea, dan gejala yang berhungan dengan penyebab
utamanya, misalnya syok. Keluhan utama yang sering menjadi alasan klien
untuk meminta bantuan pelayanan kesehatan adalah adanya gejala
neurologis yaitu :
1) Distres pernafasan akut ; takipnea, dispnea , pernafasan menggunakan
otot aksesoris pernafasan dan sianosis sentral.
2) Batuk kering dan demam yang terjadi lebih dari beberapa jam sampai
seharian.
c. Riwayat kesehatan sekarang
Kaji apakah klien sebelum masuk rumah sakit memiliki riwayat penyakit
yang sama ketika klien masuk rumah sakit
d. Riwayat kesehatan dahulu
Kaji apakah klien pernah menderita riwayat penyakit yang sama
sebelumnya
e. Riwayat pemakaian obat-obatan
f. Pemeriksaan Fisik
1) Pengkajian primer
a) Airway : Mengenali adanya sumbatan jalan napas
- Peningkatan sekresi pernapasan
- Bunyi nafas krekels, ronki dan mengi
- Jalan napas adanya sputum, secret, lendir, darah, dan benda asing,

11
- Jalan napas bersih atau tidak
b) Breathing
- Distress pernapasan : pernapasan cuping hidung, takipneu/bradipneu,
retraksi.
- Frekuensi pernapasan : cepat
- Sesak napas atau tidak
- Kedalaman Pernapasan
- Retraksi atau tarikan dinding dada atau tidak
- Reflek batuk ada atau tidak
- Penggunaan otot bantu pernapasan
- Penggunaan alat bantu pernapasan ada atau tidak
- Irama pernapasan : teratur atau tidak
- Bunyi napas Normal atau tidak
c) Circulation
- Penurunan curah jantung : gelisah, letargi, takikardia
- Sakit kepala
- Gangguan tingkat kesadaran : ansietas, gelisah, kacau mental,
mengantuk
- Papiledema
- Penurunan haluaran urine
d) Disability
- Keadaan umum : GCS, kesadaran, nyeri atau tidak
- Adanya trauma atau tidak pada thorax
- Riwayat penyakit dahulu / sekarang
- Riwayat pengobatan
- Obat-obatan / Drugs

2) Pengkajian Sekunder
a) Aktivitas/istirahat
Gejala :
- Kekurangan energy/kelelahan
- Insomnia

12
b) Sirkulasi
Gejala :
- Riwayat adanya trauma pada paru dan syok, fenomena embolik
(darah, udara, lemak)
Tanda :
- TD: dapat normal atau meningkat pada awal (berlanjut menjadi
hipoksia): hipotensi terjadi pada tahap lanjut (syok) atau dapat factor
pencetus seperti pada eklampsia.
- Frekuensi jantung : takikardia biasanya ada.
- Bunyi jantung : normal pada tahap dini: S2 (komponen paru) dapat
terjadi.
- Disritmia dapat terjadi, tetapi EKG sering normal.
- Kulit dan membrane mukosa: pucat, dingin. Sianosis biasanya terjadi
(tahap lanjut).
c) Integritas EGO
Gejala :
- Ketakutan
- Ancaman perasaan takut.
Tanda :
- Gelisah
- Agitasi
- Gemetar
- Mudah terangsang
- Perubahan mental.
d) Makanan/cairan
Gejala :
- Kehilangan selera makan
- Mual/muntah
Tanda :
- Edema
- Perubahan berat badan.
- Berkurangnya bunyi usus.

13
e) Neurosensori
Gejala/tanda :
- adanya trauma kepala.
- Mental lamban, disfungsi motor.
f) Pernapasan
Gejala :
- Adanya aspirasi, inhalasi asap/gas, infeksi disfus paru.
- Timbul tiba-tiba atau bertahap, kesulitan napas, lapar udara.
Tanda :
- Pernapasan: cepat, mendengkur, dangkal.
- Peningkatan kerja napas; penggunaan otot aksesori pernapasan,
contoh retraksi interkostal atau substernal, pelebaran nasal,
memerlukan oksigen konsentrasi tinggi.
- Bunyi napas : pada awal normal. Krekels, ronki, dan dapat terjadi
bunyi napas bronchial.
- Perkusi dada: bunyi pekak di atas area konsolidasi.
- Ekspansi dada menurun atau tak sama.
- Peningkatan fremitus (getar vibrasi pada dinding dada dengan
palpatasi).
- Sputum sedikit, berbusa.
- Pucat atau sianosis.
- Penurunan mental, bingung.
g) Keamanan
Gejala :
Riwayat trauma ortopedik/fraktur, sepsis, transfuse darah, episode
anafilaktik.
h) Seksualitas
Gejala/tanda :
Kehamilan dengan adanya komplikasi eklampsia.

3) Pemeriksaan fisik head to toe


a) Mata
- Konjungtiva pucat

14
- Konjungtiva sianosis (karena hipoksia)
- Konjungtiva terdapat pethechia (karena emboli lemak atau
endokarditis)
b) Kulit
- Sianosis perifer (vasokontriksi dan menurunnya aliran darah perifer)
- Sianosis secara umum (hipoksemia)
- Penurunan turgor (dehidrasi)
- Edema
- Edema periorbital
c) Jari dan kuku
- Sianosis
- Clubbing finger
d) Mulut dan bibir
- Membrane mukosa sianosis
- Bernafas dengan mengerutkan mulut
e) Hidung
- Pernapasan dengan cuping hidung
f) Vena leher : Adanya distensi/bendungan
g) Dada
- Retraksi otot bantu pernafasan (karena peningkatan aktivitas
pernafasan, dispnea, atau obstruksi jalan pernafasan)
- Pergerakan tidak simetris antara dada kiri dengan kanan
- Tactil fremitus, thrill, (getaran pada dada karena udara/suara
melewati saluran /rongga pernafasan)
- Suara nafas normal (vesikuler, bronchovesikuler, bronchial)
- Suara nafas tidak normal (crekler/reles, ronchi, wheezing, friction
rub, /pleural friction)
- Bunyi perkusi (resonan, hiperresonan, dullness)
- Pola pernafasan (eupnea, tacypnea, bradypnea)
4) Pemeriksaan Penunjang
a) Foto rontgen dada (chest x ray) : tidak terlihat jelas pada stadium awal
atau dapat juga terlihat adanya bayangan infiltrate yang terletak di

15
tengah region perihilar paru. Pada stadium lanjut terlihat penyebaran
interstisial secara bilateral dan infiltrate alveolar, menjadi rata dan
dapat mencakup keseluruh lobus paru. Tidak terjadi pembesaran pada
jantung.
b) ABGs :hipoksemia (penurunan PaO2), hipokapnea (penurunan nilai
CO2 dapat terjadi terutama pada fase awal sebagai kompensasi
terhadap hiperventilasi), hiperkapnea (PaCO2 >50) menunjukkan
terjadi pernapasan. Alkalosis respiratori (pH>7,45) dapat timbul pada
stadium awal, tetapi asidosis dapat juga timbul pada stadium lanjut
yang berhubungan dengan peningkatan dead space dan penurunan
ventilasi alveola. Asidosis metabolic dapat timbul pada stadium lanjut
yang berhubungan dengan nilai laktat darah, akibat metabolism
anaerob.
c) Tes fungsi paru (pulmonary fungsion test) : compliance paru dan
volume paru menurun, teruatama FRC, peningkatan dead space
dihasilkan oleh pada area terjadinya fasokonstriksi dan mikroemboli
timbul.
d) Asam laktat : didapatkan peningkatan pada kadar asam laktat.
(Brunner, Suddart. 2002)

2. Analisa Data
Tabel 2.1
No. Data Etiologi Masalah
1. Ds : - Kerusakan jaringan paru Bersihan jalan
Do : napas tidak efektif
- Dispnea Penurunan pengembangan
- Perubahan paru
kedalaman/frekuensi
pernapasan, Peningkatan produksi
penggunaan otot secret
aksesori untuk
bernapas. Bersihan jalan napas tidak
- Batuk (efektif atau tidak efektif
efektif) dengan/tanpa

16
produksi sputum.
- Ansietas/gelisah.
2. Ds : - Trauma type II Gangguan
Do : pneumocytes pertukaran gas
- Takipnea, penggunaan
otot aksesori, sianosis. Atelectasis
- Perubahan GDA,
gradien A-a, dan Abnormalitas ventilasi
tindakan pirau. perfusi
- Ketidakcocokan
ventilasi/perfusi dengan Penumpukan cairan di
peningkatan ruang mati alveolar
dan pirau
intrapulmonal. Gangguan pertukaran gas
3. Ds : - Trauma endothelium paru Kelebihan volume
Do : dan epithelium alveolar cairan
- Edema.
- Gangguan elektrolit. Peningkatan permeabilitas
- Perubahan pola
pernapasan. Edema pulmonal
- Asupan melebihi
haluaran. Kelebihan volume cairan
- Efusi pleura.
- Dispnea.
4. Ds: - Kerusakan jaringan paru Gangguan perfusi
Do: jaringan perifer
- Perubahan karakteristik Penurunan pengembangan
kulit (warna, elastisitas, paru
rambut, kelembapan,
kuku, sensasi, suhu) Hipoksemia
- Hipotensi
- Penurunan nadi Hipotensi
- Edema
- Warna kulit pucat saat Penurunan curah jantung
elevasi

17
- Perubahan fungsi Gangguan perfusi jaringan
motoric perifer
5. Ds: - Kerusakan jaringan paru Pola nafas tidak
Do: efektif
- Pernapasan cuping Penurunan pengembangan
hidung paru
- Takipneu
- Penggunaan otot Hipoksemia
aksesoris untuk
bernapas Pola nafas tidak efektif
- Perubahan
kedalaman
pernapasan
6. Ds : Perubahan status kesehatan Ansietas
- Menyatakan masalah
sehubungan dengan Hipoksemia
perubahan kejadian
hidup. Krisis situasi
Do : takut mati
- Peningkatan tegangan
dan tak berdaya. Ansietas
- Ketakutan, takut,
gelisah.

3. Diagnosa Keperawatan yang Mungkin Muncul


1. Tidak efektifnya jalan nafas berhubungan dengan hilangnya fungsi jalan
nafas, peningkatan sekret pulmonal, peningkatan resistensi jalan nafas
2. Gangguan pertukaran gas berhubungan dengan alveolar hipoventilasi,
penumpukan cairan di permukaan alveoli, hilangnya surfaktan pada
permukaan alveoli.
3. Kelebihan volome cairan berhubungan dengan edema pulmonal.
4. Gangguan perfusi jaringan berhubungan dengan penurunan aliran balik vena
dan penurunan curah jantung, edema, hipotensi.

18
5. Pola napas tidak efektif berhubungan dengan pertukaran gas tidak adekuat,
peningkatan sekresi, penurunan kemampuan untuk oksigenasi dengan
adekuat atau kelelahan.
6. Ansietas berhubungan dengan krisis situasi, pengobatan, perubahan status
kesehatan, takut mati, faktor fisiologi (efek hipoksemia).
(Herdman T, Heather. 2013)

4. Rencana Keperawatan
a. Tidak efektifnya jalan nafas berhubungan dengan hilangnya fungsi jalan
nafas, peningkatan sekret pulmonal, peningkatan resistensi jalan nafas
Tujuan : Setelah dilakukan tindakan keperawatan, jalan nafas klien
efektif.
Kriteria Hasil :
1) Menyatakan/ menunjukkan hilangnya dispnea.
2) Mempertahankan jalan napas paten dengan bunyi napas bersih/tak ada
ronki.
3) Mengeluarkan secret tanpa kesulitan.
4) Menunjukkan perilaku untuk memperbaiki/mempertahankan bersihan
jalan napas

Intervensi Rasional
Mandiri Mandiri:
a. Catat perubahan upaya dan a. Penggunaan otot interkosta/
pola bernapas. abdominal dan pelebaran nasal
menunjukkan peningkatan upaya
bernapas.
b. Observasi penurunan b. Ekspansi dada terbatas atau tak sama
ekspansi dinding dada dan sehubungan dengan akumulasi cairan,
adanya/peningkatan edema, dan secret dalam seksi lobus.
fremitus. Konsolidasi paru dan pengisian cairan
dapat meningkatkan fremitus.

19
c. Catat karakteristik bunyi c. Bunyi napas menunjukkan aliran udara
napas. melalui pohon trakeobronkial dan
dipengaruhi oleh adanya cairan,
mucus, atau obstruksi aliran udara
lain. Mengi dapat merupakan bukti
konstriksi bronkus atau penyempitan
jalan napas sehubungan dengan
d. Catat karakteristik batuk edema. Ronki dapat jelas tanpa batuk
(missal, menetap, efektif/tak dan menunjukkan pengumpulan
efektif) juga produksi dan mukus pada jalan napas.
karakteristik sputum. c. Karakteristik batuk dapat berubah
tergantung pada penyebab/etiologi
e. Pertahankan posisi gagal pernapasan. Sputum, bila ada
tubuh/kepala tepat dan mungkin banyak, kental, berdarah,
gunakan alat jalan napas dan atau purulen.
sesuai kebutuhan d. Memudahkan memelihara jalan napas
atau paten bila jalan napas pasien
dipengaruhi mis., gangguan tingkat
f. Bantu dengan batuk/napas kesadaran, sedasi dan trauma
dalam, ubah posisi dan maksilofasial.
penghisapan sesuai indikasi. e. Pengumpulan sekresi mengganggu
ventilasi atau edema paru dan bila
pasien tidak diintubasi, peningkatan
masukan cairan oral dapat
Kolaborasi : mengencerkan/meningkat kan
a. Berikan oksigen lembab, pengeluaran.
cairan IV: berikan Kolaborasi :
kelembaban ruangan yang a. Kelembaban menghilangkan dan
tepat. memobilisasi secret dan meningkatkan
b. Berikan terapi aerosol, transport oksigen.
nebulizer ultrasonic. b. Pengobatan dibuat untuk mengirimkan
oksigen/bonkodilatasi/kelembaban

20
dengan kuat pada alveoli dan untuk
memobilisasi secret.
c. Bantu dengan memberikan Kolaborasi:
fisoterapi dada, contoh c. Meningkatkan drainase/ eliminasi
drainase postural: perkusi secret paru ke dalam sentral bronkus,
dada/vibrasi sesuai indikasi. dimana dapat lebih siap dibatukan
atau dihisap keluar. Meningkatkan
efesiensi penggunaan otot pernapasan
dan membantu ekspansi alveoli.
d. Berikan bronkidilator, d. Obat diberikan untuk menghilangkan
contoh aminofilin, albuterol spasme bronkus, menurunkan
(proventil): isoetarin viskositas secret, memperbaiki ventilsi
(bronkosol) dan agen dan memudahkan pembuangan secret.
mukolitik, contoh
asetikistein (Mucomyst), e. Memerlukan perubahan dosis/pilihan
guaifenesin (Robitussin). obat.
e. Awasi untuk efek samping
merugikan dari obat, contoh
takikardia, hipertensi,
tremor, insomnia.

b. Gangguan pertukaran gas berhubungan dengan alveolar hipoventilasi,


penumpukan cairan di permukaan alveoli, hilangnya surfaktan pada
permukaan alveoli.
Tujuan: Setelah dilakukan tindakan keperawatan selama 3 x 24 jam
diharapkan pertukaran gas optimal
Kriteria Hasil :
1) Menunjukkan perbaikan ventilasi dan oksigenasi adekuat dengan gas
darah arteri (GDA) dalam rentang normal dan bebas gejala distress
pernapasan.
2) Berpartisipasi dalam program pengobatan dalam kemampuan/situasi.

21
Intervensi Rasional
Mandiri: Mandiri:
a. Kaji status pernapasan dengan a. Takipnea adalah mekanisme
sering, catat peningkatan kompensasi untuk hipoksemia
frekuensi/upaya pernapasan atau dan peningkatan upaya
perubahan pola napas. pernapasan dapat menunjukkan
derajat hipoksemia.
b. Catat adanya/tidak adanya bunyi b. Bunyi napas dapat menurun,
napas dan adanya bunyi tidak sama atau tak ada pada
tambahan, contoh krakels, mengi. area yang sakit. Kreleks adalah
bukti peningkatan cairan dalam
area jaringan sebagai akibat
peningkatan permeabilitas
membrane alveolar-kapiler.
Mengi adalah bukti kronstriksi
bronkus dan/atau penyempitan
jalan napas sehubungan dengan
mukus/edema.
c. Kaji adanya sianosis. c. Penurunan oksigenasi
bermakna (desaturasi 5g
hemoglobin)terjadi sebelum
sianosis. Sianosis sentral dari
organ hangat, contoh lidah,
bibir, dan daun telinga adalah
paling indikatif dari
hipoksemia sistemik. Sianosis
perifer kuku/ekstreminitas
sehubungan dengan
vasokontriksi.
d. Observasi kecendrungan tidur, d. Dapat menunjukkan
apatis, tidak perhatian, gelisah, berlanjutnya hipoksemia
bingung, somnolen. dan/atau asidosis.

22
e. Auskultasi frekuensi jantung dan e. Hipoksemia dapat
irama. menyebabkan mudah
terangsang pada miokardium,
menghasilkan berbagai
disritmia.
f. Berikan periode istirahat dan f. Menghemat energi pasien,
lingkungan tenang. menurunkan kebutuhan
oksigen.
g. Tunjukkan/dorong penggunaan g. Dapat membantu khususnya
napas bibir bila diindikasikan. untuk pasien yang sembuh dari
penyakit lama/berat,
mengakibatkan destruksi
parenkim paru.
h. Berikan oksigen lembab dengan h. Memasimalkan sediaan oksigen
masker CPAP (Continuous untuk pertukaran, dengan
Positive Airway Pressure) sesuai tekanan jalan napas positif
indikasi. kontinu.

c. Kelebihan volome cairan berhubungan dengan edema pulmonal.


Tujuan : Setelah dilakukan tindakan keperawatan volume cairan tubuh
klien seimbang
Kriteria hasil :
Mendemonstrasikan volume cairan stabil dengan keseimbangan
masukan/keluaran, berat stabil, tanda-tanda vital dalam batas normal
dan tidak ada edema.

23
Intervensi Rasional
Mandiri: Mandiri :
a. Pantau pemasukan/ a. Evaluator langsung status
pengeluaran. Hitung cairan. Perubahan tiba-tiba
keseimbangan cairan, catat pada berat badan dicurigai
kehilangan kasat mata. kehilangan/retensi cairan.
Timabang berat badan sesuai
indikasi.
b. Evaluasi turgor kulit, b. Indicator langsung satatus
kelembaban membran mukosa, cairan/perbaikan
adanya edema dependen/umum keseimbangan.
c. Pantau tanda vital (tekanan c. Kekurangan cairan mungkin
darah, nadi, frekuensi dimanisfestasikan oleh
pernapasan). Auskultasi bunyi hipotensi dan takikardi,
napas, catat adanya krekel. karena jantung mencoba
untuk mempertahankan curah
jantung. Kelebihan
cairan/terjadinya gagal
mungkin dimanifestasikan
oleh hipertensi, takikardi,
takipnea, krekels, distress
pernafasan.
d. Kaji ulang kebutuhan cairan d. Tergantung pasa situasi,
cairan dibatasi atau diberikan
terus. Pemberian informasi
melibatkan pasien pada
pembuatan jadwal dengan
kesukaan individu dan
meningkatkan rasa terkontrol
dan kerjasama dalam
program.

24
e. Hilangkan tanda bahaya dan e. Dapat menurunkan
ketahui dari lingkungan. rangsangan pusat muntah.
f. Anjurkan pasien untuk minum f. Dapat menurunkan terjadinya
dan makan dengan perlahan muntah bila mual.
sesuai indikasi.
Kolaborasi: Kolaborasi:
a. Berikan cairan IV melalui alat a. Cairan dapat dibutuhkan
control untuk mencegah dehidrasi,
meskipun pembatasan cairan
mungkin diperlukan bila
pasien gangguan jantung
kororner
b. Pemberian anti emetic, contoh: b. Dapat membantu menurunkan
proklorperazin meleat mual/muntah (berkerja pada
(compazine), trimetobenzamid sentral, dari pada di gaster)
(tigan), sesuai indikasi. meningkatkan pemasukan
cairan/makanan
c. Pantau pemeriksaan c. Mengevaluasi satus hidrasi,
laboratorium sesuai indikasi, fungsi ginjal dan penyebab/
contoh: Hb/Ht, BUN/kreatinin, efek ketidak seimbangan.
protein plasma, elektrolit.

d. Gangguan perfusi jaringan berhubungan dengan penurunan aliran balik


vena dan penurunan curah jantung, edema, hipotensi.
Tujuan : Setelah dilakukan tindakan keperawatan perfusi jaringan
terpenuhi
Kriteria hasil :
Pasien mampu menunjukkan status hemodinamik dalam batas normal dan
tanda-tanda vital normal.

25
Intervensi Rasional
Mandiri: Mandiri:
a. Monitor dan catat status a. Refleks membuka mata
neurologis dengan menggunakan menentukan pemulihan tingkat
metode GCS (Glasslow Coma kesadaran. Respon motorik
Skale). menentukan kemampuan
berespon terhadap stimulus
eksternal dan indikasi keadaan
kesadaran yang baik.
Reaksi pupil digerakan oleh
saraf kranial oculus motorius
dan untuk menentukan refleks
batang otak.
Pergerakan mata membantu
menentukan area cedera dan
tanda awal peningkatan tekanan
intracranial adalah terganggunya
abduksi mata.
b. Monitor tanda-tanda vital tiap b. Peningkatan sistolik dan
30 menit. penurunan diastolik serta
penurunan tingkat kesadaran dan
tanda-tanda peningkatan tekanan
intrakranial. Adanya pernapasan
yang irreguler indikasi terhadap
adanya peningkatan
metabolisme sebagai reaksi
terhadap infeksi. Untuk
mengetahui tanda-tanda keadaan
syok akibat perdarahan.
c. Pertahankan posisi kepala yang c. Perubahan kepala pada satu sisi
sejajar dan tidak menekan. dapat menimbulkan penekanan
pada vena jugularis dan

26
menghambat aliran darah otak,
untuk itu dapat meningkatkan
tekanan intrakranial.
d. Hindari batuk yang berlebihan, d. Dapat mencetuskan respon
muntah, mengedan, pertahankan otomatik peningkatan
pengukuran urin dan hindari intrakranial.
konstipasi yang
berkepanjangan.
e. Observasi kejang dan lindungi e. Kejang terjadi akibat iritasi otak,
pasien dari cedera akibat kejang. hipoksia, dan kejang dapat
meningkatkan tekanan
intrakrania.
f.Berikan oksigen sesuai dengan f. Dapat menurunkan hipoksia
kondisi pasien. otak.
Kolaborasi: Kolaborasi:
a. Berikan obat-obatan yang a. Membantu menurunkan tekanan
diindikasikan dengan tepat dan intrakranial secara biologi /
benar. kimia seperti osmotik diuritik
untuk menarik air dari sel-sel
otak sehingga dapat menurunkan
udem otak, steroid
(dexametason) untuk
menurunkan inflamasi,
menurunkan edema jaringan.
Obat anti kejang untuk
menurunkan kejang, analgetik
untuk menurunkan rasa nyeri
efek negatif dari peningkatan
tekanan intrakranial. Antipiretik
untuk menurunkan panas yang
dapat meningkatkan pemakaian
oksigen otak.

27
e. Pola napas tidak efektif berhubungan dengan pertukaran gas tidak adekuat,
peningkatan sekresi, penurunan kemampuan untuk oksigenasi dengan
adekuat atau kelelahan.
Tujuan : Setelah dilakukan tindakan keperawatan pola pernapasan klien
efektif.
Kriteria hasil :
a. Frekuensi, irama dan kedalaman pernapasan normal (16-20 x/menit)
b. Adanya penurunan dispneu

Intervensi Rasional
Mandiri: Mandiri:
a. Kaji frekuensi, kedalaman dan a. Takipneu adalah mekanisme
kualitas pernapasan serta pola kompensasi untuk hipoksemia
pernapasan. dan peningkatan usaha nafas
b. Kaji tanda vital dan tingkat b. Mengetahui keadaan umum
kesadaran setiap jam. pasien
c. Pantau dan catat gas-gas darah c. Mengetahui kecenderungan
sesuai indikasi : kaji gagal nafas
kecenderungan kenaikan PaCO2
atau kecendurungan penurunan
PaO2
d. Auskultasi dada untuk d. Suara nafas mungkin tidak sama
mendengarkan bunyi nafas atau tidak ada ditemukan.
setiap 1 jam. Catat ada tidaknya Crakles terjadi karena
suara nafas dan adanya bunyi peningkatan cairan di permukaan
nafas tambahan seperti crakles, jaringan yang disebabkan oleh
dan wheezing. peningkatan permeabilitas
membran alveoli kapiler.
Wheezing terjadi karena
bronchokontriksi atau adanya
mukus pada jalan nafas.

28
e. Pertahankan tirah baring dengan e. Dengan posisi kepala ditinggikan
kepala tempat tidur ditinggikan 30-40 derajat dapat
30 sampai 45 derajat mengoptimalkan pernapasan
Kolaboratif: Kolaboratif:
a. Monitor pemberian trakeostomi a. Memaksimalkan pertukaran
bila PaCO2 50 mmHg atau oksigen secara terus menerus
PaO2 < 60 mmHg - Berikan dengan tekanan yang sesuai
bantuan ventilasi mekanik bila
PaCO > 60 mmHg. PaO2 dan
PCO2 meningkat dengan
frekuensi 5 mmHg/jam. PaO2
tidak dapat dipertahankan pada
60 mmHg atau lebih, atau pasien
memperlihatkan keletihan atau
depresi mental atau sekresi
menjadi sulit untuk diatasi.
b. Berikan obat-obat jika ada b. Untuk mencegah kondisi lebih
indikasi seperti steroids, buruk pada gagal nafas
antibiotik, bronchodilator dan
ekspektoran

f. Ansietas berhubungan dengan krisis situasi, pengobatan, perubahan status


kesehatan, takut mati, faktor fisiologi (efek hipoksemia).
Tujuan : Setelah dilakukan tindakan keperawatan kecemasan klien teratasi
Kriteria Hasil :
1) Menyatakan kesadaran terhadap ansietas dan cara sehat untuk
mengatasinya.
2) Mengakuai dan mendiskusikan takut.
3) Tampak rileks dan melaporkan ansietas menurun sampai tingkat dapat
ditangani.
4) Menunjukkan pemecahan masalah dan penggunaan sumber efektif.

29
Intervensi Rasional
Mandiri: Mandiri :
a. Observasi peningkatan a. Memburuknya hipoksemia
kegagalan pernapasan, agitasi, dapat menyebabkan atau
gelisah, emosi labil. meningkatkan ansietas.
b. Pertahankan lingkungan tenang b. Menurunkan ansietas dengan
dengan sedikit rangsang. meningkatkan relaksasi dan
Jadwalkan perawatan dan penghematan energi.
prosedur untuk memberikan
periode istirahat tak terganggu.
c. Tunjukkan/bantu dengan teknik c. Memberikan kesempatan untuk
relaksasi, meditasi, bimbingan pasien menangani ansietasnya
imajinasi. sendiri dan merasa terkontrol.
d. Identifikasi persepsi pasien d. Membantu pengenalan ansietas/
terhadap ancaman yang ada oleh takut dan mengidentifikasi
situasi. tindakan yang dapat membantu
untuk individu.
e. Dorong pasien untuk mengakui e. Langkah awal dalam mengatasi
dan menyatakan perasaan. perasaan adalah terhadap
identifikasi dan ekspresi.
Mendorong penerimaan situasi
dan kemampuan diri untuk
mengatasi.
Kolaborasi: Kolaborasi :
a. Berikan sedative sesuai indikasi a. Mungkin diperlukan untuk
dan awasi efek merugikan. membantu menangani ansietas
dan meningkatkan istirahat.
Namun efek samping seperti
depresi pernapasan sapat
membatasi atau kontraindiksi
untung menggunakannya.
(Doengoes, Marilyn. 2000)

30
BAB III
PENUTUP

A. Simpulan
ARDS (Acute Respiratory Distress Syndrome) merupakan suatu bentuk dari
gagal napas akut yang ditandai dengan hipoksemia, penurunan compliance paru,
dispnea, edema pulmonal bilateral tanpa gagal jantung dengan infiltrate yang
menyebar dikenal juga dengan nama noncardigenic pulmonary edema, shock
pulmonary dan lain-lain. Walaupun awalnya disebut dengan Sindrom Gawat
Napas Biasa (Adult) istilah akut sekarang lebih dianjurkan karena keadaan ini
tidak terbatas pada orang dewasa.
ARDS adalah suatu penyakit yang disebabkan oleh kerusakan luas alveolus
atau membrane kapiler paru. ARDS selalu terjadi setelah suatu gangguan besar
pada sistem paru, kardiovaskuler, atau tubuh secara luas.

B. Saran
Kepada perawat diharapkan dapat memberikan komunikasi yang jelas
kepada pasien dalam mempercepat penyembuhan. Berikan pula Penatalaksanaan
yang efektif dan efisien pada pasien untuk mendapatkan hasil yang maksimal dan
mencegah terjadinya resiko tinggi ARDS.
Dalam keterbatasan yang penulis miliki, tentunya makalah ini sangat jauh
dari kata sempurna. Oleh karena itu, masukan / saran yang baik sangat diharapkan
guna memperbaiki dan menunjang proses perkuliahan.

31
DAFTAR PUSTAKA

Nurarif, Amin Huda dan Hardhi Kusuma. 2016. Asuhan Keperawatan Praktis
Berdasarkan Diagnosa Nanda, Nic, Noc dalam Berbagai Kasus Jilid 1.
Yogyakarta: Mediaction.

Hartini, Kripti. 2014. Junal: Faktor faktor yang mempengaruhi mortalitas pasien
acute respiratory distress syndrome. UI: Fakultas Kedokteran.

Herdman,T.Heather. 2013. Diagnosa Keperawatan Definisi dan Klasifikasi 2012-


2013. Jakarta: Buku Kedokteran EGC.

Sudoyo, Aru W. (2010), Buku Ajar Ilmu Penyakit Dalam Jilid I Edisi V, Jakarta,
Interna Publishing.

Tama, Fajar. 2012. Asuhan Keperawatan ARDS. (Diambil dari: https://id.scribd.


com /doc/ 86531791/ ARDS). Diakses pada tanggal 18 Oktober 2017 pukul
12 : 30 WIB).

Sandi. 2010. Asuhan Keperawatan pada klien ARDS. (Diambil dari:


https://id.scribd.com/doc/45904255/makalah-ARDS). Diakses pada tanggal
18 Oktober 2017 pukul 12 : 45 WIB).

Muttaqin, Arif. 2008 Asuhan Keperawatan Pada Klien Dengan Gangguan Sistem
Pernapasan. Jakarta: Salemba Medika.

Seomantri, Irman. 2008. Asuhan Keperawatan pada Pasien dengan Gangguan


Sistem Pernapasan. Jakarta: Salemba Medika.

Brunner & Suddart. 2002. Buku Ajar Keperawatan Medikal-Bedah Edisi 8


vol.1.Jakarta: Buku Kedokteran EGC.

Doenges, Marilyn.dkk. 2000. Rencana Asuhan Keperawatan. Jakarta: Buku


Kedokteran EGC.

32

Anda mungkin juga menyukai