Anda di halaman 1dari 25

DIARE

Disusun Oleh:

dr. Jesika Wulandari

Pembimbing:

dr. Ni Ketut Wenny Christiyanti

PUSKESMAS BANJAR I BULELENG


2017
BAB I
TINJAUAN PUSTAKA

A. Pengertian Diare
Diare adalah buang air besar dengan konsistensi lembek atau cair, bahkan dapat
berupa air saja dengan frekuensi lebih sering dari biasanya (tiga kali atau lebih) dalam
satu hari (Depkes RI 2011).
Diare dapat disebabkan oleh transportasi air dan elektrolit yang abnormal dalam
usus. Di seluruh dunia terdapat kurang lebih 500 juta anak yang menderita diare setiap
tahunnya, dan 20% dari seluruh kematian pada anak yang hidup di negara
berkembang berhubungan dengan diare serta dehidrasi. Gangguan diare dapat
melibatkan lambung dan usus (Gastroenteritis), usus halus (Enteritis), kolon (Kolitis)
atau kolon dan usus (Enterokolitis).

B. Klasifikasi Diare
Diare dapat diklasifikasikan berdasarkan:
1. Lama waktu diare
a. Diare akut, yaitu diare yang berlangsung kurang dari 15 hari,
sedangkan menurut World Gastroenterology Organization
Global Guidelines (2005) diare akut di definisikan sebagai
passase tinja yang cair dan lembek dengan jumlah lebih banyak
dari normal, berlangsung kurang dari 14 hari, dan akan mereda
tanpa terapi yang spesifik jika dehidrasi tidak terjadi.
b. Diare kronik adalah diare yang berlangsung lebih dari 15 hari.
2. Mekanisme patofisiologi
a. Osmolalitas intraluminal yang meninggi, disebut diare sekretorik.
b. Sekresi cairan dan elektrolit meninggi.
c. Malabsorbsi asam empedu.
d. Defek sistem pertukaran anion atau transport elektrolit aktif di
enterosit.
e. Motilitas dan waktu transport usus abnormal.
f. Gangguan permeabilitas usus.
g. Inflamasi dinding usus disebut diare inflamatorik.
h. Infeksi dinding usus.
3. Penyakit infektif atau noninfektif
4. Penyakit Organik atau fungsional

C. Etiologi Diare

Penyebab diare dapat diklasifikasikan menjadi enam golongan:

1. Infeksi yang disebabkan bakteri, virus atau parasit.


2. Adanya gangguan penyerapan makanan atau disebut malabsorbsi.
3. Alergi.
4. Keracunan bahan kimia atau racun yang terkandung dalam makanan.
5. Imunodefisiensi yaitu kekebalan tubuh yang menurun.
6. Penyebab lain.

Direktur Pemberantasan Penyakit Menular Langsung (PPML), Ditjen


Pemberantasan Penyakit Menular dan Penyehatan Lingkungan (P2MPL) Depkes yang
sering ditemukan di lapangan adalah diare yang disebabkan infeksi dan keracunan.
Setelah melalui pemeriksaan laboratorium, sumber penularannya berasal dari makanan
atau minuman yang tercemar virus. Sehingga dapat disimpulkan kasus diare berkaitan
dengan masalah lingkungan dan perilaku. Perubahan dari musim kemarau ke musim
penghujan yang menimbulkan banjir, kurangnya sarana air bersih, dan kondisi
lingkungan yang kurang bersih menyebabkan meningkatnya kasus diare. Fakta yang
ada menunjukkan sebagian besar pasien ternyata tinggal di kawasan kurang bersih dan
tidak sehat.
Saat persediaan air bersih sangat terbatas, orang lantas menggunakan air sungai
yang jelas-jelas terkontaminasi oleh limbah. Bahkan menjadi tempat buang air besar.
Masalah perilaku juga bisa menyebabkan seseorang mengalami diare, misalnya,
mengkonsumsi makanan atau minuman yang tidak bersih, sudah tercemar, dan
mengandung bibit penyakit. Jika daya tahan tubuh ternyata lemah, maka terjadilah
diare.

Diare dapat disebabkan dari faktor lingkungan atau dari menu makanan. Faktor
lingkungan dapat menyebabkan anak terinfeksi bakteri atau virus penyebab diare.
Makanan yang tidak cocok atau belum dapat dicerna dan diterima dengan baik oleh
anak dan keracunan makanan juga dapat menyebabkan diare.

Diare dapat disebabkan oleh infeksi pada perut atau usus. Peradangan atau
infeksi usus oleh agen penyebab :

1. Faktor infeksi

Rotavirus merupakan etiologi paling penting yang menyebabkan diare


pada anak dan balita. Infeksi rotavirus biasanya terdapat pada anak umur 6
bulan- 2 tahun. Infeksi Rotavirus menyebabkan sebagian besar perawatan
rumah sakit karena diare berat pada anak- anak kecil merupakan infeksi
nasokomial yang signifikan oleh mikroorganisme pathogen. Salmonella,
Shigella dan Campylobacter merupakan bakteri pathogen yang paling sering di
isolasi. Mikroorganisme Giardia lamblia dan Cryptosporodium merupakan
parasit yang paling sering menimbulkan diare infeksius akut. Selain Rotavirus,
telah ditemukan juga virus baru yaitu Norwalk virus. Virus ini lebih banyak
pada kasus orang dewasa dibandingkan anak- anak.

2. Faktor parenteral : infeksi di bagian tubuh lain (OMA sering terjadi


pada anak-anak)

3. Faktor malbabsorpsi : karbohidrat, lemak, protein


4. Faktor makanan : makanan basi, beracun, terlampau banyak lemak,
sayuran yang dimasak kurang matang.

5. Faktor psikologis : rasa takut, cemas

D. Patogenesis
Mekanisme dasar yang menyebabkan timbulnya diare ialah:
1. Gangguan osmotik
Akibat terdapatnya makanan atau zat yang tidak dapat diserap akan
menyebabkan tekanan osmotik dalam rongga usus meninggi, sehingga
terjadi pergeseran air dan elektrolit kedalam rongga usus. Isi rongga
usus yang berlebihan ini akan merangsang usus untuk mengeluarkannya
sehingga timbul diare. Mukosa usus halus adalah epitel berpori, yang
dapat dilewati air dan elektrolit dengan cepat untuk mempertahankan
tekanan osmotik antara isi usus dengan cairan ekstraseluler. Diare
terjadi jika bahan yang secara osmotik dan sulit diserap. Bahan tersebut
berupa larutan isotonik dan hipertonik. Larutan isotonik, air dan bahan
yang larut didalamnya akan lewat tanpa diabsorbsi sehingga terjadi
diare. Bila substansi yang diabsorbsi berupa larutan hipertonik, air, dan
elektronik akan pindah dari cairan ekstraseluler kedalam lumen usus
sampai osmolaritas dari usus sama dengan cairan ekstraseluler dan
darah, sehingga terjadi pula diare.
2. Gangguan sekresi
Akibat rangsangan tertentu (misal oleh toksin) pada dinding usus akan
terjadi peningkatan sekresi air dan elektrolit kedalam rongga usus dan
selanjutnya diare timbul karena terdapat peningkatan isi rongga usus.
Akibat rangsangan mediator abnormal misalnya enterotoksin,
menyebabkan villi gagal mengabsorbsi natrium, sedangkan sekresi
klorida disel epitel berlangsung terus atau meningkat. Hal ini
menyebabkan peningkatan sekresi air dan elektrolit kedalam rongga
usus. Isi rongga usus yang berlebihan akan merangsang usus
mengeluarkannya sehingga timbul diare. Diare mengakibatkan
terjadinya: (1) Kehilangan air dan elektrolit serta gangguan asam basa
yang menyebabkan dehidrasi, asidosis metabolik dan hypokalemia. (2)
Gangguan sirkulasi darah dapat berupa renjatan hipovolemik atau
prarenjatan sebagai akibat diare dengan atau tanpa disertai dengan
muntah, perpusi jaringan berkurang sehingga hipoksia dan
asidosismetabolik bertambah berat, kesadaran menurun dan bila tak
cepat diobati penderita dapat meninggal. (3) Gangguan gizi yang terjadi
akibat keluarnya cairan yang berlebihan karena diare dan muntah.
Kadang-kadang orang tuanya menghentikan pemberian makanan karena
takut bertambahnya muntah dan diare pada anak atau bila makanan
tetap diberikan dalam bentuk diencerkan. Hipoglikemia akan sering
terjadi pada anak yang sebelumnya telah menderita malnutrisi atau bayi
dengan gagal bertambah berat badan, sehingga akibat hipoglikemia
dapat terjadi edema otak yang dapat menyebabkan kejang dan koma.
3. Gangguan motilitas usus
Hiperperistaltik akan mengakibatkan berkurangnya kesempatan usus
untuk menyerap makanan, sehingga timbul diare. Sebaliknya bila
peristaltic usus menurun akan mengakibatkan bakteri tumbuh
berlebihan yang selanjutnya dapat menimbulkan diare pula. Patogenesis
diare akut adalah: (a) Masuknya jasad renik yang msih hidup kedalam
usus halus setelah berhasil melewati rintangan asam lambung. (b) Jasad
renik tersebut berkembang biak (multiplikasi) didalam usus halus. (c)
Oleh jasad renik dikeluarkan toksin (toksin Diaregenik). (d) Akibat
toksin tersebut terjadi hipersekresi yang selanjutnya akan menimbulkan
diare. Patogenesis Diare kronis: Lebih kompleks dan faktor-faktor yang
menimbulkannya ialah infeksi bakteri, parasit, malabsorbsi, malnutrisi
dan lain-lain.
E. Patofisiologi

Gastroenteritis akut (Diare) adalah masuknya Virus (Rotavirus, Adenovirus


enteritis), bakteri atau toksin (Salmonella. E. colli), dan parasit (Biardia, Lambia).
Beberapa mikroorganisme pathogen ini me nyebabkan infeksi pada sel-sel,
memproduksi enterotoksin atau cytotoksin Penyebab dimana merusak sel-sel, atau
melekat pada dinding usus pada gastroenteritis akut. Penularan gastroenteritis bisa
melalui fekal oral dari satu klien ke klien lainnya. Beberapa kasus ditemui penyebaran
pathogen dikarenakan makanan dan minuman yang terkontaminasi.

Mekanisme dasar penyebab timbulnya diare adalah gangguan osmotik


(makanan yang tidak dapat diserap akan menyebabkan tekanan osmotik dalam rongga
usus meningkat sehingga terjadi pergeseran air dan elektrolit kedalam rongga usus, isi
rongga usus berlebihan sehingga timbul diare). Selain itu menimbulkan gangguan
sekresi akibat toksin di dinding usus, sehingga sekresi air dan elektrolit meningkat
kemudian terjadi diare. Gangguan motilitas usus yang mengakibatkan hiperperistaltik
dan hipoperistaltik. Akibat dari diare itu sendiri adalah kehilangan air dan elektrolit
(dehidrasi) yang mengakibatkan gangguan asam basa (asidosis metabolik dan
hypokalemia), gangguan gizi (intake kurang, output berlebih), hipoglikemia dan
gangguan sirkulasi.

Sebagai akibat diare baik akut maupun kronis akan terjadi: (a) Kehilangan air
dan elektrolit (dehidrasi) yang mengakibatkan terjadinya gangguan keseimbangan
asam-basa (asidosis metabolik, hypokalemia dan sebagainya). (b) Gangguan gizi
sebagai akibat kelaparan (masukan makanan kurang, pengeluaran bertambah). (c)
Hipoglikemia, (d) Gangguan sirkulasi darah.

F. Manifestasi Klinik

Pada anak, mula-mula bayi dan anak menjadi cengeng, gelisah, suhu tubuh
biasanya meningkat, nafsu makan berkurang atau tidak ada, kemudian timbul diare.
Tinja cair dan mungkin disertai lendir dan atau darah. Warna tinja makin lama berubah
menjadi kehijau-hijauan karena tercampur dengan empedu. Anus dan daerah sekitarnya
lecet karena seringnya defekasi dan tinja makin lama makin asam sebagai akibat makin
banyaknya asam laktat yang berasal dari laktosa yang tidak dapat diabsorbsi usus
selama diare. Gejala muntah dapat terjadi sebelum atau sesudah diare dan dapat
disebabkan oleh lambung yang turut meradang atau akibat gangguan keseimbangan
asam-basa dan elektrolit. Bila penderita telah banyak kehilangan cairan dan elektrolit,
maka gejala dehidrasi makin tampak. Berat badan menurun, turgor kulit berkurang,
mata dan ubun-ubun membesar menjadi cekung, selaput lendir bibir dan mulut serta
kulit tampak kering. Berdasarkan banyaknya cairan yang hilang dapat dibagi menjadi
dehidrasi ringan, sedang, dan berat, sedangkan berdasarkan tonisitas plasma dapat
dibagi menjadi dehidrasi hipotonik, isotonik, dan hipertonik.

G. Pemeriksaan Diagnostik
1. Riwayat alergi pada obat-obatan atau makana
2. Kultur tinja
3. Pemeriksaan elektrolit, BUN, creatinin, dan glukosa
4. Pemeriksaan tinja; pH, lekosit, glukosa, dan adanya darah

H. Penatalaksanaan
Pengobatan adalah suatu proses yang menggambarkan suatu proses normal atau
fisiologi, dimana diperlukan pengetahuan, keahlian sekaligus berbagai pertimbangan
profesional dalam setiap tahan sebelum membuat suatu keputusan. Adapun tujuan dari
penalataksanaan diare terutama pada balita adalah:
1. Mencegah dehidrasi.
2. Mengobati dehidrasi.
3. Mencegah gangguan nutrisi dengan memberikan makan selama dan
sesudah diare.
4. Memperpendek lamanya sakit dan mencegah diare menjadi berat.
Prinsip dari penatalaksanaan diare
Prinsip dari tatalaksana diare pada balita adalah LINTAS DIARE, yang
didukung oleh Ikatan Dokter Anak Indonesia (IDAI) dengan rekomendasi WHO.
Rehidrasi bukan satu-satunya cara untuk mengatasi diare tetapi memperbaiki kondisi
usus serta mempercepat penyembuhan/menghentikan diare dan mencegah anak
kekurangan gizi akibat diare juga menjadi cara untuk mengobati diare untuk itu
Kementrian Kesehatan telah menyusun Lima Langkah Tuntaskan Diare (LINTAS
DIARE) yaitu:
1. Rehidrasi menggunakan oralit osmolaritas rendah
2. Zinc selama 10 hari berturut-turut
3. Pemberian ASI dan makanan
4. Pemberian antibiotik sesuai indikasi
5. Nasihat pada ibu/ pengasuh anak

Oralit

Oralit adalah campuran garam elektrolit yang terdiri atas Natrium klorida
(NaCl), Kalium Klorida (KCl), sitrat dan glukosa. Oralit osmolaritas rendah telah
direkomedasikan oleh WHO dan UNICEF (United Nations International Children's
Emergency Fund).

Berikan oralit segera bila anak diare, untuk mencegah dan mengobati dehidrasi
sebagai pengganti cairan dan elekrolit yang terbuang saat diare. Sejak tahun 2004,
WHO/UNICEF merekomendasikan Oralit osmolaritas rendah. Berdasarkan penelitian
dengan Oralit osmolaritas rendah diberikan kepada penderita diare akan:

a. Mengurangi volume tinja hingga 25%


b. Mengurangi mual muntah hingga 30%
c. Mengurangi secara bermakna pemberian cairan melalui intravena sampai
33%.
Cara membuat larutan Oralit:

a. Cuci tangan dengan air dan sabun


b. Sediakan 1 gelas air minum yang telah dimasak (200cc)
c. Masukkan satu bungkus Oralit 200cc
d. Aduk sampai larut benar
e. Berikan larutan Oralit kepada balita.

Apabila tidak ada oralit di rumah, dapat diganti dengan 1 sendok gula dan
seujung sendok garam dicampurkan dalam 1 gelas air. Atau dapat juga
mencampurkan 1 sendok teh garam dan 8 sendok teh gula kedalam 1 liter
air atau setara dengan 5 gelas air dan dapat disimpan dalam 24 jam.

Cara memberikan larutan Oralit

a. Berikan dengan sendok atau gelas


b. Berikan sedikit-sedikit sampai habis atau hingga anak tidak kelihatan
haus
c. Bila muntah, dihentikan sekitar 10 menit, kemudian lanjutkan dengan
sabar sesendok setiap 2 atau 3 menit.
d. Walau diare berlanjut, Oralit tetap diteruskan
e. Bila larutan Oralit pertama habis, buatkan satu gelas larutan Oralit
berikutnya.
Bagi seorang ibu/keluarga tentunya akan sangat khawatir jika balitanya
mengalami diare dan tidak sembuh (diare terus menerus). Semakin panjang durasi
diare maka semakin tinggi risiko balita mengalami dehidrasi, terutama bagi balita
malnutrisi, jika mengalami dehidrasi karena diare, bisa menyebabkan kematian.
Selama bertahun- tahun WHO membuat penelitian- penelitian yang dapat menurunkan
parahnya diare dan mempercepat kesembuhan.

ZINC

Zinc baik dan aman untuk pengobatan diare. Berdasarkan hasil penelitian
Departement of Child and Adolescent Health and Development, World Health
Organization yaitu:

1. Zinc sebagai obat diare


20% lebih cepat sembuh jika anak diare diberi Zinc (Penelitian
di India)
20% risiko diare lebih dari 7 hari berkurang
18%-59% mengurangi jumlah tinja
Mengurangi risiko diare berikutnya 2-3 bulan ke depan
2. Zinc pencegahan dan pengobatan diare berdarah
Pemberian Zinc terbukti menurunkan kejadian diare berdarah
3. Zinc dan Penggunaan Antibiotik irasional
Sampai saat ini pemakaian antibiotik pada diare masih 80%
sedangkan jumlah diare yang seharusnya diberi antibiotik tidak
lebih dari 20% sangat tidak rasional.
Pemakaian Zinc sebagai terapi diare apapun penyebabnya akan
menurunkan pemakaian antibiotik irasional.
4. Zinc mengurangi biaya pengobatan
Mengurangi jumlah pemakaian antibiotik dan
Mengurangi jumlah pemakaian Oralit
5. Zinc aman diberikan pada anak.
Cara Pemberian Obat Zinc

a. Pastikan semua anak yang menderita diare mendapat obat Zinc selama
10 hari berturut-turut.
b. Larutkan tablet dalam 1 sendok air minum atau ASI (tablet mudah larut kira-
kira 30 detik, segera berikan ke anak).
c. Bila anak muntah sekitar setengah jam setelah pemberian obat Zinc, ulangi
pemberian dengan cara potong lebih kecil dilarutkan beberapa kali hingga 1
dosis penuh.
d. Bila anak menderita dehidrasi berat dan memerlukan cairan infus, tetap berikan
obat Zinc segera setelah anak bisa minum atau makan.

Teruskan ASI dan Makanan

Memberikan makanan kepada balita selama diare (usia 6 bulan ke atas) akan
membantu anak tetap kuat dan tumbuh serta mencegah berkurangnya berat badan.
Anak yang terkena diare jika tidak diberikan asupan makanan yang sesuai umur akan
menyebabkan anak kurang gizi. Bila anak kurang gizi akan meningkatkan risiko
terkena diare kembali. Oleh karena itu perlu diperhatikan:

a. Bagi ibu yang menyusui bayinya, dukung ibu agar tetap menyusui bahkan
meningkatkan pemberian ASI selama diare dan selama masa penyembuhan
(Bayi 0-24 bulan atau lebih).
b. Dukung ibu untuk memberikan ASI ekslusif kepada bayi berupa 0-6 bulan, jika
bayinya sudah diberikan makanan lain atau susu formula berikan konseling
kepada ibu agar kembali menyusui esklusif. Dengan menyusu lebih sering
maka produksi ASI akan meningkat dan diberikan kepada bayi untuk
mempercepat kesembuhan karena ASI memiliki antibodi yang penting untuk
meningkatkan kekebalan tubuh bayi.
c. Anak usia 6 bulan keatas, tingkatkan pemberian makan: makanan pendamping
ASI (MP ASI) sesuai umur pada bayi 6-24 bulan dan sejak balita berusia 1
tahun sudah dapat diberikan makanan keluarga secara bertahap.
d. Setelah diare berhenti pemberian makanan ekstra diteruskan selama 2 minggu
untuk membantu pemulihan berat badan anak.

Pemberikan makan sesuai umur sangat penting saat sakit maupun sehat

a. Bayi berusia 0-6 bulan


Saat usia ini, bayi hanya diberikan ASI saja sesuai keinginan anak, paling
sedikit 8 kali sehari: pagi, siang maupun maupun malam hari. Jangan berikan
makanan atau minuman lain selain ASI. Jika ibu memberikan susu formula atau
makanan lain:
Bangkitnya rasa percaya diri ibu untuk hanya memberikan ASI saja,
jelaskan keuntungan ASI dan dengan member ASI saja memncukupi
kebutuhan bayi sedang diare.
Susui bayi lebih sering, lebih lama: pagi, siang maupun malam.
Secara bertahap mengurangi pemberian susu formula atau makanan
lain.
b. Bayi berusia 6-24 bulan
Teruskan pemberian ASI
Mulai memberikan makanan pendamping ASI (MP ASI) yang
teksturnya lembut seperti bubur, susu, pisang.
Secara bertahap sesuai pertambahan umur berikan bubur tim lumat
ditambah kuning telur/ayam/ikan/tempe.
Setiap hari berikan makanan sebagai berikut:
i. Usia 6 bulan: 2 x 6 sdm peres
ii. Usia 7 bulan: 2-3 x 7 sdm peres
iii. Usia 8 bulan: 3 x8 sdm peres
c. Balita umur 9 sampai 12 bulan
Teruskan pemberian ASI.
Berikan MP ASI lebih padat dan kasar seperti nasi tim, bubur nasi.
Tambahkan telur/ayam/ikan/tempe/wortel/sapi/kacang hijau.
Setiap hari berikan makanan sebagai berikut:
i. Usia 9 bulan: 3 x 9 sdm peres.
ii. Usia 10 bulan: 3 x 10 sdm peres.
iii. Usia 11 bulan: 3 x 11 sdm peres.
Berikan selingan 2 kali sehari diantara waktu pemberian makan sesuai
umur sangat penting saat sakit maupun sehat.

d. Balita umur 12 sampai 24 bulan


Teruskan pemberian ASI.
Berikan makanan keluarga secara bertahap sesuai dengan kemampuan
anak.
Berikan 3 kali sehari sebanyak 1/3 porsi makan orang dewasa terdiri
dari nasi, lauk pauk, sayur, buah.
Berikan makanan selingan kaya gizi 2x sehari diantara waktu makan.
Sejak umur 12 bulan, anak sudah bisa makan makanan keluarga.
e. Balita umur 2 tahun atau lebih
Berikan makanan keluarga 3 kali sehari sebanyak 1/3 porsi makan
orang dewasa.
Berikan makanan selingan kaya gizi 2xsehari diantara waktu makan.

Anjuran Makan untuk Diare Persisten

a. Jika anak masih mendapat ASI: Berikan lebih sering dan lebih lama, pagi, siang
dan malam.
b. Jika anak mendapat susu selain ASI
Kurangi pemberian susu tersebut dan tingkatkan pemberian ASI
Gantikan setengah bagian susu dengan bubur nasi di tambah tempe,
Jangan diberikan susu kental manis.
Untuk makanan lain, ikuti anjuran pemberian makan sesuai dengan
kelompok umur.
Antibiotik secara selektif

Antibiotik jangan diberikan kecuali atas indikasi misalnya pada diare berdarah
dan kolera, pemberian antibiotik yang tidak tepat akan memperpanjang lamanya diare
karena akan mengganggu flora usus. Selain itu pemberian antibiotik yang tidak tepat
akan mempercepat resistensi kuman terhadap antibiotik dan menambah resistensi
kuman.

Nasihat pada orang tua/pengasuh

Nasihat diberikan kepada orang tua/ pengasuh bagaimana memberikan


pengobatan diare di rumah, pemberian makan dan segera kembali ke petugas
kesehatanan /puskesmas bila terdapat tanda bahaya yang berupa demam, tinja
berdarah, muntah berulang, makan atau minum sedikit, sangat haus dan diare makin
sering.

Prosedur penatalakssanaan diare

1. Riwayat penyakit
Di sini perlu ditanyakan:
Berapa lama anak sudah mengalami diare?
Berapa kali anak buang air besar dalam satu hari?
Apakah tinjanya ada darah?
Apakah anak muntah?
Apakah ada penyakit lainnya?
2. Penilaian derajat dehidrasi
Bagaimana keadaan umum anak?
Sadar atau tidak sadar?
Lemas atau terlihat sangat mengantuk?
Apakah anak gelisah?
Berikan minum apakah dia mau minum? Jika iya, apakah ketika
dia minum ia tampak sangat haus atau malasa minum?
Apakah matanya cekung atau tidaks cekung?
Lakukan cubitan kulit perut (turgor) apakah kulitnya kembali
segera, lambat atau sangat lambat lebih dari 2 detik?

Tabel 1. Penilaian derajat dehidrasi dan rencana terapi Depkes RI 2011

Penilaian A B C
Bila Terdapat 2 Tanda Atau Lebih
1. Lihat Keadaan Umum Baik, sadar Gelisah, Rewel Lesu, lunglai,
atau tidak sadar
Mata Normal Cekung Sangat cekung
dan kering
Rasa Haus Minum biasa, Haus ingin Malas minum,
tidak haus minum banyak tidak bias minum
2. Periksa Turgor Kulit Kembali cepat Kembali lambat Kembali sangat
lambat
3. Derajat Dehidrasi Tanpa Dehidrasi Dehidrasi Dehidrasi Berat
Ringan/Sedang
4. Rencana Pengobatan Rencana Terapi Rencana Terapi Rencana Terapi
A B C

3. Penentuan rencana terapi


Rencana pengobatan diare dibagi menjadi 3 bagian berdasarkan derajat
dehidrasi yang dialami penderita.
a. Rencana Terapi A, jika penderita diare tidak mengalami dehidrasi
yaitu diare yang jika terjadi dan melibatkan dua atau lebih tanda
berikut yaitu: Keadaan umum baik, sadar, mata tidak cekung,
minum biasa, tidak haus dan cubitan kulit perut/turgor kembali
segera.
b. Rencana Terapi B, jika penderita mengalami dehidrasi ringan
sedang yaitu diare yang terjadi dan melibatkan dua atau lebih
tanda di bawah ini yaitu: Gelisah dan rewel, mata cekung, ingin
minum terus, ada rasa haus dan cubitan kulit perut/turgor kembali
lambat.
c. Rencana Terapi C, jika penderita diare mengalami dehidrasi berat
yaitu diare yang terjadi dan melibatkan dua atau lebih tanda di
bawah ini yaitu: Lesu dan lunglai/tidak sadar, mata cekung, malas
minum dan cubitan kulit perut/turgor kembali sangat lambat > 2
detik.
I. Pencegahan

Pengobatan diare dengan upaya rehidrasi oral, angka kesakitan bayi dan anak
balita yang disebabkan diare makin lama makin menurun. Menurut Suharti (2007),
bahwa kesakitan diare masih tetap tinggi ialah sekitar 400 per 1000 kelahiran hidup.
Salah satu jalan pintas yang sangat ampuh untuk menurunkan angka kesakitan suatu
penyakit infeksi baik oleh virus maupun bakteri. Untuk dapat membuat vaksin secara
baik, efisien, dan efektif diperlukan pengetahuan mengenai mekanisme kekebalan
tubuh pada umumnya terutama kekebalan saluran pencernaan makanan.

1. Pemberian ASI
ASI adalah makanan paling baik untuk bayi, komponen zat makanan tersedia
dalam bentuk yang ideal dan seimbang untuk dicerna dan diserap secara
optimal oleh bayi. ASI saja sudah cukup untuk menjaga pertumbuhan
sampai umur 4-6 bulan, tidak ada makanan lain yang dibutuhkan selama
masa ini ASI adalah makanan bayi yang paling alamiah, sesuai dengan
kebutuhan gizi bayi dan mempunyai nilai proteksi yang tidak bisa ditiru oleh
pabrik susu manapun. Tetapi pada pertengahan abad ke-18 berbagai
pernyataan penggunaan air susu binatang belum mengalami berbagai
modifikasi. Pada permulaan abad ke-20 sudah dimulai produksi secara masal
susu kaleng yang berasal dari air susu sapi sebagai pengganti ASI. ASI steril
berbeda dengan sumber susu lain, susu formula, atau cairan lain disiapkan
dengan air atau bahan-bahan yang terkontaminasi dalam botol yang kotor.
Pemberian ASI saja tanpa cairan atau makanan lain dan tanpa menggunakan
botol, menghindarkan anak dari bahaya bakteri dan organisme lain yang
akan menyebabkan diare. Keadaan ini disebut disusui secara penuh. Bayi-
bayi harus disusui secara penuh sampai mereka berumur 4-6 bulan, setelah 6
bulan dari kehidupannya, pemberian ASI harus diteruskan sambil
ditambahkan dengan makanan lain (proses menyapih). ASI mempunyai
khasiat preventif secara imunologik dengan adanya antibody dan zat-zat lain
yang dikandungnya, ASI turut memberikan perlindungan terhadap diare.
Pada bayi yang baru lahir, pemberian ASI secara penuh mempunyai daya
lindung 4x lebih besar terhadap diare daripada pemberian ASI yang disertai
dengan susu botol.
2. Makanan pendamping ASI
Pemberian makanan pendamping ASI adalah saat bayi secara bertahap mulai
dibiasakan dengan makanan orang dewasa. Pada masa tersebut merupakan
masa yang berbahaya bagi bayi sebab perilaku pemberian makanan
pendamping ASI dapat menyebabkan meningkatnya resiko terjadinya diare
ataupun penyakit lain yang menyebabkan kematian. Perilaku pemberian
makanan pendamping ASI yang baik meliputi perhatian terhadap kapan, apa,
dan bagaimana makanan pendamping ASI diberikan. Untuk itu ada beberapa
saran yang dapat meningkatkan cara pemberian makanan pendamping ASI
yang lebih baik, yaitu (1) perkenalkan makanan lunak, ketika anak berumur
4-6 bulan tetapi teruskan pemberian ASI. Tambahkan macam makanan
sewaktu anak berumur 6 bulan atau lebih. Berikan makanan lebih sering (4x
sehari), setelah anak berumur 1 tahun, berikan semua makanan yang
dimasak dengan baik, 4 - 6x sehari, teruskan pemberian ASI bila mungkin.
(2) Tambahkan minyak, lemak, gula, kedalam nasi/bubur dan biji-bijian
untuk energy. Tambahkan hasil olahan susu, telur, ikan, daging, kacang-
kacangan, buah-buahan dan sayuran berwarna hijau kedalam makanannya.
(3) Cuci tangan sebelum menyiapkan makanan dan menyuapi anak, suapi
anak dengan sendok yang bersih. (4) Masak atau rebus makanan dengan
benar, simpan sisanya pada tempat yang dingin dan panaskan dengan benar
sebelum diberikan kepada anak.
3. Perilaku Hidup Bersih dan Sehat
Menurut Departemen Kesehatan RI (2002) bahwa untuk melakukan pola
perilaku hidup bersih dan sehat dilakukan beberapa penilaian antara lain
adalah (1) penimbangan balita. Apabila ada balita pertanyaannya adalah
apakah sudah ditimbang secara teratur keposyandu minimal 8 kali setahun,
(2) Gizi, anggota keluarga makan dengan gizi seimbang, (3) Air bersih,
keluarga menggunakan air bersih (PAM, sumur) untuk keperluan sehari-hari,
(4) Jamban keluarga, keluarga buang air besar dijamban/WC yang
memenuhi syarat kesehatan, (5) Air yang diminum dimasak terlebih dahulu,
(6) Mandi menggunakan sabun mandi, (7) Selalu cuci tangan sebelum
makan dengan menggunakan sabun, (8) Pencucian peralatan menggunakan
sabun, (9) Limbah, (10) Terhadap faktor bibit penyakit yaitu (a) Membrantas
sumber penularan penyakit, baik dengan mengobati penderita maupun
carrier atau dengan meniadakan reservoir penyakit, (b) Mencegah terjadinya
penyebaran kuman, baik ditempat umum maupun dilingkungan rumah, (c)
Meningkatkan taraf hidup rakyat, sehingga dapat memperbaiki dan
memelihara kesehatan, (d) Terhadap faktor lingkungan, mengubah atau
mempengaruhi faktor lingkungan hidup sehingga faktor-faktor yang tidak
baik dapat diawasi sedemikian rupa sehingga tidak membahayakan
kesehatan manusia.
BAB II

KESIMPULAN

Diare adalah buang air besar dengan konsistensi lembek atau cair, bahkan dapat
berupa air saja dengan frekuensi lebih sering dari biasanya (tiga kali atau lebih) dalam
satu hari. Penyebab diare paling sering pada balita adalah Rotavirus. Namun factor
lingkungan dan perilaku yang kurang higienis juga berpengaruh terhadap kejadian
diare di masyarakat.

Prinsip dari tatalaksana diare pada balita adalah LINTAS DIARE, yang
didukung oleh Ikatan Dokter Anak Indonesia (IDAI) dengan rekomendasi WHO.
Rehidrasi bukan satu-satunya cara untuk mengatasi diare tetapi memperbaiki kondisi
usus serta mempercepat penyembuhan/menghentikan diare dan mencegah anak
kekurangan gizi akibat diare juga menjadi cara untuk mengobati diare untuk itu
Kementrian Kesehatan telah menyusun Lima Langkah Tuntaskan Diare (LINTAS
DIARE) yaitu:
1. Rehidrasi menggunakan oralit osmolaritas rendah
2. Zinc selama 10 hari berturut-turut
3. Pemberian ASI dan makanan
4. Pemberian antibiotik sesuai indikasi
5. Nasihat pada ibu/ pengasuh anak
BAB III

DAFTAR PUSTAKA

1. Depkes, R. I. Pedoman Pemberantasan Penyakit Diare. Jakarta: Ditjen Ppm


Dan Pl; 2011.
2. Depkes, R. I. Buku Pedoman Pelaksanaan Program P2 Diare. Jakarta: Ditjen
Ppm No. 2. Juli-Desember 2005: 163-193; 2000.
3. Kliegman R.M., Marcdante K.J., and Behrman R.E., 2006. Nelson Essentials of
Pediatric. 5th ed. Philadelphia: Elsevier Saunders
4. Widjaja. 2007. Penyakit Tropis, Epidemiologi, Penularan, Pencegahan Dan
Pemberantasannya. Jakarta: Erlangga.
5. WHO. 2010. Diarrhoeal Disease. Available at http://www.who.int/
6. Sinthamurniwaty. 2005. Faktor-Faktor Risiko Kejadian Diare Akut Pada Balita
(Studi Kasus Di Kabupaten Semarang). Universitas Diponogoro.

Anda mungkin juga menyukai