Anda di halaman 1dari 15

TINJAUAN PUSTAKA

Kayu Kemiri

Paimin (1997) menyatakan berdasarkan penggolongan jenis tumbuh-

tumbuhan (taksonomi), tanaman kemiri termasuk famili Euphorbiaceae.

Secara sistematis klasifikasi tanaman kemiri adalah :


Kingdom : Plantae
Divisi : Spermatophyta
Subdivisi : Angiospermae
Kelas : Dicotyledonae
Ordo : Archichlamydae
Famili : Euphorbiaceae
Genus : Aleurites
Spesies : Aleurites sp.
Ketinggiannya dapat mencapai 40 meter dan diameter batang bagian

bawah dapat mencapai 1,25 meter. Daunnya selalu hijau sepanjang tahun dan

tajuknya sangat rindang (Sunanto, 1994).

Tanaman kemiri (Aleurites moluccana Willd) termasuk dalam kelompok

tanaman tahunan. Umur produktif tanaman ini 25-40 tahun dan jarang yang dapat

hidup baik sampai umur ratusan tahun karena kayunya mudah rapuh. Batang

kemiri dapat mencapai diameter lebih dari 1 meter, terutama yang berumur tua.

Tinggi pohon mencapai 40 meter dengan panjang batang bebas cabang 9-14

meter. Pertumbuhan tergolong cepat, pada usia 2 tahun, tanaman dapat mencapai

ketinggian 1,25-3 meter. Pohon mulai bercabang bila telah mencapai ketinggian

0,25-0,5 meter atau pada umur sekitar 1 tahun. Cabang-cabang pohon kemiri

umumnya berjarak 0,25-1 meter pada umur 1-3 tahun. Tiap kumpulan cabang

terdiri dari 3-6 cabang (Sunanto, 1994). Sifat anatomi kayu kemiri yakni kulit

Universitas Sumatera Utara


batang kemiri berwarna abu-abu agak mengkilap, serta beralur sedikit dan

dangkal. Kayu terasnya berwarna putih kekuning-kuningan dengan tekstur agak

kasar. Permukaan kayu agak mengkilap jika diraba agak kasar. Arah serat kayu

lurus dengan pori berbentuk lonjong dan hampir seluruhnya soliter. Jika

berkelompok biasanya bergabung setiap 2-3 pori, kadang-kadang 6-11 pori dalam

arah radial, pori-pori berdiameter 120-220 (Martawijaya, dkk, 1989), sedangkan

menurut Asdar dan Lempang (2011), kayu kemiri yang diteliti memiliki

karakteristik antara lain warna kayu putih kekuning-kuningan, tidak dapat

dibedakan antara kayu gubal dan teras, tekstur agak kasar, arah serat lurus, kesan

raba agak kesat, permukaan agak mengkilap, pori berbentuk lonjong, agak kecil

dan tersebar tata baur, bidang perforasi sederhana, parenkim dua tipe yaitu

paratrakeal selubung tidak lengkap dan apotrakeal berbentuk garis-garis

tangensial pendek, serta jari-jari heteroselular berseri satu sampai dua (uniseriat

dan biseriat).

Sifat kimia dan keawetan kayu kemiri yakni kayu kemiri

(Aleurites moluccana Willd) mengandung 44,4 % selulosa; 24,9 % lignin; 16,1 %

pentosa; dan 1,4 % abu. Karena kandungan selulosa yang cukup tinggi maka

kayu kemiri berpotensi sebagai bahan baku dalam industri kertas dan industri

kayu lapis. Daya awet kayu kemiri memang kurang baik, hanya tergolong dalam

kelas awet V dalam dunia perkayuan. Daya tahannya terhadap rayap kering

termasuk kelas V, sedangkan terhadap jamur pelapuk kayu hanya tergolong kayu

kelas IV. Kayu kemiri memiliki kelas kuat IV-V. Oleh karena itu tidak cocok

dijadikan untuk bahan bangunan. Meski demikian kayu kemiri mudah dikeringkan

tanpa cacat (Paimin, 1997).

Universitas Sumatera Utara


Kayu Durian

Nama botanis durian adalah Durio spp famili Bombacaceaea (terutama D.

carinatus Mast., D. Oxleyanus Griff., D. Zibethinus Murr.). Nama daerahnya

adalah duren, deureuyan, andurian, duriat, duriang, derian, duiang, duhuian,

tuleno, turene. Sedangkan nama lain : durian (Philipina, Sabah, Inggris, Amerika

Serikat, Perancis, Spanyol, Italia, Belanda, Jerman). Secara sistematis klasifikasi

tanaman durian adalah :

Kingdom : Plantae (Tumbuhan)


Subkingdom: Tracheobionta (Tumbuhan berpembuluh)
Super Divisi: Spermatophyta (Menghasilkan biji)
Divisi : Magnoliophyta (Tumbuhan berbunga)
Kelas : Magnoliopsida (berkeping dua / dikotil)
Sub Kelas : Dilleniidae
Ordo : Malvales
Famili : Bombacaceae
Genus : Durio
Spesies : Durio zibethinus
Penyebaran kayu durian ini di seluruh Indonesia. Menurut Mandang &

Pandit (1997) bahwa ciri anatomi kayu durian adalah pembuluh atau pori baur,

soliter dan berganda radial yang terdiri atas 2-3 pori, umumnya berukuran agak

besar, Jari-jari sangat sempit sampai lebar, letaknya jarang sampai agak jarang,

ukurannya pendek sampai agak pendek. Martawijaya, dkk (1989) menyatakan

bahwa pori-pori kayu durian berdiameter 100-400 . Kayu durian mengandung

54,6 % selulosa; 11,3 % pentosa; dan 0,8 % abu. Ciri umum dari kayu ini adalah

kayu teras berwarna coklat merah jika masih segar, lambat laun menjadi coklat

kelabu atau coklat semu-semu lembayung. Kayu gubal berwarna putih dan dapat

dibedakan dengan jelas dari kayu teras, tebal sampai 5 cm. Teksturnya agak kasar

Universitas Sumatera Utara


dan merata dengan arah serat lurus atau berpadu. Permukaan kayu agak licin dan

mengkilap. Kesan raba agak licin sampai licin, kekerasan agak lunak sampai agak

keras. Menurut PIKA (1979) dalam Mulyadi (2006), kayu durian ini memiliki

berat jenis rata-rata 0,64 (0,42 0,91) dengan tekstur kasar dan tidak merata.

Kayu ini memiliki arah serat lurus, kadang-kadang berpadu dan termasuk kayu

dengan kelas awet IV-V serta kelas kuat II-III. Kayu ini digunakan sebagai kayu

bangunan, plywood, peti, bingkai, kotak serutu dan papan.

Menurut Oey Djoen Seng (1990), kayunya mudah digergaji meskipun

permukaanya cenderung untuk berbulu, selain itu mudah dikupas untuk dibuat

finir. Kayu durian cepat menjadi kering tanpa cacat, tetapi papan yang tipis

cenderung untuk menjadi cekung. Sedangkan kegunaan kayu ini adalah sebagai

bangunan dibawah atap, rangka pintu dan jendela, perabot rumah tangga

sederhana (termasuk lemari), lantai, dinding, sekat ruangan, kayu lapis, peti,

sandal kayu, peti jenazah, dan bangunan kapal (Kurnia, 2009).

Kayu Manggis

Manggis merupakan pohon tropika yang hijau sepanjang tahun dan

dipercaya sebagai tumbuhan asli dari daerah Sunda dan Maluku. Manggis terdapat

juga di Malaysia, Thailand, Kamboja, Vietnam, Singapura, India, Filipina,

Ekuador, dan Inggris. Departemen Pertanian Amerika Serikat menerima biji

manggis dari Jawa tahun 1906. Kayu manggis termasuk kelas kuat I-II (Wahyuni,

dkk., 2008). Berdasarkan penggolongan jenis tumbuh-tumbuhan (taksonomi),

tanaman manggis termasuk famili Clusiaceae.

Universitas Sumatera Utara


Secara sistematis klasifikasi tanaman manggis adalah :

Kingdom : Plantae
Divisi : Magnoliofita
Kelas : Magnoliopsida
Ordo : Malpigiales
Famili : Clusiaceae
Genus : Garcinia
Spesies : Garcinia mangostana L

Modifikasi Kimia Asetilasi Kayu

Kayu merupakan material yang dimensinya tidak stabil, karena volume

kayu dipengaruhi oleh kadar air kayu. Kayu akan menyusut bila air, H O,
2

terdesorpsi dari dinding sel dan mengembang lagi bila H O teradsorpsi ke dalam
2

dinding sel kayu. Hal ini disebabkan karena dalam dinding sel terdapat selulosa

amorf, hemiselulosa dan lignin, yang dapat mengikat H O, sehingga


2

mempengaruhi dimensi kayu (Sanjaya, 2001). Menurut Hadi (2007) bahwa

dengan adanya reaksi kimia satu atau beberapa tapak maka akan terjadi ikatan

elektron yang kuat, sehingga kayu termodifikasi tidak akan tercuci dan tidak

menimbulkan racun ketika dipakai. Pada proses asetilasi pada kayu terjadi adanya

pergantian gugus OH oleh gugus asetil, sehingga kayu asetilasi lebih bersifat

hydrophobic yakni daya penolakan terhadap air lebih besar. Hal ini menyebabkan

kayu mempunyai stabilitas dimensi yang lebih tinggi karena air yang dapat

diserapnya menjadi lebih sedikit.

Adsorpsi H O oleh selulosa bergantung pada jumlah gugus -OH bebas


2

atau gugus OH di daerah amorf. Semakin banyak gugus OH di daerah amorf,

maka akan semakin banyak H O teradsorpsi. Adsorpsi H O oleh dinding sel


2 2

Universitas Sumatera Utara


kayu mula-mula membentuk lapisan molekul tunggal. Pembentukan lapisan ini

berlangsung sampai kelembaban kayu 5%. Adsorpsi selanjutnya membentuk

lapisan ganda dan menyebabkan dinding sel mengembang. Banyaknya H O


2

yang diadsorpsi sehingga memberikan pengembangan maksimum, dan keadaan

ini disebut Titik Jenuh Serat (TJS). H O setelahnya disebut H O bebas,


2 2

menempati pori atau rongga sel kayu, tidak berikatan dengan selulosa serta tidak

mengembangkan kayu. Modifikasi kimia mengandung beberapa reaksi kimia

antara gugus OH dari komponen kayu dan bahan kimia (Sanjaya, 2001).

Modifikasi kimia termasuk dalam beberapa sistem kimia yang akan

mempengaruhi dinding sel dan mengisi ruangan dalam kayu (Yusuf, 1996).

Menurut Indrayani (1999) bahwa modifikasi kimia terhadap kayu dapat

meningkatkan ketahanan terhadap degradasi hayati atau pelapukan,

memperbaiki kemantapan dimensi, dan menurunkan kemudahan terbakarnya.

Namun semua itu,tergantung pada distribusi bahan kimia yang bereaksi di

daerah yang dapat dicapai air di dinding sel. Bahan kimia yang digunakan untuk

memodifikasi kayu harus mampu memekarkan/mengembangkan kayu untuk

memudahkan penetrasi dan harus bereaksi dengan gugus hidroksil pada polimer

dinding sel di bawah kondisi asam atau agak basa pada suhu kurang dari 1200C.

Menurut Indrayani (1999), asetilasi adalah suatu proses dimana group

hidroksil aktif pada holoselulosa dan lignin diisi oleh asetil dan merupakan

reaksi satu tapak yang artinya satu asetil per gugus hidroksil, tidak ada

polimerisasi. Asetilasi terjadi melalui reaksi kayu dengan anhidrida asetat yang

menghasilkan produk samping berupa asam asetat. Persamaan reaksinya adalah

sebagai berikut :

Universitas Sumatera Utara


Anhidrida asetat tersebut bereaksi dengan gugus hidroksil yang ada pada

kayu daun gubal maupun kayu teras dari kayu daun jarum maupun daun lebar.

Reaksi tersebut dapat terjadi di selulosa, hemiselulosa, maupun lignin. Menurut

Sanjaya (2001), metode asetilasi kayu adalah metode stabilisasi dimensi kayu

secara kimiawi, yang bertujuan mengubah gugus OH bebas atau OH pada

daerah amorf pada struktur komponen kayu dengan gugus asetil dari senyawa
.
yang mengandung gugus asetil, misalnya (CH CO) O, anhidridasetat Zat aditif
3 2

masuk ke dalam struktur kayu, sehingga struktur kayu menjadi stabil

dimensinya. Secara umum reaksi asetilasi kayu dengan menggunakan

anhidridasetat, adalah sebagai berikut :

Kayu + anhidridasetat kayu tersubstitusi

Asam asetat merupakan salah satu asam karboksilat paling sederhana,

setelah asam format. Asam asetat atau yang disebut juga asam etanoat/asam cuka

memiliki rumus empiris C 2H4O2. Rumus ini seringkali ditulis dalam bentuk

CH3 -COOH, CH3COOH, atau CH3CO2H. Asam asetat murni (disebut asam asetat

glasial) adalah cairan higroskopis tak berwarna, dan memiliki titik beku 16.7C.

Larutan asam asetat dalam air merupakan sebuah asam lemah, artinya hanya

terdisosiasi sebagian menjadi ion H+ dan CH3 COO-. Asam asetat

merupakan pereaksi kimia dan bahan baku industri yang penting. Dalam industri

makanan, asam asetat digunakan sebagai pengatur keasaman. (Lancaster, 2002).

Universitas Sumatera Utara


Asam asetat merupakan pelarut yang bersifat polar (hidrofilik) seperti air

dan etanol. Selain dapat melarutkan senyawa-senyawa polar seperti garam organik

dan gula, asam asetat juga dapat melarutkan senyawa-senyawa non polar seperti

minyak. Dengan sifat sifat yang dimiliki, asam asetat banyak digunakan dalam

industri kimia. Modifikasi dengan asam asetat (asetilasi) pada selulosa kayu

bertujuan untuk menstabilkan dinding sel dan meningkatkan stabilitas

dimensional (Marpaung, 2011).

Pengawetan Kayu

Menurut Suranto (2002) mengemukakan bahwa pengawetan kayu

adalah suatu usaha yang bertujuan untuk melindungi dan menghindarkan kayu

dari berbagai serangan unsur-unsur biologi dan lingkungan yang merusak kayu

sehingga umur kayu dalam pemakaiannya menjadi lebih panjang.

Menurut Hunt dan Garrat (1986), ada empat faktor utama yang

mempengaruhi hasil pengawetan, yaitu:

1. Jenis kayu, yang ditandai oleh sifat yang melekat pada kayu itu sendiri seperti

struktur anatomi, permeabilitas, kerapatan dan sebagainya.

2. Keadaan kayu pada waktu dilakukan pengawetan, antara lain kadar air, bentuk

kayu, gubal/teras dan sebagainya.

3. Metode pengawetan yang digunakan.

4. Sifat bahan pengawet yang dipakai.

Suranto (2002) mengemukakan derajat pengawetan kayu diukur dengan

tiga macam tolak ukur yaitu penetrasi, absorbsi dan retensi bahan pengawet.

Retensi bahan pengawet adalah suatu ukuran yang menggambarkan banyaknya

(beratnya) zat pengawet murni yang dapat dikandung oleh kayu setelah

Universitas Sumatera Utara


diawetkan. Semakin banyak jumlah bahan pengawet murni yang dapat menetap

(terfiksasi) dalam kayu, retensi bahan pengawet itu juga semakin besar.

Sebaliknya, semakin sedikit jumlah bahan pengawet yang dapat diserap oleh

kayu, semakin kecil pula retensi pengawetan itu. Dengan demikian, retensi bahan

pengawet dinyatakan dalam satuan gram/cm3 atau kg/m3 . Faktor konsentrasi

bahan pengawet juga mempengaruhi pengawetan kayu. Semakin tinggi

konsentrasi bahan pengawetnya, maka kayu yang telah diawetkan menjadi lebih

awet.

Kayu perlu diawetkan dengan retensi yang berbeda-beda, bergantung

pada kondisi pemanfaatan kayu yang telah diawetkan. Bila kayu itu akan

digunakan di dalam ruangan (interior), retensinya dapat kurang dari 8 kg/m3.

bila kayu itu akan digunakan di luar ruangan (eksterior) dan tidak bersentuhan

dengan tanah, retensi bahan pengawet minimal 8 kg/m3. Namun bila kayu

digunakan dalam kondisi bersentuhan dengan tanah maka perlu diawetkan

dengan retensi 12 kg/m3. Kayu yang digunakan dalam lingkungan yang basah

dan lembab, pengawetannya perlu dilakukan dengan retensi 16 kg/m3

(Suranto, 2002).

Rayap

Rayap adalah serangga sosial yang hidup dalam suatu komunitas yang

disebut koloni dan rayap tidak memiliki kemampuan untuk hidup lebih lama bila

tidak berada dalam koloninya (Nandika dkk,. 2003). Satu koloni terbentuk dari

sepasang laron (alates) betina dan jantan yang memperoleh habitat dari bahan

yang berselulosa untuk membentuk sarang utama. Bahkan lebih dari itu dengan

ukuran dan populasinya yang sangat pesat rayap mampu menjangkau dan

Universitas Sumatera Utara


merusak beraneka ragam bahan yang menjadi kepentingan manusia seperti

karton, kertas, kain dan plastik. Aktifitas jelajah merupakan bagian dari perilaku

rayap untuk mencari sumber makanannya. Pada ruang terbuka aktifitas tersebut

ditandai oleh pembentukan liang kembara rayap untuk melindungi aktifitasnya

dari cahaya langsung.

Dalam siklus hidupnya, rayap mengalami metamorfosis bertahap atau

gradual (hemimetabola), dari telur kemudian nimfa sampai menjadi dewasa.

Setelah menetas dari telur, nimfa akan menjadi dewasa melalui beberapa instar

(bentuk diantara dua tahap perubahan). Perubahan yang gradual ini berakibat

terhadap kesamaan bentuk badan secara umum, cara hidup dan jenis makanan

antara nimfa dan dewasa. Namun, nimfa yang memiliki tunas, sayapnya akan

tumbuh sempurna pada instar terakhir ketika rayap telah mencapai tingkat

dewasa (Prasetiyo dan yusuf, 2005).

Prilaku Rayap

Nandika dan Tambunan (1989), menjelaskan dalam setiap koloni terdapat

tiga kasta yang menurut fungsinya masing-masing diberi nama kasta pekerja,

kasta prajurit, dan kasta reproduktif (reprodukif primer dan reproduktif

suplementer). Dalam penggolongan ini, bentuk (morfologi) dari setiap kasta

sesuai dengan fungsinya masing-masing sebagai berikut :

Kasta pekerja

Kasta pekerja mempunyai anggota yang terbesar dalam koloni, berbentuk

seperti nimfa dan berwarna pucat dengan kepala hypognat tanpa mata facet.

Mandibelnya relatif kecil bila dibandingkan dengan kasta prajurit, sedangkan

Universitas Sumatera Utara


fungsinya adalah sebagai pencari makanan, merawat telur serta membuat dan

memelihara sarang.

Kasta prajurit

Kasta prajurit mudah dikenal karena bentuk kepalanya yang besar dan dengan

sklerotisasi yang nyata. Anggota-anggota dari pada kasta ini mempunyai

mandible atau restrum yang besar dan kuat. Berdasarkan pada bentuk kasta

prajuritnya, rayap dibedakan atas dua kelompok yaitu tipe mandibulate dan tipe

nasuti. Pada tipe mandibulate prajurit-prajuritnya mempunyai mandibel yang

kuat dan besar tanpa rostrum, sedangkan tipe nasuti prajurit-prajuritnya

mempunyai rostrum yang panjang tapi mandibelnya kecil. Fungsi kasta prajurit

adalah melindungi koloni terhadap gangguan dari luar.

Kasta reproduktif

Kasta reproduktif primer terdiri dari serangga-serangga dewasa yang bersayap

dan menjadi pendiri koloni (raja dan ratu).bila masa perkawinan telah tiba,

imago-imago ini terbang keluar dari sarang dalam jumlah yang besar. Saat

seperti ini merupakan masa perkawinan dimana sepasang imago (jantan dan

betina) bertemu dan segera meninggalkan sayapnya serta mencari tempat yang

sesuai di dalam tanah atau kayu. Semasa hidupnya kasta reproduktif (ratu)

bertugas menghasilkan telur, sedangkan makanannya dilayani oleh para pekerja.

Borror et al (1996) menambahkan apabila terjadi bahwa raja dan ratu mati atau

bagian dari koloni dipisahkan dari koloni induk, kasta reproduktif tambahan

terbentuk di dalam sarang dan mengambil alih fungsi raja dan ratu.

Aktivitas jelajah merupakan bagian dari perilaku rayap untuk mencari

sumber makanan. Pada ruang yang terbuka, aktivitas rayap ditandai dengan

Universitas Sumatera Utara


adanya pembentukan liang-liang kembara yang melindungi diri dari cahaya

(Bignell et. al, 2001).

Tarimungkeng (1993) menyatakan bahwa di alam rayap dihadapkan pada

banyak pilihan makan. Pada kondisi ini rayap tanah akan memilih tipe makanan

yang paling sesuai, yaitu yang mengandung banyak selulosa, mudah digigit dan

dikunyah. Dengan gigitannya yang bersifat mekanis, maka tipe makanan yang

keras akan ditinggalkan bila makanan yang lunak tersedia.

Rayap mencari makanan tidak melalui proses visual karena rayap

memiliki mata yang vestigial (tidak berkembang). Oleh karena itu, rayap akan

menjelajah secara acak. Rayap pekerja menyebar dari pusat sarang sampai

menemukan sumber makanan yang sesuai dan kembali ke pusat sarang sambil

meletakkan feromon penanda jejak sehingga rayap pekerja lain dapat menuju

sumber makanan yang baru ditemukan (Bignell et. al, 2001).

Nicholas (1987) menjelaskan bahwa rayap merobek-robek partikel kayu

kecil dengan mandibula-mandibulanya, dan potongan-potongan kecil ini

kemudian dimakan dan digerus menjadi partikel yang lebih halus di dalam badan

rayap. Partikel itu kemudian menuju ke usus belakang dimana enzim-enzim

selulolitik protozoa, bakteri dan sebagainya, mengurangi bagian selulosa partikel

itu menjadi nutrient. Bahan yang dikeluarkan mempunyai kandungan lignin

tinggi.

Menurut Nandika dkk (2003), dalam hidupnya rayap mempunyai beberapa

sifat penting untuk diperhatikan, yaitu :

1. Sifat Trophalaxis, yaitu sifat rayap untuk berkumpul, saling menjilat serta

mengadakan pertukaran bahan makanan.

Universitas Sumatera Utara


2. Sifat Cryptobiotic, yaitu sifat rayap untuk menjauhi cahaya. Sifat ini tidak

berlaku pada rayap yang bersayap (calon kasta reproduktif) dimana mereka

selama periode yang pendek di dalam hidupnya memerlukan cahaya (terang).

3. Sifat Kanibalisme, yaitu sifat rayap yang memakan individu sejenis yang

lemah atau sakit. Sifat ini lebih menonjol bila rayap berada dalam keadaan

kekurangan makanan.

4. Sifat Necrophagy, yaitu sifat rayap untuk memakan bangkai sesamanya.

Klasifikasi Rayap

Menurut Nandika dan Tambunan (1989), berdasarkan habitatnya, rayap

dibagi ke dalam beberapa golongan yaitu :

1. Rayap kayu basah (dampwood termite) adalah golongan rayap yang biasa

menyerang kayu-kayu busuk atau pohon pohon yang akan mati. Sarangnya

terletak di dalam kayu dan tidak mempunyai hubungan dengan tanah.

Misalnya Glyprotermes spp. (famili Kalotermitidae).

2. Rayap kayu kering (drywood termite) adalah golongan rayap yang biasa

menyerang kayu-kayu kering, misalnya pada kayu yang digunakan sebagai

bahan bangunan, perlengkapan rumah tangga dan lain-lain. Sarangnya

terletak di dalam kayu dan tidak mempunyai hubungan dengan tanah.

Misalnya Cryptotermes spp. (famili Kalotermitidae).

3. Rayap pohon (tree termite) adalah golongan rayap yang menyerang pohon-

pohon hidup. Mereka bersarang di dalam pohon dan tidak mempunyai

hubungan dengan tanah. Misalnya Neotermes spp. (famili Kalotermitidae).

Universitas Sumatera Utara


4. Rayap subteran, umumnya hidup di dalam tanah yang mengandung banyak

bahan kayu yang telah mati atau membusuk, tunggak pohon baik yang telah

mati maupun masih hidup. Di Indonesia rayap subteran yang paling banyak

merusak adalah jenis-jenis dari famili Rhinotermitidae.

5. Rayap tanah, Bersarang dalam tanah, terutama dekat dengan bahan organik

yang mengandung selulosa seperti kayu dan humus. Contoh dari jenis rayap

ini adalah dari famili Termitidae yang paling umum menyerang bangunan

adalah Macrotermes dan Odontotermes.

Rayap tanah merupakan rayap perusak kayu yang paling ganas di

Indonesia. Hal tersebut dikaitkan dengan aktifitas makan rayap yang memiliki

daya cerna selulosa yang cukup tinggi diimbangi dengan tingginya populasi

flagelata di usus dengan rata-rata 4.682 ekor flagelata per rayap. Jarak jelajah

yang dapat ditempuh oleh rayap tanah dalam mencari makanannya sampai 480

meter. Terdapat dua famili rayap tanah di Indonesia, yaitu Rhinotermitidae dan

Termtidae. Rayap tanah mudah menyerang kayu sehat atau kayu busuk yang ada

di dalam atau di atas tanah lembab, juga dapat membentuk saluran-saluran yang

terlindung pada pondasi-pondasi atau penghalang-penghalang lain yang tidak

dapat ditembus serta dapat mendirikan sarang berbentuk seperti menara langsung

dari tanah. Saluran-saluran dan menara-menara yang terbuat dari tanah yang halus

dan kayu akan dicerna sebagian, kemudian direkatkan bersama dengan ekskresi

serangga, memungkinkan rayap tersebut menciptakan kondisi kelembaban dalam

kayu yang cocok, jika tidak kayu akan kering sehingga tahan terhadap serangan

dari jenis rayap ini (Hunt and Garratt, 1986).

Universitas Sumatera Utara


Adapun klasifikasi jenis Famili Termtidae yang memiliki beberapa jenis

rayap yang sering merusak bangunan, diantaranya Microtermes spp.,

Macrotermes spp. dan Odontotermes spp. ketiga jenis rayap perusak tersebut

merupakan jenis rayap tanah. Tingkat serangan rayap ini tidak seganas serangan

rayap kayu basah atau subteran (Coptotermes curvignatus). Rayap dari famili

Termitidae biasanya bersarang di dalam tanah, terutama yang dekat dengan bahan

yang banyak mengandung selulosa seperti kayu, timbunan sampah organic,

humus atau serasah (Prasetiyo dan Yusuf, 2005).

Rayap Coptotermes curvignathus merupakan rayap perusak yang

menimbulkan tingkat serangan yang paling ganas. Rayap mampu menyerang

hingga ke lantai atas suatu banguanan bertingkat. Rayap ini akan masuk ke dalam

kayu sampai bagian tengah yang memanjang searah dengan serat kayu melalui

lubang kecil yang ada di permukaan kayu. Ada perilaku unik yang dilakukan

rayap ini ketika menyerang kayu yaitu bagian luar kayu yang diserang tidak rusak

(Prasetiyo dan Yusuf 2005).

Universitas Sumatera Utara

Anda mungkin juga menyukai