TINJAUAN PUSTAKA
1
melaksanakan asuhan keperawatan pada klien dengan gangguan akibat
trauma yang mencedrai kepala, maka perawat perlu mengenal neurotomi,
neurofisiologi, serta neuropatofisiologi dengan baik agar kelainan dari
masalah yang dilakukan atau kelainan dari pengkajian fisik yang didapat
bisa sekomprehensif mungkin ditanggapi perawat yang melakukan asuhan
pada klien dengan cidera kepala (Arif Muttaqin, 2008).
2. Etiologi
1. Cidera setempat (Benda tajam)
Cidera setempat ini terjadi akibat pisau, peluru atau berasal dari
serpihan atau pecahan dari fraktur tengkorak.Trauma benda tajam
yang masuk ke dalam tubuh merupakan trauma yang dapat
menyebabkan cidera setempat atau kerusakan terjadi terbatas
dimana benda tersebut merobek otak.
2. Cidera Difus (Cidera tumpul)
Cidera difusi juga terjadi akibat terkena pukulan atau benturan.
Trauma oleh benda tumpul dapat menyebabkan/menimbulkan
kerusakan menyeluruh (difuse) karena kekuatan benturan. Terjadi
penyerapan kekuatan oleh lapisan pelindung seperti : rambut, kulit,
kepala, tengkorak. Pada trauma berat sisa energi diteruskan ke otak
dan menyebabkan kerusakan dan gangguan sepanjang perjalanan
pada jaringan otak sehingga dipandang lebih berat. Berat ringannya
masalah yg timbul akibat trauma bergantung pada beberapa faktor
yaitu:
a. Lokasi benturan
b. Adanya penyerta seperti : fraktur, hemoragik
c. Kekuatan benturan
d. Efek dari akselerasi (benda bergerak membentur kepala diam)
dan deselerasi (kepala bergerak membentur benda yang diam)
e. Ada tidaknya rotasi saat benturan
2
Dapat pula dibagi menjadi :
1. Trauma primer
3
fraktur kranium (tanda battle, mata rabun, hemotimpanum, otorhea
atau rinorhea cairan serebrospinal) dan memiliki GCS 9-12.
Jika GCS 3-8, hilang kesadaran > 24 jam, juga meliputi kontusio
cerebral, laserasi, atau hematoma intrakranial. Frekuensi 21%.
Dengan tanda dan gejala: penurunan derajat ke sedaran secara
progresif, tanda neurologis fokol, cidera kepala penetrasi atau teraba
fraktur depresikranium dan memiliki GCS 3-8.
4
membentuk otak, otak depan, otak tengah dan otak
belakang.
(1). Otak depan (proensefalon) terbagi menjadi dua
subdivisi, telensefalon dan diensefalon.
(a). Telensefalon merupakan awal hamisfer serebral
atau serebrum dan basar ganglia, serta korpus
striatum (substansi abu-abu) pada serebrum.
(b). Diensefalon menjadi talamus, hipotalamus, dan
epitalamus.
(2). Otak tengah (mesensefalon) terus tumbuh, dan pada
orang dewasa disebut otak tengah. Bagian ini terdiri
dari pendunkulus, dan corpora kuadri gemina.
(3). Otak belakang (rombensefalon) terbagi menjadi dua
subdivisi metensevalon dan mielensefalon.
(a). Metensefalon berubah menjadi batang otak (pons)
dan sereblum.
(b). Mielensefalon menjadi medulla oblongata.
(4). Rongga pada tabung syaraf tidak berubah dan
bekembang menjadi ventrikel otak dan kanal sentral
medulla spinalis.
b. Lapisan pelindung otak terdiri dari rangka tulang bagian luar dan
tiga lapisan jaringan ikat yang disebut meninges. Lapisan
meningeal terdiri dari piameter, lapisan araknoid, dan duramater.
a). Piamater adalah lapisan terdalam yang halus dan tipis, serta
melekat erat pada otak. Lapisan ini mengandung banyak
mengandung pembuluh darah untuk mensuplai jaringan syaraf.
b). Lapisan araknoid (tengah) terletak dibagian eksternal pia mater
dan mengandung sedikit pembuluh darah.
(1). Ruang subaraknoid memisahkan lapisan araknoid dari
piamater dan mengandung cairan serebrospinalis,
pembuluh darah, serta jaringan penghubung seperti selaput
5
yang mempertahankan posisi araknoid terhadap piamater
di bawahnya.
6
Gambar 2. Meningen Otak
7
(4). Ruang subdural memisahkan duramater dari araknoid
pada regia pranial dan medulla spinalis.
(5). Ruang ekudural adalah ruang potensial antara periosteal
luar dan lapisan menial dalam pada duramater di regia
nedulla spinalis.
8
(5). Reabsobsi cairan serebropinalis berlangsung secepat
produksinya, dan hanya menyisakan sekitar 125 ml pada
sirkulasi. Rebsobsi normal berada di bawah tekanan
ringan (10 mmHg 20 mmHg), tetapi jika ada hambatan
saat reabsorpsi berlangsung maka cairan akan bertambah
dan tekanan intrakranial akan semakin besar.
9
c). Korpus kalosum, yang terdiri dari serabut termielinisasi,
menyatukan kedua hemisfer
d). Fisura dan sulkus. Setiap hemisfer di bagi oleh fisura (ceruk
dalam) dan sulkus (ceruk dangkal) menjadi empat lobus
(frontal, parietal, oksipital, dan temporal) yang di namakan
sesuai dengan tulang tempatnya berada.
(1). Fisura longitudinal membagi serebrum menjadi hemisfer
kiri dan kanan.
(2). Fisura trasversal memisahkan hemisfer serebral dari
serebrum.
(3). Sulkus pusat (fisura lorando) memisahkan lobus frontal
dari lobus fariental.
(4). Sulkus lateral (fisura sylvius) memisahkan lobus frontal
dan temporal.
(5). Sulkus parieto-oksipital memisahkan lobus pariental dan
oksipital.
e). Girus. Permukaan hemisfer serebral memiliki semacam
konfulusi yang disebut girus. Fungsi girus meliputi:
(1). Girus prasentral pada setiap hemisfer terletak di dalam
lobus frontal, tepat di depan fisura sentral. Girus ini
mengadung neuron yang bertanggung jawab untuk
mengaktifasi motorik volunter.
(2). Girus postsentral. Terletak di belakang fisura sentral,
mengandung neuron yang terlibat dalam aktifas sensorik.
10
Gambar 3. (Anatomi dan fisiologi, Ethel Sloane. 2003)
11
4. Patofisiologi
5. Manifestasi klinik
a. Pada kuntosio segera terjadi kehilangan kesadaran pada hematoma,
kesadaran mungkin hilang segera atau bertahap seiring dengan
membesarnya hematoma atau oedema intestinal.
b. Pola pernapasan dapat secara progresif menjadi abnormal.
c. Nyeri kepala dapat muncul segera atau bertahap seiring dengan
peningkatan tekanan intrakranial.
d. Dapat timbul mual muntah akibat peningkatan intrakranium.
e. Perubahan perilaku kognitif dan perubahan fisik pada bicara dan
gerakan motorik dapat timbul segera atau cedera lambat.
6. Pemeriksaan Diagnostik
a. CT SCAN dapat menunjukkan :
1) Lesi akut (hematom, kontusio, edema)
2) Perubahan struktur anatomis dan hidrosefalus akibat trauma.
3) Adanya fraktur dan perubahan pada sinus dan jaringan lunak.
b. MRI (Magnetic Resonance Imaging) dapat menunjukkan :
1) Kontusio dan hematoma
2) Mampu membedakan tulang dan kepala
3) Aneurisma intracranial
c. Cerebral Angiografi
Menunjukan anomali sirkulasi cerebral seperti perubahan jaringan
otak sekunder menjadi edema, pedarahan dan trauma.
d. Serial EEG dapat melihat gelombang patologis
e. Sinar X mendeteksi perubahan struktur tulang (fraktur) perubahan
struktur garis (perdarahan / edema), fragmen tulang.
f. PET (Positron Emission Tomography)
Mendeteksi perubahan aktivitas metabolisme otak.
12
g. CSS (Cairan Serebrospinal)
Lumbal fungsi dapat dilakukan jika diduga terjadi pendarahan
subaraknoid.
h. Kadar elektrolit
Untuk mengoreksi keseimbangan elektrolit sebagai peningkatan
TIK .
i. Screen Texicologi
Untuk mendeteksi pengaruh obat yang dapat menyebabkan
penurunan kesadaran
j. Rontgen Toraks 2 arah (PA/AP & lateral).
Rontgent toraks menyatakan akumulasi udara/ cairan pada area
pleural.
k. Analisa gas darah (AGD/astrup).
Untuk menentukan status respirasi yang dapat digambarkan
melalui pemeriksaan ini adalah status oksigenasi dan status asam
basa.
7. PENATALAKSANAAN
a. Mempertahankan fungsi ABC (Airway, Breathing, Circulation).
b. Menilai status neurologis.
c. Bedrest total.
d. Observasi TTV (GCS dan tingkat kesadaran)
e. Pemberian obat-obatan :
1) Dexametasone sebagai pengobatan akhir edema serebral, dosis
sesuai dengan berat ringannya trauma
2) Terapi hiperventilasi, untuk mengurangi vasodilatasi
3) Pengobatan anti edema dengan larutan hipertonik yaitu larutan
monitol 20% atau glukosa 40% atau gliserol 10%.
4) Antibiotika yang mengandung barier darah otak (penisilin)
/untuk infeksi anaerop diberikan metronidasol.
f. Makanan atau minuman pada trauma ringan, bila muntah-muntah
tidak dapat diberikan apa-apa hanya cairan infus dextrose 5%
13
aminofusin aminofel (18 jam pertama dari terjadinya kecelakaan)
2-3 hari kemudian diberikan makanan lunak.
g. Pada trauma berat, karena hari-hari didapat klien mengalami
penurunan kesadaran dan cenderung terjadi retensi natrium dan
elektrolit maka tidak diberikan atau tidak terlalu banyak cairan.
Dextrose 5% 8 jam pertama, ringer laktat 8 jam kedua dan dextrose
5% 8 jam ketiga.
8. KOMPLIKASI
Akibat lanjut yang akan terjadi pada pasien dengan trauma kepala
yaitu :
1. Meningitis
2. Hidrocephalus
3. Peningkatan TIK
4. Herniasi batang otak
5. Kematian
14
Pada pola eliminasi urine akibat penurunan daya konstraksi
kandung kemih, rasa nyeri atau karena tidak biasa BAK di tempat
tidur akan mempengaruhi pola eliminasi urine. Pola eliminasi alvi
akan mengalami gangguan yang sifatnya sementara karena
pengaruh anestesi sehingga terjadi penurunan fungsi.
e. Pola persepsi dan konsep diri
Penderita menjadi ketergantungan dengan adanya kebiasaan gerak
segala kebutuhan harus dibantu. Klien mengalami kecemasan
tentang keadaan dirinya sehingga penderita mengalami emosi yang
tidak stabil.
f. Pola reproduksi seksual
Adanya larangan untuk berhubungan seksual setelah pembedahan
selama beberapa waktu.
g. Pola terhadap keluarga
Perawatan dan pengobatan memerlukan biaya yang banyak harus
ditanggung oleh keluarganya juga perasaan cemas keluarga
terhadap keadaan klien.
Dengan memberikan asuhan keperawatan, perawat
menggunakan pendekatan proses keperawatan dengan melalui
beberapa tahap yaitu:
2. Anamnesa
a. Identitas
Meliputi nama, umur, jenis kelamin, pendidikan, alamat, tanggal
atau jam masuk rumah sakit, nomor register, diagnosa, nama orang
tua, agama dan suku bangsa.
b. Riwayat penyakit saat ini
15
Adanya riwayat trauma yang mengenai kepala akibat dari
kecelakaan lalu lintas, jatuh dari ketinggian dan trauma langsung
ke kepala .
c. Riwayat penyakit sekarang
Klien dengan Trauma Kepala mempunyai keluhan utama nyeri
yang disebabkan oleh benturan benda tumpul atau tajam, atau bisa
disebabkan karena terjatuh.
d. Riwayat penyakit dahulu
Pengkajian yang perlu ditanyakan meliputi adanya riwayat
hipertensi, riwayat cidera kepala, sebelumnya, DM, penyakit
jantung, anemia, penggunaan obat-obat anti koagulan, aspirin,
vasodilator, obat-obat aditif, konsumsi alkohol berlebih.
e. Riwayat penyakit keluarga
Mengkaji adanya anggota generasi terdahulu yang menderita
Trauma Kepala.
f. Pengkajian psiko-sosial spiritual
Pengkajian mekanisme koping yang digunakan klien untuk menilai
respon emosi klien terhadap penyakit yang dideritanya dan
perubahan peran klien dalam keluarga dan masyarakat serta respon
atau pengaruhnya dalam kehidupan sehari-harinya baik dalam
keluarga maupun masyarakat.
g. Pemeriksaan fisik
Setelah mekanisme anamnesis yang mengarah pada keluhan-
keluhan klien, pemeriksaan fisik sangat berguna untuk mendukung
data pengkajian anamnesis.
h. Keadaan umum
Pada keadaan cedera kepala umumnya mengalami penurunan
kesadaran.
Glassgow Coma Scale (GCS)
a. Buka mata (E)
a). Tidak ada
b). Pada nyeri
16
c). Pada bicara
d). Spontan
b. Reseptor motor (M)
a). Tidak ada
b). Ekstensi
c). Fleksi
d). Menari
e). Tunjuk nyeri
f). Menurut perintah
c. Respon verbal (V)
a). Tidak ada
b). Tanpa arti
c). Kata tak benar
d). Bicara kacau
d. Orientasi bagus
Jumlah. E: 4
M: 6
V: 5
Maksimal 15
i. Tingkat kesadaran
a) Komposmentis: bereaksi segera dengan orientasi sempurna
b) Apatis: terlihat mengantuk tapi dibangunkan mudah dan reaksi
penglihatan, pendengaran dan perubahan normal.
c) Somnolen: dapat bangun bila dirangsang dan dapat disuruh
dan menjawab pertanyaan bila rangsangan berhenti penderita
tidur lagi.
d) Sopor: dapat dibangunkan jika dirangsang dengan kasar dan
terus-menerus
17
e) Sopor koma: reflex motoris terjadi hanya bila dirangsang
dengan rangsangan nyeri.
f) Coma: tidak ada refleks motoris sekalipun dengan rangsangan
nyeri.
j. Pemeriksaan fungsi serebral
a) Status mental : observasi penampilan klien dan tingkah laku
nilai gaya bicara klien dan observasi ekspresi wajah dan
aktifitas motoris pada klien cidera kepala tahap lanjut biasa
status mental mengalami perubahan
b) Fungsi intelektual: pada beberapa keadaan klien. kepala
didapatkan penurunan dalam ingatan dan motorik baik dalam
jangka pendek maupun jangka panjang
c) Lobus frontal: kerusakan fungsi kognitif dan efek psikologis
didapatkan bila trauma kepala mengakibatkan adanya
kerusakan pada lobus frontal kapasitas: memori atau fungsi
intelektual kortikal yang lebih tinggi mungkin rusak
d) Hemisfer :cidera kepala hemisfer kanan didapatkan
hemiparese sebelah kiri tubuh, penilaian buruk dan
mempunyai kerentanan terhadap sisi kolateral. Sehingga
kemungkinan terjatuh ke sisi berlawanan tersebut cedera
kepala pada hemisfer kiri mengalami hemisfer kanan
k. Pemeriksaan saraf cranial
a) Saraf I pada beberapa keadaan cedera kepala di daerah yang
anatomis dan fisiologis saraf ini klien mengalami kelainan
pada fungsi penciuman
b) Saraf II hematoma palpebra akan menurunkan lapangan
penglihatan dan mengganggu fungsi dari nervus obtikus
c) Saraf III, IV dan VI gangguan mengangkat kelopak mata
terutama pada klien dengan trauma yang merusak rongga
orbital.
18
d) Saraf V pada beberapa keadaaan menyebabkan paralisis
nervus trigeminus didapatkan penurunan kemampuan
koordinasi mengunyah
e) Saraf VIII perubahan fungsi pendengaran pada klien biasanya
tidak didapatkan apabila trauma yang terjadi tidak
mengakibatkan saraf vestibulo koklearis.
f) Saraf IX dan X kemampuan menelan kurang baik, kerusakan
membuka mulut.
g) Saraf XI bila tidak melibatkan trauma pada leher, mobilitas
klien cukup baik dan tidak ada atrofi otot
sternokleidomastoideus dan trapesius.
h) Saraf XII indra pengecap mengalami perubahan.
l. Sistem motorik
Dapat terjadi hipertensi :
Kehilangan sensorik karena cidera kepala dapat berupa kerusakan
sentuhan ringan/ mungkin lebih berat.
19
3. Tidak efektif bersihan jalan napas yang berhubungan dengan
adanya jalan napas buatan pada trakea, peningkatan sekresi sekret,
dan ketidakmampuan batuk/batuk efektif sekunder akibat nyeri dan
keletihan.
4. Nyeri akut yang berhubungan dengan trauma jaringan dan refleks
spasme otot sekunder.
5. Resiko gangguan keseimbangan cairan dan elektrolit yang
berhunbungan dengan penggunaan alat bantu napas (respirator).
6. Gangguan komunikasi verbal yang berhubungan dengan
terpasangnya endotracheal/tracheostomy tube dan
paralisis/kelemahan neuromuskular.
7. Cemas/takut yang berhubungan dengan krisis situasional; ancaman
terhadap konsep diri, takut mati/ketergantungan pada alat
bantu/perubahan status kesehatan/satus ekonomi/fungsi peran,
hubungan interpersonal.
8. Perubahan persepsi sensori berhubungan dengan perubahan
persepsi sensori, transmisi, integrasi, (trauma neurologis atau
defisit neurologis).
9. Gangguan nutrisi : kurang dari kebutuhan tubuh yang berhubungan
dengan perubahan kemampuan mencerna makanan, peningkatan
Resiko infeksi yang berhubungan dengan penurunan sistem
pertahanan primer (cidera pada jaringan paru, penurunan aktifitas
siliabronkus), malnutrisi, tindakan invasif.
10. Resiko infeksi yang berhubungan dengan penurunan sistem
pertahanan primer (cidera pada jaringan paru, penurunan aktifitas
siliabronkus), malnutrisi, tindakan invasif.
11. Kurangnya pengetahuan yang berhubungan dengan
misintreprestasi, tidak mengenal sumber-sumber informasi,
ketegangan akibat krisis situasional.
20
4. INTERVENSI KEPERAWATAN
a. Resiko tinggi peningkatan TIK yang b/d desak ruangan
sekunder dari kompresi korteks serebri dan dari adanya
perdaraan baik bersifat intraserebral hematom, subdural
hematom dan epidural hematoma.
1) Tujuan
Dalam waktu 2x24 Jam Tidak menjadi peningkatan TKI pada
Klien.
2) Intervensi
a) Mandiri, kaji factor dari penyebab dari situasi/keadaan
individu/ penyebab koma/ penurunan perfusi jaringan dan
kemungkinan penyebab peningkatan TKI.
Rasional : deteksi dini untuk mempriotaskan intervensi,
mengkaji setatus neurologis/tanda-tanda kegagalan untuk
menentukan perawatan menentukan perawatan kegawatan
atau tindakan
b) Monitor tanda-tanda vital tiap 4 jam.
Rasional : suatu keadaan normal bila sirkulasi serebral
terpelihara dengan baik atau fluktuasi di tandai dengan
tekanan darah sistemik, penurunan darah autoregulator
kebnyakan merupakan tanda penurunan difusi local
vaskularisasi darah sebral. Dengan peningkatan tekanan
darah (diastolik) maka di barengi dengan penigkatan
tekanan darah intrakanial. Adanya peningkatan tekanan
darah, bradikardi, distritmia, disepnea merupakan tanda
terjadinya peningkatan TIK.
21
c) Evaluasi pupil, amati ukuran, ketajaman dan reaksi
terhadap cahaya.
Rasional : reaksi pupil dan pergerakan kembali dari bola
mata merupakan tanda dari gangguan Nervus/saraf jika
batang otak terkoyak. Rteaksi pupil di arur oleh saraf III
cranial (okulomotorik) yang menunjukan ke utuhan batabg
ootak, ukuran pupil menunjukan keseimbangan antara
parasimpatis dan simpatis. Respons terhadap cahaya ini
merupakan kobinasi fungsi dari saraf cranial II dan III.
d) Monitor temparatur dan suhu lingkungan.
Rasional : panas merupakan reflaks dari hipotalamus.
Peningkatan kebutuhan metabolism dan O akan menunjang
peningkatan TIK/ICP (intracranial Pressur).
e) Pertahankan kepala/ leher pada posisi yang netral, usahakan
dengan sedikit bantal. Hindari penggunaan bantal yang
tinggi pada kepala.
Rasional : perubahan kepala pada satu sisi dapat
menimbulkan penekanan pada vena jugularis juga
menghambat aliran darah otak (menghambat drainase pada
vena serebral), untuk itu menigkatkan tekanan intracranial.
f) Berikan perode istirahat antara tindakan keperawatan dan
batasi lamanya prosedur.
Rasional : tindakan yang terus menerus dapat
meningkatkan TIK oleh efek rangsagan komulatif.
g) Kurangi rangsangan ekstra dan berikan rasa nyaman seperti
masase punggung, lingkungan yang tenang, sentuhan yang
ramah, dan susunan/ pembicaraan yang tidak gaduh.
Rasional : memberikan suasana yang tenang (coolming
effect) dapat mengurangi respons psikologis dan
memberikan istirahat untuk mempertahankan TIK yang
rendah.
h) Cegah/hindarkan terjadinya valsafah maneuver.
22
Rasional : mengurang tekanan intratorakal dan
intraabdominal sehingga menghindari peningkatan TIK.
i) Bantu klien jika batuk, muntah.
Rasional : aktivitas ini dapat meningkatkan
intrathoraks/tekanan dalam thoraks dan tekanan dalam
abdomen dimana aktivitas ini dapat meningkatkan tekanan
TKI.
j) Kaji peningkatan istirahat dan tingkah laku.
Rasional: Tingkah nonverbal dapat merupakan indikasi
peningkatan TIK atau memberikan reflaks nyeri dimana
klien tidak mampu mengungkapkan keluhan secara verbal,
nyeri yang tidak menurun dapat meningkatkan TIK.
k) Palpasi pada pembesaran / pelebaran blender, pertahankan
drainasi urine secarapaten jika di gunakan dan juga monitor
terdapatnya konstipasi.
Rasional : dapat meningkatkan respos otomatis yang
potensial menaikan TKI.
l) Berikan penjelasan pada klien (jika sadar) dan keluarga
tentag sebab akibat TKI meningkat.
Rasioal : meningkatkan kerjasama dalam meningkatkan
perawatan klien dan mengurangi kecemasan
m) Observasi tingkat kesadaran dengan GCS.
Rasional : perubahan kesadaran menunjukan Peningkatan
TIK dan berguna menentukan lokasi dan perkembangan
penyakit.
n) Kolaborasi: pemberian O sesuai indikasi.
Rasional : Mengurangi hipoksemia, dimana dapat
meningkatkan fasodilatasi serebral, volume darah dan
menaikan TKI.
o) Kolaborasi untuk tindakan operatif efakuasi darah dari
dalam intake kranial.
23
Rasional : tingakan pembedahan untuk evakuasi darah di
lakukan bila kemungkinan terdapat tanda-tanda deficit
neurologis yang menandakan peningkatan intra cranial.
24
b. Ketidakefektifan pola pernapasan yang berhubungan
dengan depresi pusat pernapasan, kelemahan otot-otot
pernapasan, ekspansi paru yang tidak maksimalkan karena
trauma, dan prubahan perbandingan O dengan CO,
kegagalan ventilator.
1) Tujuan
2) Intervensi
a) Berikan posisi yang nyaman, biasanya dengan
peninggalan klien untuk duduk sebanyak mungkin.
Rasional : Meningkatkan inspirasi maksimal,
meningkatkan ekspansi paru dan ventilasi pada sisi
yang tidak sakit.
b) Observasi fungsi pernapasan, cetat frekuensi
pernapasan, dispnea, atau perubahan tanda-tanda vital.
Rasional : Distress pernapasan dan perubahan pada
tanda vital dapat terjadi sebagai akibat stres fisiologi
dan nyeri atau dapat menenjukkan terjadinya syok
sehubungan dengan hipoksia.
c) Jelaskan pada klien bahwa tindakan tersebut dilakukan
untuk menjamin keamanan.
Rasional : Pengetahuan apa yang diharapkan dapat
mengurangi ansietas dan mengembangkan kepatuhan
klien terhadap rencana terapeautik.
d) Jelaskan pada klien tentang etiologi/faktor pencetus
adanya sesak atau kolaps paru-paru.
Rasional : Pengetahun apa yang diharapkan dapat
mengembangkan kepatuhan klien terhadap rencana
terapeutik.
25
e) Pertahankan perilaku tenang, bantu klien untuk kontrol
diri dengan menggunakan pernapasan lebih lambat dan
dalam.
Rasional : Membantu klien mengalami efek fisiologi
hipoksia, yang dapat dimanifestasikan sebagai
ketakutan/ansietas.
f) Periksalah alarm pada ventilator sebelum difungsikan.
Jangan matikan alarm.
Rasional : Ventilator yang memeliki alarm yang bisa
dilihat dan didengar misalnya alarm kadar oksigen,
tinggi/rendahnya tekanan oksigen.
g) Taruhlah kantung resusitasi di samping tempat tidur dan
manual ventilasiuntuk sewaktu-waktu dapat digunakan.
Rasional : Kantung resusitasi/manual ventilasi sangat
berguna untuk mempertahankan fungsi pernapasan jika
terjadi gangguan pada alat ventilator secara mendadak.
h) Bantulah klien untuk mengontrol pernapasan jika
ventilator tiba-tiba berhenti.
Rasional : Melatih klien untuk mengatur napas seperti
napas dalam, napas pelan, napas perut, pengaturan
posisi, dan teknik relaksasidapat membantu
memaksimalkan fungsi dari sistem pernapasan.
i) Perhatikan letak dan fungsi ventilator secara rutin.
Pengecekan konsentrasi oksigen, memeriksa tekanan
oksigen dalam tabung, monitor manometer untuk
menganalisis batas/kadar oksigen. Mengkaji tidal
volume (10-15 ml/kg). Periksa fungsi spirometer.
Rasional : Memperhatikan letak dan fungsi ventilator
sebagai kesiapan perawat dalam memberikan tindakan
pada penyakit primer setelah menilai hasil diagnostik
dan menyediakan sebagai cadangan.
26
j) Kolaborasi dengan tim kesehatan lain : Dengan dokter,
radiologi, dan fisioterapi.
Pemberian antibiotik
Pemberian analgesik
Fisioterapi dada
Konsul foto thoraks
Rasional : Kolaborasi dengan tim kesehatan lain untuk
mengevaluasi perbaikan kondisi klien atas
pengembangan parunya.
2) Intervensi
a) Kaji keadaan jalan napas.
Rasional : Obstruksi mungkin dapat disebabkan oleh
akumulasi sekret, sisa cairan mukus, perdarahan,
bronkhospasme, dan/atau posisi dari
endotracheal/tracheostomy tube yang berubah.
b) Evaluasi pergerakan dada dan auskultasi suara napas
pada kedua paru (bilateral).
Rasional : Pergerakan dada yang simetris dengan suara
napas yang keluar dari paru-paru menandakan jalan
napas tidak terganggu. Saluran napas bagian bawah
tersumbat dapat terjadi pada pnemonia/atelektasisakan
menimbulkan perubahan suara napas seperti ronkhil
atau wheezing.
27
c) Monitor letak/posisi endotracheal tube. Beri tanda
batas bibir. Letakan tube secara hati-hati dengan
memakai perekat khusus. Mohon bantuan perawat lain
ketika memasang dan mengatur posisi tube.
Rasional : Endotracheal tube dapat saja masuk ke
dalam bronkhus kanan, menyebabkan obstruksi jalan
napas ke paru-paru kanan dan mengakibatkan klien
mengalami pneumothoraks.
d) Catat adanya bentuk, bertambahnya sesak napas, suara
alarm dari ventilator karena tekanan yang tinggi,
pengeluaran sekret melalui endotracheal/tracheostomy
tube, bertambahnya bunyi ronkhi.
Rasional : Selama instubasi klien mengalami refleks
batuk yang tidak efektif, atau klien akan mengalami
kelemahan otot-otot pernapasan
(neuromuskular/neurosensorik), keterlambatan untuk
batuk,. Semua klien tergantung dari alternatif yang
dilakukan seperti mengisap lendir dari jalan napas.
e) Lakukan penghisapan lendir jika diperlukan, batasi
durasi penghisapan dengan 15 detik atau lebih.
Gunakan keteter pengisap yang sesuai, cairan fisiologis
steril. Berikan oksigen 100% sebelum dilakukan
pengisapan dengan ambu bag (hiperventilasi).
Rasional : Persiapan lendir tidak selamnya dilakukan
terus-menerus, dan durasinya pun dapat dikurangi untuk
mencegah bahaya hipoksia. Diameter keteter pengisap
tidak boleh lebih dari 50% diameter
endotracheal/tracheostomy tube untuk mencegah
bahaya hipoksia. Dengan membuat hiperventilasi
melalui pemberian oksigen 100% dapat mencegah
terjadinya atelektasis dan mengurangi tejadinya
hipoksia.
28
f) Anjurkan klien mengenai teknik batuk selama
pengisapan seperti waktu bernapas panjang, batuk kuat,
bersin jika ada indikasi.
Rasional : Batuk yang efektif dapat mengeluarkan
sekret dari saluran napas.
29
m) Tahan napas selama 3-5 detik kemudian secara
perlahan-lahan, keluarkan sebanyak mungkin melalui
mulut.
Rasional : Meningkatkan volume udara dalam paru,
mempermudah pengeluaran sekresi sekret.
30
Rasional : Ekspektoran untuk memudahkan
menegeluarkan lendir dan mengevaluasi perbaikan
kondisi klien atas pengembangan parunya.
1) Tujuan
2) Intervensi
a) Jelaskan dan bantu klien dengan tindakan pereda nyeri
nonfarmakologi dan non-invasif
31
Rasional : Akan melancarkan peredaran darah sehingga
kebutuhan O oleh jaringan akan terpenuhi dan akan
mengurangi nyerinya.
32
e. Resiko gangguan keseimbangan cairan dan elektrolit yang
berhunbungan dengan penggunaan alat bantu napas
(respirator).
1) Tujuan
2) Intervensi
a) Mandiri, pertahankan secara ketat intake dan output.
33
Rasional : Memberikan informsi tenang keadaan cairan
tubuh secara umum untuk mempertahankan tetap
seimbang.
h) Kolaborasi, berikan cairan per infus jika
diidentifikasikan.
Rasional : Mempertahankan volume sirkulasi dan
tekanan osmotik.
2) Intervensi
a) Mandiri, kaji kemampuan klien untuk bekomunikasi.
34
Rasional : Mempertahankan kontak mata akan
membuat klien interest selama komunikasi. Jika klien
dapat menggerakkan kepala, mengedipkan mata, atau
senang dengan isyarat-isyarat sederhana, lebih baik
dengan menggunakan pertanyaan ya/tidak. Kemampuan
menulis kadang-kadang melelahkan klien, selain itu
dapat mengakibatkan frustasi dalam upaya memenuhi
kubutuhan komunikasi. Keluarga dapat bekerja sama
untuk membantu memenuhi kebutuhan klien.
35
Rasional : Keluarga/SO dapat merasakan akrab dengan
klien berada dekat klien selama berbicara, dengan
pengalaman ini dapat membantu/mempertahankan
kontak nyata seperti merasakan kehadiran anggota
keluarga yang dapat mengurangi perasaan kaku/janggal.
1) Tujuan
2) Intervensi
36
b) Monitor respons fisik seperti kelemahan, perubahan
tanda vital, gerakan yang berulang-ulang, catat
kesesuain respons yang verbal dan nonverbal selama
komunikasi.
Rasional : Digunakan dalam mengevaluasi
derajat/tingkat kesadaran/kosentarsi, khusunya ketika
melakukan komunikasi verbal.
37
f) Catat reaksi dari klien/keluarga. Berikan kesempatan
untuk mendiskusikan perasaannya/kosentrasinya dan
harapan masa depan.
Rasional : Anggota keluraga dengan responsnya pada
apa yang terjadi dan kecemasannya dapat disampaikan
kepada klien.
38
1) Hasil yang diharapkan :
Melakukan kembali/mempertahankan tingkat kesadaran
biasanya dan fungsi persepsi.
a) Mengakui perubahan dalam kemampuan dan adanya
keterlibatan residu.
b) Mendemonstrasikan perubahan perilaku/gaya hidup
untuk mengkompensasi/defisit hasil.
2) Intervensi
a) Evaluasi/pantau secara teratur perubahan orientasi,
kemampuan berbicara, alam perasaan/afektif, sensorik,
dan proses pikir.
Rasional : Fungsi serebral bagian atas biasanya
terpengaruh lebih dulu oleh adanya gangguan sirkulasi,
oksigenasi. Kerusakan dapat terjadi saat trauma awal
atau kadang-kadang berkembang setelahnya akibat dari
pembengkakan atau perdarahan.
b) Kaji kesadaran sensorik seperti respons sentuhan,
panas/dingin, benda tajam/tumpul dan kesadaran
terhadap gerakan dan letak tubuh. Perhatikan adanya
masalah penglihatan atau sensai yang lain.
Rasional : Semua sistem sensorik dapat berpengaruh
dengan adanya perubahan yang melibatkan peningkatan
atau penurunan sensitivitas atau kehilangan
sensasi/kemampuan untuk menerima dan berespons
secara sesuai pada suatu stimulasi.
c) Hilangkan suara bising/stimulus yang berlebihan sesuai
kebutuhan.
Rasional : Menurunkan ansietas, respon emosi yang
berlebihan/bingung berhubungan dengan sensorik yang
berlebihan.
39
d) Bicara dengan suara yang lembut dan pelan. Gunakan
kalimat yang pendek dan sederhana. Pertahankan
kontak mata.
Rasional : Pasien mungkin mengalami keterbatasan
perhatian/pemahaman selama fase akut dan
penyembuhan dan tindakan ini dapat membantu pasien
untuk memunculkan komunikasi.
e) Berikan stimulasi yang bermanfaat : verbal
(berbincang-bincang dengan pasien), taktil (sentuhan,
memegang tangan pasien), dan pendengaran (dengan
tape, radio, televise, pengunjung, dan sebagainya).
Hindari isolasi baik secara fisik atau psikologis.
Rasional : Pilihan masukan sensorik secara cermat
bermanfaat untuk menstimulasi pasien koma dengan
baik selama melatih kembali fungsi kognitifnya.
f) Gunakan penerangan siang atau malam hari.
Rasional : Memberikan perasaan normal tentang pola
perubahan waktu dan pola tidur/bangun.
g) Berikan kesempatan yang lebih banyak untuk
berkomunikasi dan melakukan aktivitas.
Rasional : Menurunkan frustasi yang berhubungan
dengan perubahan kemampuan/pola respons yang
memanjang.
h) Berikan keamanan terhadap pasien, seperti member
bantalan pengalas pada penghalang tempat tidur,
membantu saat berjalan, melindungi dari benda
tajam/panas. Catat adanya penurunan persepsi pada
catatan dan letakkan pada tempat tidur pasien.
Rasional : Agitasi, gangguan pengambilan keputusan,
gangguan keseimbangan dan penurunan sensorik
meningkatkan risiko terjadinya trauma pada pasien.
40
i) Temukan cara lain untuk menanggulangi penurunan
persepsi sensorik ini seperti mengatur hidup, membuat
catatan pribadi mengenai daerah tubuh yang terkena,
makanan yang menguntungkan terhadap penglihatan;
menggambarkan bagian tubuh yang terkena trauma.
Rasional : Pasien dapat meningkatkan kemandiriannya,
meningkatkan rasa kontrol, karena mempunyai
kemampuan untuk kompensasi terhadap penurunan
neurologis yang dialaminya.
i. Gangguan nutrisi : kurang dari kebutuhan tubuh yang
berhubungan dengan perubahan kemampuan mencerna
makanan, peningkatan kebutuhan metabolisme.
1). Tujuan
2). Intervensi
41
d) Catat pemasukan per oral jika diindikasikan. Anjurkan
klien untuk makan.
Rasional : Nafsu makan biasanya berkurang dan nutrisi
yang masuk pun berkurang. Menganjurkan klien
memilih makanan yang disenangi dapat dimakan (bila
sesuai anjuran).
42
untuk mencegah dan terjadinya produksi CO dan
pengaturan sisa respirasi.
2) Intervensi
a) Mandiri, catat faktor-faktor resiko untuk terjadinya
infeksi. dan penyembuhan yang lama.
Rasional : Intubasi, penggunaan ventilator yang lama,
kelemahan umum, malnutrisi merupakan faktor-faktor
yang memungkinkan terjadinya infeksi.
b) Observasi warna, bau, dan karakteristik sputum. Catat
drainase disekitar daerah tracheotomy. Kurangi faktor
resiko infeksi nasokomial seperti cuci tangan sebelum
dan sesudah melaksanakan tindakan keperawatan.
Tahankan teknik suction secara steril.
Rasional : Kuning atau hijau, bau sputum yang purulen
merupakan indikasi infeksi. Sputum yang kental dan sulit
dikeluarkan menunjukkan adanya dehidrasi. Faktor-
43
faktor ini tanpak sederhana, tetapi sangat penting sebagai
pencegahan terjadinya infeksi nasokomial.
c) Bantu latihan napas dalam, batuk efektif, dan ganti posisi
secara berkala.
Rasional : Memaksimalkan ekspansi paru dan
pengeluaran sekresi untuk mencegah ateletaksis serta
akumulasi dan kekentalan sekret.
d) Auskultasi suara napas.
Rasional : Adanya ronkhi/wheezing menunjukkan
adanya sekresi yang bertahan, yang memelurkan
ekspektoran/suction.
e) Monitor atau batasi kunjungan hindari kontak orang yang
menderita infeksi saluran napas atas.
Rasional : Individu dengan infeksi saluran napas atas
meningkat resiko perkembangannya infeksi.
f) Anjurkan klien untuk membuang sputum dengan tepat
seperti dengan tisu dan ganti balutan tracheotomy yang
kotor.
Rasional : Mengurangi penularan organisme melalui
sekresi/sputum.
g) Lakukan teknik isolasi sesuai indikasi.
Rasional : Sesuai dengan diagnosa yang spesifik harus
memperoleh perlindungan infeksi orang lain seperti TB.
h) Pertahankan hidrasi dan nutrisi yang adekuat. Berikan
cairan 2500 cc sesuai toleransi kardiak.
Rasional : Membantu menigkatkan daya tahan tubuh
dari penyakit dan mengurangi resiko infeksi akibat
sekresi yang statis.
i) Membantu perawatan diri dan keterbatasan aktifitas
sesuai toleransi. Membantu program latihan.
44
Rasional : Membantu menigkatkan daya tahan tubuh
dari penyakit dan mengurangi resiko infeksi akibat
sekresi yang statis.
j) Bantu perawatan diri dan keterbatasan aktifitas sesuai
toleransi. Bantu program latihan.
Rasional : Menunjukkan kemampuan secara umum dan
kekuatan otot dan merangsang pengembalian sistem
imun.
k) Kolaborasi, periksa sputum kultur sesuai indikasi.
Rasional : Mungkin dibutuhkan untuk mengindentifikasi
patogen dan pemberian antimikroba yang sesuai.
l) Berikan antibiotik sesuai indikasi.
Rasional : satu atau beberapa agen di berikan atau
tergantung dari sifat patogen dan infeksi yang terjadi.
1). Tujuan
2) Intervensi
45
b) Diskusikan tentang kondisi tertentu yang memerlukan
ventilator, ukurannya, tujuan pengobatan jangka
panjang atau jangka pendek.
Rasional : Dengan diskusi dapat meningkatkan
pengetahuan dasar klien dan keluarga sehingga dapat
membuat keputusan sesuai dengan informasi yang
diberikan. Usaha ini dapat diteruskan dalam beberapa
minggu. Bila tidak menggunakan ventilator dapat
meningkatkan PCO, dispnea, cemas, takikardia,
berkeringat, sianosis.
46
Rasional : Peningkatan secara tim digunakan untuk
mengkoordinasi perawat dan klien serta memberikan
pendidikan sesuai kebutuhan klien.
5. IMPLEMENTASI KEPERAWATAN
Pelaksanaan implementasi yang akan di berikan di sesuaikan dengan
intervensi pada rencana perawatan dengan mencantumkan waktu
pelaksanaan dan respons klien. (Marlyn E. Doenges,2000).
6. EVALUASI
Evaluasi adalah merupakan pengukuran dari keberhasilan rencana
keperawatan dalam memenuhi kebutuhan klien. Tahap evaluasi
merupakan kunci keberhasilan dalam menggunakan proses
keperawatan. Adapun evaluasi klien dengan trauma kepala
berdasarkan criteria tujuan yang telah di tetapkan sebelumnya dan
asuhan keperawatan di katakan berhasil apabila dalam evaluasi terlihat
pencapaian kriteria tujuan perawatan yang diberikan. (Marlyn E.
Doenges,2000)
47