Anda di halaman 1dari 6

Referat

PATOGENESIS PERFORASI MEMBRAN TIMPANI


KARENA INFEKSI

Oleh :
SURYANI
NIM. 1608437685

Pembimbing:
dr. ASMAWATI, Sp.THT-KL

KEPANITERAAN KLINIK SENIOR


BAGIAN TELINGA HIDUNG TENGGOROK KEPALA LEHER
FAKULTAS KEDOKTERAN UNIVERSITAS RIAU
RSUD ARIFIN ACHMAD PEKANBARU
2017

0
I. DEFINISI PERFORASI MEMBRAN TIMPANI
Perforasi membran timpani adalah suatu keadaan di mana ditemukan
lubang pada gendang telinga, umumnya timbul sebagai akibat dari trauma,
otitis media atau komplikasi bedah.1,2

II. ANATOMI MEMBRAN TIMPANI


Membran timpani adalah selaput tipis dan halus yang merupakan bagian
awal dari sistem konduksi pada telinga tengah. Bentuk membrannya oval
dengan bagian superior lebih lebar. Membran ini memiliki panjang vertikal
rata-rata 9-10 mm dan diameter antero-posterior kira-kira 8-9 mm dengan
ketebalannya rata-rata 0,1 mm. Pada bagian tepi membran ini terdapat bagian
yang mengalami penebalan, suatu bagian yang disebut dengan annulus
fibrocartilago. Membran timpani dapat dibagi menjadi dua bagian, bagian
superior, tempat di mana annulus fibrocartilago terbuka terdapat area dengan
ketebalan membran yang lebih tipis dan lebih longgar disebut dengan pars
flaksida. Pars flaksida tidak memiliki lapisan fibrosa sehingga apabila terjadi
tekanan negatif dalam telinga, bagian ini yang pertama kali akan mengalami
retraksi. Bagian lain yang menyusun mayoritas dari membran timpani terdiri
dari pars tensa, yang ukurannya lebih tebal dan kaku.3

Gambar 1. Membran timpani3


Pars tensa yang merupakan bagian yang paling besar terdiri dari tiga
lapisan. Lapisan luar disebut lapisan kutaneus terdiri dari lapisan epitel berlapis
semu yang halus yang normalnya merefleksikan cahaya. Lapisan dalam disebut
lapisan mukosa merupakan lapisan yang berbatasan dengan kavum serta

1
2

lapisan yang terletak di antara keduanya. Lapisan ini terdiri dari dua lapis
jaringan ikat fibrosa yang bersatu dengan cincin fibrokartilago yang
mengelilingi membran timpani.3
III. BENTUK-BENTUK PERFORASI MEMBRAN TIMPANI
1. Perforasi sentral : Lokasi pada pars tensa, bisa antero-inferior, postero-
inferior dan postero-superior, kadang-kadang sub total.4

Gambar 2. Perforasi sentral4

2. Perforasi marginal : Terdapat pada pinggir membran timpani dengan adanya


erosi dari annulus fibrosus yang sering disertai jaringan granulasi. Perforasi
marginal yang sangat besar digambarkan sebagai perforasi total.4

Gambar 3. Perforasi marginal4


3. Perforasi atik : Terjadi pada pars flaksida.4

Gambar 4. Perforasi atik4


IV. PATOGENESIS PERFORASI
MEMBRAN TIMPANI KARENA
INFEKSI
Infeksi pada saluran napas seperti radang tenggorokan atau pilek dapat
menyebar ke telinga tengah melalui tuba Eustachius. Infeksi pada saluran
pernafasan bagian atas oleh virus atau bakteri mampu menginduksi pelepasan
beberapa mediator inflamasi di nasofaring seperti kinins, histamin, leukotrien,

2
interleukin (interleukin-1 [IL-1], IL-6, dan IL-8), dan TNF- yang
menimbulkan reaksi inflamasi yang dapat mengakibatkan edema mukosa nasal
dan nasofaring. Edema di dalam dan sekitar lubang nasofaring dari Tuba
Eustachius menyebabkan oklusi serta disfungsi tuba. 5,6 Disfungsi tuba
Eustachius dapat berupa:6
1. Penurunan keseimbangan tekanan antara nasofaring dan rongga telinga
tengah
2. Penurunan drainase sekret yang dihasilkan di telinga tengah ke nasofaring
3. Hilangnya perlindungan telinga tengah.

Peran tuba Eutachius terkait ventilasi adalah mempertahankan


keseimbangan udara dengan tekanan atmosfer. Oklusi tuba yang terjadi akan
menyebabkan tekanan negatif di telinga tengah akibat dari absorbsi udara.7 Bila
keadaan demikian berlangsung lama, akan terjadi gangguan fungsi drainase
tuba yang menyebabkan terjadinya efusi dan aspirasi sekresi nasofaring yang
akan menumpuk pada telinga tengah.6,7 Selain itu, fungsi proteksi pada tuba
juga akan terganggu. Hal ini ditandai dengan terjadinya invasi kuman dari
nasofaring ke dalam telinga tengah melalui tuba Eutachius. Penurunan PO2
yang disebabkan oleh ventilasi yang buruk juga memiliki peranan dalam
terjadinya penurunan fungsi proteksi tuba berupa penurunan kemampuan sel
PMN dalam membunuh kuman. Hal ini menyebabkan pertumbuhan kuman
akan tetap berlanjut pada telinga tengah. Adanya pertumbuhan kuman akan
menginduksi pelepasan mediator inflamasi pada telinga tengah, beberapa
diantaranya adalah histamin yang menyebabkan vasodilatasi dan peningkatan
permeabilitas kapiler sehingga membran timpani akan tampak hiperemis dan
edema.7,8
Kondisi yang menetap menyebabkan edema pada mukosa telinga tengah
semakin hebat dan sel epitel superfisial akan hancur, serta pada kavum timpani
tersebut akan terbentuk eksudat yang purulen yang dapat mendesak membran
timpani ke arah liang telinga luar. Apabila tekanan nanah di kavum timpani
tersebut tidak berkurang, maka terjadi iskemia akibat adanya penekanan pada
kapiler-kapiler, serta timbul tromboflebitis pada vena-vena kecil dan nekrosis

3
mukosa dan submukosa. Pada membran timpani, nekrosis ini terlihat sebagai
daerah yang lebih lembek dan berwarna kekuningan yang merupakan tempat
yang akan terjadi ruptur.7
Oleh karena beberapa faktor, seperti terlambatnya pemberian antibiotik
atau virulensi kuman yang tinggi, maka dapat terjadi ruptur pada membran
timpani dan eksudat yang memenuhi telinga tengah akan mengalir ke liang
telinga luar.7

DAFTAR PUSTAKA

1. Harim. Perforasi membran timpani. Dalam: Panduan Praktik Klinis


PERHATI-KL. Jakara: 2012.

2. American Academy of Otolaryngology-Head and Neck Surgery. Perforated


eardrum. 2016 [diakses pada 12 September 2017] Tersedia pada:
http://www.entnet.org/

4
3. Probst R, Grevers G, Iro H. The middle ear. Dalam: Basic
Otorhinolaryngology. New York: 2006.

4. L Matthew. Tympanic membrane perforation. 2008 [diakses pada 14


September 2017] Tersedia pada: http://emedicine.medscape.com/

5. Bluestone CD. Pathogenesis otitis media: role of eutachian tube. Pediatr.


Menulari. Dis. J. 15. 281-291.

6. Heikkinen T, Chonmaitree T. Importance of respiratory viruses in acute otitis


media. 2003; 16(2). p230-41.

7. Djaafar, ZA. Kelainan telinga tengah. Dalam: Telinga Hidung Tenggorokan,


cetakan ke-6. Jakarta: Badan Penerbit FKUI. 2007; hal.64.

8. Corbeel L. What is new in otitis media?. Eur J Pediatr . 2007; 166 (6). p511-
19.

Anda mungkin juga menyukai