IV.Intoksikasi inhalan
Kriteria diagnosis DSM-IV-TR untuk intoksikasi inhalan merinci adanya
perubahan perilaku maladaptif dan sekurangnya dua gejala fisik. Keadaan
terintoksikasi sering ditandai dengan apatis, penurunan fungsi sosial dan
okupasional, daya nilai terganggu, serta prilaku impulsive atau agresif, dan dapat
disertai mual, anoreksia, nistagmus, refleks depresi dan diplopia.
V.Gangguan psikotik terinduksi inhalan
Gangguan psikotik terinduksi inhalan merupakan suatu diagnosis DSMIV-
TR. Klinisi dapat merinci halusinasi atau waham sebagai gejala predominan.
Keadaan paranoid mungkin merupakan sindrom psikotik yang paling sering
selama intoksikasi inhalan.
VI.Gambaran klinis
Pada dosis awal yang kecil, inhalan dapat menyebabkan disinhibisi serta
dapat menimbulkan perasaan euphoria dan eksitasi serta sensasi mengambang
yang menyenangkan, yang kemungkinan merupakan efek yang dicari oleh orang
yang menggunakan obat tersebut. Dosis tinggi inhalan dapat menyebabkan gejala
psikologis ketakutan, ilusi sensorik, halusinasi auditorik dan visual, serta distorsi
ukuran tubuh. Gejala neurologis dapat mencakup bicara cadel, penurunan
kecepatan bicara dan ataksia. Penggunaan jangka panjang dapat dikaitkan dengan
iritabilitas, labilitas emosi, dan hendaya memori.
VII.Penanganan
Intoksikasi inhalan biasanya tidak memerlukan perhatian medis dan
sembuh spontan. Namun efek intoksikasi seperti koma, bronkospasme,
larongospasme, aritmia jantung memerlukan penanganan. Perawatan utamanya
mencakup penentraman, dukungan dalam diam, dan perhatian pada tanda vital
dan tingkat kesadaran.
Perjalanan penyakit dan penanganan gangguan psikotik terinduksi inhalan
menyerupai intoksikasi inhalan. Gangguan berlangsung singkat selama beberapa
jam sampai paling lama beberapa minggu setelah intoksikasi. Penanganan agresif
terhadap penyulit yang mengancam nyawa seperti henti jantung atau nafas,
bersama dengan penatalaksanaan konservatif intoksikasi, sudah memadai.
Kebingungan, panik, dan psikosis mengharuskan perhatian khusus terhadap
keamanan pasien.
Diagnosis Banding:
F.16 GANGGUAN MENTAL DAN PERILAKU AKIBAT PENGGUNAAN
HALUSINOGENIKA
I. Neurofarmakologi
Meskipun sebagian besar zat halusinogenik bervariasi efek
farmakologisnya, LSD dapat berfungsi sebagai prototipe halusinogenik. Efek
farmakodinamik LSD masih kontroversial, meskipun disepakati secara umum
bahwa obat tersebut bekerja pada sistem serotonergik, baik secara antagonis
maupun agonis. Data saat ini menunjukkan bahwa LSD bekerja sebagai agonis
parsial pada reseptor serotonin pasca sinaps.
Halusinogen dapat dikonsumsi per inhalasi atau per oral. Toleransi LSD
dan halusinogen lain terbentuk dengan cepat dan hampir komplet setelah 3 sampai
4 hari penggunaan berkelanjutan. Toleransi juga berbalik dengan cepat, biasanya
dalam 4 sampai 7 hari. Baik ketergantungan fisik maupun gejala putus zat tidak
terjadi pada pemberian halusinogen tapi pengguna dapat mengalami
ketergantungan psikologis pada pengalaman yang menginduksi tilikan dari
episode penggunaan halusinogen.