Anda di halaman 1dari 2

Narkotika, Psikotropika, dan Zat Adiktif (NAPZA)

1. Narkotika
Menurut Pasal 1 angka 1 UU No. 35 tahun 2009, narkotika adalah zat atau obat yang berasal dari
tanaman atau bukan tanaman, baik sintetis maupun semisintetis, yang dapat menyebabkan penurunan
atau perubahan kesadaran, hilangnya rasa, mengurangi sampai menghilangkan rasa nyeri, dan dapat
menimbulkan ketergantungan, yang dibedakan dalam golongan-golongan sebagaimana terlampir dalam
undang-undang.
Beberapa jenis zat atau obat yang termasuk narkotika sebagai berikut.
a. Tanaman Papaver somniverum L. dan semua bagian-bagiannya termasuk buah dan jerami, kecuali
bijinya.
b. Tanaman ganja, semua tanaman genus Cannabis dan semua bagian tanaman termasuk biji, buah,
jerami hasil olahan tanaman ganja, atau bagian lain termasuk damar ganja dan hasis.
c. Heroin, disebut juga putau, bentuknya seperti tepung yang halus, putih, dan agak kotor.
d. Morfin, terdapat dalam opium atau candu. Morfin berupa serbuk warna putih atau dalam bentuk
sustained release tablet, digunakan dalam pengobatan untuk menghilangkan rasa nyeri terutama
pada penyakit kanker. Ada juga morfin yang berbentuk cairan berwarna dan rasanya pahit. Ada dua
cara penggunaan morfin, yaitu dengan cara diisap dan disuntikkan. Morfin dapat mengakibatkan
ketergantungan fisik, psikis, dan toleransi sehingga penggunaannya dalam pengobatan sangat dibatasi
dan merupakan obat pilihan terakhir.
e. Kodein, hasil sintesis dari morfin. Kodein berupa serbuk putih atau dalam bentuk tablet, digunakan
dalam pengobatan sebagai antitusif dan analgesik. Kodein dapat menimbulkan ketergantungan fisik
dan psikis serta toleransi, tetapi sangat ringan jika dibandingkan dengan morfin. Kodein digunakan
dengan cara ditelan atau disuntikkan.
2. Psikotropika
Menurut Pasal 1 angka 1 UU No. 5 tahun 1997, psikotropika adalah zat atau obat, baik alamiah maupun
sintetis bukan narkotika, yang berkhasiat psikoaktif melalui pengaruh selektif pada susunan saraf pusat
yang menyebabkan perubahan khas pada aktivitas mental dan perilaku. Beberapa psikotropika bermanfaat
untuk pengobatan dan banyak digunakan dalam terapi atau untuk tujuan IPTEK, serta mempunyai potensi
mengakibatkan sindrom ketergantungan. Psikotropika dibedakan menjadi empat golongan sesuai dengan
tinggi rendahnya potensi dalam mengakibatkan ketergantungan.
a. Psikotropika Golongan I
Psikotropika golongan I merupakan psikotropika yang hanya dapat digunakan untuk tujuan IPTEK
dan tidak digunakan dalam terapi kersehatan, serta mempunyai potensi kuat mengakibatkan sindrom
ketergantungan. Psikotropika yang termasuk golongan I antara lain brolamfetamina, tenamfetamina,
dan tenoksilidina.
b. Psikotropika Golongan II
Psikotropika golongan II merupakan psikotropika yang berkhasiat untuk pengobatan dan
dapat digunakan dalam terapi kesehatan atau untuk tujuan IPTEK serta mempunyai potensi kuat
mengakibatkan sindrom ketergantungan. Psikotropika yang termasuk golongan II antara lain
amineptina, metilfenidat, sekobarbital.
c. Psikotropika Golongan III
Psikotropika golongan III merupakan psikotropika yang berkhasiat untuk pengobatan dan
banyak digunakan dalam terapi kesehatan atau untuk tujuan IPTEK, serta mempunyai potensi sedang
mengakibatkan sindrom ketergantungan. Jenis psikotropika golongan III antara lain amobarbital,
flunitrazepam, katina, dan pentazosina.
d. Psikotropika Golongan IV
Psikotropika golongan IV merupakan psikotropika yang bermanfaat untuk pengobatan dan
sangat luas digunakan dalam terapi kesehatan atau untuk tujuan IPTEK serta mempunyai potensi
ringan mengakibatkan sindrom ketergantungan. Jenis psikotropika golongan IV antara lain barbital,
bromazepam, diazepam, estazolam, fenobarbital, klobazam, lorazepam, dan nitrazepam.
3. Zat Adiktif
Zat adiktif adalah zat-zat yang apabila dikonsumsi dapat menimbulkan ketergantungan atau adiksi
yang sulit dihentikan di luar narkotika dan psikotropika. Zat atau obat yang dapat menimbulkan adiksi
di luar narkotika dan psikotropika sebagai berikut.
a. Alkohol
Alkohol merupakan obat luar yang mempunyai efek disinfektan (dapat membunuh bakteri).
Saat ini, banyak sekali minuman yang mengandung alkohol. Minuman beralkohol dapat menekan
dan memengaruhi susunan saraf pusat. Apabila alkohol digunakan bersamaan dengan narkotika
atau psikotropika, alkohol dapat memperkuat pengaruh narkotika atau psikotropika dalam tubuh
manusia. Efek yang ditimbulkan setelah mengonsumsi minuman beralkohol dapat dirasakan segera
dalam waktu beberapa menit saja. Namun, efeknya bisa berbeda-beda tergantung jumlah atau kadar
alkohol yang dikonsumsi. Dalam kadar kecil, alkohol menimbulkan perasaan relaks dan pengonsumsi
lebih mudah mengekspresikan emosi, seperti rasa senang, rasa sedih, dan marah. Jika dikonsumsi
berlebihan, akan muncul efek seperti merasa lebih bebas, mengekspresikan diri tanpa ada perasaan
terhambat, serta menjadi lebih emosional (sedih, senang, dan marah secara berlebihan). Akibat dari
gejala ini muncul gangguan pada fungsi fisik hingga motorik, yaitu bicara cadel, pandangan menjadi
kabur, sempoyongan, inkoordinasi motorik, hingga tidak sadarkan diri. Kemampuan mental mengalami
hambatan, yaitu gangguan untuk memusatkan perhatian dan daya ingat. Pengonsumsi biasanya
merasa dapat mengendalikan diri dan mengontrol tingkah lakunya. Akan tetapi, pada kenyataannya
pengonsumsi tidak mampu mengendalikan diri seperti yang disangka. Oleh sebab itu, banyak dijumpai
kasus kecelakaan karena pengemudi mengendarai kendaraan dalam keadaan mabuk.
Minuman beralkohol dapat digolongkan menjadi tiga golongan berikut.
a) Golongan A: kadar alkohol 1–5%, contoh bir.
b) Golongan B: kadar alkohol 5–20%, contoh berbagai minuman anggur.
c) Golongan C: kadar alkohol 20–45%, contoh whisky, vodca, dan manson house.
b. Inhalasi (Gas yang Dihirup) dan Solven (Zat Pelarut)
Inhalasi dan solven merupakan senyawa kimia yang bersifat mudah menguap yang terdapat
pada berbagai barang keperluan rumah tangga. Beberapa produk inhalasi dan solven yang sering
disalahgunakan, yaitu lem, tiner, penghapus cat kuku, dan bensin.
c. Bahan Penikmat
Bahan seperti tembakau, kopi, teh, dan cokelat secara berturut-turut mengandung zat penikmat
berupa nikotin, kafein, tein, dan teobromin. Zat-zat penikmat tersebut dapat menimbulkan adiksi
fisiologis. Oleh karena itu, dianjurkan agar tidak mengonsumsi bahan-bahan tersebut secara rutin.

Anda mungkin juga menyukai