Anda di halaman 1dari 29

BAB I

PEMBAHASAN

A. DEFENISI

NAPZA adalah singkatan dari narkotika, psikotropika, zat adiktif lainnya (Asuhan
Keperawatan Jiwa Masalah Psikososial Di Pelayanan Klinis Dan Komunitas - Mad Zaini -
Google Buku, n.d.).

 NAPZA adalah obat/bahan/zat, yang bukan tergolong makanan. Jika diminum,


diisap, dihirup, ditelan atau disuntikan, berpengaruh terutama pada kerja otak
(susunan saraf pusat), dan sering menyebabkan ketergantungan. Akibatnya, kerja
otak berubah (meningkat atau menurun). Demikian pula fungsi vital organ tubuh lain
(jantung, peredaran darah, pernapasan, dan lain-lain) (Fadhillah, n.d.)
 Narkotika adalah zat atau obat baik yang bersifat alamiah, sintetis, maupun semi
sintetis yang menimbulkan efek penurunan kesadaran, halusinasi, serta daya
rangsang.
 Sementara menurut UU Narkotika pasal 1 ayat 1 menyatakan bahwa narkotika
merupakan zat buatan atau pun yang berasal dari tanaman yang memberikan efek
halusinasi, menurunnya kesadaran, serta menyebabkan kecanduan.
 Psikotropika (Menurut Undang-undang RI No.5 tahun 1997 tentang Psikotropika).
Yang dimaksud dengan : PSIKOTROPIKA adalah zat atau obat, baik alamiah
maupun sintetis bukan Narkotika, yang berkhasiat psikoaktif melalui pengaruh
selektif pada susunan saraf pusat yang menyebabkan perubahan khas pada aktivitas
mental dan perilaku.
 Zat adiktif lain Yang dimaksud disini adalah bahan/zat yang berpengaruh psikoaktif
diluar yang disebut Narkotika dan Psikotropika

B. JENIS-JENIS NAPZA
1. Ganja
a. Istilah ganja yang sering digunakan untuk menyebutkan ganja adalah
cimeng, kanabis, marijuana, pot, tai, sick, gass, gelek, rasta, dope, weed, mary
jane, sinsemilla.
b. Pengaruhnya:
 Merasa rileks,
 nyaman dan gembira (euphoria),
 halusinasi (sensasi palsu) dalam penglihatan, penciuman, pencicipan dan
pendengaran
2. Ekstasi
a. Istilah yang sering digunakan untuk menyebutkan ekstasi adalah XTC, ineks,
adam, clarity, E, Fantasy pills, cece, cein, kancing, rolls, beans, flipper, hammer.
b. Pengaruh
 Meningkatkan empati dan keakreaban,
 menjadi mudah bergaul,
 gembira berlebihan,
 gelisah tidak dapat diam dan halusinasi.
3. Sabu-sabu (Methamphetamine)
a. Istilah yang sering digunakan untuk menyebutkan sabu-sabu adalah ubas dan
tawas
b. Pengaruh
 Menimbulkan rasa nyaman dan menyenangkan,
 gembira,
 semangat meningkat,
 rasa lapar dan lelah tertunda, 5. tubuh berkeringat
4. . Putaw (Heroin)
a. Istilah yang sering digunakan untuk menyebutkan putaw (heroin) adalah putih
dan pete.
b. Pengaruh
 Pupil mata menyempit,
 timbul rasa mual dan muntah,
 tenggorokan kering,
 tidak mampu berkonsentrasi,
 mengantuk,
 apatis (acuh tak acuh)
5. Alkohol (Miras)
a. Minuman beralkohol adalah minuman yang mengandung etanol yang
berupa bahan psioaktif dan apabila dikonsumsi dapat menyebabkan penurunan
kesadaran.
b. Zat sejenis alkohol adalah sebagai berikut:
 Anggur,
 bir,
 bourbon,
 brendi,
 brugal,
 caipirinha,
 chianti,
 jaqermeister,
 mirin,
 prosecco,
 rum,
 sake,
 sampanye,
 tuak,
 vodka,
 wiski.
c. Pengaruh
 Minuman beralkohol dapat menimbulkan gangguan mental organik (GMO)
seperti gangguan dalam fungsi berpikir, merasakan dan berperilaku,
 timbulnya GMO itu disebabkan reaksi langsung alkohol pada sel-sel saraf
pusat,
 sifat adiktif alkohol itu, orang yang meminumnya lamakelamaan tanpa sadar
akan menambah takaran/dosis sampai pada dosis keracunan atau mabuk.
6. Inhalan
a. Inhalan adalah depresan susunan saraf pusat dan merupakan senyawa
kima yang cepat berubah bentuk dari cairan menjadi bentuk uap pada saat
terpapar ke udara.
b. Jenis inhalan yang sering disalahgunakan ialah sebagai berikut:
 Bensin,
 bahan perekat (lem),
 cat Semprot,
 pengencer cat yang mengandung toluene,
 minyak pernis.
c. Pengaruh
 Menimbulkan perasaan senang berlebihan,
 puyeng,
 penurunan kesadaran dan gangguan penglihatan,
 bicara pelo (tergannggunya cara pelafalan kata).

Jenis-jenis Narkoba (Narkotika dan Obat-obatan)

Kandungan yang terdapat pada narkoba tersebut memang bisa memberikan dampak yang
buruk bagi kesehatan jika disalahgunakan. Menurut UU tentang Narkotika, jenisnya
dibagi menjadi menjadi 3 golongan berdasarkan pada risiko ketergantungan.

 Narkotika Golongan 1

seperti ganja, opium, dan tanaman koka sangat berbahaya jika dikonsumsi karena
beresiko tinggi menimbulkan efek kecanduan.

 Narkotika Golongan 2

Sementara narkotika golongan 2 bisa dimanfaatkan untuk pengobatan asalkan sesuai


dengan resep dokter. Jenis dari golongan ini kurang lebih ada 85 jenis, beberapa
diantaranya seperti Morfin, Alfaprodina, dan lain-lain. Golongan 2 juga berpotensi tinggi
menimbulkan ketergantungan.

 Narkotika Golongan 3

Dan yang terakhir, narkotika golongan 3 memiliki risiko ketergantungan yang cukup
ringan dan banyak dimanfaatkan untuk pengobatan serta terapi.
PSIKOTROPIKA dibedakan dalam golongan-golongan sebagai berikut.
 PSIKOTROPIKA GOLONGAN I
Psikotropika yang hanya dapat digunakan untuk kepentingan ilmu pengetahuan dan
tidak digunakan dalam terapi serta mempunyai potensi amat kuat mengakibatkan
sindroma ketergantungan. (Contoh : ekstasi, shabu, LSD)
 PSIKOTROPIKA GOLONGAN II
Psikotropika yang berkhasiat pengobatan dan dapat digunakan dalam terapi, dan/atau
tujuan ilmu pengetahuan serta menpunyai potensi kuat mengakibatkan sindroma
ketergantungan . ( Contoh amfetamin, metilfenidat atau ritalin)
 PSIKOTROPIKA GOLONGAN III
Psikotropika yang berkhasiat pengobatan dan banyak digunakan dalam terapi
dan/atau untuk tujuan ilmu pengetahuan serta mempunyai potensi sedang
mengakibatkan sindroma ketergantungan (Contoh : pentobarbital, Flunitrazepam).
 PSIKOTROPIKA GOLONGAN IV
Psikotropika yang berkhasiat pengobatan dan sangat luas digunakan dalam terapi
dan/atau untuk tujuan ilmu pengetahuan serta mempunyai potensi ringan
mengakibatkan sindrom ketergantungan (Contoh : diazepam, bromazepam,
Fenobarbital, klonazepam, klordiazepoxide, nitrazepam, seperti pil BK, pil Koplo,
Rohip, Dum, MG). Psikotropika yang sering disalahgunakan antara lain : -
Psikostimulansia : amfetamin, ekstasi, shabu - Sedatif & Hipnotika (obat penenang,
obat tidur): MG, BK, DUM, Pil koplo dan lain-lain - Halusinogenika : Iysergic acid
dyethylamide (LSD), mushroom.

Zat adiktif lain meliputi :


a. Minuman berakohol, Mengandung etanol etil alkohol, yang berpengaruh
menekan susunan syaraf pusat, dan sering menjadi bagian dari kehidupan
manusia sehari-hari dalam kebudayaan tertentu. Jika digunakan sebagai
campuran dengan narkotika atau psikotropika, memperkuat pengaruh obat/zat
itu dalam tubuh manusia.
golongan minuman berakohol, yaitu : -
 Golongan A : kadar etanol 1-5%, (Bir) –
 Golongan B : kadar etanol 5-20%, (Berbagai jenis minuman anggur) –
 Golongan C : kadar etanol 20-45 %, (Whiskey, Vodca, TKW, Manson House,
Johny Walker, Kamput.) i

b. Inhalansia (gas yang dihirup) dan solven (zat pelarut) mudah menguap
berupa senyawa organik, yang terdapat pada berbagai barang keperluan rumah
tangga, kantor dan sebagai pelumas mesin. Yang sering disalah gunakan,
antara lain : Lem, thinner, penghapus cat kuku, bensin.

c. Tembakau : Pemakaian tembakau yang mengandung nikotin sangat luas di


masyarakat. Pada upaya penanggulangan NAPZA di masyarakat, pemakaian
rokok dan alkohol terutama pada remaja, harus menjadi bagian dari upaya
pencegahan, karena rokok dan alkohol sering menjadi pintu masuk
penyalahgunaan NAPZA lain yang lebih berbahaya.

Bahan/ obat/zat yang disalahgunakan dapat juga diklasifikasikan sebagai


berikut :
1. Sama sekali dilarang : Narkotoka golongan I dan Psikotropika
Golongan I.
2. Penggunaan dengan resep dokter : amfetamin, sedatif hipnotika.
3. Diperjual belikan secara bebas : lem, thinner dan lain-lain.
4. Ada batas umur dalam penggunannya : alkohol, rokok.

C. PENYALAHGUNAAN NAPZA
1. Ganja
 Persepsi waktu yang salah,
 denyut nadi meningkat,
 jarak pandang menjadi tidak normal,
 kemampuan berpikir secara logis menurun,
 daya pikir lambat,
 pikiran menerawang kealam khayal,
 menyebabkan cemas, panik bahkan gangguan jiwa,
 beresiko terkena penyakit kanker paru-paru dan penyakit paru lainnya.
2. Ekstasi
 aktivitas mental-emosional meningkat,
 tubuh kepanasan dan kekurangan cairan, pusing dan lelah (dehidrasi),
 merusak organ tubuh seperti hati, ginjal dan otak,
 dapat terjadi kejang jantung dan gagal jantung,
 menimbulkan depresi, gangguan daya ingat dan gangguan jiwa (psikosis)

3. Sabu-sabu (Methamphetamine)
 Selera makan hilang,
 pernapasan menjadi cepat,
 denyut jantung dan pernapasan meningkat,
 suhu tubuh meningkat,
 gelisah dan tidak dapat diam,
 dapat mengalami serangan panik,
 stroke atau gagal jantung,
 kurang gizi dan berat badan turun,
 depresi,
 memicu agresivitas kekerasan dan perilaku aneh,
 kejang-kejang dan kematian.

4. Putaw (Heroin)
 Haid tidak teratur (pada wanita),
 berat badan turun drastis,
 kurang gizi,
 impotensi,
 kejang-kejang dan kematian,
 terjadi sakaw seperti kejang otot, menceret, tremor (bergetar tanpa kendali),
panic, hidung dan mata berair, menggigil, berkeringat, gelisah, tidak bisa
tidur, dan nyeri sekujur badan.
5. Alkohol (Miras)
 Perubahan fisiologis juga terjadi, seperti cara berjalan yang tidak mantap,
muka merah atau mata juling,
 perubahan psikologis yang dialami oleh konsumen misalnya mudah
tersinggung, bicara asal-asalan atau kehilangan konsentrasi,
 perubahan perilaku, seperti misalnya ingin berkelahi atau melakukan tindakan
kekerasan lainnya, tidak mampu menilai realitas, terganggu fungsi sosialnya
dan terganggu pekerjaannya,
 mereka yang sudah ketagihan biasanya mengalami suatu gejala yang disebut
sindrom putus alkohol, yaitu rasa takut diberhentikan minum alkohol, sering
gemetar dan jantung berdebar-debar, cemas, gelisah, murung dan banyak
berhalusinasi.
6. Inhalan
 Memperlambat kerja otak dan system saraf pusat,
 merusak otak, hati, ginjal dan paru-paru,
 menimbulkan kematian akibat terhentunya pernapasan dan gangguan pada
jantung.

D. EFEK PENGGUNAAN NAPZA

Efek Penggunaan Napza


a. Narkotika
1. Golongan Opioid
Opioid berasal dari kata Opium. Jus dari bunga opium, Papaver somniverum, yang
mengandung kira-kira 20 alkaloid opium, termasuk morfin. Nama opioid juga digunakan
untuk opiat, yaitu suatu preparat atau derivat dari opium dan narkotika sintetik yang
kerjanya menyerupai opiat tetapi tidak didapatkan dari opium. Opiat alami lain atau opiat
yang disintesis dari opiat alami adalah heroin, kodein, dan hydromorphone.
Sejumlah besar narkotik sintetik (opioid) telah dibuat, termasuk meperidine (Demerol),
methadone (Dolphine), pentazocine (Talwin), dan propocyphene (Darvon). Saat ini
Methadone banyak digunakan orang dalam pengobatan ketergantungan opioid. Antagonis
opioid telah dibuat untuk mengobati overdosis opioid dan ketergantungan opioid. Kelas
obat tersebut adalah nalaxone (Narcan), naltrxone (Trexan), nalorphine, levalorphane dan
apomorphine. Sejumlah senyawa dengan aktivitas campuran agonis dan antagonis telah
disintesis dan senyawa tersebut adalah pentazocine, butorphanol (Stadol), dan
buprenorphine (Buprenex). Beberapa penelitian telah menemukan bahwa buprenorphine
adalah suatu pengobatan yang efektif untuk ketergantungan opioid. Beberapa jenis opioid
antara lain metadon, demerol, codein, candu, heroin, dan morphin.
Efek yang ditimbulkan antara lain :
 Mengalami pelambatan dan kekacauan pada saat berbicara.
 Kerusakan penglihatan pada malam hari.
 Kerusakan pada liver dan ginjal.
 Peningkatan resiko terkena virus HIV dan hepatitis dan penyakit infeksi lainnya melalui
jarum suntik.
 Penurunan hasrat dalam hubungan sex.
 Kebingungan dalam identitas seksual.
 Kematian karena overdosis.
Gejala Intoksikasi
Konstraksi pupil (atau dilatasi pupil karena anoksia akibat overdosis berat) dan satu (atau
lebih) tanda berikut, yang berkembang selama , atau segera setelah pemakaian opioid, yaitu
:
 Mengantuk atau koma
 Berbicara cadel
 Gangguan atensi atau daya ingat
 Perilaku maladaptif atau perubahan psikologis yang bermakna secara klinis (misalnya
euforia awal diikuti oleh apatis, disforia, agitasi atau retardasi psikomotor, gangguan
pertimbangaan, atau gangguan fungsi sosial atau pekerjaan) yang berkembang selama, atau
segera setelah pemakaian opioid.
Gejala Putus Zat
Gejala putus obat dimulai dalam enam sampai delapan jam setelah dosis terakhir, biasanya
setelah suatu periode satu sampai dua minggu pemakaian kontinu atau pemberian antagonis
narkotik. Sindroma putus obat mencapai puncak intensitasnya selama hari kedua atau
ketiga dan menghilang selama 7 sampai 10 hari setelahnya. Tetapi beberapa gejala
mungkin menetap selama enam bulan atau lebih lama. Gejala putus obat dari
ketergantungan opioid adalah :
 Kram otot parah dan nyeri tulang
 Diare berat
 Kram perut
 Rinorea
 Lakrimasi piloereksi
 Menguap
 Demam
 Dilatasi pupil
 Hipertensi
 Takikardi
 Disregulasi temperatur
Seseorang dengan ketergantungan opioid jarang meninggal akibat putus opioid, kecuali
orang tersebut memiliki penyakit fisik dasar yang parah, seperti penyakit jantung. Gejala
residual seperti insomnia, bradikardia, disregulasi temperatur, dan kecanduan opiat
mungkin menetap selama sebulan setelah putus zat. Pada tiap waktu selama sindroma
abstinensi, suatu suntikan tunggal morfin atau heroin menghilangkan semua gejala. Gejala
penyerta putus opioid adalah kegelisahan, iritabilitas, depresi, tremor, kelemahan, mual,
dan muntah.
2. Golongan Kokain
Efek yang ditimbulkan antara lain :
 Elasi
 Euforia
 Peningkatan harga diri dan perasan perbaikan pada tugas mental dan fisik. Kokain
dalam dosis rendah dapat disertai dengan perbaikan kinerja pada beberapa tugas
kognitif.
Gejala Intoksikasi
Pada penggunaan Kokain dosis tinggi gejala intoksikasi dapat terjadi :
a. Agitasi
b. Iritabilitas
c. Gangguan dalam pertimbangan
d. Perilaku seksual yang impulsif, cenderung agresif
e. Peningkatan aktivitas psikomotor menyeluruh dan kemungkinan gejala mania
f. Takikardi
g. Hipertensi
h. Midriasis
Gejala Putus Zat
Setelah menghentikan pemakaian Kokain atau setelah intoksikasi akut terjadi depresi
pascaintoksikasi (crash) yang ditandai dengan disforia, anhedonia, kecemasan, iritabilitas,
kelelahan, hipersomnolensi, kadang-kadang agitasi.
Pada pemakaian kokain ringan sampai sedang, gejala putus Kokain menghilang dalam 18
jam. Pada pemakaian berat, gejala putus kokain bisa berlangsung sampai satu minggu, dan
mencapai puncaknya pada dua sampai empat hari. Gejala putus Kokain juga dapat disertai
dengan kecenderungan untuk bunuh diri. Orang yang mengalami putus Kokain seringkali
berusaha mengobati sendiri gejalanya dengan alkohol, sedatif, hipnotik, atau obat
antiensietas seperti diazepam (Valium)
3. Golongan Kanabis
Efek yang ditimbulkan
Efek euforia telah dikenali. Efek medis yang potensial adalah sebagai analgesik,
antikonvulsan dan hipnotik. Belakangan ini juga telah berhasil digunakan untuk mengobati
mual sekunder yang disebabkan terapi kanker dan untuk menstimulasi nafsu makan pada
pasien dengan sindroma imunodefisiensi sindrom (AIDS). Kanabis juga digunakan untuk
pengobatan glaukoma dan mempunyai efek aditif dengan efek alkohol, yang seringkali
digunakan secara kombinasi.
Gejala Intoksikasi
 Meninggikan kepekaan pemakai terhadap stimuli eksternal
 Membuat warna-warna tampak lebih terang
 Perlambatan waktu secara subjektif. Pada dosis tinggi pemakai mungkin juga
merasakan depersonalisasi dan derealisasi.
 Keterampilan motorik terganggu. Gangguan pada keterampilan motorik tetap
ada setelah efek euforia dan persepsi subyektif menghilang. Selama 8 sampai 12 jam
setelah menggunakan kanabis, pemakai mengalami suatu gangguan keterampilan motorik
yang mengganggu kemampuan mengendarai mobil, motor, mesin berat.
 Delirium yang disebabkan karena intoksikasi. Ditandai dengan adanya
gangguan kognitif, kemampuan unjuk kerja, gangguan daya ingat, waktu reaksi, persepsi,
koordinasi motorik dan pemusatan perhatian.
 Dosis tinggi juga mengganggu tingkat kesadaran pemakai.
 Reaksi kecemasan singkat yang dicetuskan oleh pikiran paranoid. Dalam
keadaan tersebut dapat terjadi panik yang didasarkan karena rasa takut yang tidak jelas dan
tidak terorganisir. Pemakai yang tidak pengalaman lebih mudah mengalami gejala
kecemasan dari pada pemakai yang berpengalaman.
b. Alkohol
Efek yang ditimbulkan
Efek yang ditimbulkan setelah mengkonsumsi alkohol dapat dirasakan segera dalam waktu
beberapa menit saja, tetapi efeknya berbeda-beda, tergantung dari jumlah/kadar alkohol
yang dikonsumsi. Dalam jumlah yang kecil, alkohol menimbulkan perasaan relax, dan
pengguna akan lebih mudah mengekspresikan emosi, seperti rasa senang, rasa sedih dan
kemarahan. Bila dikonsumsi lebih banyak lagi, akan muncul efek sebagai berikut :
1. Merasa lebih bebas mengekspresikan diri, tanpa ada perasaan terhambat
2. Menjadi lebih emosional (sedih, senang, marah secara berlebihan).
3. Berefek pada fungsi fisik - motorik, yaitu bicara cadel, pandangan menjadi kabur,
sempoyongan, inkoordinasi motorik dan bisa sampai tidak sadarkan diri.
4. Kemampuan mental mengalami hambatan, yaitu gangguan untuk memusatkan
perhatian dan daya ingat terganggu.
5. Pengguna biasanya merasa dapat mengendalikan diri dan mengontrol tingkah
lakunya. Pada kenyataannya mereka tidak mampu mengendalikan diri seperti yang mereka
sangka mereka bisa. Oleh sebab itu banyak ditemukan kecelakaan mobil yang disebabkan
karena mengendarai mobil dalam keadaan mabuk.
6. Pemabuk atau pengguna alkohol yang berat dapat terancam masalah kesehatan
yang serius seperti radang usus, penyakit liver, dan kerusakan otak.
7. Kadang-kadang alkohol digunakan dengan kombinasi obat - obatan berbahaya
lainnya, sehingga efeknya jadi berlipat ganda. Bila ini terjadi, efek keracunan dari
penggunaan kombinasi akan lebih buruk lagi dan kemungkinan mengalami over dosis akan
lebih besar.
Penggunaan jangka panjang
1. Perlemakan hati
2. Pengkerutan hati ( kanker hati )
3. Peradangan lambung
4. Radang pankreas
5. Polineuritis
6. Myopati
7. Kardiomiopati
8. Pikun (psikosis korsakof)
9. Cacat pada janin (pada ibu hamil yang mengonsumsi alkohol)
Gejala Putus Zat
Penghentian atau penurunan pemakaian alkohol yang telah berlangsung lama atau
pemakaian yang berat bisa mengalami gejala seperti di bawah ini :
a.Hiperaktifitas otonomik (berkeringat, denyut nadi melebihi 100) peningkatan tremor
tangan.
b. Insomnia
c.Mual atau Muntah
d. Agitasi Psikomotor
e.Kecemasan
f. Kejang
g. Halusinasi atau ilusi pengelihatan, pendengaran, perabaan
c.Psikotropika
1. Amphetamine
Efek yang ditimbulkan
Amphetamine tipikal digunakan untuk meningkatkan daya kerja dan untuk menginduksi
perasaan euforik. Pelajar yang belajar untuk ujian, pengendara truk jarak jauh, pekerja yang
sering dituntut bekerja mengejar deadline, dan atlet. Amphetamine merupakan zat yang
adiktif.
Jenis obat-obatan yang tergolong kelompok amphetamine adalah : dextroamphetamine
(Dexedrin), methamphetamine dan methylphenidate (Ritalin).
Obat tersebut beredar dengan nama jalanan : crack, ecstasy, ice, crystal meth, speed, shabu-
shabu.
Gejala Intoksikasi
Sindroma intoksikasi amfetamin serupa dengan intoksikasi kokain, yaitu
 Takikardi
 Dilatasi pupil
 Penurunan atau peningkatan tekanan darah
 Berkeringat atau mengigil
 Mual atau muntah
 Penurunan berat badan
 Agitasi atau retardasi psikomotor
 Kelemahan otot, depresi pernapasan, nyeri dada, aritmia jantung
Konfusi, kejang, diskinesia, distonia, koma
Gejala Putus Zat
a. Kecemasan
b. Gemetar
c. Mood disforik
d. Letargi
e. Fatigue
f. Mimpi yang menakutkan
g. Nyeri kepala
h. Berkeringat banyak
i. Kram otot dan lambung
j. Rasa lapar yang tidak pernah kenyang
2. Halusinogen (LSD)
Ketergantungan Zat
Pemakaian jangka panjang jarang terjadi. Tidak terdapat adiksi fisik, namun demikian
adiksi psikologis dapat terjadi walaupun jarang. Hal ini disebabkan karena pengalaman
menggunakan LSD berbeda-beda dan karena tidak terdapat euforia seperti yang
dibayangkan.
Gejala Intoksikasi
 Perilaku maladaptif (kecemasan, paranoid, gangguan dalam pertimbangan, dsb)
 Perubahan persepsi ( depersonalisasi, ilusi, direalisasi, halusinasi,dsb )
 Dilatasi pupil
 Takikardi
 Berkeringat
 Palpitasi
 Pandangan kabur
 Tremor
 Inkoordinasi
3. Phenycyclidine (PCP)
Efek yang ditimbulkan
Efek PCP adalah mirip dengan efek halusinogen seperti lysergic acid diethylamide (LSD);
tetapi karena farmakologi yang berbeda dan adanya efek klinis yang berbeda
diklasifikasikan sebagai kategori obat yang berbeda. Ketergantungan secara fisik jarang
ditemui, tetapi ketergantungan secara psikologis sering dialami oleh pengguna PCP.
Gejala Klinis
a. Menjadi tidak komunikatif, tampak pelupa dan fantasi yang aktif
b. Tempo yang cepat
c. Euforia
d. Badan yang hangat
e. Rasa geli dan melayang yang penuuh kedamaian
f. Perasaan depersonalisasi
g. Isolasi diri
h. Halusinasi visual dan auditorius
i. Gangguan persepsi tempat dan waktu
j. Perubahan citra tubuh yang mencolok
k. Konfusi dan disorganisasi pikiran
l. Kecemasan
m. Menjadi simpatik, bersosialisasi dan suka bicara pada suatu saat dan bersikap
bermusuhan pada waktu lainnya
n. Hipertensi, nistagmus dan hipertermia
o. Melakukan gerakan kepala memutar, menyeringai, menghentak
p. Kekakuan otot
q. Muntah berulang
r. Bicara dan menyanyi berulang
s. Lekas marah, paranoid
t. Suka berkelahi atau menyerang secara irasional
u. Bunuh diri atau membunuh
v. Delirium
w. Gangguan psikotik
x. Gangguan mood
y. Gangguan kecemasan
4. Sedatif, Hipnotik, Ansiolitik
Jenis obat-obatan yang tergolong kelompok sedatif-hipnotik atau ansiolitik adalah
benzodiazepin, seperti :
 Diazapam (Valium)
 Barbiturat contoh secobarbital (Seconal)
 Qualone (Quaalude)
 Mepobramate (Equanil)
 Dana glutethimide (Doriden)
Obat-obatan ini sebenarnya diresepkan sebagai antipiretik, pelemas otot, anestetik, dan
adjuvan anestetik. Semua obat dalam kelas ini dan alkohol memiliki toleransi silang dan
efeknya adalah adiktif. Ketergantungan fisik dan psikologis berkembang terhadap semua
obat-obatan ini, dan semuanya disertai gejala putus obat.
d. Zat Adiktif
1. Inhalansia
Yang termasuk dalam golongan ini adalah Aica Aibon (lem), aseton, thinner, dan N2O.
Gejala Klinis
Dalam dosis awal yang kecil inhalan dapat menginhibisi dan menyebabkan perasaan
euforia, kegembiraan, dan sensasi mengambang yang menyenangkan. Gejala psikologis
lain pada dosis tinggi dapat berupa rasa ketakutan, ilusi sensorik, halusinasi auditoris dan
visual dan distorsi ukuran tubuh. Gejala neurologis dapat termasuk bicara yang tidak jelas
(menggumam, penurunan kecepatan bicara, dan ataksia) . Penggunaan dalam waktu lama
dapat menyebabkan iritabilitas, labilitas emosi dan gangguan ingatan.
Sindroma putus inhalan tidak sering terjadi, kalaupun ada muncul dalam bentuk susah
tidur, iritabilitas, kegugupan, berkeringat, mual, muntah, takikardia, dan kadang-kadang
disertai waham dan halusinasi.
Efek yang ditimbulkan
Efek merugikan yang paling serius adalah kematian yang disebabkan karena depresi
pernafasan, aritmia jantung, asfiksiasi, aspirasi muntah atau kecelakaan atau cedera.
Penggunaan inhalan dalam jangka waktu lama dapat menyebabkan kerusakan hati dan
ginjal yang ireversibel dan kerusakan otot yang permanen.
2. Kafein
3. Nikotin
Efek yang ditimbulkan
efek stimulasi dari nikotin menyebabkan peningkatan perhatian, belajar, waktu reaksi, dan
kemampuan untuk memecahkan masalah. Menghisap rokok meningkatkan mood,
menurunkan ketegangan dan menghilangkan perasaan depresif. Pemaparan nikotin dalam
jangka pendek meningkatkan aliran darah serebral tanpa mengubah metabolisme oksigen
serebral. Tetapi pemaparan jangka panjang disertai dengan penurunan aliran darah serebral,
berbeda dengan efek stimulasinya pada sistem saraf pusat, bertindak sebagai relaksan otot
skeletal.
Komponen psikoaktif dari tembakau adalah nikotin.
Nikotin adalah zat kimia yang sangat toksik. Dosis 60 mg pada orang dewasa dapat
mematikan, karena paralisis (kegagalan) pernafasan.
Ketergantungan
Ketergantungan nikotin berkembang cepat karena aktivasi sistem dopaminergik area
segmental ventral oleh nikotin (sistem yang sama dipengaruhi oleh Kokain dan
Amphetamin). Perkembangan ketergantungan dipercepat oleh faktor sosial yang kuat yang
mendorong merokok dalam beberapa lingkungan dan oleh karena efek kuat dari iklan
rokok. Orang kemungkinan merokok jika orangtuanya atau saudara kandungnya merokok
dan yang berperan sebagai model peran atau tokoh identifikasi merokok. Ada penelitian
terakhir juga menyatakan suatu diatesis genetik ke arah ketergantungan nikotin.

E. TAHAPAN PENGGUNAAN NAPZA


Secara umum terdapat 5 tahapan pengguna narkoba, yaitu:
1. Tahap Eksperimen (tahap mencoba-coba)
Dengan pengertian pernah sekali atau beberapa kali mencoba memakai narkoba dalam
waktu relative singkat untuk kemudian berhenti. Biasanya motif pada tahap ini adalah rasa
keingintahuan yang tinggi dan ingin mendapatkan pengalaman yang luar biasa seperti yang
diceritakan oleh teman-temannya. Mitosnya adalah mengkonsumsi narkoba berarti
merasakan kenikmatan yang luar biasa. Di sini peran teman pergaulan sangat penting dalam
mempengaruhi pola perilaku seseorang. Seorang akan dipengaruhi oleh temannya yang biasa
menggunakannya dengan segala cara dan bila perlu diberikan zat tersebut secara gratis pada
awalnya (pada tahap coba-coba ini), baru setelah itu ada imbalannya, karena seseorang
sudah terlanjur ketagihan.
2. Tahap rekreasi (tahap rekreasi sosial) 
Pemakaian lebih sering dan menggunakan satu atau beberapa macam obat secara sendirian
atau bersama-sama dalam satu kelompok, yang waktunya disepakati terlebih dahulu secara
bersama-sama.Di tahap ini mulai tumbuh rasa setia kawan dan teman sependeritaan sesama
pengguna narkoba.
3. Tahap situasional (pada situasi dan keadaan tertentu)
Biasanya pemakaian dalam situasi tertentu, biasanya dalam keadaan stres yang meningkat
seperti menghadapi ujian, kecewa karena gagal ujian, untuk menghilangkan rasa kantuk,
untuk meningkatkan prestasi sekolah dan olahraga,
menghilangkan rasa malu dan ragu-ragu. Namun di sini telah terjadi pola perilaku
pengulangan bila berhadapan dengan kondisi tersebut. Risiko untuk ketagihan
lebih mungkin terjadi pada tahap situasional ini.
4. Tahap abuse (tahap penyalahgunaan) 
Biasanya pemakaian sudah dalam jangka waktu yang lama, motif utamanya biasanya untuk
mengurangi perasaan tidak enak terutama cemas, kekecewaan, kesedihan dan kemurungan.
Stresor yang dialami oleh pengguna biasanya sudah berlangsung lama dan kemungkinan
sudah terdapat adanya komorbiditas (diagnosis ganda) seperti depresi, halusinasi, waham,
gangguan emosi dsb.
5. Tahap adiksi (tahap ketagihan)
Penderita sudah sulit untuk menghentikan pemakaian narkoba karena sudah terjadi adiksi
yang berlangsung lama. Ketergantungannya baik berupa fisik maupun psikis,
dan terdapat okupasi untuk mendapatkan obat dalam jumlah yang cukup untuk mengurangi
gejala tidak enak (sakau) yang dialaminya apabila pemakaian obat dihentikan
Untuk berhenti dari penyalahgunaan narkoba memang sangat diperlukan perjuangan dan
dukungan penuh dari keluarga/lingkungan. Untuk tahap pemakaian 1,2,3 bisa saja
melakukan konsultasi rawat jalan di fasilitas rehabilitasi terdekat jika tidak terjadi gangguan
tidur, emosi dan gangguan psikologis lain. Untuk tahap 4 dan 5 biasanya memerlukan
rehabilitasi rawat inap 3-6 bulan karena pada pemakaian tahap ini umumnya terjadi gejala
putus zat (sakau) ,perubahan perilaku, gangguan mood, gangguan pola pikir, bahkan
gangguan jiwa ringan hingga berat.
Oleh karenanya biasanya dokter menyarankan rawat inap terlebih dahulu karena
memerlukan penanganan yang cukup kompleks.

F. FAKTOR RESIKO PENYALAHGUNAAN NAPZA

Menurut soetjiningsih (2010), factor risiko yang menyebabkan penyalahgunaan NAPZA antara lain factor
genetic, lingkungan keluarga, pergaulan (teman sebaya) dan karakteristik individu

1. Faktor genetic
Resiko factor genetic didukung oleh hasil penelitian bahwa remaja dan orang tua kandung alkoholik
mempunyai risiko 3-4 kali sebagai peminum alcohol disbanding remaja dari orang tua angkat
alkoholik. Penelitian ini membuktikan remaja kembar monozigot mempunyai risiko alkoholik lebih
besar dibandingkan remaja kemabar dizigot
2. Lingkungan keluarga
Pola asuh dalam keluarga snagat besar pengaruhnya terhadap penyalahgunaan NAPZA. Pola asuh
orang tua yang demokratis dan terbuka mempunyai risiko penyalahgunaan NAPZA lebih rendah
dibandingkan dengan pola asuh orang tua dengan disiplin yang ketat. Fakta berbicara bahwa tidak
semua keluarga mampu menciptakan kebahagiaan bagi semua anggota keluarga. Banyak keluarga
mengalami problem-problem tertentu. Salah satunya ketidakharmonisan hubungan keluarga.
Banyak keluarga berantakan ditandai oleh relasi orang tua tidak harmonis dan matinya komunikasi
antara mereka.
Ketidakharmonisan yang terus berlanjut sering berakibat perceraian. Kalaupu keluarga ini tetap
dipertahankan, maka yang ada sebetulnya adalah sebuah rumah tangga yang tidak akrab dimana
anggota keluarga tidak merasa betah. Orag tua sering meninggalkan rumah di pagi hari dan pulang
di waktu malam. Kebanyakan diantara penyalahguna NAPZA mempunyai hubungan yang biasa-biasa
saja dengan orang tuanya. Mereka jarang menghabiskan waktu luang dan bercanda dengan orang
tuanya (Jehani, dkk, 2006)
3. Faktor pergaulan
Di dalam mekanisme terjadinya penyalahgunaan NAPZA teman kelompok (peer Group) mempunyai
pengaruh yang dapat mendorong atau mencetuskan penyalahgunaan NAPZA pada diri sesorang.
Menurut HAwari (2010) perkenalan pertama dengan NAPZA justru datangnya dari teman kelompok.
Pengaruh kelompok ini dapat menciptakan keterikatan dan kebersamaan, sehingga yang
bersangkutan sukar melepaskan diri. Pengaruh teman kelompok ini tidak hanya pada saat
perkenalan pertama dengan NAPZA, melainkan juga menyebabkan kekambuhan (relapse)
Bila hubungan orang tua dan anak tidak baik, maka akan terlepas ikatan psikologisnya dengan
orangtua dan anak akan mudah jatuh dalam pengaruh teman kelompok. Berbagai cara teman
kelompok ini mempengaruhi, misalnya dengan cara membujuk, ditawari bahkan samapi dijebak dan
seterusnya sehingga anak turut menyalahgunakan NAPZA dan sukar melepaskan diri dari teman
kelomponya.
Marlatt dan Gordon (1980) dalam penelitiannya terhadap para penyalahguna NAPZA yang kambuh
menyatakan bahwa mereka kembali kambuh karena ditawari oleh teman-teman yang masih
menggunakan NAPZA (mereka kembali bertemu dan bergaul). Kondisi pergaulan social dalam
lingkungan yang seperti ini merupakan kondisi yang dapat menimbulkan kekambuhan. Proporsi
pengaruh kelompok sebagai penyebab kekambuhan dalam penelitian tersebut mencapai 34%
4. Karakteristik individu
a. Umur
Berdasarkan penelitian, kebanyakan penyalahguna NAPZA adalah mereka yang termasuk
kelompok remaja. Pada umur ini secara kejiwaan masih sangat labil, mudah terpengaruh oleh
lingkungan dan sedang mencari identitas diri serta senang memasuki kehidupan kelompok. Hasil
temuan tim kelompok kerja pemberantasan penyalahgunaan Narkoba departemen pendidikan
nasional menyatakan sebanyak 70% penyalahguna NAPZA di Indonesia adalah anak usia
sekolah. Hasil penelitian yang dilakukan oleh siregar (2004) proporsi menyalahguna NAPZA
tertinggi pada kelompok umur 17-19 tahun (54%)
b. Pendidikan
Menurut friedman (2005) belum ada hasil penelitian yang menyatakan apakah pendidikan
mempunyai resiko penyalahgunaan NAPZA akan tetapi, pendidikan ada kaitannya dengan cara
berfikir, kepemimpinan, pola asuh, komunikasi serta pengambilan keputusan dalam keluarga
Hasil penelitian prasetyaningasih (2009) menunjukkan bahwa pendidikan penyalahgunaan
NAPZA sebagian besar termasuk kategori tingkat pendidikan dasar (50,7%). Asumsi umum
bahwa semakin tinggi pendidikan semakin mempunyai wawasan/ pengalaman yang luas dan
cara berfikir serta bertindak yang lebih baik. Pendidikan yang rendah mempengaruhi tingkat
pemahaman terhadap informasi yang sangat penting tentang NAPZA dan segala dampak
negative yang dapat ditimbulkannya, karena pendidikan rendah berakibat sulit berkembang
menerima informasi baru serta mempunyai pola piker yang sempit.
c. Pekerjaan
Hasil studi BNN dan pusat penelitian kesehatan Universitas Indonesia tahun 2009 di kalangan
pekerja di Indonesia diperoleh data bahwa penyalahguna NAPZA tertinggi pada karyawan
swasta dengan prevalensi 68%, PNS/TNI/POLRI dengan prevalensi 13%, dan karyawan BUMN
dengan prevalensi 11% (BNN, 2010)

G. DAMPAK PENYALAHGUNAAN NAPZA


H. Penyalahgunaan NAPZA adalah penggunaan NAPZA secara patologis (diluar
pengobatan) yang sudah berlangsung selama paling sedikit satu bulan berturut-turut
dan menimbulkan gangguan dalam fungsi sosial, sekolah atau pekerjaan. Dampak
terhadap kesehatan tubuh jika digunakan secara terus menerus atau melebihi takaran
mengakibatkan ketergantungan sehingga terjadi kerusakan organ tubuh seperti
jantung, paru-paru, hati dan ginjal. Dampak penyalahgunaan pada seseorang sangat
tergantung pada jenis NAPZA yang dipakai, kepribadian pemakai dan situasi atau
kondisi pemakai. Secara umum dampak penyalahgunaan dapat terlihat pada fisik,
psikis maupun social. Dampak psikis dan sosial antara lain adalah lamban kerja,
apatis hilang kepercayaan diri, tertekan, sulit berkonsentrasi, gangguan mental, anti-
sosial, asusila dan dikucilkan oleh masyarakat. Selain itu, penyalahgunaan yang
menggunakan jarum suntik, khususnya pemakaian jarum suntik secara bergantian,
risikonya adalah tertular penyakit seperti hepatitis B, C, dan HIV. Penggunaan yang
berlebihan atau over dosis dapat menyebabkan kematian.

I. PENCEGAHAN PENYALAHGUNAAN NAPZA


Berdasarkan intruksi presiden (2018) Pencegahan terdiri atas :
a. Peningkatan kampanye public tentang bahaya penyalahgunaan narkotika dan
precursor narkotika
 Sosialisasi bahaya narkotika dan precursor narkotika serta informasi
tentang P4GN kepada pegawai aparatur sipil Negara, prajurit tentara
nasional Indonesia dan anggota kepolisian Negara republic Indonesia
 Pembentukan regulasi tentang P4GN dimasing-masing
kementerian/lembaga dan pemerintah daerah
 Penyelenggaraan hari remaja internasional pada tingkat pusat dan provinsi
 Promosi Generasi berencana (GenRe) disekolah, kampus, dan kampong
keluarga berencana
 Promosi GenRe berbasis komunitas
 Sosialisasi P4GN pada sarana dan prasarana transportasi serta moda
transportasi
 Penguatan dukungan ekologi social bagi para penyandang masalah
kesejahteraan social (PMKS)
 Pembinaan dan penyebarluasan P4GN kepada seluruh BUMN dan BUMD
 Pembinaan dan penyebarluasan P4GN kepda instansi (sector) yang
menggunakan bahan-bahan Prekursor Narkotika
 Pendirian 5(lima) pusat informasi edukasi narkotika,psikotropika dan zat
adiktif (PIE NAPZA) di 5(lima) wilayah rawan dan rentan narkotika dan
precursor narkotika
 Penguatan pemberdayaan masyarakat dalam memetakan permasalahan
penyalahgunaan NAPZA didaerah rawan dan rentan pada daerah
tertinggal, terdepan dan terluar
 Penutupan situs jual beli narkotika dan precursor narkotika dan situs yang
melegalisasi narkotika dan precursor narkotika
b. Deteksi dini penyalahgunaan narkotika dan precursor narkotika
 Pelaksanaan tes urine kepada seluruh ASN termasuk calon ASN
 Pembentukansatuan tugas/relawan anti Narkotika dan precursor narkotika
 Kerjasama internasional terkait P4GN
 Perlindungan terhadap informasi kritis dan strategis untuk mereduksi
kerentanan terhadap yang dimiliki Badan Narkotika Nasional
c. Pengembangan pendidikan Anti narkotika dan precursor narkotika
 Pengembangan dan penerapan modul pendidikan anti narkotika dan
precursor narkotika pada seluruh pendidikan kedinasan
 Penyusunan modul anti narkotika dan precursor narkotika untuk latihan
dasar, pendidikan dan pelatihan kepemimpinan, teknis, dan fungsional
 Pengembangan topic anti narkotika dan precursor narkotika pada salah
satu pelajaran disekolah dan perguruan tinggi
 Melakukan peningkatan kapasitas sumber daya manusia pada lembaga
layanan yang berada di bawah koordinasi Kementerian Pemberdayaan
Perempuan dan pelindungan Anak terkait upaya pencegahan dan
penangnan narkotika dan precursor narkotika pada anak
d. Pemberdayaan masyarakat
 Pelaksanaan pelatihan kader pemuda anti narkotika dan precursor
narkotika
 Pengembangan potensi masyarakat pada kawasan rawan dan rentan
Narkotika dan precursor narkotika

J. TERAPI DAN REHABILITASI

Ada beberapa model pengobatan/terapi (rehabilitasi) yang popular dilaksanakan pada


masalah gangguan penggunaan narkoba, antara lain:
1. Therapeutic Community (TC Model)
Model ini merujuk pada keyakinan bahwa gangguan penggunaan NAPZA adalah
gangguan pada seseorang secara menyeluruh. Dalam hal ini norma-norma perilaku
diterapkan secara nyata dan ketat yang diyakinkan dan diperkuat dengan memberikan
reward dan sanksi yang spesifik secara langsung untuk mengembangkan kemampuan
mengontrol diri dan sosial/komunitas. Pendekatan yang dilakukan meliputi terapi
individual dan kelompok, sesi encounter yang intensif dengan kelompok sebaya dan
partisipasi dari lingkungan terapeutik dengan peran yang hirarki, diberikan juga
keistimewaan (privileges) dan tanggung jawab. Pendekatan lain dalam program termasuk
tutorial, pendidikan formal dan pekerjaan sehari-hari.
TC model biasanya merupakan perawatan inap dengan periode perawatan dari dua belas
sampai delapan belas bulan yang diikuti dengan program aftercare jangka pendek.
2. Model Medik
Model ini berbasis pada biologik dan genetik atau fisiologik sebagai penyebab
adiksi yang membutuhkan pengobatan dokter dan memerlukan farmakoterapi untuk
menurunkan gejala-gejala serta perubahan perilaku. Program ini dirancang berbasis
rumah sakit dengan program rawat inap sampai kondisi bebas dari rawat inap atau
kembali ke fasilitas di masyarakat.
3. Model Minnesota
Model ini dikembangkan dari Hazelden Foundation dan Johnson Institute. Model
ini fokus pada abstinen atau bebas NAPZA sebagai tujuan utama pengobatan. Model
Minessota menggunakan program spesifik yang berlangsung selama tiga sampai enam
minggu rawat inap dengan lanjutan aftercare, termasuk mengikuti program self help
group (Alcohol Anonymous atau Narcotics Anonymous) serta layanan lain sesuai dengan
kebutuhan pasien secara individu. Fase perawatan rawat inap termasuk; terapi kelompok,
terapi keluarga untuk kebaikan pasien dan anggota keluarga lain, pendidikan adiksi,
pemulihan dan program 12 langkah. Diperlukan pula staf profesional seperti dokter,
psikolog, pekerja sosial, mantan pengguna sebagai addict counselor.

4. Model Eklektik
Model ini menerapkan pendekatan secara holistik dalam program rehabilitasi.
Pendekatan spiritual dan kognitif melalui penerapan program 12 langkah merupakan
pelengkap program TC yang menggunakan pendekatan perilaku, hal ini sesuai dengan
jumlah dan variasi masalah yang ada pada setiap pasien adiksi.
5. Model Multi Disiplin
Program ini merupakan pendekatan yang lebih komprehensif dengan
menggunakan komponen disiplin yang terkait termasuk reintegrasi dan kolaborasi dengan
keluarga dan pasien.
6. Model Tradisional
Tergantung pada kondisi setempat dan terinpirasi dari hal-hal praktis dan
keyakinan yang selama ini sudah dijalankan. Program bersifat jangka pendek dengan
aftercare singkat atau tidak sama sekali. Komponen dasar terdiri dari : medikasi,
pengobatan alternatif, ritual dan keyakinan yang dimiliki oleh sistem lokal contoh :
pondok pesantren, pengobatan tradisional atau herbal.
7. Faith Based Model
Sama dengan model tradisional hanya pengobatan tidak menggunakan farmakoterapi.
Tahapan pengobatan merupakan program yang dibangun untuk jangka panjang dengan
tahapan-tahapan yang merupakan satu rangkaian pengobatan yang panjang. Dalam
mengejar pemulihan, pasien dituntun untuk memiliki kemajuan secara berurutan dari satu
layanan ke layanan lain seperti dari detoksifikasi ke rehabilitasi fase primary ke tahap
aftercare dan follow up (lanjutan).

Tahapan dalam program ini dirancang berdasarkan perkembangan yang


diharapkan dari pasien dengan gangguan penggunaan zat melalui proses pengobatan.
Setelah proses intake/awal, pasien diproses untuk tahapan orientasi, diikuti dengan
tahapan awal, tahapan menengah, tahapan akhir dan tahapanreentry. Akhirnya tahapan
akan dilalui sesuai dan berhubungan dengan kemajuan pasien. Hal ini kemungkinan dapat
diperlihatkan dalam berbagai tugas dan tanggung jawab yang diberikan kepada pasien
dalam berbagai periode selama dalam program pengobatan. Akan bijaksana bilamana
jumlah dan jenis keistimewaan yang diberikan membuat pasien gembira atau menikmati.
Kemajuan akan dibuat grafik sesuai dengan rangkaian pengobatan dari keadaan
ketergantungan menjadi tidak ketergantungan narkoba secara lengkap. Proses
penyembuhan bagi pecandu dapat dilakukan dengan cara bertahap, yakni;
1. Pra Pengobatan
a. Identifikasi dan Intervensi
b. Krisis Penerimaan dalam program
c. Orientasi Detoksifikasi Pengobatan
d. Komorbiditas, masalah medis dan psikiatris
2. Program Primer
a. Program terapi untuk pasien dan keluarga
b. Pendidikan
c. Rekreasi
d. Spiritual
e. Perawatan kesehatan baik fisik maupun mental
f. Kesadaran diri
g. Evaluasi
3. Perawatan Sekunder (Secondary Care)
a. Lanjutan konseling untuk pasien dan keluarga
b. Rekreasi
c. Pendidikan
d. Spiritual
e. Perawatan kesehatan
f. Dukungan sebaya
g. Rehabilitasi vokasional
h. Pencegahan kekambuhan
i. Aftercare
K. ASUHAN KEPERAWATAN NAPZA

NURSE CARE PLANNING

N D DIAGNOSA KRITERIA HASIL TINDAKAN


O KEPERAWATA KEPERAWATAN
A N

1. Anxietas ( Tingkat Anxietas ( Reduksi anxietas


Setelah dilakukan (I.09314)
tindakan  Monitor tanda-
keperawatan, tanda anxietas
diharapkan  Ciptakan suasana
anxietas terkontrol terapeutik untuk
dengan kriteria menumbuhkan
hasil: kepercayaanPaham
 Perilaku gelisah i situasi yang
 Perilaku tegang membuat anxietas
 Konsentrasi  Gunakan
 Pola tidur pendekatan yang
 Perasaan tenang dan
keberdayaan meyakinkan
 Anjurkan keluarga
untuk tetap
bersama pasien
jika perlu
 Anjurkan
mengungkapkanpe
rasaan dan persepsi
2. Koping tidak Status koping Manajemen
efektif (L.09086) penyalahgunaan zat
Setelah dilakukan (I.09291)
tindakan  Identifikasi
keperawatan, penyebab
diharapkan koping ketergantungan
individu tidak atau
efektif terkontrol penyalahgunaan
dengan kriteria zat
hasil:  Identifikasi
 Kemampuan perilaku denial
memenuhi peran tidak efektif
sesuai usia  Periksa tanda dan
 Perilaku koping gejala intoksikasi
adaptif  Penuhi kebutuhan
 Perilaku dasar seperti
penyalahgunaan keamanan,kebersih
zat an diri,
 Hipersensitif kenyamanan,
terhadap kritik lingkungan tenang.
 Batasi akses
penggunaan zat
 Anjurkan berfokus
pada saat ini dan
masa depan bukan
masa lalu
 Jelaskan bahaya
menggunakan
NAPZA

3. Penurunan Status koping Dukungan koping


koping keluarga keluarga (L.09088) keluarga (I.09260)
(D.0097) Setelah dilakukan  Identifikasi respon
tindakan emosional terhadap
keperawatan, kondisi saat ini
diharapkan  Identifikasi beban
penurunan koping prognosis secara
keluarga terkontrol psikologis
dengan kriteria:  Dengarkan
 Kekhawatiran masalah, perasaan,
tentang anggota dan pertanyaan
keluarga keluarga
 Kemampuan  Terima nilai-nilai
untuk memenuhi keluarga dengan
kebutuhan cara yang tidak
anggota menghakimi
keluarga  Fasilitasi
 Komunikasi memperoleh
antara anggota pengetahuan,
keluarga ketrampilan yang
 Komitmen pada diperlukan untuk
perawatan/peng mempertahankan
obatan keputusan merawat
pasien
 Hargai dan dukung
mekanisme koping
adaptif yang
digunakan

4. Risiko mutilasi Kontrol diri Dukungan


diri (D.0145) (L.09076) pengungkapan
Setelah dilakukan perasaan
tindakan  Identifikasi tingkat
keperawatan, emosi
diharapkan risiko  Identifikasi isyarat
mutilasi diri verbal dan non
terkontrol dengan verbal
kriteria hasil:  Fasilitasi
 Perilaku mengungkapkan
melukai diri pengalaman
sendiri/orang emosional yang
lain menyakitkan
 Perilaku  Ajarkan
menyerang mengekspresikan
 Perilaku perasaan secara
merusak asertif
lingkungan
sekitar

Anda mungkin juga menyukai