NAPZA
PENDAHULUAN
Masalah penyalahgunaan Narkotika, Psikotropika dan Zat Adiktif lainya (NAPZA) atau istilah yang
populer dikenal masyarakat sebagai NARKOBA (Narkotika dan Bahan/ Obat berbahaya) merupakan
masalah yang sangat kompleks, yang memerlukan upaya penanggulangan secara komprehensif dengan
melibatkan kerja sama multidispliner, multisektor, dan peran serta masyarakat secara aktif yang dilaksanakan
secara berkesinambungan, konsekuen dan konsisten.Meskipun dalam Kedokteran, sebagian besar golongan
Narkotika, Psikotropika dan Zat Adiktif lainnya (NAPZA) masih bermanfaat bagi pengobatan, namun bila
disalahgunakan atau digunakan tidak menurut indikasi medis atau standar pengobatan terlebih lagi bila
disertai peredaran dijalur ilegal, akan berakibat sangat merugikan bagi individu maupun masyarakat luas
khususnya generasi muda. Maraknya penyalahgunaan NAPZA tidak hanya dikota-kota besar saja, tapi sudah
sampai ke kota-kota kecil diseluruh wilayah Republik Indonesia, mulai dari tingkat sosial ekonomi
menengah bawah sampai tingkat sosial ekonomi atas. Dari data yang ada, penyalahgunaan NAPZA paling
banyak berumur antara 1524 tahun. Tampaknya generasi muda adalah sasaran strategis perdagangan gelap
NAPZA. Oleh karena itu kita semua perlu mewaspadai bahaya dan pengaruhnya terhadap ancaman
kelangsungan pembinaan generasi muda. Sektor kesehatan memegang peranan penting dalam upaya
penanggulangan penyalahgunaan NAPZA.
PENGGUNAAN ISTILAH
1. NAPZA
NAPZA (Narkotika, Psikotropika dan Zat Adiktif lain) adalah bahan/zat/obat yang bila masuk kedalam
tubuh manusia akan mempengaruhi tubuh terutama otak/susunan saraf pusat, sehingga menyebabkan
gangguan kesehatan fisik, psikis, dan fungsi sosialnya karena terjadi kebiasaan, ketagihan (adiksi) serta
ketergantungan (dependensi) terhadap NAPZA. Istilah NAPZA umumnya digunakan oleh sektor
pelayanan kesehatan, yang menitik beratkan pada upaya penanggulangan dari sudut kesehatan fisik,
psikis, dan sosial. NAPZA sering disebut juga sebagai zat psikoaktif, yaitu zat yang bekerja pada otak,
sehingga menimbulkan perubahan perilaku, perasaan, dan pikiran.
2. NARKOBA
NARKOBA adalah singkatan Narkotika dan Obat/Bahan berbahaya. Istilah ini sangat populer di
masyarakat termasuk media massa dan aparat penegak hukum yang sebetulnya mempunyai makna yang
sama dengan NAPZA. Ada juga menggunakan istilah Madat untuk NAPZA. Tetapi istilah Madat tidak
disarankan karena hanya berkaitan dengan satu jenis Narkotika saja, yaitu turunan Opium.
2
KLASIFIKASI
Narkotika Golongan I : Narkotika yang hanya dapat digunakan untuk tujuan ilmu pengetahuan,
dan tidak ditujukan untuk terapi serta mempunyai potensi sangat tinggi menimbulkan
ketergantungan, (Contoh: heroin/putauw, kokain, ganja).
Narkotika Golongan II : Narkotika yang berkhasiat pengobatan digunakan sebagai pilihan terakhir
dan dapat digunakan dalam terapi atau tujuan pengembangan ilmu pengetahuan serta mempunyai
potensi tinggi mengakibatkan ketergantungan (Contoh : morfin, petidin)
Narkotika Golongan III : Narkotika yang berkhasiat pengobatan dan banyak digunakan dalam
terapi atau tujuan pengembangan ilmu pengetahuan serta mempunyai potensi ringan mengakibatkan
ketergantungan (Contoh : kodein)
3
Psikostimulansia : amfetamin, ekstasi, shabu
Sedatif & Hipnotika (obat penenang, obat tidur): MG, BK, DUM, Pil koplo dan lain-lain
Halusinogenika : Iysergic acid dyethylamide (LSD), mushroom.
3.
Minuman berakohol,
Mengandung etanol etil alkohol, yang berpengaruh menekan susunan syaraf pusat, dan sering
menjadi bagian dari kehidupan manusia sehari-hari dalam kebudayaan tertentu. Jika digunakan
sebagai campuran dengan narkotika atau psikotropika, memperkuat pengaruh obat/zat itu dalam
tubuh manusia.
Ada 3 golongan minuman berakohol, yaitu :
1. Golongan A : kadar etanol 1-5%, (Bir)
2. Golongan B : kadar etanol 5-20%, (Berbagai jenis minuman anggur)
3. Golongan C : kadar etanol 20-45 %, (Whiskey, Vodca, TKW, Manson House, Johny Walker,
Kamput.)
Inhalansia (gas yang dihirup) dan solven (zat pelarut) mudah menguap berupa senyawa organik,
yang terdapat pada berbagai barang keperluan rumah tangga, kantor dan sebagai pelumas mesin.
Yang sering disalah gunakan, antara lain : Lem, thinner, penghapus cat kuku, bensin.
Tembakau
Pemakaian tembakau yang mengandung nikotin sangat luas di masyarakat. Pada upaya
penanggulangan NAPZA di masyarakat, pemakaian rokok dan alkohol terutama pada remaja,
harus menjadi bagian dari upaya pencegahan, karena rokok dan alkohol sering menjadi pintu
masuk penyalahgunaan NAPZA lain yang lebih berbahaya.
Berdasarkan efeknya terhadap perilaku yang ditimbulkan NAPZA dapat digolongkan menjadi 3 golongan :
1. Golongan Depresan (Downer)
Adalah jenis NAPZA yang berfungsi mengurangi aktifitas fungsional tubuh. Jenis ini menbuat
pemakaiannya merasa tenang, pendiam dan bahkan membuatnya tertidur dan tidak sadarkan diri. Golongan
ModuL 1 BloK 17 Thanty
4
ini termasuk Opioida (morfin, heroin/putauw, kodein), Sedatif (penenang), hipnotik (otot tidur), dan
tranquilizer (anti cemas) dan lain-lain.
2. Golongan Stimulan (Upper)
Adalah jenis NAPZA yang dapat merangsang fungsi tubuh dan meningkatkan kegairahan kerja.
Jenis ini membuat pemakainya menjadi aktif, segar dan bersemangat. Zat yang termasuk golongan ini
adalah: Amfetamin (shabu, esktasi), Kafein, Kokain.
Kafein, senyawa metilxantin, menimbulkan efek sentral dengan menghambat reseptor adenosine.
Metilxantin lain yaitu teofilin, memiliki kerja yang sama. Adenosin mengatur aktivitas adenil siklase,
menyebabkan kontraksi otot polos saluran napas. Pada konsentrasi tinggi metilxantin menghambat
fosfodiesterase, sehingga menghambat penguraian cAMP dan meningkatkan konsentrasi cAMP sel.
Kokain terikat pada system transport ambilan kembali dopamine susunan saraf pusat, secara efektif
menghambat ambilan dopamine dan norepinefrin. Dopamine berperan penting dalam reward system otak,
dan peningkatannya menyebabkan potensi ketergantungan tinggi kokain.
Amfetamin bekerja dalam berbagai cara yang paling utama adalah meningkatkan pelepasan neurotransmitter
katekolaminergik. Merupakan inhibitor lemah monoamine oksidase dan berdasarkan persamaan struktur
merupakan agonis langsung katekolaminergik di otak.
3. Golongan Halusinogen
Obat yang tergolong halusinogen terdiri atas LSD, meskalin, dan psilosibin. LSD merupakan bahan
semisintetik. Meskalin, suatu turunan feniletilamin, dan psilosibin suatu turunan endoletilamin. Obat ini
memiliki sifat yang sama dengan neurotransmitter utama : norepinefrin, dopamine, dan serotonin. Untuk
mekanisme LSD memang belum jelas. Tapi dengan pemeriksaan EEG ditemukan hiperaktivitas susunan
saraf pusat. Biasanya terjadi juga tanda-tanda kehilangan memori retrograde dan anterograd jangka pendek
(sindrom Korsakoff) yang berat tetapi reversible.
Obat yang termasuk golongan ini terdiri dari :
1. Mirip-LSD
Dimethyltryptamine (DMT)
3,4-methylenedioxyamphetamine (MDA)
Psilocybin
2. Lain-lain
Thiopcyclidine (TCP)
ModuL 1 BloK 17 Thanty
Ketamine (Ketalar)
LSD berinteraksi dengan beberapa subtype serotonin (5-HT) di otak. LSD merupakan antagonis 5HT2. LSD mengubah perombakan serotonin yang meningkatkan metabolit utamanya, asam 5hidroksindoleasetat. LSD juga menunjukkan aktivitas pada reseptor-reseptor 5-HT1A dan 5-HT1C. Efek ini
yang memberi efek halusinogenik.
Fensiklidin merupakan turunan fenisikloheksilamin sintetik. Anestetik ini bekerja membuat pasien
tidak merasa sakit tanpa menghilangkan kesadarannya. Efek halusinogen muncul setelah efek anestesinya
hilang. Ketamin merupakan homolog fensiklidin. Obat ini juga menimbulkan efek halusinogenik. Fensiklidin
digunakan dihisap seperti rokok, disedot, per oral, ataupun intravena. Kerja obatnya menyebabkan terjadinya
isolasi sensorik. Obat ini bekerja pada NMDA subtype reseptor glutamate sebagai antagonisnya.
LSD, & Mescaline
Fisik : takirkardi, palpitasi, diaforesis, midrasis pupil, penglihatan kabur, tremor, gangguan
koordinasi, hiperfleksi, hipertermi, dan piloereksi
Fensiklidin
Psikologis : euforia, grandiositas, perasaan kebas, dan emosi yang labil (dosis rendah).
Distorsi persepsi, ansietas, eksitasi, kebingungan, sinestesia, psikosis paranoid, rigiditas,
keadaan katatonik, kejang-kejang, koma, dan kematian.
Efek yang timbul dari pemakaian halusinogen antara lain pusing, lemah, tremor, mual dan paraestesi.
Penglihatan kabur, gangguan perspektif ilusi atau halusinasi makin berkurangnya diskriminasi pendengaran,
dan perubahan kesadaran akan waktu merupakan kelainan persepsi umum. Efek psikik yang menonjol adalah
gangguan ingatan, kesukaran berpikir, buruknya daya nilai dan perubahan perilaku.
Secara fisiologis LSD menghasilkan hiperaktivitas saraf simpatis dan stimulasi saraf pusat. Misalnya
terjadi midriasis pupil, takikardia, hipertensi moderat, tremor, dan rasa segar. Efek yang sama ditemukan
juga pada meskalin dan psilosibin. Dosis biasa LSD kira-kira 1 2 g/kg. Kefektifannya kurang lebih antara
parenteral dan oral. Psilosibin dosisnya 250 g/kg dan meskalin dosisnya 5 6 mg/kg.
Skopolamin (antimuskarinik) menyebabkan delirium dan kesadaran yang berubah-ubah, disorientasi,
kesulitan berpikir, kehilangan ingatan dan delusi aneh. Bila dosis besar kelainan berlangsung lebih dari 1
hari.
PCP menyebabkan rasa tubuh tercerai berai, disorientasi, distorsi kesan tubuh, dan kehilangan
propriosepsi. Gejala dan tanda somatik mati rasa, nistagmus, berkeringat, denyut jantung cepat dan
hipertensi.
ModuL 1 BloK 17 Thanty
6
PENYALAHGUNAAN DAN KETERGANTUNGAN
7
PENYEBAB PENYALAHGUNAAN NAPZA
Penyebab penyalahgunaan NAPZA sangat kompleks akibat interaksi antara factor yang terkait
dengan individu, faktor lingkungan dan faktor tersedianya zat (NAPZA). Tidak terdapat adanya penyebab
tunggal (single cause). Faktor-faktor yang mempengaruhi terjadinya penyalagunaan NAPZA adalah sebagian
berikut:
Faktor Individu
Kebanyakan penyalahgunaan NAPZA dimulai atau terdapat pada masa remaja, sebab remaja yang
sedang mengalami perubahan biologik, psikologik maupun sosial yang pesat merupakan individu yang
rentan untuk menyalahgunakan NAPZA. Anak atau remaja dengan ciri-ciri tertentu mempunyai risiko lebih
besar untuk menjadi penyalahguna NAPZA. Ciri-ciri tersebut antara lain :
Rasa kurang percaya diri (low selw-confidence), rendah diri dan memiliki citra diri negatif (low selfesteem)
Keinginan untuk mengikuti mode,karena dianggap sebagai lambang keperkasaan dan kehidupan
modern.
Tidak siap mental untuk menghadapi tekanan pergaulan sehingga sulit mengambil keputusan untuk
menolak tawaran NAPZA dengan tegas
Putus sekolah
8
Faktor Lingkungan
Faktor lingkungan meliputi faktor keluarga dan lingkungan pergaulan baik disekitar rumah, sekolah,
teman sebaya maupun masyarakat. Faktor keluarga,terutama faktor orang tua yang ikut menjadi penyebab
seorang anak atau remaja menjadi penyalahguna NAPZA antara lain adalah:
Lingkungan Keluarga
o
Orang tua bercerai,berselingkuh atau kawin lagiOrang tua terlalu sibuk atau tidak acuh
Orang tua kurang peduli dan tidak tahu dengan masalah NAPZA
Tata tertib atau disiplin keluarga yang selalu berubah (kurang konsisten)
Lingkungan Sekolah
o
Sekolah yang kurang memberi kesempatan pada siswa untuk mengembangkan diri secara kreatif
dan positif
Lingkungan Masyarakat/Sosial
o
Faktor Napza
Banyaknya iklan minuman beralkohol dan rokok yang menarik untuk dicoba
ModuL 1 BloK 17 Thanty
Faktor-faktor tersebut diatas memang tidak selau membuat seseorang kelak menjadi penyalahguna
NAPZA. Akan tetapi makin banyak faktor-faktor diatas, semakin besar kemungkinan seseorang menjadi
penyalahguna NAPZA.
Penyalahgunaan NAPZA harus dipelajari kasus demi kasus.Faktor individu, faktor lingkungan
keluarga dan teman sebaya/pergaulan tidak selalu sama besar perannya dalam menyebabkan seseorang
menyalahgunakan NAPZA. Karena faktor pergaulan, bisa saja seorang anak yang berasal dari keluarga yang
harmonis dan cukup kominikatif menjadi penyalahguna NAPZA.
Anak
Ciri-ciri pada anak yang mempunyai risiko tinggi menyalahgunakan
NAPZA antara lain :
o
Anak yang sulit memusatkan perhatian pada suatu kegiatan (tidak tekun)
Remaja
Ciri-ciri remaja yang mempunyai risiko tinggi menyalahgunakan NAPZA :
ModuL 1 BloK 17 Thanty
10
o
Remaja yang mempunyai rasa rendah diri, kurang percaya diri dan mempunyai citra diri negatif
Remaja dengan hambatan atau penyimpangan dalam perkembangan psikoseksual (pepalu, sulit
bergaul, sering masturbasi, suka menyendiri, kurang bergaul dengan lawan jenis).
Keluarga
Ciri-ciri keluarga yang mempunyai risiko tinggi,antara lain
o
Orang tua yang terlalu menuntut anaknya secara berlebihan agar berprestasi diluar kemampuannya
Orang tua yang kurang memberi perhatian pada anak karena terlalu sibuk
Orang tua yang kurang harmonis,sering bertengkar,orang tua berselingkuh atau ayah menikah lagi
Orang tua yang tidak memiliki standar norma baik-buruk atau benar-salah yang jelas
11
PENYALAHGUNAAN OBAT
Istilah penyalahgunaan obat (drug abuse) sebenarnya kurang tepat, oleh karena istilah tersebut
mengandung arti berbeda bagi setiap orang. Ada hal yang membedakan istilah penyalahgunaan obat dengan
penggunaan secara salah(misuse). Penyalahgunaan lebih identik dengan penggunaan obat dengan tujuan non
medis, biasanya untuk pembentukan tubuh atau mengubah kesadaran. Sedangkan penggunaan secara salah
cenderung kearah salah indikasi, dosis, atau penggunaan secara lama.
Ketergantungan merupakan fenomena biologi yang sering dikaitkan dengan penyalahgunaab obat,
ketergantungan psikologis dimanifestasikan oleh dorongan perilaku abnormal di mana individu
menggunakan obat secara berulang kali untuk kepuasan pribadi, yang sering kali dihadapkan pada resiko
kesehatan, merookok, sigaret. Kehilangan kebebasan untuk menggunakan suatu bahan pada jangka waktu
yang pendek menghasilkan hasrat untuk menggunakannya lagi.
Ketergantungan psikologis terjadi jika penggunaan berulang obat menghasilkan withdrawal effect
(efek putus obat). Hal ini menunjukkkan bahwa tubuh menyesuaikan untuk tingkat homeostatis baru selama
periode penggunaan obat dan memperlihatkan reaksi yang berlawanan ketika reaksi yang baru terganggu.
Ketergantungan psikologis sebagian besar selalu menjadi penyebab lebih banyak daripada ketergantungan
fisiologis.
Adiksi sering kali diartikan sebagai keadaan ketergantungan psikologis dan fisiologis. Toleransi
menunjukkan menurunnya respon terhadap pengaruh obat, mengharuskan dosis lebih tinggi untuk mencapai
efek yang sama. Lebih dekat kaitannya dengan ketergantungan fisiologis. Hal tersebut sering mengubah
perilaku tubuh terhadap farmakodinamik obat.
Gangguan Mental Organik akibat Napza atau sindrom Otak Organik akibat NAPZA adalah
kegaduhan kegelisahan dan kekacauan dalam fungsi kognitif (alam pikiran), afektif (alam perasaan
atau emosi) dan psikomotor (perilaku), yang disebabkan oleh efek langsung NAPZA terhadap
susunan saraf pusat (otak).
12
Oleh karena itu dalam ilmu kedokteran jiwa (psikiatrik), kedua pengertian tersebut diatas sering kali
digabung menjadi satu kesatuan diagnosis yang disebut dengan Gangguan mental dan Perilaku akibat
NAPZA.
Psikodinamik
Hasil penelitian yang dilakukan Hawari (1990) menyatakan bahwa seseorang akan terlibat
penyalagunaan NAPZA dan dapat mengalami ketergantungan, apabila pada orang itu sudah ada faktor
predisposisi, yaitu faktor yang membuat orang cenderung menyalahgunakan NAPZA, dan tidak hanya itu,
terdapat faktor kontribusi dan faktor pencetus.
Faktor Predisposisi
Seseorang dengan gangguan kepribadian (antisocial) ditandai dengan perasaan tidak puas dengan
dampak perilakunya terhadap orang lain, tidak mampu berfungsi secara wajar dan efektif di rumah,
di sekolah, atau di tempat kerja dan dalam pergaulan social. Keluhan lain yaitu gangguan kejiwaan
berupa kecemasan dan atau depresi. Mereka menggunakan obat-obat ini sebagai upaya untuk
mencoba mengobati dirinya sendiri (self medication), atau sebagai reaksi pelarian (escape reaction).
Faktor Kontribusi
Seseorang yang berada dalam kondisi keluarga yang tidak baik (disfungsi keluarga)akan merasa
tertekan, dan ketertekanannya itu dapat merupakan faktor penyerta bagi dirinya terlibat dalam
penyalahgunaan/ ketergantungan NAPZA. Kondisi keluarga yang tidak baik yang dimaksud adalah
sebagai berikut:
Keluarga yang tidak utuh ; salah satu orang tua meninggal, orangtua bercerai atau berpisah
Kesibukan Orangtua: orangtua terlalu sibuk dengan pekerjaan kantor atau aktivitas lain,
sehingga perhatian terhadap anak berkurang.
Hubungan interpersonal yang tidak baik : hungan antara anak dengan orangtua, anak dengan
saudara, atau keluarga yang lain tidak harmonis.
Faktor pencetus
Penelitian yang dilakukan Hawari (1990) menyebutkan bahwa pengaruh teman kelompok sebaya
mempunyai andil 81,3% bagi seseorang terlibat penyalahgunaan/ ketergantungan NAPZA.
Sedangkan tersedianya dan mudahnya NAPZA diperoleh (easy availability) mempunyai andil 88%
bagi seseorang terlibat penyalahgunaan/ ketergantungan NAPZA. Interkalasi antara ketiga faktor
diatas yaitu faktor predisposisi, kontribusi, dan pencetus mempunyai resiko jauh lebih besar
dibandingkan satu atau dua faktor saja.
Psikososial
Penyalahgunaan/ ketergantungan NAPZA adalah salah satu bentuk perilaku menyimpang. Dari sudut
pandang psikososial perilaku menyimpang ini terjadi akibat negative dari interaksi tiga kutub social yang
tidak kondusif (tidak mendukung kea rah positif); yaitu kutub keluarga, kutub sekolah/kampus dan kutub
masyarakat.
ModuL 1 BloK 17 Thanty
13
GEJALA KLINIS PENYALAHGUNAAN NAPZA
Perubahan Fisik
Gejala fisik yang terjadi tergantung jenis zat yang digunakan, tapi secara umum dapat digolongkan
sebagai berikut :
o
Pada saat menggunakan NAPZA : jalan sempoyongan, bicara pelo (cadel), apatis (acuh tak acuh),
mengantuk, agresif,curiga
Bila kelebihan disis (overdosis) : nafas sesak,denyut jantung dan nadi lambat, kulit teraba dingin, nafas
lambat/berhenti, meninggal.
Bila sedang ketagihan (putus zat/sakau) : mata dan hidung berair,menguap terus menerus,diare,rasa
sakit diseluruh tubuh,takut air sehingga malas mandi,kejang, kesadaran menurun.
Pengaruh jangka panjang, penampilan tidak sehat,tidak peduli terhadap kesehatan dan kebersihan,
gigi tidak terawat dan kropos, terhadap bekas suntikan pada lengan atau bagian tubuh lain (pada
pengguna dengan jarum suntik)
Pola tidur berubah,begadang,sulit dibangunkan pagi hari,mengantuk dikelas atau tampat kerja.
Sering berpegian sampai larut malam,kadang tidak pulang tanpa memberi tahu lebih dulu
Sering mengurung diri, berlama-lama dikamar mandi, menghindar bertemu dengan anggota keluarga
lain dirumah
Sering mendapat telepon dan didatangi orang tidak dikenal oleh keluarga,kemudian menghilang
Sering berbohong dan minta banyak uang dengan berbagai alasan tapi tak jelas penggunaannya,
mengambil dan menjual barang berharga milik sendiri atau milik keluarga, mencuri, mengomengompas
terlibat tindak kekerasan atau berurusan dengan polisi. Sering bersikap emosional, mudah tersinggung,
marah, kasar sikap bermusuhan, pencuriga, tertutup dan penuh rahasia.
14
NARKOTIKA
KOKAIN
Kokain adalah zat yang adiktif yang sering disalahgunakan dan merupakan zat yang sangat
berbahaya. Kokain merupakan alkaloid yang didapatkan dari tanaman belukar Erythroxylon coca, yang
berasal dari Amerika Selatan, dimana daun dari tanaman belukar ini biasanya dikunyah-kunyah oleh
penduduk setempat untuk mendapatkan efek stimulan.
Nama lain untuk kokain : Snow, coke, girl, lady dan crack (kokain dalam bentuk yang paling murni
dan bebas basa untuk mendapatkan efek yang lebih kuat).
Saat ini kokain masih digunakan sebagai anestetik lokal, khususnya untuk pembedahan mata, hidung
dan tenggorokan, karena efek vasokonstriksifnya juga membantu. Kokain diklasifikasikan sebagai suatu
narkotik, bersama dengan morfin dan heroin karena efek adiktif dan efek merugikannya telah dikenali.
Kokain merupakan senyawa untuk yang memproduksi berbagai efek farmakologi pada manusia.
Senyawa ini dapat memblok kanal natrium dengan cepat, menstabilkan membran axonal dan memproduksi
efek lokal anastetik. Kokain merupakan satu satunya anastesi lokal yang mempengaruhi neurotransmiter
dan menstimulasi vasokontrikstor. Hal ini merupakan salah satu penyebab ketoksikan kokain. Efek yang
paling penting dari kokain adalah menstimulasi SSP.
Kokain yang sering disalahgunakan biasanya dicampuri zat lain seperti gula atau lidokain. Dan
penyalahgunaannya bisa melalui berbagai cara: ditelan, disedot melalui hidung, dirokok, atau disuntikan.
Dosis kokain yang dapat menyebabkan efek psikostimulatori adalah 0,3-0,6 mg/kg. Kokain ini juga
meningkatkan konsentrasi dari asam amino, aspartat dan glutamat.
Onset dari kokain tergantung pada dosis dan rute admisnistrasinya. Kokain dapat diabsorbsi melalui
mukosa organ respirasi, gastrointestinal dan saliran urogenital, termasuk uretra dan juga vagina. Onset
aksinya adalah 1-3 menit dan efeknya tercapai antara 20-30 menit.
Efek yang ditimbulkan. Kokain merupakan suatu golongan stimulansia
susunan saraf pusat, tetapi kokain juga bekerja pasa saraf tepi dan sistem kardiovaskuler. Pengaruh
kokain terhadap sitsem motorik dan sistem kordiovaskuler bersifat bifasik. Pada pemberian kokain dosis
rendah penampilan motorik meningkat tetapi pada dosis tinggi menimbulkan kejang dan tremor.
Kokain dalam dosis rendah dapat disertai dengan perbaikan kinerja pada beberapa tugas kognitif.
Kadang-kadang timbul perforasi septum nasi pada pemakaian secara intranasal. Pada keadaan kelebihan
dosis, timbul eksitasi, kesadaran yang berkabut, pernafasan yang tak teratur, tremor, pupil melebar, nadi
bertambah cepat, tekanan darah naik, suhu badan naik, rasa cemas, dan ketakutan. Kematian biasa
disebabkan karena pernafasan berhenti. Pemakaian yang lama dapat menimbulkan penurunan berat badan
dan anemia karena anoreksia.
ModuL 1 BloK 17 Thanty
15
Gejala intoksikasi. Pada penggunaan kokain dosis tinggi dapat terjadi gejala intoksikasi, seperti
agitasi, iritabilitas, gangguan dalam pertimbangan, perilaku seksual yang impulsif dan peningkatan aktivitas
psikomotor, takikardia, hipertensi serta midriasis.
Gejala putus zat. Setelah menghentikan pemakaian kokain atau setelah intoksikasi akut, terjadi
depresi pascaintoksikasi (crash) yang ditandai dengan disforia, anhedonia, kecemasan, iritabilitas, kelelahan,
hipersomnolensi, kadang-kadang agitasi.
Pada pemakaian kokain ringan sampai sedang, gejala putus kokain menghilang dalam 18 jam. Pada
pemakaian berat, gejala putus kokain bisa berlangsung sampai satu minggu, dan mencapai puncaknya pada
dua sampai empat hari.
Gejala putus kokain juga dapat disertai dengan kecenderungan untuk bunuh diri. Orang yang
mengalami putus kokain seringkali berusaha mengobati sendiri gejalanya dengan alkohol, sedatif, hipnotik,
atau obat antiensietas seperti diazepam (Valium).
OPIOID
PENDAHULUAN
Analgesic opioid merupakan kelompok obat yang memiliki sifat seperti opium. Opium yang berasal
dari getah Papaver somniferum mengandung sekitar 20 jenis alkaloid diantaranya morfin, kodein, tebain, dan
papaverin. Analgesi opioid terutama digunakan untuk meredakan atau menghilangkan rasa nyeri, meskipun
juga memperlihatkan berbagai efek farmakodinamik yang lain.
RESEPTOR OPIOID
Ada 3 jenis utama reseptor opioid yaitu mu (), delta (), dan kappa (). Ketiga jenis reseptor
termasuk pada jenis reseptor yang berpasangan dengan protein G, dan memiliki berbagai subtype
Reseptor memperantarai efek analgetik mirip morfon, euphoria, depresi nafas, miosis,
berkurangnya motilitas saluran cerna. Resptor diduga memperantarai analgesic seperti yang ditimbulkan
pentazosin, sedasi dan miosis serta depresi yang ditimbulkan tidak sekuat agonis . Selain itu di SSP juga
didapatkan reseptor yang selektif terhadap enkefalin dan reseptor (epsilon) yang sangat selektif terhadap
beta-endorfin tetapi tidak punya afinitas terhadap enkefalin.
KLASIFIKASI
Struktur
Dasar
Fenantren
Fenilheptilamin
Agonis Lemah-
Agonis-
Sedang
Antagonis
Morfin, hidromorfon,
Kodein, oksikodon,
Nalbufin,
Nalorfin, nalokson,
oksimorfon
hidrokodon
buprenorfin
naltrekson
Metadon
Propoksifen
Agonis Kuat
Antagonis
16
Fenilpiperidin
Meperidin, fentanil
Morfinan
Levorfanol
Difenoksilat
Benzomorfan
Butorfanol
pentazosin
FARMAKOKINETIK
Morfin tidak dapat menembus kulit utuh, tetapi dapat menembus kulit luka dan mukosa. Dengan
kedua cara pemberian ini absorbs morfin kecil sekali. Morfin dapat diabsorbsi di usus, tetapi efek analgetik
setelah pemberian oral jauh lebih rendah daripada efek analgetik yang timbul setelah pemberian parenteral
dengan dosis yang sama. Mula kerja semua alkaloid opioid setelah suntikan IV sama cepat, sedangkan
setelah suntikan subkutan, absorpsi berbagai alkaloid oiopid berbeda-beda. Setelah pemberian odsis tunggal,
sebagian morfin mengalami konjugasi dengan asam glukoronat di hepar, sebagian dikeluarkan dalam bentuk
bebas dan 10% tidak diketahui nasibnya. Morfin dapat melintasi sawar uri dan pempengaruhi janin. Ekskresi
morfin terutama melalui ginjal. Sebagian kecil morfin bebas ditemukan dalam tinja dan keringat. Morfin
yang terkonjugasi dapat ditemukan dalam empedu. Sebagian sangat kecil dikeluarkan bersama cairan
lambung.
FARMAKODINAMIK
Efek morfin pada SSP dan usus terutama ditimbulkan karena morfin bekerja sebagai agonis pada
reseptor .
Susunan Saraf Pusat
1. Narcosis
Morfin dosis kecil (5-10 mg) menimbulkan euphoria pada pasien yang sedang menderita nyeri, sedih dan
gellisah. Sebaliknya, dosis yang sama pada orang normal seringkali menimbulkan disforia berupa
perasaan takut disertai mual dan muntah. Morfin juga menimbulkan rasa ngantuk, tidak dapat
konsentrasi, sukar berfikir, apatis, aktivitas motorik berkurang dan letargi, ekstrimitas terasa berat, badan
tersa panas, muka gatal dan mulut terasa kering, depresi nafas dan miosis.
2. Analgesia
Efek analgetik yang ditimbulkan oleh opioid terutama sebagai akibat kerja opioid pada reseptor .
reseptor dan dapat juga ikut berperan dlaam menimbulkan analgesia pada tingkat spinal.
ModuL 1 BloK 17 Thanty
17
Opioid menimbulkan analgesia dengan cara berikatan pada reseptor opioid yang terutama didapatkan di
SSP dan medulla spinalis yang berperan pada transmisi dan modulasi nyeri.
Ketiga jenis reseptor utama yaitu reseptor mu (), delta (), dan kappa () banyak didapatkan pada
kornu dorsalis medulla spinalis. Resptor didapatkan bail pada saraf yang mentransmisi nyeri di medulla
spinalis maupun pada aferen primer yang merelai nyeri. Aginos opioid melalui reseptor mu (), delta (),
dan kappa () pada ujung prasinaps aferen primer nosiseptif mengurangi pelepasan transmitter, dan
selanjutnya menghambat saraf yang mentransmisi nyeri di kornu dorsalis medulla spinalis. Dengan
demikian opioid memiliki efek analgetik yang kuat melalui pengaruh pada medulla spinalis. Selain itu
agonis juga menimbulkan efek inhibisi pascasinaps melalui reseptor di otak.
Efek analgetik morfin dan opioid lain sangat selektif dan tidak disertai dengan hilangnya fungsi sensorik
lain yaitu rasa raba, rasa getar, penglihatan dan pendengaran bahkan persepsi stimulasi nyeri pun tidak
selalu hilang setelah pemberian morfin dosis terapi.
3. Eksitasi
Morfin dan opioid lain sering menyebabkan mual dan muntah, sedangkan delirium dan konvulsi lebih
jarang timbul. Factor yang dapat mengubah eksitasi morfin ialah idiosinkrasi dan tingkat eksitasi reflex
SSP.
4. Miosis
Miosis ditimbulkan oleh perangsangan pada segmen otonom inti saraf okulomotor. Miosis ini dapat
dilawan oleh atropine dan skopolamin. Pada intoksikasi morfin, pin point pupils merupakan gejala yang
khas. Dilatasi berlebihan dapt terjadi pada stadium akhir intoksikasi morfin dan sudah mengalami
asfiksia.
5. Depresi Nafas
Morfin menimbulka depresi nafas secara primer dan berkesinambungan berdasarkan efek langsung
terhadap pusat nafas di batang otak. Pada dosis kecil morfin sudah dapat menimbulkan depresi nafas
tanpa menyebabkan tidur atau kehilangan kesadaran.
6. Mual dan muntah
Efek emetic morfin berdasarkan stimulasi langsung pada emetic receptor trigger zone (CTZ) di area
postrema medulla oblongata, bukan pada pusat emetic sendiri.
Saluran Cerna
1. Lambung : menghambat sekresi HCL, pergerakan lambung berkurang, tonus antrum meninggi dan
motilitasnya berkurang, sedangkan sfingter pylorus berkontraksi. Akibatnya pergerakan isi lambung ke
duodenum diperlambat.
2. Usus halus : mengurangi sekresi empedu dan pancreas, dan memperlambat pencernaan makanan di usus
halus
3. Usus besar: mengurangi atau menghilangkan gerak propulsi usus besar, meninggikan tonus dan
menyebabkan spasme usus besar, akibatnya penerusan isi kolon diperlambat dan tija jadi lebih keras.
ModuL 1 BloK 17 Thanty
18
Kardiovaskular
Pemberian morfin dosis terapi tidak mempengaruhi tekanan darah, frekuensi maupun irama denyut
jantung. Perubahan yang terjadi adalah karena depresi pada pusat vagus dan vasomotor yang baru terjadi
pada dosis toksik.
Otot polos lain
Morfin menimbulkan peninggian tonus, amplitudoserta kontraksi ureter dan kandung kemih. Efek ini
dapat dihilangkan dengan pemberian 0,6 mg atropine subkutan.
Kulit
Dalam dosis terapi, morfin menyebabkan vasodilatasi sehingga terjadi flushing. Seringkali disertai
dengan kulit yang berkeringat dan pruritus.
Metabolisme
Morfin menyebabkan suhu tubuh turun akibat aktivitas otot turun, vasodilatasi perifer dan
penghambatan mekanisme neural di SSP. Kecepatan metabolism dikurangi oleh morfin.
INDIKASI
1. Nyeri hebat yang tidak dapat dihilangkan dengan analgesic non opioid seperti pada infark miokard,
neoplasma, kolik renal atau kolik empedu, oklusi akut pembuluh darah perifer, perikarditis, nyeri Karena
trauma, dan lain-lain.
2. Terhadap batuk yang tidak produkti dan iritatif, yang sangat mengganggu hingga pasien tidak bias tidur
dan mungkin sekali disertai nyeri. Tapi dewasa ini lebih banyak ditinggalkan.
3. Edema paru akut
4. Efek antidiare
EFEK SAMPING
1. Idiosinkrasi dan alergi
Morfin dapat menyebabkan mual muntah terutama pada wanita. Bentuk idiosikrasi lain seperti timbulnya
eksitasi dengan tremor, dan jarang-jarang delirium. Berdasarkan reaksi alergik dapat timbul gejala
seperti urtikaria, eksantem, dermatitis kontak, pruritus dan bersin.
2. Intoksikasi akut
Bias any terjadi akibat percobaan bunuh diri atau takar lajak. Pasien akan tidur, sopor atau koma jika
intoksikasi cukup berat. Frekuensi nafas lambat, 2-4x/menit, pasien sianotik, kulit muka merah tidak
merata dan agak kebiruan. Tekanan darah yang mula-mula baik akan menurun sampai terjadi syok bila
napas memburuk. Pupil sangat kecil, kemudian midriasis terjadi jika terjadi anoksia. Pembentukan urin
sangat berkurang karena terjadi pelepasan ADH dan tekanan darah menurun. Pada bayi mengkin terdapt
konvulsi. Kematian biasnya disebabkan oleh depresi nafas.
ModuL 1 BloK 17 Thanty
19
TOLERANSI, ADIKSI DAN ABUSE
Terjadinya toleransi dan ketergantungan fisik setelah penggunaan berulang merupakan gambaran
spesifik obat-obat opioid. Pada dasarnya adiksi morfin menyangkut fenomena berikut : (1) habituasi, yaitu
perubahan psikis emosional sehingga pasien ketagihan kaan morfin; (2) ketergantungan fisik, yaitu
kebutuhan akan morfin karena faal dan biokimia tubuh tak berfungsi lagi tanpa morfin; dan (3) adanya
toleransi.
Toleransi ini timbul terhadap efek depresi, tetapi tidak padaefek eksitasi, miosi dan efek pada usus.
Toleransi timbul setelah 2-3 minggu.kemudian toleransi timbulnya lebih besar bila digunakan dosis besar
secara teratur.
Jika pecandu menhentikan obatnya secara tiba-tiba timbullah gejala putus obat / gejala ebstinensi.
Menjelang saat dibutuhkannya morfin, pecandu tersebut merasa sakit, gelisah dan iritabel; kemudian tidur
nyenyak. Sewaktu bangun ia mengeluh seperti akan mati dan lebih gelisah lagi. Pada fase ini timbul
lakrimasi, tremor, iritabilitas, berkeringat, menguap, bersin, mual, midriasis, demam dan nafas cepat. Gejala
ini makin hebat disertai timbulnya muntah, kolik dan diare. Frekuensi denyut jantung dan tekakan darah
meningkat. Pasien akan merasa panas dingin disertai hiperhidrosis. Akibatnya timbul dehidrasi, ketosis,
asidosis dan berat badan pasien menurun. Kadang-kadang timbul kolaps kardiovaskular yang bias berakhir
dengan kematian.
FARMAKOKINETIK
Absorpsi meperidin setelah cara pemberian apapun berlangsung baik. Akan tetapi kecepatan
absorpsi mungkin tidak teratur setelah suntikan IM. Kadar puncak dalam plasma biasanya dicapai dalam 45
menit dan kadar yang dicapai sangat bervariasi antar individu. Setelah pemberian secara oral, sekitar 50%
obat mengalami metabolism lintas pertama dan kadar maksimal dalam plasma tercapai dalam 1-2 jam.
ModuL 1 BloK 17 Thanty
20
Setelah pemberian parenteral, kadarnya dalam plasma menurun secar cepat dalam 1-2 jam pertama,
kemudian penurunan berlangsung secara lambat. Kurang lebih 60% meperidin dalam plasma terikat protein.
Metabolism meperidin terutama berlangsung di hati. Pada manusia, meperidin mengalami hidrolisis menjadi
asam meperidinat yang kemudian sebagian mengalami konjugasi. Meperidi bentuk utuh sangat sedikit
ditemukan dalam urin. Sebanyak 1/3 dari satu dosis meperidin ditemukan dalam urin dalam bentuk derivate
N-demetilasi.
FARMAKODINAMIK
Susunan Saraf Pusat
Analgesia
Sedasi
Euphoria
Eksitasi
SIstem Kardiovaskuler
Pemberian dosis terapi meperidin pada pasien yang berbaring tidak mempengaruhi system
kardiovaskular, tidak menghambat kontraksi miokard dan tidak merubah gambaran EKG. Pasien dengan
rawat kalan mungkin menderita sinkop disertai penurunan tekanan darah, tetapi gejala ini cepat hilang jika
pasien berbaring.
Otot polos
Saluran cerna : efek spasmogeniknya lebih lemah dari morfin. Kontraksi propulsive dan nonpropulsif
saluran cerna berkurang, tetapi dapat timbul spasme dengan tiba-tiba serta peningkatan tonus usus.
Otot bronkus : meperidin dapat menghilangkan bronkospasme oleh histamine dan metakolin, namun
pemberian dosis terapi meperidin tidak banyak mempengaruhi otot bronkus normal.
Ureter : setelh pemeberian meperidin dengan dosis terapi, peristaltik ureter menurun. Hal ini disebabkan
oleh berkurangnya produksi urin akibat dilepaskannya ADH dan berkurangnya laju filtrasi glomerulus.
INDIKASI
Meperidin hanya digunakan untuk menimbulkan analgesia. Pada beberapa keadaan klinis,
meperidin diindikasikan atas dasar masa kerjanya yang lebih pendek dari morfin. Misalnya untuk tindakan
diagnostic seperti sistoskopi, pielografi retrograde, gastroskopi dan pneumoensefalografi. Pada bronkoskopi,
meperidin kurang cocok karena antitusifnya jauh lebih lemah daripada morfin.
Meperidin juga digunakan untuk menimbulkan analgesia obstetric dan sebagai obat praanestesik.
21
EFEK SAMPING DAN KONTRAINDIKASI
Efek samping meperidin
euphoria, mulut kering, mual, muntah, perasaan lemah, gangguan penglihatan, palpitasi, disforia, sinkop dan
sedasi. Pada pasoen berobat jalan reaksi ini timbul lebih sering dan lebih berat.
Kontraindikasi penggunaan meperidin menyerupai kontraindikasi terhadap morfin dan opioid
lainnya.
Meperidin HCl tersedia dalam bentuk tablet 50 mg dan 100 mg, dan ampul 50 mg/mL. meperidin lazim
diberikan peroral atau IM.
Alfaprodin HCl, tersedia dalam bentuk ampul 1 mL dan vial 10 mL dengan kadar 60 mg/mL.
Loperamid, seperti difenoksilat obat ini memperlambat motilitas saluran cerna dengan mempengaruhi
otot sirkuler dan longitudinal usus. Digunakan untuk pengobatan diare kronik.
METADON
FARMAKOKINETIK
Metadon diabsorbsi secara baik oleh usus dan dapat ditemukan dalam plasma setelah 30 menit
pemberian secara oral; kadar puncak dicapai setelah 4 jam. Metadan cepat keluar dari darah dan menumpuk
dalam paru, hati, ginjal dan limpa. Biotransformasi metadon terutama terjadi di hati. Salah satu reaksi yang
paling penting adalah dengan cara N-demetilasi. Sebagian besar metadon yang diberikan ditemukan di dalam
urin dan tinja sebagai hasil biotransformasi yaitu pirolidin dan pirolin.
FARMAKODINAMIK
Pada SSP dapat meneyebabkan efrek yang sama seperti morfin, seperti depresi nafas, pelepasan
ADH, hiperglikemia, hipotermia dan lain-lain.
ModuL 1 BloK 17 Thanty
22
Seperti meperidin, metadon menimbulkan relaksasi sediaan usus dan menghambat efek spasmogenik
asetilkolin atau histamine. Efek konstipasi metadon lebih lemah dari morfin.
Metadon menyebabkan vasodilatasi perifer sehingga dapat menimbulkan hipotensi ortostatik.
Pemberian metadon tidak mengubah gambaran EKG tetapi kadan dapt timbul sinus bradikardia. Obat ini
merendahkan kepekaan tubuh terhadap CO2 sehingga timbul resistensi CO2 yang dapat menimbulkan
vasodilatasi serebral dan kenaikan tekanan cairan serebrospinal.
INDIKASI
Analgesia: jenis nyeri yang dapat dipengaruhi metadon sama dengan jenis nyeri yang dapat dipengaruhi
oleh morfin.
Antitusif : efek antitusif 1,5-2 mg peroral sesuai dengan 15-20 mg kodein, tetapi kemungkinan timbulnya
adiksi pada metadon jauh lebih besar daripada kodein.
EFEK SAMPING
Metadon menyebabkan efek samping berupa perasaan ringan, pusing, kantuk,
fungsi mental
terganggu, berkeringat, pruritus, mual dan muntah. Seperti pada morfin dan meperidin, efek samping lebih
sering timbul pada pemberian secara oral daripada parenteral.
23
PENGOBATAN PENYALAHGUNAAN OPIOID
Pengobatan overdosis akut opioid merupakan penyelamatan nyawa. Dalam pengobatan jangka
panjang pada penderita ketergantungan opioid digunakan pendekatan farmakologis dan psikologis, baik
terpisah atau secara bersama-sama. Banyaknya perbedaan opini yang hebat mengenai jenis terapi yang lebih
disukai. Karena tiap metode perawatan mempunyai populasi pasien yang terseleksi dengan sendirinya, dan
sangat sulit untuk membandingkan hasilnya. Pemakaian kronis sendirinya, sangat sulit untuk
membandingkan hasilnya. Pemakai kronis cendrung menyukai pendekatan farmakologis sedangkan pada
pemakai baru lebih dapat menerima intervensi psikososial.
Pengobatan farmakologis lebih sering digunakan untuk detoksifikasi. Prinsip-prinsip detoksifikasi
sama halnya dengan semua obat: mengganti dengan obat yang memiliki masa kerja yang panjang, aktif
secara oral, ekuivalen secara farmakologis dengan obat yang disalahgunakan, dapat menstabilkan kondisi
pasien dengan obat tersebut, dan secara bertahap menghentikan obat pengganti tersebut. Methadone dengan
sangat mengagumkan sesuai untuk penggunaan seperti ini pada orang-orang dengan ketergantungna opioid.
Lebih baru lagi adalah clonidine yang merupakan obat simpatolitik bekerja sentral, juga pernah digunakan
untuk detoksifikasi. Dengan menurunkan aliran simpatis sentral, clonidine diharapkan dapat meredakan
gejala-gejala aktivitas simpatomimetik yang berlebihan. Perkiraan keuntungan clonidine adalah tidak
memnunyai efek narkotik dan tidak adiktif.
Walaupun mudah untuk mendetoksifikasi pasien, tingkat residivis (kembali menyalahgunakan obat)
sangat tinggi. Terapi pemeliharaan dengan methadone, yang mensubstitusi opioid oral masa kerja panjang
untuk heroin, sangata efektif dalam beberapa keadaan. Dosis tunggal dapat diberikan setiap hari. Methadone
menempati reseptor-reseptor opioid dan mencegah mula kerja yang tiba-tiba yang normal terjadi pada
pemberian intravena. Analog methadone dengan masa kerja panjang, L-acethylmethadol, telah disetujui
penggunaannya dan menawarkan keuntungan teknis tambahan seperti pemberian tiga kali seminggu
dibandingkan pemberian harian dan menurunkan potensi penyalahgunaan karena mula kerhja efeknya lambat
(rata-rata 3 jam). Pilihan obat lain untuk digunakan dalam hal ini adalah buprenorphine, suatu agonis parsial
opioid, yang dapat diberikan sekali sehari atau lebih jarang untuk pengobatan pemeliharaan dengan dosis
sublingual 2 20 mg sehari tergantung dari kondisi pasien. Dosis yang lebih tinggi untuk terapi
pemeliharaan jangka panjang.
Penggunaan antagonis narkotik adalah terapi rasional oleh karena penyakatan kerja opioid yang
digunakan sendiri akhirnya memadamkan kebiasaan tersebut. Naltrexone, suatu antagonis opioid oral dengan
masa kerja panjang, sedang dipelajari secara luas. Pemberian tiga kali seminggu, satu dosis mencapai 100
150 mg/hari. Kerugian yang paling besar penggunaan obat ini adalah bahwa bebebrapa pecandu akan
menganggapnya sebagai obat permanen. Tidak sepereti methadone, di mana pasien menjadi ketergantungan,
naltrexone tidak memberikan suatu penundaan pada mereka. Lebih jauh lagi, karena obat tersebut
merupakan antagonis, maka pasien pertama kali harus didetoksifikasi dari ketergantungna opioid sebelum
memulai naltrexone.
ModuL 1 BloK 17 Thanty
24
Pendekatan psikososial meliputi berbagai teknik. Komunitas penduduk bebas obat didasarkan asumsi
bahwa penggunaan obat merupakan gejala berbagai gangguan emosi atau ketidakmampuan untuk
menaggulangi stress kehidupan. Teknik yang paling umum menggunakan pengaruh kelompok sebaya,
konfrontasi penegasan. Teknik lainnya meliputi bermacam-macam psikoterapi pada kelompok atau individu,
pendekatan yang bersifat mendidik, gaya hidup alternatif melalui kehidupan kerja atau kemasyarakatan, dan
berbagai jenis meditasi.
GANJA (MARIJUANA)
Marijuana merupakan perpaduan dari bahan tumbuhan rambat yang menyerupai guntingan rumput,
sehingga nama jalanannya rumput (grass). Ekstraksi dan dammar dari tanaman ini menghasilkan produk
yang lebih poten yaitu ganja. Tiga cannabinoid utama telah ditemukan pada cannabis yaitu cannabidiol
(CBD), tetrahtdrocannabinol (THC) dan cannabinol (CBN). Alur biosintesis dimulai dari dengan CBD
diolah menjadi THC dan akhirnya dengan CBD. Sebagian besar tanaman cannabis mengandung THC
sebesar 1-2 %.
Cara penggunaan yang aling disukai dinegara barat adalah dengan merokok. Tingginya daya larut
lipid dari THC menyebabkan lebih mudah terjebak pada lapisan surfaktan paru. Berdasarkan studi-studi
farmakokinetika mengindikasikan bahwa merokok hamper equivalen dengan pemberian intravena kecuali
lebih rendahnya konsentrasi puncak plasma THC yang dicapai. Laju absorbs melalui pemberian ini lambat
dan tak menentu, walaupun durasi kerjanya lebih lama.
Mekanisme kerja THC menjadi subjek penyelidikan yang intensif. Tinggi derajat selektifitas
enansiomer, baik cannabinoid asli maupun yang baru member sebagian ligan endogen, anandamide, telah
dideskripsikan sebelumnya. Agonis-agonis sintesis cannabinoid dengan potensi dan streoelektifitas yang
tinggi dalam uji perilaku telah digunakan untuk mengarakterisasi situs ikatan cannabinoid. Situs-situ ikatan
sangat bayak pada nucleus arus keluar pada ganglia basalis, substansia nira, pars reticulata, globus palidus,
hippocampus dan batang otak. Reseptor telah dikloning dan merupakan penghubungan proten G yang
bekerja melalui cAMP. THC memiliki efek-efek farmakologis yang bercariasi menyerupai amphetamine,
LSD, alcohol, sdative, atropine, dan morphinr.
Perokok marijuana yang ahli sering kali sadar akan efek obat setelah dua atau tiga hirup. Karena
merokok secara kontinu, efeknya meningkat, mencapai maksimum sekitar 20 menit setelah rokok
dihabiskan. Sebagian efek obat menghilang setelah tiga jam, pada saat itu konsentrasi plasmanya rendah.
Efek puncak setelah penggunaan secara oral mungkin diperlambat hingga 3-4 jam setelah cerna obat, tapi
bertahan selama 6-8 jam.
Mereka yang mengkonsumsi jenis ganja akan memperlihatkan perubahan-perubahan mental dan
perilaku sebagai berikut:
1. Jantung berdebar-debar
ModuL 1 BloK 17 Thanty
25
2. Gejala pikologik antara lain : euphoria, haluinasi atau delusi, persaan waktu berlalu dengan lambat
misalnya 10 menit, apatis.
3. Gejala fisik: mata merah, nafsu makan bertambah, mulut kering, perilaku adatif.
Dalam pengalaman prakteknya NAZA jenis ganja ini dapat merupakan pencetus terjadinya
gangguan jiwa ( psikosis), gangguan jiwa skizofreni, pemakai berat kasus marijuana terdapat pada usia
muda. Perokok berat marijuana dapat megalami beberapa masalah yang sama pada bronchitis kronik,
obstruksi jalan nafas, dan metaplasia sel squamosa. Pada kasus angina pectoris dpat lebih buruk karena
dihubungkan dengan meningkatnya denyut jantung, hipotensi ortosatik.
Cannabis pernah terdftar pada formularium obat, tetapi tidak pernah digunakan secara medis untuk
sekian lama. Akhir-akhir ini, minat terhadap cannabis untuk tujuan terapi telah dibangkitkankembali,
misalnya padapenurunan tekanan intraokuler, perbaikan rasa muntah dan mual sehubungan dengan
kemoterapikanker yang juga telah dipelajari. THC yang sekarang dikenal dronabinol, tealah dipasarkan
untuk indikasi ini. Untuk pengobatan sedikit pemakai yang mencarinya, wlaupun banyak dari mereka yang
berhenti pengobatan mnjadi terkejut melihat kejernihan otak mereka.
26
PSIKOTROPIKA
AMFETAMIN
GANGGUAN KARENA AMFETAMIN
Resemik amphetamine sulfat pertama kali disintesis pada tahun 1887 dan dikenalkan dalam praktik
klinis pada tahun 1932 sebagai inhaler yang dapat dibeli bebas untuk kongesti hiidung dan asma. Di tahun
1937, tablet amphetamine sulfat diperkenalkan untuk mengobati narkolepsi, parkinsonisme pascaensefalitis,
depresi dan letargi. Produksi, pemakaian legal dan penggunaan gelap amfetamin meningkat sampai tahun
1970-an saat berbagai faktor social dan aturan mulai membatasi penggunaannya secara luas. Indikasi
penggunaan amfetamin yang sekarang diajukan adalah terbatas pada gangguan defisitetansi/hiperaktivitas,
narkolepsi dan gangguan depresif. Amfetamin juga digunakan untuk mengobati obesitas walaupun masih
controversial.
BENTUK-BENTUK
Sekarang ini, amfetamin utama yang tersedia adalah dextroamphetamine, metaamphetamine dan
methylphenidate. Obat ini beredar luas dengan nama crack, sabu-sabu, ekstasi dan speed. Sebagai suatu
kelas umum, amfetamin juga di maksudkan sebaagai suatu simpatomimetik, stimulan dan psikostimulan.
Amfetamin tipikaldigunakan untuk meningkatkan daya kerja dan untuk menginduksi perasaaan
euforia. Pelajar yang belajar untuk ujian, pengendara truk jarak jauh, orang bisnis dengan deadline penting
dan atlet untuk kompetisi adalah contoh orang dan situasi dimana amfetamin digunakan. Amfetamin adalah
obat yang adiktif walaupun tak seadiktif kokain.
Zat yang berhubungan dengan amfetamin lainnya adalah efedrin dan propanolamin yang tersedia
secara bebas sebagai dekongestan hidung. Phenilpropanolamin juga tersedia sebagai penekan nafsumakan.
Walaupun kurang poten dibanding amfetamin klasik, efedrin dan propanolamin sering menjadi sasaran
penyalahgunaan karena mudah didapat dan harganya murah. Kedua obat, propanolamin khususnya dapat
mencetuskan hipertensi, mencetuskan suatu psikosis toksik atau menyebabkan kematian. Batas keamanan
untuk propanolamin adalah sempit, dan tiga sampai empat kali dosis normal dapat menyebabkan hipertensi
yang mengancam kehidupan.
NEUROFARMAKOLOGI
Semua amfetamin cepat diabsorbsi peoral dengan onset kerja yang cepat, biasanya satu jam jika
digunakan peroral. Amfetamin klasik juga digunakan secara intravena. Dengan cara kerja tersebut mereka
mempunyai efek yang hampir segera. Amfetamin yang tak diresepkan dan racikan juga dimasukkan dalam
inhalasi. Toleransi timbul pada amfetamin klasik dan amfetamin racikan, walaupun pemakai amfetamin
sering seringkali mengatasi toleransi dengan menggunakan lebih banyak obat. Amfetamin adalah kurang
adiktif dibandingkan kokain, seperti yang dibuktikan oleh percobaan binatang dimana tidak semua tikus coba
ModuL 1 BloK 17 Thanty
27
secara spontan memasukkan sendiri dosis rendah amfetamin. Penelitian lebih lanjut pada model binatang
tersebut dapat membantu dokter mengerti kepekaan beberapa pasien terhadap ketergantungan amfetamin.
Amfetamin klasik mempunyai efek primernya dengan menyebabkan pelepasan katekolamin
terutama dopamin dari termminal presinaptik. Efek tersebut terutama kuat pada neuron dopaminergik yang
keluar dari area tegmental ventralis ke korteks serebri dan area limbik. Jalur ini disebut jalur hadiah atau
reward pathway dan aktivasinya kemungkinan mekanisme adiksi utama pada pemakai amfetamin.
Amfetamin racikan (MDMA, MDEA, MMDA dan DOM) menyebabkan pelepasan katekolamin dan
pelepasan katekolamin yaitu dopamin dan norepinefrin dan pelepasan serotinin. Serotinin adalah
neurotransmitter utama yang terlibat dalam halusinogen. Farmakologi MDMA adalah yang paling
dimengerti dengan baik dalam kelompok tersebut. MDMA di ambil dalam neuron serotonergik oleh
transporter serotinin yang bertanggung jawab untuk pengambilan kembali serotinin. Setelah didalam neuron,
MDMA menyebabkan pelepasan suatu bolus serotinin dan menghambat aktivitas enzim yangmenghasilkan
serotinin. Sebagai akibatnya, pasien yang menggunakan inhibitor ambilan kembali spesifik serotonin
contohnya fluoxetine tak dapat mencapai perasaan ketinggian jika mereka menggunakan MDMA karena
inhibitor ambilan kembali spesifik serotonin mencegah pengambilan MDMA kedalam neuron serotonergik
mencegah pengambilan MDMA kedalam neuron serotonergik mencegah pengambilan MDMA ke dalam
neuron serotonergik.
DIAGNOSA
Diagnostic and Statistical Manual of Mental disorder edisi keempat (DSM-IV) menuliskan banyak
gangguan berhubungan amfetamin. Tetapi menyebutkan criteria diagnostic hanya untuk intoksikasi
amfetamin, putus amfetamin dan gangguan berhubungan amfetamin yang tak terspesifikasi ketempat lain.
28
INTOKSIKASI
Sindrom intoksikasi oleh kokain dan amfetamin adalah serupa. Karena penelitian yang lebih giat dan
mendalam telah dilakukan terhadap penyalahgunaan dan intoksikasi kokain dibandingkan terhadap
amfetamin, literatur klinik tentang amfetamin, sangat dipengaruhi oleh temuan klinis pada penyalahgunaan
kokain. Sebagai contoh, dalam DSM IV, kriteria diagnostik untuk intoksikasi amfetamin dan intoksikasi
kokain adalah dipisahkan tetapi sebenarnya sama. DSM-IV memungkinkan spesifikasi adanya gangguan
perseptual. Jika tes realitas tidak terdapat, diagnosis suatu gangguan psikotik akibat amfetamin dengan onset
selama intoksikasi adalah diindikasikan. Gejala intoksikasi amfetamin adalah hamper menghilang sama
sekali setelah 24 jam dan biasanya menghilang secara lengkap setelah 24 jam.
29
PUTUS AMFETAMIN
Keadaan setelah intoksikasi amfetamin dapat disertai dengan kecemasan, gemetar, mood disforik,
letargi, fatigue, mimpi menakutkan, nyeri kepala, keringat banyak, kram otot, kram lambung dan rasa lapar
yang tak pernah kenyang. Gejala putus biasanya memuncak dua sampai empat hari dan menghilang dalam
satu minggu. Gejala putus amfetamin yang paling serius adalah depresi, yang dapat berat setelah
pengguanaan amfetamin dosis tinggi secara terus-menerus dan yang dapat disertai usaha bunuh diri. Kriteria
diagnostik DSM-IV untuk putus amfetamin menyebutkan bahwa suatu mood disforik dan sejumlah
perubahan fisiolgis adalah diperlukan untuk mendiagnosis putus amfetamin.
GAMBARAN KLINIS
Amfetamin Klasik
Pada seseorang yang sebelumnya belum pernah menggunakan amfetamin, dosis tunggal 5 mg
meningkatkan rasa kesehatannya dan menyebabkan elasi, euforia dan keramahan. Dosis kecil biasanya
memperbaiki pemusatan perhatian merekadan meningktkan kinerja dalam tugas menulis, oral dan bekerja.
Terdapat juga penurunan kelelahan, menyebabkan anoreksia dan peningkatan ambang rasa nyeri. Efek yang
tidak diharapkan menyertai penggunaan dosis tinggi untuk periode waktu yang lama.
Amfetamin Racikan
Karena efeknya pada system dopaminergik, amfetamin racikan memiliki sifat mengktifkan dan
memberikan energi. Tetapi, efeknya pada sistem serotonergik, mewarnai pengalaman dengan obat tersebut
dengan suatu karakter halusinogenik. Amfetamin racikan dikaitkan dengan disorientasi dan distorsi persepsi
yang lebih sedikit daripada halusinogenik klasik contohnya lysergic acid diethylamine atau LSD. Rasa
keakraban dengan orang lain dan rasa nyaman pada diri sendiri dan peningkatan kecerahan objek adalah efek
yang sering dilaporkan pada MDMA atau dikenal dengan ekstasi (XTC). Beberapa ahli psikoterapi telah
menggunakan dan menganjurkan penelitian yang lebih lanjut tentang amfetamin racikan sebagai adjuvan
terhadap psikoterapi. Anjuran tersebut adalah kontroversial,
EFEK MERUGIKAN
Amfetamin Klasik
Efek pada serebrovaskular, jantung dan GIT adalah diantara efek merugikan yang paling sering
berhubungan dengan penyalahgunaan amfetamin. Keadaan spesifik yang mengancam kehidupan adalah
adanya infark miokardium, hipertensi berat, penyakit kardiovaskular dan kolitis iskemik. Gejala neurologis
yang terjadi terus-menerus, dari kedutan sampai tetanus sampai kejang, koma dan berakhir dengan kematiaan
dapat menyerang dengan pemakaian dosis amfetamin yang semakin tinggi. Penggunaan amfetamin intravena
berhubungan dengan transmisi virus HIV dan hepatitis dan dengan perkembangan abses paru, endokarditis
dan angitis nekrotikan. Beberapa penelitian telah menemukan bahwa informasi tentang praktik seks yang
aman dan penggunaan kondom adalah tidak diketahui denganbaik oleh pelaku penyalahgunaan amfetamin.
ModuL 1 BloK 17 Thanty
30
Efek merugikan yang kurang mengancam kehidupan adalah kemerahan, pucat, sianosis, demam, nyeri
kepala, takikardia, palpitasi, mual muntah, bruxism (menggesekkan gigi), sesak nafas, tremor dan ataksia.
Penggunaan amfetamin oleh wanita yang mengandung telah disertai dengan BBLR, lingkar kepala yang
kecil, usia kehamilan dini dan retardasi pertumbuhan. Efek psikologis yang merugikan dari amfetamin
adalah kegelisahan, insomnia, iritabilitas, sikap permusuhan dan konfusi. Gejala gangguan kecemasan,
seperti gangguan kecemasan umum dan gangguan panik dapat diinduksi oleh penggunaan amfetamin. Ideas
of reference, waham paranoid dan halusinasi dapat diselesaikan dengan pemakaian amfetamin.
Amfetamin Racikan
Amfetamin racikan mempunyai efek yang merugikan yang sama dengan amfetamin klasik. Tetapi, berbagai
efek merugikan lainnya juga telah dihubungkan dengan obat racikan. Secara klinis, suatu efek merugikan
yang berat yang berhubungan dengan MDMA adalah hipertermia yang disebabkan oleh obat dan selanjutnya
dieksaserbasi oleh aktivitas yang berlebihan contohnya berdansa liar di klub yang panas dan padat. Terdapat
sejumlah laporan klinis tentang kematian yang berhubungan dengan pemakaian MDMA dibawah situasi
tersebut. Peneliti dasar berbeda dalam pendapat mereka tentang apakah
MDMA menyebabkan
PENGOBATAN
Pengobatan gangguan berhubungan amfetamin adalah mirip dengan gangguan berhubngan dengan
kokain berupa kesulitan dalam membantu pasien tetap abstinen dari obat yang mempunyai kualitas
mendorong yang sangat kuat dan yang menginduksi kecanduan. Lingkungan rawat inap danpenggunaan cara
ModuL 1 BloK 17 Thanty
31
pengobatan yangbermacam-macam biasanya diperlukan untukmencapai abstinensi zat yang berlangsung
selamanya. Pengobatan gangguan spesifik akibat amfetamin mungkin diperlukan dalam jangka waktu yang
pendek. Anti psikotik, baik phenotiazine atau haloperidol dapat diresepkan untuk beberapa hari pertama.
Tanpa adanya psikosis, diazepam adalah berguna untuk mengobati agitasi dan hiperaktivitas pasien.
Dokter harus menegakkan ikatan terapetik dengan pasien untuk mengatasi depresi atau gangguan
kepribadian dasar ataukeduanya. Tetapi, karena banyak pasien adalah mengalami ketergantungan berat
dengan obat, psikoterapi mungkin sangat sulit.
HALUSINOGEN
Pada tahun 1954, A. Hoffer dan H. Osmond memperkenalkan istilah halusinogen untuk member
nama zat tertentu yang dalam jumlah sedikit dapat mengubah persepsi, pikiran dan perasaan seseorang
sehingga orang yang menggunakan zat tersebut mengalami halusinasi.
Halusinogen juga di kenal sebagai psikedelik, bertindak pada susunan saraf pusat untuk membuat
perubahan yang bermakna dan sering radikal pada keadaan kesadaran pengguna, juga dapat mengacaukan
perasaan kenyataan, waktu dan emosi para pengguna. Pengguna halusinogen mengaku mengalami
peningkatan kesadaran terhadap rangsang eksternal, pikiran menjadi lebih cerah dan reaksi disosiasi.
Subklasifikasi. Halusinogen banyak yang alami, yaitu terdapat pada tumbuhan tertentu atau terdapat
pada bagian tertentu dari hewan tertentu. Selebihnya, halusinogen adalah sintetik. Halusinogen yang alami
antara lain Ololiokui (Amerika Selatan), Datura stramonium (mengandung skopolamin), Kohoba (Haiti),
Harmala (Peru, Ekuador, Kolombia, Brazil), jamur Psilocybe Mexicana (mengandung psilosin dan
psilosibin), dan sebagainya, sedangkan halusinogen sintetik diantaranya LSD-25, DOM, DMP, MDA, dan
sebagainya.
Cara mengonsumsi. LSD-25 biasanya digunakan secara oral dan jarang dirokok maupun
disuntikkan. Pil LSD-25 dikonsumsi secara oral dengan dosis 100-300 mikrogram.
Psilosin dan psilosibin yang terdapat dalam jamur Psilocybe mexicana biasanya dimakan dengan
dosis 250 mikrogram/kgBB.
Meskalin berasal dari kaktus Liphophora williamsii, yang diiris tipis setebal kancing baju dan
dikeringkan dibawah sinar matahari. Irisan kaktus ini dikonsumsi secara oral dengan dosis 5-6 mg/kgBB.
Kadang meskalin dihancurkan menjadi serbuk lalu dicampur didalam rokok tembakau atau ganja. Terkadang
digunakan juga melalui suntikan.
DMP (dimetiltriptamin) atau DET (dietiltriptamin) biasanya digunakan secara inhalasi atau dirokok
karena penggunaan secara oral kurang efektif.
MDA (metil-endioksi-amfetamin) biasanya dikonsumsi dengan cara oral walaupun kadang-kadang
juga secara nasal atau suntikan.
PMA (parametoksi-amfetamin) dapat digunakan secara oral, nasal, maupun suntikan.
ModuL 1 BloK 17 Thanty
32
Amanitta mappa adalah sejenis jamur di daerah subtropics Eropa, Asia dan Amerika, biasanya
dikonsumsi secara oral.
Atropin, skopolamin dan hyosciamin terdapat dalam tanaman Atropa belladonna dan Datura
stramonium biasanya dikonsumsi secara oral.
DMT biasanya dipakai secara nasal, dirokok atau intravena.
Harmalin dan harmin terdapat dalam tanaman Banisteriopsis caapi di Amerika Selatan dan Peganum
harmala di Timur Tengah (disebut juga Syrian rue), digunakan secara oral atau suntikan.
Morning Glory Seed berasal dari tanaman Rivea corymbosa dan Ipomoea violacea yang berisis
senyawa mirip LSD, biasanya bijinya ditumbuk dan dilarutkan dalam air untuk diminum.
Myristicin terdapat dalam tanaman Myristica fragrans yang tumbuh di Indonesia, digunakan dengan
cara diseduh dalam air the dan diminum atau digunakan secara nasal.
DOM digunakan secara oral dan TMA secara suntikan.
LSD
Salah satu contoh halusinogen adalah LSD. Lysergic acid diethylamide (LSD) merupakan zat
semisintetik psychedelik dari family ergoline. LSD sensitif terhadap udara, sinar ultraviolet, dan
klorine,terutama dalam bentuk solutio, dimana zat ini akan bertahan selama 1 tahan jika dijauhkan dari
cahaya dan dijaga agar suhunya tetap berada dibawah temperature. Alam bentuk aslinya warna, bau, sangat
khas. LSD dapat didistribusi ke dalam tubuh secara intramuskular atau injeksi intravena. Dosis yang dapat
menyebabkan efek psikoaktif pada manusia yaitu 20-30 mg (mikrogram). LSD dapat digunakan sebagai
agen therapeutik yang menjanjikan.
Lysergic acid diethylamide (LSD) adalah halusinigen yang paling terkenal. Ini adalah narkoba
sintetis yang di sarikan dari jamur kering (dikenal sebagai ergot) yang tumbuh pada rumput gandum. Proses
pembuatan LSD dari bahan baku membutuhkan pengetahuan dan keahlian tehnik yang tinggi.
LSD mempengaruhi sejumlah besar reseptor pasangan protein-G, termasuk semua reseptor dopamin,
semua subtipe adrenoreseptor sama seperti lainnya. Ikatan LSD pada sebagian besar subtipe reseptor
serotonin kecuali 5-HT3 dan 5-HT4. bagaimanapun juga, hampir semua reseptor mempengaruhi pada afinitas
rendah menjadi aktif pada otak dengan konsentrasi 10-20 nm.
LSD adalah cairan tawar, yang tidak berwarna dan tidak berbau yang sering di serap ke dalam zat
apa saja yang cocok seperti kertas pengisap dan gula blok, atau dapat dipadukan dalam tablet, kapsul atau
kadang-kadang gula-gula. Bentuk LSD yang paling popular adalah kertas pengisap yang terbagi menjadi
persegi dan dipakai dengan cara ditelan.
Halusinogen lain termasuk meskalin (tanaman alami yang berasal dari kaktus peyote), pala, jamurjamur tertentu (yang mengandung zat psilosin dan psilosibin), dimetiltriptamin (DPT), fensiklidin (PCP) dan
ketamin hidroklorid.
ModuL 1 BloK 17 Thanty
33
Tak serupa dengan narkoba lain, pengguna LSD mendapat sedikit gagasan apa yang mereka pakai
dan efeknya dapat berubah-ubah dari orang ke orang, dari peristiwa ke peristiwa dan dari dosis ke dosis.
Efeknya dapat mulai dalam satu jam setelah memakai dosis bertambah antara 2-8 jam dan berangsur hilang
secara perlahan-lahan setelah kurang lebih 12 jam.
Untuk penggunaan LSD efeknya dapat menjadi nikmat yang luar biasa, sangat tenang dan
mendorong perasaan nyaman. Sering kali ada perubahan pada persepsi, pada penglihatan, suara, penciuman,
perasaan dan tempat. Efek negatif LSD dapat termasuk hilangnya kendali emosi, disorientasi, depresi,
kepeningan, perasaan panik yang akut dan perasaan tak terkalahkan, yang dapat mengakibatkan pengguna
menempatkan diri dalam bahaya fisik.
Pengguna jangka panjang dapat mengakibatkan sorot balik pada efek halusinogenik, yang dapat
terjadi berhari-hari, berminggu-minggu atau bahkan berbulan-bulan setelah memakai LSD. Tidak ada bukti
atau adanya ketergantungan fisik dan tidak ada gejala putus zat yang telah diamati bahkan setelah dipakai
secara berkesinambungan. Namun, ketergantungan kejiwaan dapat terjadi.
Efek LSD normalnya 6-12 jam setelah menggunakan, tergantung pada dosis, toleransi, berat badan
dan umur. Keberadaan LSD tidak lebih lama keberadaannya daripad obat-obat dengan level signifikan di
dalam darah.
MESKALIN
Meskalin bekerja pada susunan saraf pusat maupun tepi. Meskalin bekerja lebih pada neuron
serotonergik daripada neuron adrenergic walaupun meskalin mirip neurotransmitter ketekolamin.
Pengaruh meskalin terhadap pengguna juga sama seperti psilosibin, yang timbul 1-2 jam sesudah
dikonsumsi dan hilang secara perlahan-lahan dalam waktu 10-12 jam sesudah mengonsumsi. Toleransi
berkembang cepat dalam 3-6 hari.
34
DMT
Halusinogen yang mirip amfetamin dimetabolisme seperti metabolism amfetamin. Pada dosis kecil
zat ini menyebabkan euphoria seperti amfetamin, sedangkan pada dosis tinggi menyebabkan halusinasi
seperti halusinogen.
DMT mem[unyai khasiat seperti LSD dan meskalin. Timbulnya reaksi fisik dan psikologis sangat
cepat dan berlangsung tidak lama, hanya 30-60 menit.
MIRISTISIN
Pengaruh miristisin (dalam Pala) dalam tubuh kelihatan 2-5 jam sesudah dikonsumsi. Intoksikasi
senyawa ini ditandai dengan letargi, euphoria, kepala terasa ringan, tertawa tidak terkendali, merasa terlepas
dari lingkungannya, sensasi melayang-layang, distorsi waktu dan ruang. Beberapa pengguna merasa potensi
seksualnya meningkat. Gejala lainnya, mual, muntah, diare, nyeri kepala, denyut jantung bertambah cepat,
gangguan koordinasi motorik, rasa berat di kaki, wajah merah, retensi urin dan konstipasi.
TMA
Dalam dosis kecil (50-100 mg), TMA menyebabkan mabuk, kepala terasa ringan, euphoria, dan
lepas kendali terhadap emosi. Dalam dosis yuang mengakibatkan halusinasi, gejala yang terlihat sama
dengan intoksikasi meskalin. Dalam dosis tinggi (300 mg atau lebih), TMA dapat menimbulkan perilaku
antisocial.
35
PENYALAHGUNAAN ZAT ADIKTIF LAINNYA
NIKOTIN
EPIDEMIOLOGI
Bentuk Nikotin yang paling umum adalah tembakau yang dihisap dalam bentuk rokok, cerutu dan
pipa. Selain itu dapat pula digunakan sebagai tembakau sedotan dan kunyah. Factor predisposisi yang
berperan antara lai :
-
Ras dan etnik, kulit putih dan kulit hitam lebih mungkin menghisap rokok dibandingkan dengan
Hispanik.
Kepadatan populasi, penduduk daerah yang bukan metropolitan berkemungkinan lebih besar untuk
menghisap rokok dibandingkan penduduk yang tinggal dimetropilitan kecil dan besar.
JENIS TEMBAKAU
Flue-Cured Tobacco
Daun tembakau jenis ini berwarna terang, dan merupakan tembakau yang dipakai dalam
conventional British cigarette. Tembakau jenis ini mengandung kadar gula tinggi (15-24%). Daun tembakau
ini dikeringkan dalam barak gelap sehingga berkurangnya kelembapan dapat diatur. Pemanasan dilakukan
dengan menggunakan bahan bakar kayu.
Light Air-Cured Tobacco
Daun tembakau yang berwarna pirang ini berasal dari Ohio. Tembakau ini mengandung banyak gula
dan dikeringkan dalam barak yang rindag dengan ventilasi yang baik tanpa bantuan pemanasan dari luar.
Tembakau jenis ini banyak digunakan dengan cara dikunyah, sebagai salah satu campuran tembakau yang
dihisap dengan pipa.
Marryland Tobacco
Tembakau jenis ini mengandung sedikit nikotin dan mempunyai aroma yang netral serta dapat
dibakar sampai habis dan tidak menyisakan abu.
Dark Tobacco
ModuL 1 BloK 17 Thanty
36
Dark Tobacco termasuk Air-Cured Tobacco yang mengalami fermentasi sehingga kadar gulanya
renda, serta asapnya bersifat alkalis. Tembakau jenis ini banyak digunakan sebagai lapisan luar dan isi
cerutu, sebagai tembakau yang dikunyah dan dihisap dengan menggunakan pipa serta dalam rokok.
Oriental Tobacco
Proses pengeringan tembakau ini adalah dengan sinar matahari serta dibiarkan mengalami fermentasi
selama disimpan. Aroma yang khas berasal dari getah yang dihasilkan oleh trikomapada permukaan daun
tembakau.
Rokok Kretek
Rokok kretek atau rokok cegkeh mulai dikenal di Indonesia sejak awal aba ke-20. Cengkeh
mengandung eugenol, suatu anestesi local, yang dapat mengurangi perasaan tidak enak ditenggorokan akibat
asap rokok.
CARA MENGKONSUMSI
Tembakau yang mengandung nikotin biasanya digunakan dengan cara dibakar atau dihisap sebagai
rokok sigaret, cerutu, atau pipa, dikunyah, atau disedot melalui hidung.
37
Nikotin terikat pada reseptor kolinergik (C-6) dan nikotinik yang tedapat pada susunan saraf pusat,
medulla glandula adrenalis, sambungan neuromuscular, dan ganglia susunan saraf otonom. Menurut
Benowitz, ikatan nikotin pada jaringan otak yang terkuat terdapat pada hipotalamus, hipokampus, thalamus,
mesensefalon, batang otak, korteks, neuron dopaminergik pada nigrostriata dan mesolimbik, yang berkaitan
dengan terjadinya adiksi, ketergantungan toleransi dan putus zat nikotin. Nikotin juga mempengaruhi
neurotrasmiter lain terutama norepinefrin.
Aktivitas nikotin pada jaringan otak bersifat bifasik, yaitu dimulai dengan stimulasi yang hanya
berlangsung sebentar, kemudian diikuti dengan sifat depresi. Pada dosis kecil, terjadi stimulasi pada ganglion
susunan saraf otonom yang berlangsung sebentar diikuti dengan efek penyekatan pada ganglion tersebut.
Benowitz memperkirakan paling sedikit seseorang membutuhkan sepuluh batang rokok tembakau agar
memperoleh 10-40 mg nikotin per hari supaya mendapatkan efek yang diinginkan.
Menyebabkan batuk
ACTH, GH, Prolaktin, vasopressin, beta endorphin, dan kortisol. Gejala keracunan nikotin awal mulanya
adalah muntah, mual, berliur, nyeri perut, denyut jantung cepat, tekanan darah naik, nafas cepat, miosis,
kebingungan dan agitatif. Kemudian diikuti dengan denyut jantung lambat, tekanan darah menurun, nafas
lambat, midriasis, letagi, kejang, dan koma.
Gejala putus tembakau berupa denyut jantung bertambah cepat, tangan gemetaran, suhu kulit
meningkat, keinginan yang kuat untuk merokok lagi, mudah marah, tekanan darah sedikit menurun, otot-otot
berkedut, nyeri kepala, cemas, tidak suka makan, gangguan konsentrasi, iritabel, ansietas, depresi dan
ModuL 1 BloK 17 Thanty
38
perlambatan EEG. Gejala ini berlangsung sekitar dua atau tiga minggu. Gangguan tidur berupa insomnia dan
bertambahnya nafsu makan berlangsung lebih lama sekitar enam bulan.
KRITERIA DIAGNOSIS
Intoksikasi Akut Tembakau
T erdapat disfungsi perilaku atau persepsi tidak normal yang dibuktikan dengan adanya satu dari gejala :
1. insomnia
2. mimpi aneh
3. suasana perasaan labil
4. derealisasi
5. interfensi fungsi personal
Paling sedikit terdapat satu dari gejala :
1. Nausea
2. Berkeringat
3. Denyut jantung cepat
4. Irama jantung tak teratur
Gejala Putus Tembakau
1. Berkeinginan kuat untuk mengkonsumsi tembakau
2. Mudah tersinggung dan mudah marah
3. Cemas dan gelisah
4. Gangguan konsentrasi
5. Mengantuk
6. Nyeri kepala
7. Suasana perasaan disforia
8. Iritabel dan tidak tenang
9. Batuk bertambah
10. Ulkus di mulut
PENEGAKAN DIAGNOSA
Anamnesa
Autoanamnesa
Tujuannya untuk membentuk rasa percaya pasien terhadap terapis sehingga pasien merasa yakin
bahwa data tentang dirinya akan terjamin jerahasiannya di tangan terapis. Data pribadi dan data demografi
pengguna zat psikoaktif yang perlu diketahui meliputi nama, umur, jenis kelamin, alamat tempat tinggal,
tingkat pendidikan, agama yang dianut, etnik, status perkawinan, anak nomor berapa dari orang tuanya,
pekerjaan ayah, ibu, maupun pengguna. Adapun pertanyaan yang dapat diajukan anatara lain :
ModuL 1 BloK 17 Thanty
39
a. Zat psikoaktif apa saja yang pernah dikonsumsi?
b. Sejak usia berapa menggunakan zat tersebut?
c. Zat psikoaktifa apa yang satu bula terakhir ini masih digunakan dan kapan terakhir dikonsumsi?
d. Berapa kali setiap hari dikonsumsi?
e. Berapa jumlah setiap kali mengkonsumsi?
f. Bagaimana cara mengkonsumsi zat tersebut?
g. Bila dengan cara menyuntik, bagaimana cara mensterilkan jarum suntiknya?
h. Apakah pernah bertukar jarum suntik?
i. Alasan menggunakan zat tersebut?
j. Komplikasi apa saja yang pernah dialami selama pemakaian zat tersebut?
k. Apa pernah dirawat di rumah sakit atau di panti rehabilitasi??
Aloanamnesa
Aloanamesa dilakukan terhadap orang tua, guru, atau orang dekat lainnya berkisar pada perubahan
perilaku dan kebiasaan penderita. Yang dapat ditanyakan antara lain:
a. Apakah terjadi perubahan dalam pola tidur, makan, pola tidur, tampak mengantuk?
b. Apakah sering berpergian malam hari dan tanpa memberitahu kepergiannya?
c. Apakah sering tidak masuk sekolah?
d. Apakah sifatnya berubah?
e. Apakah sering berbohong?
f.
Pemeriksaan Fisik
Kesadaran = spoor-koma jika kelebihan dosis yang berat
Terdapat bronchitis
Terdapat tanda-tanda Kanker paru
Pemeriksaan Psikiatri
Bertujuan mengetahui ada tidaknya gangguan psikiatri yang sering kali terdapat bersamaan dengan
pengguna zat psikoaktif. Pada penyalahgunaan nikotin ini akan tampak gangguan emosi berupa euphoria,
gelisah, dan iritabel.
Pemeriksaan Psikologis
Dilakukan dengan melakukan tes DAP, tes baum, MMPI, SSCT, dan sebagainya.
Pemeriksaan Laboratorium
Dilakukan dengan menganalisis air seni untuk mengetahui zat psikoaktif yang dikonsumsi penderita.
Air seni sebaiknya diambil kurang dari 48 jam sejak penggunaan zat psikoaktif terakhir.
Ada beberapa teknik pemeriksaan analisis air seni yaitu paper chromatography, thin layer
chromatography, gas chromatography, atau high power TLC. Selain tes anlisis urin dapat pula dilakukan
ModuL 1 BloK 17 Thanty
40
pemeriksaa darah rutin, kimia darah, tes fungsi hati, dan tes fungsi ginjal apabila ada indikasi untuk
diperiksa.
Pemeriksaan Flouroskopi dan Elektrofisiologis
Pemeriksaan Flouroskopi berupa foto paru, foto tengkorak, USG, CT Scan, dan MRI sedangkan
pemeriksaan elektofisiologi berupa EEG, EKG, dan EMG
PENATALAKSANAAN
1. Terapi intoksikasi Tembakau
Terapi intoksikasi tembakau adalah asimtomatik. Utnuk mempercepat ekskresi nikotin, lakukan
asidifikasi air seni dengan member ammonium klorida 500mg/oral setiap 3-4 jam.
2. Terapi Putus Tembakau
Tidak perlu dirawat inap di rumah sakit. Bila diperlukan dapat diberikan analgetik untuk mengatasi
rasa nyeri dan antiansietas untuk mengatasi kegelisahan dan iritabilitas.
KOMPLIKASI MEDIS
Merokok dapat atau mencetuskan penyakit jantung dan pembuluh darah, yaitu penyakit jantung
koroner, berupa infark otot jantung sampai serangan angina pectoris, arteriosklerosis, dan penyakit pembuluh
darah tepi. Selain itu juga menyebabkan penyakit paru, seperti radang saluran nafas (bronchitis), efisema,
radang paru, dan kanker paru.
Merokok tembakau juga dapat menyebabkan kanker pada laring, rongga mulut, esophagus, kandung
kencing, leher rahim, pancreas, dan lambung. Merokok dapat menyababkan/memperberat gastritis akut,
ulkus peptikum, osteoporosis, dan kulit keriput. Kontrasepsi oral tidak boleh diberikan pada perokok
tembakau karena memperbesar resiko menderita penyakit trombotik.
KAFEIN
Kadar Kafein dalam biji kopi berkisar 1-2,5% bergantung pada jenisnya. Daun the selain
mengandung teofilin dan teobromin juga mengandung kafein. Kakao dan coklat mengandung teobromin dan
kafein juga.
Minuman dan obat
Kopi seduhan
80-140 mg/cangkir
Kopi instan
66-100 mg/cangkir
30-75 mg/cangkir
The celup
42-100 mg/cangkir
Kola
25-55 mg/cangkir
ModuL 1 BloK 17 Thanty
41
APC
32 mg/tablet
Cafergot
100 mg/tablet
CARA KONSUMSI
Kafein yang terdapat dalam biji kopi biasanya dikonsumsi secara oral sebagai minuman. Kafein
yang terdapat dalam obat biasanya berbentuk pil atau tablet untuk penggunaan oral.
KRITERIA DIAGNOSIS
Intoksikasi Akut Kafein
Harus terdapat disfungsi prilaku atau persepsi yang tidak normal yang dibuktikan dengan adanya paling
sedikit satu dari gejala :
1. Euphoria
atau perabaan
4. Suka berdebat
8. Halusinasi
9. Ide paranoid
7. Pupil melebar
8. Agitasi
9. Kelemahan otot
11. Kejang
42
Gejala Putus Kafein
1. Terdapat suasana disforia
2. Terdapat dua dari gejala :
a. Lesu dan letih
b. Hambatan pikomotor
c. Keinginan kuat untuk mengkonsumsi kafein
d. Nafsu makan bertabah
e. Insomnia
f. Mimpi aneh
PENEGAKAN DIAGNOSA
Anamnesa
Autoanamnesa
Tujuannya untuk membentuk rasa percaya pasien terhadap terapis sehingga pasien merasa yakin
bahwa data tentang dirinya akan terjamin jerahasiannya di tangan terapis. Data pribadi dan data demografi
pengguna zat psikoaktif yang perlu diketahui meliputi nama, umur, jenis kelamin, alamat tempat tinggal,
tingkat pendidikan, agama yang dianut, etnik, status perkawinan, anak nomor berapa dari orang tuanya,
pekerjaan ayah, ibu, maupun pengguna. Adapun pertanyaan yang dapat diajukan anatara lain :
a. Zat psikoaktif apa saja yang pernah dikonsumsi?
b. Sejak usia berapa menggunakan zat tersebut?
c. Zat psikoaktifa apa yang satu bula terakhir ini masih digunakan dan kapan terakhir
dikonsumsi?
d. Berapa kali setiap hari dikonsumsi?
e. Berapa jumlah setiap kali mengkonsumsi?
f.
j.
Komplikasi apa saja yang pernah dialami selama pemakaian zat tersebut?
43
d. Apakah sifatnya berubah?
e. Apakah sering berbohong?
f.
Pemeriksaan Fisik
o
Kesadaran
Hidung
Denyut nadi
Mulut
Suhu badan
Paru
Pernafasan
Jantung
Tekanan darah
Lambung
Mata
Hepar
Pemeriksaan Psikiatri
Bertujuan mengetahui ada tidaknya gangguan psikiatri yang sering kali terdapat bersamaan
dengan pengguna zat psikoaktif. Pada penyalahgunaan nikotin ini akan tampak gangguan emosi
berupa agitatif dan gangguan bicara berupa banyak bicara
Pemeriksaan Psikologis
Dilakukan dengan melakukan tes DAP, tes baum, MMPI, SSCT, dan sebagainya.
Pemeriksaan Laboratorium
Dilakukan dengan menganalisis air seni untuk mengetahui zat psikoaktif yang dikonsumsi penderita.
Air seni sebaiknya diambil kurang dari 48 jam sejak penggunaan zat psikoaktif terakhir.
Ada beberapa teknik pemeriksaan analisis air seni yaitu paper chromatography, thin layer
chromatography, gas chromatography, atau high power TLC. Selain tes anlisis urin dapat pula dilakukan
pemeriksaa darah rutin, kimia darah, tes fungsi hati, dan tes fungsi ginjal apabila ada indikasi untuk
diperiksa.
Penatalaksanaan
-
44
Terapi intoksikasi kafein bersifat asimtomatik. Jarang diperlukan antiansietas, tetapi bila diperlukan,
derivate benzodiazepine dapat diberikan sebagai antiansietas ataupun antikejang. Bila terjadi
hipertensi dapat diberikan obat antihipertensi.
-
KLASIFIKASI
Nama Zat
Terdapat Pada
Hidrokarbon alifatik
n-butana, isobutana
n-heksna
Hidrokarbon
Aromatik
Benzena
Metilbenzena
Terdapat dalam perekat, lem karet, aerosol spray, pelumas, bensin, semir sepatu
cair, cat, pengencer cat, dan perekat adesif.
Silena
Terdapat dalam perekat, lem karet, pelumas, bensin, dan pengencer cat.
Stirena
Halogen Hidrokarbon
Triklor etilena
Tetraklor Etilena
Triklor etena
Eter
Dimetil eter
Keton
Dimetil keton (aseton)
45
Metal
etil
(butanon)
Ester
Etil asetat
Butyl Asetat
N. propel asetat
Glikol
Gas
N2O
Campuran
Minyak tanah
Bensin
Bahan bakar pesawat
terbang
Alcohol
Isopropyl Alkohol
Metal alkohol
Nitrit Alifatis
Butilnitrit
KRITERIA DIAGNOSIS
ModuL 1 BloK 17 Thanty
46
Intoksikasi Akut Inhalan
-
Harus ada disfungsi perilaku, yang dibuktikan paling sedikit satu dari gejala :
a. Apatis dan letargi
b. Selalu berdebat
f.
Retardasi psikomotor
e. Kesadaran menurun
b. Sulit berdiri
f.
c. bicara cadel
g. diplopia
Kelemahan otot
d. Nistagmus
PENEGAKAN DIAGNOSA
Anamnesa
Autoanamnesa
Tujuannya untuk membentuk rasa percaya pasien terhadap terapis sehingga pasien merasa yakin
bahwa data tentang dirinya akan terjamin jerahasiannya di tangan terapis. Data pribadi dan data demografi
pengguna zat psikoaktif yang perlu diketahui meliputi nama, umur, jenis kelamin, alamat tempat tinggal,
tingkat pendidikan, agama yang dianut, etnik, status perkawinan, anak nomor berapa dari orang tuanya,
pekerjaan ayah, ibu, maupun pengguna. Adapun pertanyaan yang dapat diajukan anatara lain :
a. Zat psikoaktif apa saja yang pernah dikonsumsi?
b. Sejak usia berapa menggunakan zat tersebut?
c. Zat psikoaktifa apa yang satu bula terakhir ini masih digunakan dan kapan terakhir dikonsumsi?
d. Berapa kali setiap hari dikonsumsi?
e. Berapa jumlah setiap kali mengkonsumsi?
f. Bagaimana cara mengkonsumsi zat tersebut?
g. Bila dengan cara menyuntik, bagaimana cara mensterilkan jarum suntiknya?
h. Apakah pernah bertukar jarum suntik?
i. Alasan menggunakan zat tersebut?
j. Komplikasi apa saja yang pernah dialami selama pemakaian zat tersebut?
k. Apa pernah dirawat di rumah sakit atau di panti rehabilitasi??
Aloanamnesa
Aloanamesa dilakukan terhadap orang tua, guru, atau orang dekat lainnya berkisar pada perubahan
perilaku dan kebiasaan penderita. Yang dapat ditanyakan antara lain:
a. Apakah terjadi perubahan dalam pola tidur, makan, pola tidur, tampak mengantuk?
b. Apakah sering berpergian malam hari dan tanpa memberitahu kepergiannya?
ModuL 1 BloK 17 Thanty
47
c. Apakah sering tidak masuk sekolah?
d. Apakah sifatnya berubah?
e. Apakah sering berbohong?
f.
Pemeriksaan Fisik
o
Kesadaran = somnolen
Kesadaran = spoor-koma
Ataksia
Hiprefleksi
Pemeriksaan Psikiatri
Bertujuan mengetahui ada tidaknya gangguan psikiatri yang sering kali terdapat bersamaan dengan
pengguna zat psikoaktif. Pada penyalahgunaan nikotin ini akan tampak gangguan emosi berupa euphoria,
gelisah, dan iritabel.
Pemeriksaan Psikologis
Dilakukan dengan melakukan tes DAP, tes baum, MMPI, SSCT, dan sebagainya.
Pemeriksaan Laboratorium
Dilakukan dengan menganalisis air seni untuk mengetahui zat psikoaktif yang dikonsumsi penderita.
Air seni sebaiknya diambil kurang dari 48 jam sejak penggunaan zat psikoaktif terakhir.
Ada beberapa teknik pemeriksaan analisis air seni yaitu paper chromatography, thin layer
chromatography, gas chromatography, atau high power TLC. Selain tes anlisis urin dapat pula dilakukan
pemeriksaa darah rutin, kimia darah, tes fungsi hati, dan tes fungsi ginjal apabila ada indikasi untuk
diperiksa.
Pemeriksaan Flouroskopi dan elektrofisiologis
Pemeriksaan Flouroskopi berupa foto paru, foto tengkorak, USG, CT Scan, dan MRI sedangkan
pemeriksaan elektofisiologi berupa EEG, EKG, dan EMG
PENATALAKSANAAN
Terapi Intoksikasi Inhalan
Terapi yang dapat diberikan bersifat asimptomatik. Bila tedapat gejala psikosis, dapat diberikan
antispikosis.
KOMPLIKASI MEDIS
ModuL 1 BloK 17 Thanty
48
Umumnya bersifat merusak hati, ginjal, sumsum tulang belakang, paru, jantung dan otak. Perempuan
yang menggunakan inhalan secara kronis selama hamil akan melahirkan bayi engan fetal solvent syndrome.
HIPNOTIK SEDATIF
Hipnotik dan sedatif merupakan golongan obat depresi susunan saraf pusat. Efeknya tergantung pada
dosis. Pada dosis terapi, obat sedatif menekan aktivitas mental, menurunkan respon terhadap rangsangan
emosis sehingga menenangkan. Obat hipnotik menyebabkan kantuk dan memudahkan tidur serta
mempertahankan tidur yang menyerupai tidur fisiologis.
Efek sedasi juga merupakan efek samping beberapa golongan obat lain yang tidak terasuk obat
golongan depresan SSP. Walaupun obat tersebut memperkuat penekanan SSP, secara tersendiri obat tersebut
memperlihatkan efek yang lebih spesifik pada dosis yang jauh lebih kecil daripada dosis yang dibutukan
untuk mendepresi SSP secara umum.
Beberapa obat dalam golongan hipnotik dan sedatif, khususnya golongan benzodiazepin
diindikasikan juga sebagai pelemas otot, antiepilepsi, antiansietas, dan sebagai penginduksi anestasi.
BENZODIAZEPIN
Benzodiazepin berefek hipnosis, sedasi, relaksasi otot, ansiolitik, dan antikonvulsi dengan potensi
yang berbeda-beda.
49
benzodiazepin meningkatkan jumlah arus klorida yang dihasilkan melalui aktivasi reseptor GABA A,
sedangkan agonis invers menurunkan.Kedua efek ini dapat diblok oleh antagonis pada tempat reseptor
benzodiazepin. Salah satu antagonis tersebut, flumazenil, digunakan secara klinis untuk membalikkan efek
benzodiazepin dosis tinggi.
Dosis hipnotik benzodiazepin tidak memiliki efek terhadap pernapasan pada subjek normal, tetapi
perhatian khusus harus diberikan dalam penangan anak-anak dan individu yang mengalami gangguan fungsi
hepatik, seperti alkoholik. Efek kardiovaskular benzodiazepin pada orang normal hanya sedikit, kecuali pada
intoksikasi parah; efek merugikan pada penderita gangguan tidur obstruktif atau penyakit jantung.
Sifat fisikokimia dan farmakokinetik benzodiazepin sangat mempengaruhi kegunaan klinisnya.
Semua benzodiazepin pada dasarnya diabsorpsi sempurna, kecuali klorazepat; obat ini cepat mengalami
dekarboksilasi dalam cairan lambung menjadi N-desmetil-diazepam (nordazepam), yang kemudian
diabsorpsi sempurna. Beberapa benzodiazepin (seperti prazepam dan flurazepam) mencapai sirkulasi
sistemik hanya dalam bentuk metabolit aktif.
Obat-obat yang aktif pada reseptor benzodiazepin dapat dibagi menjadi empat kategori berdasarkan
waktu paruh eliminasinya: 1) benzodiazepin kerja sangat singkat; 2) obat kerja-singkat, dengan t1/2 kurang
dari 6 jam, antara lain: triazolam, zolpidem, nonbenzodiazepin (t1/2, sekitar 2 jam), dan zopiklon (t1/2 5
sampai 6 jam); (3) obat kerja-sedang, dengan t1/2 6 sampai 24 jam, antara lain estazolam dan temazepam;
dan (4) obat kerja lama, dengan t1/2 lebih dari 24 jam, antara lain flurazepam, diazepam, dan kuazepam.
Benzodiazepin dan metabolit aktifnya berikatan dengan protein plasma.
Benzodiazepin banyak dimetabolisme oleh enzim-enzim dalam kelompok sitokrom P450, terutama
CYP3A4 dan CYP2C19. Beberapa benzodiazepin, seperti oksazepam, langsung terkonjugasi dan tidak
dimetabolisme oleh enzim ini. Karena metabolit aktif beberapa benzodiazepin mengalami biotransformasi
lebih lambat daripada senyawa induknya, hubungan antara durasi kerja beberapa benzodiazepin dengan
waktu paruh eliminasinya setelah diberikan adalah kecil.
Efek Samping
Pada kadar puncak dapat menimbulkan efek samping : kepala ringan, malas, lamban, inkoordinasi
motorik, ataksia, gangguan fungsi mental dan psikomotor, gangguan koordinasi berpikir, bingung, disatria,
dan anamnesa anterograd. Kemampuan motorik lebih dipengaruhi dibandingkan kemampuan berpikir.
Interaksi dengan etanol dapat menimbulkan depresi berat.
Efek samping yang lain relatif lebih umum terjadi ialah lemas, sakit kepala, pandangan kabur,
vertigo, mual, muntah, diare, nyeri epigastrik, nyeri sendi nyeri dada, dan pada beberpa pasien dapat
mengalami inkontenensia.
Efek Samping Psikologis. Dapat menimbulkan efek paradoksal. Gejala amnesia, euforia, gelisah,
halusinasi, dan tingkah laku hipomaniak. Selain itu juga dilaporkan timbulnya reaksi berupa tingkah laku
ModuL 1 BloK 17 Thanty
50
aneh, bermusuhan, dan kemarahan. Kadang-kadang terjadi gejala paranoid, depresi, dan keinginana bunuh
diri. Pengunaan kronik memiliki resiko terjadinya ketergantungan dan penyalahgunaan.
Gejala putus obat dapat berupa semakin hebatnya kelainan yang semula akan diobati, misalnya
insomnia dan ansietas. Disforia, mudah tersinggung, berkeringat, mimpi buruk, tremor, anoreksi dan pusing
dapat terjadi. Penggunaan benzodiazepin dosis tinggi dalam waktu yang lama dapat mengakibatkan gejala
putus obat lebih parah setelah pemutusan obat, yaitu : agitasi, panik, paranoid, mialgia, kejang otot bahkan
konvulsi.
BARBITURAT
Barbiturat selama beberapa saat telah digunakan secara ekstensif sebagai hipnotik dan sedatif.
Namun sekarang kecuali untuk beberapa penggunaan yang spesifik, barbiturat telah banyak digantikan
dengan benzodiazepine yang lebih aman, pengecualian fenobarbital, yang memiliki anti konvulsi yang masih
banyak digunakan.
Secara
kimia,
barbiturat
merupakan
derivat
asam barbiturat.
Asam
barbiturat
(2,4,4-
trioksoheksahidropirimidin) merupakan hasil reaksi kondensasi antara ureum dengan asam malonat.
Efek utama barbiturat ialah depresi SSP. Semua tingkat depresi dapat dicapai, mulai dari sedasi,
hipnosis, koma sampai dengan kematian. Efek antianseitas barbiturat berhubungan dengan tingkat sedasi
yang dihasilkan. Efek hipnotik barbiturat dapat dicapai dalam waktu 20-60 menit dengan dosis hipnotik.
Tidurnya menyerupai tidur fisiologis, tidak disertai mimpi yang mengganggu. Efek anastesi umumnya
diperlihatkan oleh golongan tiobarbital dan beberapa oksibarbital untuk anastesi umum. Untuk efek
antikonvulsi umumnya diberikan oleh berbiturat yang mengandung substitusi 5-fenil misalnya fenobarbital.
Kerja Obat
Pada SSP
Barbiturat berkerja pada seluruh SSP, walaupun pada setiap tempat tidak sama kuatnya. Dosis
nonanastesi terutama menekan respon pasca sinap. Penghambatan hanya terjadi pada sinaps GABA-nergik.
Walaupun demikian efek yang terjadi mungkin tidak semuanya melalui GABA sebagai mediator.
Barbiturat memperlihatkan beberapa efek yang berbeda pada eksitasi dan inhibisi transmisi sinaptik.
Kapasitas berbiturat membantu kerja GABA sebagian menyerupai kerja benzodiazepine, namun pada dosis
yang lebih tinggi dapat bersifat sebagai agonis GABA-nergik, sehingga pada dosis tinggi barbiturat dapat
menimbulkan depresi SSP yang berat.
Pada Sistem Saraf Perifer
Barbiturat secara selektif menekan transmisi ganglion otonom dan mereduksi eksitasi nikotinik oleh
esterkolin. Efek ini terlihat dengan turunya tekanan darah setelah pemberian oksibarbital IV dan pada
intoksikasi berat.
Pada Pernafasan
ModuL 1 BloK 17 Thanty
51
Barbiturat menyebabkan depresi nafas yang sebanding dengan besarnya dosis. Pemberian barbiturat
dosis sedatif hampir tidak berpengaruh terhadap pernafasan, sedangkan dosis hipnotik menyebabkan
pengurangan frekuensi nafas. Pernafasan dapat terganggu karena : (1) pengaruh langsung barbiturat terhadap
pusat nafas; (2) hiperefleksi N.vagus, yang bisa menyebabkan batuk, bersin, cegukan, dan laringospasme
pada anastesi IV. Pada intoksikasi barbiturat, kepekaan sel pengatur nafas pada medulla oblongata terhadap
CO2 berkurang sehingga ventilasi paru berkurang. Keadaan ini menyebabkan pengeluaran CO2 dan
pemasukan O2 berkurang, sehingga terjadilah hipoksia.
Pada Sistem Kardiovaskular
Barbiturat dosis hipnotik tidak memberikan efek yang nyata pada system kardiovaskular. Frekuensi
nadi dan tensi sedikit menurun akibat sedasi yang ditimbulkan oleh berbiturat. Pemberian barbiturat dosis
terapi secara IV dengan cepat dapat menyebabkan tekanan darah turun secara mendadak. Efek
kardiovaskular pada intoksikasi barbiturat sebagian besar disebabkan oleh hipoksia sekunder akibat depresi
nafas. Selain itu pada dosis tinggi dapat menyebabkan depresi pusat vasomotor diikuti vasodilatasi perifer
sehingga terjadi hipotensi.
Pada Saluran Cerna
Oksibarbiturat cenderung menurunkan tonus otot usus dan kontraksinya. Pusat kerjanya sebagian
diperifer dan sebagian dipusat bergantung pada dosis. Dosis hipnotik tidak memperpanjang waktu
pengosongan lambung dan gejala muntah, diare dapat dihilangkan oleh dosis sedasi barbiturat.
Pada Hati
Barbiturat menaikan kadar enzim, protein dan lemak pada retikuloendoplasmik hati. Induksi enzim
ini menaikan kecepatan metabolisme beberapa obat dan zat endogen termasuk hormone stroid, garam
empedu, vitamin K dan D.
Pada Ginjal
Barbiturat tidak berefek buruk pada ginjal yang sehat. Oliguri dan anuria dapat terjadi pada
keracunan akut barbiturat terutama akibat hipotensi yang nyata.
Farmakokinetik
Barbiturat secara oral diabsorpsi cepat dan sempurna dari lambung dan usus halus kedalam darah.
Secara IV barbiturat digunakan untuk mengatasi status epilepsi dan menginduksi serta mempertahankan
anastesi umum. Barbiturat didistribusi secara luas dan dapat melewati plasenta, ikatan dengan protein plasma
sesuai dengan kelarutan dalam lemak; tiopental yang terbesar.
Barbiturat yang mudah larut dalam lemak, misalnya tiopental dan metoheksital, setelah pemberian
secara IV, akan ditimbun di jaringan lemak dan otot. Hal ini akan menyebabkan kadarnya dalam plasma dan
otak turun dengan cepat. Barbiturat yang kurang lipofilik, misalnya aprobarbital dan fenobarbital,
dimetabolisme hampir sempurna didalam hati sebelum diekskresi di ginjal. Pada kebanyakan kasus,
ModuL 1 BloK 17 Thanty
52
perubahan pada fungsi ginjal tidak mempengaruhi eliminasi obat. Fenobarbital diekskresi ke dalam urine
dalam bentuk tidak berubah sampai jumlah tertentu (20-30 %) pada manusia.
Faktor yang mempengaruhi biodisposisi hipnotik dan sedatif dapat dipengaruhi oleh berbagai hal
terutama perubahan pada fungsi hati sebagai akibat dari penyakit, usia tua yang mengakibatkan penurunan
kecepatan pembersihan obat yang dimetabolisme yang terjadi hampir pada semua obat golongan barbiturat.
Indikasi
Penggunaan barbiturat sebagai hipnotik sedatif telah menurun secara nyata karena efek terhadap SSP
kurang spesifik yang telah banyak digantikan oleh golongan benzodiazepine. Penggunaan pada anastesi
masih banyak obat golongan barbiturat yang digunakan, umumnya tiopental dan fenobarbital.
Tiopental
1. Di gunakan untuk induksi pada anestesi umum.
2. Operasi yang singkat (reposisi fraktur, insisi, jahit luka).
3. Sedasi pada analgesik regional
4. Mengatasi kejang-kejang pada eklamsia, epilepsi, dan tetanus
Fenobarbital
1. Untuk menghilangkan ansietas
2. Sebagai antikonvulsi (pada epilepsi)
3. Untuk sedatif dan hipnotik
Kontra Indikasi
Barbiturat tidak boleh diberikan pada penderita alergi barbiturat, penyakit hati atau ginjal, hipoksia,
penyakit Parkinson. Barbiturat juga tidak boleh diberikan pada penderita psikoneurotik tertentu, karena dapat
menambah kebingungan di malam hari yang terjadi pada penderita usia lanjut.
Efek Samping
Hangover, Gejala ini merupakan residu depresi SSP setelah efek hipnotik berakhir. Dapat terjadi
beberapa hari setelah pemberian obat dihentikan. Efek residu mungkin berupa vertigo, mual, atau diare.
Kadang kadang timbul kelainan emosional dan fobia dapat bertambah berat.
Eksitasi paradoksal, Pada beberapa individu, pemakaian ulang barbiturat (terutama fenoberbital
dan N-desmetil barbiturat) lebih menimbulkan eksitasi dari pada depresi. idiosinkrasi ini relative umum
terjadi diantara penderita usia lanjut dan lemah.
Rasa nyeri, Barbiturat sesekali menimbulkan mialgia, neuralgia, artalgia, terutama pada penderita
psikoneurotik yang menderita insomnia. Bila diberikan dalam keadaan nyeri, dapat menyebabkan gelisah,
eksitasi, dan bahkan delirium.
ModuL 1 BloK 17 Thanty
53
Alergi, Reaksi alergi terutama terjadi pada individu alergik. Segala bentuk hipersensitivitas dapat
timbul, terutama dermatosis. Jarang terjadi dermatosis eksfoliativa yang berakhir fatal pada penggunaan
fenobarbital, kadang-kadang disertai demam, delirium dan kerusakan degeneratif hati.
Reaksi obat, Kombinasi barbiturat dengan depresan SSP lain misal etanol akan meningkatkan efek
depresinya; Antihistamin, isoniasid, metilfenidat, dan penghambat MAO juga dapat menaikkan efek depresi
barbiturat.
Intoksikasi
Intoksikasi barbiturat dapat terjadi karena percobaan bunuh diri, kelalaian, kecelakaan pada anakanak atau penyalahgunaan obat. Dosis letal barbiturat sangan bervariasi. Keracunan berat umumnya terjadi
bila lebih dari 10 kali dosis hipnotik dimakan sekaligus. Dosis fatal fenobarbital adalah 6-10 g, sedangkan
amobarbital, sekobarbital, dan pentobarbital adalah 2-3 g. kadar plasma letal terendah yang dikemukakan
adalah 60 mcg/ml bagi fenobarbital, dan 10 mcg/ml bagi barbiturat dengan efek singkat, misal amobarbital
dan pentobarbital.
Gejala simtomatik keracunan barbiturat ditunjukan terutama terhadap SSP dan kardiovaskular. Pada
keracunan berat, reflek dalam mungkin tetap ada selama beberapa waktu setelah penderita koma. Gejala
babinzki sering kali positif. Pupil mata mungkin kontraksi dan bereaksi terhadap cahaya, tapi pada tahap
akhir keracunan mungkin dapat terjadi dilatasi. Gejala intoksikasi akut yang bahaya ialah depresi pernafasan
berat, tekanan darah turun rendah sekali, oligiuria dan anuria.
Pengobatan Intoksikasi
Intoksikasi barbiturat akut dapat diatasi dengan maksimal dengan pengobatan simtomatik suportif
yang umum.
Dalamnya koma dan ventilasi yang memadai adalah yang pertama dinilai. Bila keracunan terjadi < 24 jam
sejak makan obat, tindakan cuci lambung dan memuntahkan obat perlu dipertimbangkan, sebab barbiturat
dapat mengurangi motilitas saluran cerna. Tindakan cuci lambung serta memuntahkan obat perlu dilakukan
hanya setelah tindakan untuk menghindari aspirasi dilakukan. Setelah cuci lambung, karbon aktif dan suatu
pencahar (sarbitol) harus diberikan. Pemberian dosis ulang karbon (setelah terdengar bising usus) dapat
mempersingkat waktu paruh fenobarbital. Pengukuran fungsi nafas perlu dilakukan sedini mungkin. Pco 2
dan O2 perlu dimonitor, dan pernafasan buatan harus dimulai bila diindikasikan.
Pada keracunan barbiturat akut yang berat, syok merupakan ancaman utama. Sering kali penderita
dikirim ke rumah sakit dalam keadaan hipotensi berat atau syok, dan dehidrasi yang berat pula. Hal ini
segara diatasi, bila perlu tekanan darah dapat ditunjang dengan dopamine
Interaksi Obat
ModuL 1 BloK 17 Thanty
54
Interaksi obat yang paling sering melibatkan hipnotik-sedatif adalah interaksi dengan obat depresan
susunan saraf pusat lain, yang menyebabkan efek aditif. Efek aditif yang jelas dapat diramalkan dengan
penggunaan minuman beralkohol, analgesik narkotik, antikonvulsi, fenotiazin dan obat-obat anti depresan
golongan trisiklik.
ALKOHOL
Alkohol merupakan zat adiktif dan memiliki berbagai bentuk, termasuk bir, asam cuka, anggur,
'alcopops' dan spirits seperti whisky, gin dan vodka. Alkohol tersedia di Indonesia dan banyak dijual di
tempat-tempat berlisensi kepada orang yang berusia di atas 18 tahun, serta dinikmati dan digunakan dengan
aman oleh banyak orang. Namun, alkohol merupakan penyebab masalah kesehatan dan sosial. Di Inggris,
alkohol menyebabkan lebih banyak kematian daripada jenis zat adiktif lainnya.
Alkohol menjadikan otak dan badan lebih santai, dan biasanya diminum untuk efek yang
menyenangkan ini. Karena kemampuannya untuk merubah suasana hati dan menyebabkan perubahan fisik,
alkohol juga dapat menyebabkan masalah fisik, psikologis dan sosial. Banyak orang yang merasa bahwa
minum alkohol secara moderat (satu atau dua unit alkohol per hari) dapat membantu mengurangi stres,
meningkatkan rasa relaks, dan berfungsi untuk mengundang selera makan. Satu unit alkohol itu sama dengan
setengah pint bir berkekuatan normal atau lager, segelas anggur, atau segelas kecil sherry atau port.
Lembaga-lembaga kesehatan menganjurkan laki-laki untuk tidak minum lebih dari 3 hingga 4 unit
alkohol per hari. Untuk perempuan, batas hariannya adalah 2-3 uniit. Saran ini berlaku juga apakah anda
minum tiap hari, mingguan atau di antara itu. Menghabiskan "jatah" minum per minggu anda dalam sekali
waktu (sering disebut binge drinking) dapat menyebabkan lemahnya daya koordinasi, muntah-muntah, reaksi
emosional yang berlebihan (termasuk rasa sedih, tangis, marah dan kekasaran) dan bahkan dapat
menyebabkan pingsan. Perempuan yang hamil, atau berencana untuk hamil, disarankan untuk tidak minum
lebih dari 1 hingga 2 unit per minggu.
Hangover pada hari berikutnya sakit kepala, mulut kering, merasa sakit dan lelah merupakan
konsekuensi umum dari minum alkohol yang banyak pada malam sebelumnya. Gejala-gejala ini disebabkan
karena dehidrasi dan keracunan, maka, bila anda minum alkohol, anda sebaiknya juga minum banyak air.
Karena jumlah kecil alkohol dapat mempengaruhi koordinasi, reaksi dan kemampuan anda
mengambil keputusan, anda tidak boleh minum bahkan setetespun bila akan mengendalikan kendaraan
bermotor atau mesin. Minum alkohol secara berlebihan dapat menyebabkan koma dan bahkan kematian.
Konsumsi alkohol yang banyak dalam jangka panjang (10 unit atau lebih per hari untuk laki-laki atau 6 unit
atau lebih untuk perempuan) dapat menyebabkan buruknya kesehatan, mempengaruhi hati, jantung dan otak.
Minum alkohol setiap hari dapat menyebabkan ketergantungan fisik dan psikologis.
Selain itu, orang yang minum alkohol dalam jumlah besar seringkali memiliki pola makan yang
buruk dan ini dapat menyebabkan permasalahan kesehatan lain. Minum alkohol berlebihan dapat
mempengaruhi kekebalan tubuh anda dan dapat memperlambat kesembuhan dari infeksi. Alkohol
ModuL 1 BloK 17 Thanty
55
merupakan zat depresif dan dapat menyebabkan atau memperburuk masalah mental, psikologis atau
emosional. Bila digunakan bersamaan dengan zat lain, seperti obat penghilang rasa sakit yang biasa seperti
parasetamol, alkohol dapat menimbulkan efek yang lebih buruk.
Penggunaan alkohol yang berlebihan dapat juga mengakibatkan efek serius pada orang yang
mengkonsumsi obat anti-HIV. Alkohol diproses oleh hati dan hati yang sehat dibutuhkan agar tubuh dapat
memproses obat-obatan secara efektif. Peningkatan lemak darah yang disebabkan oleh beberapa jenis obat
anti-HIV dapat diperparah dengan konsumsi alkohol berlebihan.
Alkohol dapat bereaksi buruk dengan beberapa jenis obat (misalnya beberapa jenis obat anti-TB dan
antibiotik) sehingga anda harus berkonsultasi dengan ahli farmasi untuk menentukan apakah aman untuk
minum alkohol dengan obat-obatan baru yang diresepkan. Namun, tidak ada interaksi signifikan antara obatobatan anti-HIV yang ada sekarang dengan alkohol.
Telah disebutkan bahwa alcohol termasuk dalam zat adiktif dimana zat tersevut dapat menimbulkan
candu atau aiki. Penyalahgunaan atau ketergantungan jenis alcohol ini dapat dimenimbulkan gangguan
mental organic yaitu gangguan dala fungsi berpikir, perasaan dan perilaku. Berikut geala-gejala gangguan
mental organic yang terjadi pada seseorang :
1. Terdapat dampak perubahan beruba perubahan perilaku, misalnya berkelahi, atau tindak kekerasan
lain.
2. Terdapat gejala fisiologik sebagai berikut: pembicaraan cadel. Gangguan koordinasi, cara berjalan
yang tidak mantap, mata jereng, muk merah.
3. Tampak gejala psikologik sebagai berikut : perubahan alam perasaan (euphoria atau disforia), mudah
marah dan tersingga, banyak bicra, gangguan perhtian atau konsentrasi
Bagi mereka yang sudah ketagihan akan menimbulkan sindrom putus alcohol, ditandai gejala-gejala tersebut
anata lain :
1. Gemetaran (tremor), kasar pada tangan, lidah dan kelopak mata.
2. Ampak gejala fisik sebagai berikut, yaitu mual muntah, lemah letih lesu, hiperaktif saraf otonom,
hipotensi ortostatik.
3. Tampak gejala psikologik sebagai berikut: kecemasan dan ketakutan, perubahan alam perasaan,
mengalami halusinsi dan delusi.
56
KLASIFIKASI PENGGUNAAN ZAT PSIKOAKTIF
Dalam ICD-10, gangguan jiwa yang berkaitan dengan penggunaan zat psikoaktif dikelompokkan
dalam satu kelompok gangguan dengan nomer kode F1, yaitu gangguan mental dan perilaku akibat
penggunaan zat psikoaktif. Kelompok ini selanjutnya dibedakan menjadi 10 subkelompok menurut jenis zat
psikoaktif dengan nomer kode sebagai berikut :
F10 : Gangguan mental dan perilaku akibat penggunaan alcohol
F11 : Gangguan mental dan perilaku akibat penggunaan opoida
F12 : Gangguan mental dan perilaku akibat penggunaan kanabinoid
F13 : Gangguan mental dan perilaku akibat penggunaan sedative dan hipnotik
F14 :
F15 : Gangguan mental dan perilaku akibat penggunaan stimulant lain, terma-suk kafein
F16 : Gangguan mental dan perilaku akibat penggunaan halusinogen
F17 : Gangguan mental dan perilaku akibat penggunaan tembakau
F18 :
Gangguan mental dan perilaku akibat penggunaan pelarut yang mudah menguap
F19 : Gangguan mental dan perilaku akibat penggunaan zat multiple dan penggunaan zat psikoaktif
lainnya.
KRITERIA DIAGNOSTIK
57
F10.0 Intoksikasi Akut Alkohol
A. Harus memenuhi criteria umum untuk intoksikasi akut
B. Harus terdapat disfungsi perilaku yang dibuktikan dengan
1. Disinhibisi
2. Suka berdebat
3. Agresi
7. Interferensi personal
5. Kesadaran menurun
2. Sulit berdiri
6. Muka merah
3. Bicara pelo
7. Konjungtiva merah
4. Nistagmus
2. Disinhibisi
3. Retardasi psikomotor
58
1. Euphoria dan disinhibisi
2. Ansietas atau agitasi
3. Kecurigaan atau ide paranoid
4. Adanya sensasi bahwa waktu berjalan sangat lambat, dan menghayati suatu arus ide ide yang
cepat
5. Gangguan daya nilai
6. Gangguan memusatkan perhatian
7. Gangguan waktu reaksi
8. Ilusi penglihatan, pendengaran, dan perabaan
9. Halusinasi tanpa gangguan orientasi
10. Depersonalisasi
11. Derealisasi
12. Interferensi fungsi personal
C. Harus ada salah satu gejal di bawah ini :
1. Nafsu makan bertambah
3. Konjungtiva merah
2. Mulut kering
6. Amnesia anterograd
5. Kesadaran menurun
2. Sulit berdiri
3. Bicara pelo
melepuh
4. Nistagmus
59
3. Keyakinan atau perilaku grandiose
4. Marah marah dan agresif
5. Suka berdebat
6. Suasana perasaan yang labil
7. Perilaku yang diulang ulang
8. Ilusi pendengaran, penglihatan, dan perabaan
9. Halusinasi tanpa adanya disorientasi
10. Ide paranoid
11. Interferensi fungsi personal
C. Sekurangnya terdapat dua dari gejala di bawah ini :
1. Denyut jantung cepat ( kadang kadang lambat )
2. Denyut jantung tidak teratur
3. Tekanan darah tinggi ( kadang kadang rendah )
4. Berkeringat dan menggigil
5. Mual atau muntah
6. Berat badan berkurang
7. Pupil melebar
8. Agitasi atau retardasi psikomotor
9. Kelemahan pada otot
10. Nyeri dada
11. Kejang
60
12. Interferensi fungsi personal
C. Paling sedikit terdapat dua gejala di bawah ini :
1. Denyut jantung cepat ( kadang kadang lambat )
2. Denyut jantung tidak teratur
3. Tekanan darah tinggi ( kadang kadang rendah )
4. Berkeringat dan menggigil
5. Mual atau muntah
6. Berat badan berkurang
7. Pupil melebar
8. Agitasi atau retardasi psikomotor
9. Kelemahan pada otot
10. Nyeri dada
11. Kejang
4. Penglihatan kabur
2. Berdebar- debar
5. Pupil melebar
6. Gangguan koordinasi
61
B. Harus terdapat disfungsi perilaku atau gangguan persepsi paling tidak salah satu dari gejala di bawah
ini :
1. Insomnia
4. Derealisasi
2. Ber keringat
5. Kesadaran menurun
2. Sulit berdiri
6. Kelemahan otot
3. Bicara pelo
4. Nistagmus
62
B. Kerugian yang trjai harus dapat dijelaskan
C. Pola penggunaan telah berlangsung secara tetap sekurangnya satu bulan atau terjadi berulang kali
dalam waktu 12 bulan
D. Gangguan ini tidak memenuhi criteria gangguan mental dan perilaku berkaitan dengan zat yang
sama
Berkeringat
Agitasi psikomotor
ModuL 1 BloK 17 Thanty
63
6
Nyeri kepala
Insomnia
10 Kejang
Agitasi psikomotor
yang direnggangkan
Nyeri kepala
Insomnia
Hipotensi postural
64
perabaan, pendengaran yang bersifat
10 Ide paranoid
sementara
11 Kejang
9. Batuk bertambah
3. Ansietas
65
Catatan: belum terdapat cukup informasi untuk menetapkan kriteria diagnostik keadaan putus inhalan atau
pelarut yang mudah menguap.
F1x.7 Gangguan Psikoaktif Residual dan Psikoaktif ddengan Onset Lambat (Akibat Zat Psikoaktif)
Kondisi atau gangguan psikosis yang jelas berkaitan dengan penggunaan zat psikoaktif.
66
DIAGNOSIS
Menetapkan diagnose suatu kondisi klinis akibat penggunaan zat psikoaktif bukan merupkan hal
yang mudah, lebih-lebih bila zat psikoaktif yang digunakan lebih dari satu, seperti pada polydrug use karena
gejala akibat pengguna suatu jenis zat psikoaktif dapat berbaur atau tertutup oleh gejala akibat pengguna zat
psikoaktif lain, yang digunakan secara bersamaan waktu atau bercampur dengan gejala putus zat psikoaktif
lain.
Kesulitan lain disebabkan oleh pengguna sering kali tidak berterus terang karena takut ancaman
hukuman, dikeluarkan dari sekolah, dipecat dari pekerjaan, atau orang tuanya marah, serta perasaan malu.
Sebaliknya, terdapat juga pengguna zat psikoaktif yang membesar-besarkan masalahnya, misalnya mengaku
pernah menggunakan semua jenis zat psikoaktif yang ditanyakan kepadanya, atau menyebut jumlah dosis
penggunaan yang besar, hal ini dilakukan agar ia dipandang hebat.
Diagnosa Multiaksial
Sejak tahun 1974 telah dikembangkan metode diagnosis multiaksial, khususnya dalam bidang
psikiatrik. Di Indonesia, pada tahun 1983 telah diterbitkan buku Pedoman Penggolongan Diagnosis
Gangguan Jiwa di Indonesia (PPDGJ), yang menggunakan metode diagnosis multiaksial, mengganti metode
diagnosis multiaksial diperoleh diskripsi yang lebih menyeluruh tentang kondisi penyakit pasien.
Saat ini, PPDGJ-III beserta suplemennya untuk menetapkan diagnosis gangguan jiwa. Dalam buku
nini klasifikasi dan criteria diagnosis berbagai kondisi klinis yang berkaitan dengan penggunaan zat
psikoaktif mengikuti ICD-10, sedangkan metode diagnostic multiaksial mengikuti DSM-IV.
Diagnose multiaksial dapat ditetapkan berdasarkan anamnesa dan pemeriksaan medis. Anamnesa terdiri atas
pemeriksaan fisik, pemeriksaan psikiatrik, pemeriksaan laboratorium. Fluoroskopi, elektrofisiologi, tes
psikologis, dan evaluasi social.
Kelima aksis dalam diagnosis multiaksial adalah sebagai berikut ;
Aksisi I
: gangguan klinis
Kondisi lain yang dapat menjadi pusat perhatian klinis
Aksis II
: gangguan kepribadian
Retardasi mental
Aksis III
Aksis IV
Aksis V
Autoanamnesa
Tahap pertama autoanamnesa bertujuan untuk membentuk rasa percaya pasien terhadap terapis
sehingga pasien merasa yakin bahwa data tentang dirinya akan terjamin kerahasiannya di tangan terapis.
ModuL 1 BloK 17 Thanty
67
Bila pasien bersikap terbuka dan mengakui secara terus terang tentang penggunaan zat psikoaktif,
terapis dapat langsung menanykana seputar penggunaan zat psikoaktif tersebut. Sebaliknya, bila langsung
menanyakan seputar penggunaan zat psikoaktif, melainkan tanyakan apa masalah yang dihadapinya dan apa
yang terapis dapat lakukan untuk membantunya. Terapis dapat menanyakan apakah pasien mempunyai
kesulitan pada pelajarn atau masalah lain di sekolah, apakah mengalami kesulitan tidur, apakah ada masalah
dengan orangtua, teman atau guru. Bagi mereka yang sudah bekerja, terapid menanyakan apakah ada
masalah di tempat kerja, dan bai yang sudah berkeluarga, menanyakan apakah ada masalah dengan
pasangan. Sudah berapa lam penggunaan zat psikoaktif itu mempunyai masalah dan usaha apa saja yang
sudah dilakukan untuk mengatasinya.
Aloanamnesa
Biasanya seorang anak menggunakan zat psikoaktif secara sembunyi-sembunyi, tidak diketahui oleh
orang tuanya, terutama bila zat psikoaktif yang digunakan ditolak oleh masyarakat umum atau dilarang oleh
undang-undang. Orang tua baru mulai ragu apakah anaknya menggunakan zat psikoaktif atau tidak dari
perubahan perilaku atau kebiasaan hidupnya. Aloanamnesa terhadap orang tua, guru, atau orang dekat
lainnya berkisar pada perubahan perilaku dan kebiasaan tersebut.
Penggunaan zat psikoaktif seringa terdapat pada mereka yang sebelumnya menderita gangguan jiwa
atau gangguan kepribadian. Oleh karena itu, perlu ditanyakan pula kepada orang tua perihal riwayat
pertumbuhan dan perkembangan anak, riwayat pendidikan, riwayat pekerjaan, riwayat perkawinan, dan ciriciri masa kanak dan remaja.
Pemeriksaan Fisik
Pemeriksaan fisik harus dilakukan dengan cermat dan menyeluruh. Dibawah ini diuraikan beberapa
gejala klinis yang sering ditemukan berkaitan dengan penggunan zat psikoaktif. Pemeriksaan fisik
hendaknya tidak hanya terbatas untuk menemukan gejala-gejala yang disebutkan dibawah ini.
Pemeriksaan
Hasil
Keterangan
Kesadaran
Somnolen
Sopor koma
Berkabut
Denyut nadi
Bertambah cepat
Lambat
68
Suhu badan
Naik
Turun
Pernapasan
Lambat
Cepat
dan
dangkal
Tekanan
Naik
darah
Pada putus alcohol, opiod walaupun pada awalnya tekanan darah naik
Turun
Hidung
Rinore
Ulkus
perforasi
Pemeriksaan Psikiatrik
Bertujuan mengetahui ada tidaknya gangguan psikiatirk yang sering kali terdapat bersamaan dengan
penggunaan zat psikoaktif.
Agitatif
Agresif
Depresi
Disforia
Euphoria
Gelisah
penggunaan amfetamin, kokain, halusinogen, kafein, PCP, ganja, dan putus zat opioid,
sedative-hidptonik, alcohol, dan nikotin
Impulsiff
intoksikasi PCP
Iritabel
intoksikasi alcohol , sedative-hipnotik, inhalan, atau pada putuss zat alcohol, sedative
hipnotik, nikotin.
Labil
Gangguan Bicara
Banyak bicara
Cadel
Gangguan Persepsi
Halusinasi
Ilusi
: intoksikasi halusinogen
ModuL 1 BloK 17 Thanty
69
Sinestesi
: intoksikasi halusinogen
Pemeriksaan Laboratorium
Analisis air seni diperlukan untuk memgetahui zat psikoaktif apa saja yang dikonsumsi pasien. Air
seni sebaiknya diambil kurang dari 48 jam sejak penggunaan zat psikoaktif terakhir karena setalah 48 jam,
banyak zat yang tidak terdeteksi lagi dalam air seni. Harus dijaga agar yang diperiksa adalah benar air seni
pasien dan bukanny air seni orang lain. Jangka waktu sesudah mengkonsumsi yang masih terdeteksi
Amfetamin : 2 hari
Barbiturat, kerja jangka pendek : 1 hari
Barbiturate, kerja jangka panjang
: 21 hari
Benzodiazepine : 3 hari
Benzodiazepine, jangka panjang : 7 hari
Ganja : 7-10 hari
Heroin : 1-2 hari
Kodein : 1-2 hari
Kokain : 2-4 hari
Metadon : 3 hari
Morfin : 2-5 hari
Pemeriksaan Khusus
Tes Nalokson
Nalokson HCl (narcan) adalah antagonis opiod berjangka kerja pendek. Pada orang yang mengalami
ketergantungan opioid, bila diberi narcan, ia akan memperlihatkan gejala putus opioid. Seseorang yang tidak
mengalami ketergantungan opioid bila diberikan Narcan, ia tidak akan memperlihatkan gejala putus opioid.
Sebelum dilakukan tes nalokson, terlebih dahulu pemeriksaaan fisik dilakukan dan hasil pemeriksaan
dicatat yaitu denyut nadi, suhu badan, tekanan darah, ukuran pupil mata, apakah ada piloereksi di dada,
apakah terdapat lakrimasi, rinore, dan banyak berkeringat.
Suntikan 0,16 mg narcan im pada otot trisep seseudah 20-30 menit, pemeriksaaaan tersebut di ulang
dan hasilnya dicatat. Tes dinyatakan positif bila denyut adi bertambah cepa, suhu badan menurun, pupil
midriasis, berkeringat, lakrimasi, rinore tekanan darah naik piloereksi di dada, dan menguap berulang-ulang.
Tes Nembutol
Nembutol (penobarbiturat) adalah barbiturate jangka kerja pendek. Tes ini dimaksud untuk mengetahui
derajt toleransi pasien terhadap sedative-hinotik atau alcohol.
70
GANGGUAN MENTAL DAN PERILAKU AKIBAT NAZA
Mereka yang mengkonsumsi NAZA akan mengalami Gangguan Mental dan Perilaku sebagai akibat
tergangguanya sistem neurotransmitter pada sel-sel susunan saraf pusat di otak. Gangguan pada sistem
neuro-transmitter tadi mengakibatkan tergangguanya fungsi kognitif (alam pikiran), afektif (alam
perasaan/mood/emosi) dan psikomotor (perilaku) sebagaimana yang telah diuraikan dari sudut pandang
organobiologik.
Berbagai jenis NAZA dalam uraian berikut ini adalah ganja, opiat (morphin, heroin/putaw),
kokain, alkohol (miniman keras), amphetamine (ekstasi, shabu-shabu), sedatifa/hipnotika (nitrazepam,
barbiturate) dan tembakau (rokok).
GANJA
Mereka yang mengkonsumsi NAZA jenis ganja akan memperlihatkan perubahan-perubahan mental dan
perilaku sebagai beriku:
1. Jantung berdebar-debar (palpitasi)
2. Gejala psikologik:
a. Eforia, yaitu rasa gembira tanpa sebab dan tidak wajar.
b. Halusinasi dan delusi.
Halusinasi adalah pengalaman pancaindera tanpa adanya sumber stimulus (rangsangan) yang
menimbulkannya. Misalnya seseorang mendengar suara-suara padahal sebenarnya tidak ada
sumber suara itu berasal; hal ini disebut sebagai halusinasi pendengaran. Demikian pula halnya
dengan halusinasi penglihatan, penciuman, rasa dan raba.
Delusi adalah suatu keyakinan yang tidak rasional; meskipun telah diberikan bukti-bukti bahwa
pikiran itu tidak rasional, yang bersangkutan tetap meyakininya. Misalnya yang disebut dengan
delusi paranoid; yang bersangkutan yakin benar bahwa ada orang yang akan berbuat jahat
kepadanya, padahal dalam kenyataannya tidak ada orang yang dimaksud..
c. Perasaan waktu berlalu dengan lambat; misalnya 10 menit dirasakan sebagai satu jam lamanya.
d. Apatis.
Yang bersangkutan bersikap acuh tak acuh, masa bodoh, tidak perduli terhadap tugas atau
fungsinya sebagai makhluk sosial; seringkali lebih senang menyendiri dan melamun, tidak ada
kemauan atau inisiatif dan hilangnya dorongan kehendak.
3. Gejala fisik
a. Mata merah (kemerahan konjungtiva)
Orang yang baru saja menghisap NAZA jenis ganja ditandai dengan warna bola mata yang
memerah. Hal ini disebabkan karena pembuluh darah kapiler pada bola mata mengalami
pelebaran (dilatasi).
ModuL 1 BloK 17 Thanty
71
b. Nafsu makan bertambah
Orang yang mengkonsumsi NAZA jenis ganja nafsu makannya bertambah karena ganja (zat
aktif tetra-hydrocannabinol/THC) merangsang pusat nafsu makan di otak.
c. Mulut kering
Hal ini disebabkan THC mengganggu sistem saraf otonom yaitu saraf yang mengatur kelenjar
air liur.
d. Perliaku maladaptif
Artinya yang bersangkutan tidak lagi mampu menyesuaikan diri atau beradaptasi dengan
keadaan secara wajar misalnya yang bersangkutan memperlihatkan ketakutan, kecurigaan
(paranoid), gangguan menilai realitas, gangguan dalam fungsi sosial dan pekerjaan. Perilaku
maladaptif ini sering menimbulkan konflik, pertengkaran, tindak kekerasan dan perilaku
antisosial lainnya terhadap orang-orang di sekelilingnya.
Dalam pengalaman praktek sehari-hari ternyata penyalahgunaan NAZA jenis ganja dapat merupakan
pencetus bagi terjadinya gangguan jiwa (psikosis) yang menyerupai gangguan jiwa skixofrenia, yang
ditandai dengan adanya gangguan menilai realitas dan pemahaman diri (insight) serta adanya delusi (waham)
mirip dengan delusi yang terdapat pada gangguan jiwa skizofrenia.
Bagi mereka yang sudah ada faktor predisposisi (misalnya pada kepribadian schizoid), maka
penyalahgunaan NAZA jenis ganja akan mempercepat munculnya gangguan skizofrenia tersebut. Hal ini
membuktikan bahwa pada umumnya pasien gangguan skizofrenia sebelumnya memakai ganja lebih dahulu.
Pada umumnya orang menghisap NAZA jenis ganja ini dengan maksud untuk melarikan diri dari
kenyataan, ingin membebaskan diri dari beban pikiran yang sedang kusut. Ingin memperoleh kegembiraan
(semu) dan masa bodoh terhadap sekeliling. Tanpa disadari pelarian ini justru menjerumuskan ke dalam
dunia khayal sampa pada gangguan jiwa mirip skizofrenia; yang merupakan langkah awal gangguan jiwa
skizofrenia sesungguhnya.
72
Disforia
adalah
gangguan
pada
afektif,
yang
bersangkutan
merasakan
kemurungan,
ketidaknyamanan, tidak dapat mersasa senang atau gembira dan cenderung merasa sedih serta
merasa lesu tak berdaya.
3. Apatis
Yang bersangkutan bersikap acuh tak acuh, masa bodoh, tidak perduli dengan sekitar, malas,
kehilangan dorongan kehendak atau inisiatif, tidak ada kemauan dan tidak merawat diri. Misalnya
malas belajar/ bekerja, tidak mau mandi, tidak mau makan sehingga penampilan fisiknya lesu,
kumuh dan kurus.
4. Retardasi psikomotor
Merasakan kelesua dan ketiadaan tenaga. Gerak dan aktivitas disik merosot sehingga terkesan malas.
5. Mengantuk/ tidur
Yang bersangkutan setelah mengkonsumsi NAZA jenis opiat ini cenderung mengantuk dan tidur
berkepanjangan. Pada umumnya penyalahguna tidak dapat tidur pada malam hingga dini hari, tetapi
setelah mengkonsumsi NAZA jenis opiat ini yang bersangkutan dapat tertidur hingga siang atau sore
hari pada keesokan harinya. Kemudian yang bersangkutan keluar rumah mencari lagi NAZA jenis
opiat ini dan kembali ke rumah pada dini hari dan kemudian tertidur hingga keesokan harinya;
demikianlah siklus hidup selanjutnya berulang.
6. Pembicaraan cadel (slurred speech)
Kalau berbicara tidak jelas, ini disebabkan karena gerakan lidah terganggu (kelu/pelo).
7. Gangguan pemusatan perhatian atau konsentrasi
Tidak lagi mampu untuk berkonsentrasi dan memusatkan perhatian pada sesuatu objek, misalnya
pelajaran atau pembicaraan. Oleh karenanya prestasi pelajaran maupun pekerjaan merosot dan
komunikasi seringkali terganggu (kalau bicara tidak nyambung).
Akibat lain dari terganggunya pemusatan perhatian dan konsentrasi ini adalah resiko kecelakaan
(terutama kecelakaan lalu lintas) tinggi.
8. Daya ingat menurun
Mengalami penurunan daya ingat (memori) hingga keluhan pelupa (tidak ingat) cukup menonjol.
Oleh karenanya peringatan atau nasehat dan larangan yang diberikan kepadanya, seringkali
dilanggar berulang-ulang kali karena ia sesungguhnya tidak ingat terhadap pesan-pesan yang telah
diterimanya.
9. Tingkah laku maladaptif
Yang bersangkutan berperilaku yang menunjukkan ketidakmampuaan menyesuaikan diri dengan
lingkungan sekitar; seperti ketakutan, kecurigaan (paranoid), gangguan nilai realitas, gangguan
dalam fungsi sosial dan pekerjaan.
73
Mereka yang sudah ketagihan dan ketergantungan NAZA jenis opiat ini, bila pemakaiannya dihentikan akan
timbul gejala putus opiat (withdrawal symptoms) atau sakaw yaitu gejala ketagihan dan ketergantungan
sebagai berikut:
a. Air mata berlebihan (lakrimasi)
b. Cairan hidung berlebihan (rhinorrhea)
c. Pupil melebar (dilatasi pupil)
d. Keringat berlebihan, kedinginan, menggigil
e. Mual, muntah dan diare
f.
j.
m. Nyeri kepala
n. Nyeri/ngilu sendi-sendi
o. Mudah marah, emosional dan agresif-destruktif
Sindrom putus opiat merupakan gejala yang tidak mengenakkan baik psikis maupun fisik, untuk
mengatasinya yang bersangkutan akan mengkonsumsi kembali opiat dalam jumlah takaran/dosis yang
semakin bertambah dan semakin sering (penyalahgunaan dan ketergantungan opiat semakin meningkat baik
dari segi kuantitas maupun kualitas).
Gejala-gejala putus NAZA jenis opiat ini yang dalam istilah awam disebut sakaw (berasal dari
kata sakit) yang sangat menyiksa yang bersangkutan. Oleh karena itu yang bersangkutan berupaya dengan
jalan dan resiko apapun juga untuk memperolehnya guna menghilangkan gejala sakaw tadi. Misalnya
dengan mencuri, menjual barang-barang milik pribadi maupun orangtuanya sampai pada tindak criminal
lainnya untuk mendapatkan uang guna membeli putaw tadi. Banyak di antara remaja putri yang terlibat
pelacuran hanya sekedar untuk memperoleh kebutuhan terhadap putaw tadi manakala gejala sakaw tadi
datang.
Kematian seringkali disebabkan karena overdosis dengan akibat berupa komplikasi medik yitu
oedema (pembengkakan) paru akut sehingga napas berhenti.
KOKAIN
Mereka yang mengkonsumsi NAZA jenis kokain dengan cara dihidu (bubuk kokain disedot/ dihirup melalui
hidung) akan mengalami gangguan mental dan perilaku sebagai berikut:
1. Agitasi psikomotor
ModuL 1 BloK 17 Thanty
74
Yang bersangkutan menunjukkan kegelisahan, tidak tenang, tidak dapat diam dan agitatif.
2. Rasa gembira (elation)
Yang bersangkutan merasakan kegembiraan yang berlebihan sehingga ketelitian dan ketekunan
menurun, fungsi control diri menurun.
3. Rasa harga diri meningkat (grandiosity)
Merasa dirinya hebat (superior) sehingga permasalahan-permasalahan kehidupan yang dihadapinya
tidak ditanggapi secara wajar dan cenderung meremehkan. Banyak kesalahan yang dilakukan
disebabkan karena ia mempunyai rasa percaya diri berlebihan (over confidence).
4. Banyak bicara
Yang bersangkutan banyak bicara yang seringkali tidak tentu ujung pangkalnya dan melompatlompat (flight of ideas); atau dalam bahasa awamnya tidak nyambung dan tidak fokus. Hal-hal
yang bersifat pribadi atau rahasia bisa bocor karena fungsi sensor (pengendalian diri) terganggu.
5. Kewaspadaan meningkat
Yang bersangkutan merasa dirinya tidak aman dan terancam. Oleh karena sikapnya prasangka buruk,
curiga sampai pada tingkatan paranoid terhadap orang-orang sekitarnya menyebabkan hubungan
interpersonal terganggu. Tidak jarang yang bersangkutan selalu dalam keadaan siap atau pasang
kuda-kuda karena khawatir akan terjadi sesuatu pada dirinya.
6. Jantung berdebar-debar (palpiasi)
7. Pupil mata melebar (dilatasi pupil)
8. Tekanan darah naik (hipertensi)
9. Berkeringat berlebihan dan kedinginan
10. Mual dan muntah
11. Perilaku maladaptif
Yang bersangkutan tidak mampu menyesuaikan diri (beradaptasi) dengan lingkungan sekitarnya
disebabkan teganggunya daya nilai realitas yang berakibat pada terganggunya fungsi sosial dan
pekerjaan,
terganggunya
hubungan
interpersonal
dalam
bentuk
kecurigaan
(paranoid),
75
Yang bersangkutan selain sukar tidur, kalaupun bisa tidur seringkali mengalami banyak mimpimimpi sehingga tidur yang sudah berkurang itu tidak nyaman.
Sindrom putus kokain merupakan keluhan yang tidak mengenakkan baik psikis maupun fisik, dan
untuk mengatasinya yang bersangkutan memakai lagi kokain dengan takaran semakin bertambah dan
pemakaian semakin sering (penyalahgunaan dan ketergantungan semakin bertambah dari segi kuantitas
maupun kualitas).
Bila seseorang dalam mengkonsumsi NAZA jenis kokain itu berlebihan (overdosis/ intoksikasi) ia
akan mengalami gejala-gejala gangguan jiwa seperti halusinasi dan delusi. Juga terjadi hendaya (impairment)
dalam fungsi sosial atau pekerjaan, misalnya: perkelahian, kehilangan kawan-kawan, tidak masuk
sekolah/kerja, dikeluarkan dari sekolah (drop out), kehilangan pekerjaan atau terlibat pelanggaran hukum
(tindak kekerasan, perkosaan, pembunuhan dan sejenisnya).
ALKOHOL
Miras atau minuman keras adalah jenis NAZA dalam bentuk minuman yang mengandung alkohol tidak
peduli berupa kadar alkohol di dalamnya. Bahkan Majelis Ulama Indonesia (MUI) sudah mengeluarkan
fatwa bahwa setetes alkohol saja dalam minuman hukumnya sudah haram.
Alkohol termasuk zat adiktif, artinya zat tersebut dapat menimbulkan adiksi (addiction) yaitu
ketagihan dan dependensi (ketergantungan). Penyalahgunaan/ketergantungan NAZA jenis alkohol ini dapat
menimbulkan gangguan mental organik yaitu gangguan dalam fungsi berfikir, berperasaan dan berperilaku.
Gangguan mental organik ini disebabkan reaksi langsung alkohol pada neuro-transmitter sel-sel saraf pusat
(otak). Karena sifat adiktifnya itu, maka orang yang meminumnya lama kelamaan tanpa disadari akan
menambah takaran/dosis sampai pada dosis keracunan (intoksikasi) atau mabuk. Gangguan mental organik
yang terjadi pada diri seseorang ditandai dengan gejala-gejala sebagai berikut:
1. Terdapat dampak berupa perubahan perilaku, misalnya perkelahian dan tindak kekerasan lainnya,
ketidakmampuan menilai realitas dan gangguan dalam fungsi sosial dan pekerjaan (perilaku
maladaftif)
2. Terdapat gejala fisiologik sebagai berikut:
gangguan koordinasi
muka merah
76
Bagi mereka yang sudah ketagihan atau ketergantungan NAZA jenis alkohol ini, bila pemakainya
dihentikan akan menimbulkan sindrom putus alkohol, yaitu gejala ketagaihan atau ketergantungan yang
ditandai dengan gejala-gejala sebagai berikut:
A. Gemetaran (tremor), kasar pada tangan, lidah dan kelopak mata.
B. Tampak gejala fisik sebagai berikut:
1. Mual dan muntah
2. lemah,letih dan lesu
3. Hiperaktivitas saraf otonom, misalnya jantung berdebar-debar, keringat berlebihan dan tekanan
darah meninggi.
4. Hipotensi ortostatik (tekanan darah menurun karena perubahan posisi tubuh: berbaring,duduk
dan berdiri)
C. Tampak gejala psikologik sebagai berikut:
1. Kecemasan dan ketakutan
2. Perubahan alam perasaan (afektif/mood), menjadi pemurung dan mudah tersinggung. Banyak
diantara peminum berat jatuh dalam keadaan depresi berat, timbul fikiran ingin bunuh diri dan
melakukan tindakan bunuh diri.
3. Mengalami halusinasi dan delusi.
Sindrom putus alkohol merupakan gejala yang tidak mengenakan baik psikis maupun fisik, untuk
mengatasinya yang bersangkutan meminum alkohol dengan takaran yang lebih banyak dan lebih sering
(penyalahgunaan dan ketergantungan alkohol semakin bertambah baik dari segi kuantitas maupun kualitas).
Penelitian membuktikan bahwa penyalahgunaan NAZA jenis alkohol ini tidak hanya menimbulkan
gangguan menimbulkan gangguan mental dan perilaku, tetapi dalam jangka panjang dapat menimbulkan
gangguan mental dan perilaku, tetapi dalam jangka panjang dapat menimbulkan gangguan pada organ otak,
liver (hati), alat pencernaan, pankreas, otot, janin, endokrin, nutrisi, metabolisme dan resiko kanker.
Agitasi psikomotor, yang bersangkutan berperilaku hiperaktif, tidak dapat diam selalu bergerak.
Rasa gembira (elasion). Yang bersangkutan dalam suasana gembira yang berlebihan (euforia)
seringkali lepas kendali dan melakukan tindakan-tindakan yang bersifat asusila. Hal ini terjadi
ModuL 1 BloK 17 Thanty
77
karena NAZA jenis amphetamine ini menghilangkan hambatan dorongan atau impulse agresivitas
seksual atau dengan kata lain fungsi pengendalian diri (self-control) seksual melemah. Mereka
seringkali melakukan seks bebas atau terlibat di dalam berbagai pesta erotis.
2. Gejala fisik:
3. Tingkah laku maladiptif seperti perkelahian, gangguan daya nilai realitas, gangguan dalam fungsi sosial
dan pekerjaan.
4. Gangguan dilusi (waham) amphetamine yang ditandai dengan gejala-gejala:
waham kejaraan yaitu ketakutan yang tidak rasional (paranoid), yang bersangkutan yakin bahwa
dirinya terancam karena ada orang-orang yang mengejar ingin mencelakakan dirinya.
kecurigaan terhadap lingkungan sekitar yang menyangkut dirinya sendiri (ideas of reference).
Yang bersangkutan yakin bahwa pembicaraan orang atau apapun berita serta peristiwa yang terjadi
ditujukan terhadap dirinya.
agitasi psikomotor (tidak dapat diam,tidak dapat tenang dan mudah terprovokasi)
Bagi mereka yang sudah ketergantungan bila pemakaiannya dihentikan akan menimbulkan gejala
sindrom putus amphetamine atau gejala ketagihan dan ketergantungan sebagai berikut:
1. Perubahan alam perasaan (afektif/mood) yaitu murung, sedih, tidak dapat merasakan senang dan
keinginan bunuh diri.
2. Rasa lelah,lesu,tidak berdaya dan kehilangan semangat.
3. Gangguan tidur (tidak dapat tidur/insomnia).
4. Mimpi-mimpi bertambah sehingga mengganggu kenyamanan tidur.
Sindrome putus amphetamine merupakan gejala yang tidak mengenakkan baik psikis maupun fisi,
untuk mengatasinya yang bersangkutan mengkonsumsi amphetamine dengan takaran semakin bertambah
ModuL 1 BloK 17 Thanty
78
dan semakin sering (penyalahgunaan dan ketergantungan amphetamine meningkat baik dari segi kualitas dan
kuantitas).
Kematian seringkali terjadi karena overdosis yang disebabkan karena rangsangan susunan saraf otak
berlebihan dengan akibat: kegelisahan, pusing, refleks meninggi, gemetar (tremor), tidak dapat tidur, mudah
tersinggung/pemarah, bingung, halusinasu, panik, tubuh menggigil, kulit pucat atau kemerah-merahan,
keringat berlebihan, berdebar-debar, tekanan darah meninggi atau sebaliknya merendah, denyut jantung tidak
teratur, nyeri dada, sistem peredaran darah kolaps, mual muntah, diare, kejang otot perut, kejang-kejang dan
kehilangan kesadaran (koma) dan akhirnya meninggal.
SEDATIVA/HIPNOTIKA
Di dunia kedoteran terdapat jenis obat yang berkhasiat sebagai ''obat tidur'' (sedativa/hipnotika) yang
mengandung zat aktif nitrazepam atau barbiturat atau senyawa lain yang khasiatnya serupa. Golongan ini
tidak termasuk kelompok narkotika melainkan masuk dalam kelompok psikotropika golongan IV.
Golongan sedativa/hipnotika ini sangat bermanfaat bagi pengobatan mereka (pasien) yang menderita
stres dengan gejala-gejala kecemasan dan gangguan tidur (insomnia). Penggunaan obat jenis ini harus di
bawah pengawasan dokter dan hanya boleh dibeli dengan resep dokter di apotik (golongan daftar G).
Penggunaan sedativa/hipnotika ini harusnya sebagai pengobatan (medicine) bila disalahgunakan
dapat menimbulkan adiksi (ketagihan) dan dependensi (ketergantungan), apalagi bila dosisnya melampaui
batas (overdosis).
Penyalahgunaan/ketergantungan NAZA jenis sedativa/hipnotika ini dapat menimbulkan gangguan
mental dan perilaku bagi pemakainya dengan gejala-gejala sebagai berikut:
1. Gejala psikologik:
emosi labil
gangguan koordinasi
79
Bagi mereka yang sudah ketagihan NAZA jenis sedativa/hipnotika ini, bila pemakaiannya akn
timbul gejala-gejala putus sedativa/hipnotika yaitu berupa gejala-gejala ketagihan dan ketergantungan
sebagai berikut:
a) Mual dan muntah
b) Kelelahan umum atau keletihan.
c) Hiperaktivitas saraf otonom, misalnya berdebar-debar, tekanan darah naik dan berkeringat.
d) Kecemasan (rasa takut dan gelisah).
e) Gangguan alam perasaan (afektif/mood) atau iritabilitas, misalnya murung, sedih atau mudah
tersinggung dan marah.
f) Hipotensi ortostatik (tekanan darah rendah bila yang bersngkutan berdiri).
g) Tremor kasar pada tangan,lidah dan kelopak mata.
Sindrom putus sedativa/hipnotika merupakan gejala yang tidak mengenakan baik psikis maupun
fisik. Untuk mengatasinya yang bersangkutan akan menelan tablet sedativa/hipnotika dengaran takaran/dosis
semakin sering (penyalahgunaan dan ketergantungan sedativa/hipnotika semakin meningkat baik dari segi
kualitas maupun kuantitas).
Dari penelitian menunjukan bahwa penyalahgunaan NAZA jenis sedativa/hipnotika ini merupakan
pemula bagi seseorang (remaja) untuk melanjutkan terlibat dalam penyalahgunaan NAZA yang lebih berat
misalnya jenis narkoba (ganja,heroin,kokain), alkohol (minuman keras) dan zat adiktif lainnya
(amphetamine).
TEMBAKAU (ROKOK)
Tembakau atau rokok termasuk zat adiktif karena menimbulkan adiksi (ketagihan) dan dependensi
(ketergantungan). Oleh karena itu tembakau (rokok) termasuk dalam golongan NAZA. Mereka yang sudah
ketagihan dan ketergantungan tembakau (rokok) bila pemakaiannya dihentikan akan timbul sindrome putus
tembakau atau ketagihan dan ketergantungan dengan gejala-gejala sebagai berikut:
1. Ketagihan tembakau (craving)
2. Mudah tersinggung dan marah
3. cemas dan gelisah
4. gangguan konsentrasi
5. tidak dapat diam, tidak tenang.
6. Nyeri kepala
7. Mengantuk
8. Gangguan pencernaan.
80
Sindrome putus tembakau merupakan gejala yang tidak mengenakkan baik psikis maupun fisik,
untuk mengatasinya yang bersangkutan akan menghisap kembali tembakau (rokok) dengan jumlah semakin
banyak dan semakin sering (penyalahgunaan dan ketergantungan tembakau semakin bertambah baik dari
segi kuantitas maupun kualitas).
Selanjutnya dikemukakan bahwa bagi mereka yang tidak merokokpun tetapi terkena asap rokok dari
mereka yang merokok (perokok pasif) juga akan mengalami gangguan pada kesehatan dengan resiko yang
sama. Oleh karena itu tembakau (rokok) disebut pula sebagai ''racun'' yang menular.