Stimulasi adalah merangsang sumur yang merupakan suatu proses perbaikan
terhadap sumur untuk meningkatkan harga permeabilitas formasi yang mengalami kerusakan sehingga dapat memberikan laju produksi yang besar, yang akhirnya produktifitas sumur akan menjadi lebih besar jika dibandingkan sebelum diadakannya stimulasi sumur. Stimulasi dilakukan pada sumur-sumur produksi yang mengalami penurunan produksi yang disebabkan oleh adanya kerusakan formasi (formation damage) disekitar lubang sumur dengan cara memperbaiki permeabilitas batuan reservoir. Metode stimulasi dapat dibedakan menjadi Acidizing dan Hydraulic Fracturing. Alasan dilakukanya stimulasi antara lain karena adanya hambatan alami yaitu permeabilitas reservoir yang rendah sehingga menyebabkan fluida reservoir tidak dapat bergerak secara cepat melewati reservoir dan hambatan akibat yaitu yang sering disebut dengan kerusakan formasi (formation damage), kerusakan fomasi ini kebanyakan disebabkan oleh operasi pemboran dan penyemenan yang menyebabkan permeabilitas batuan menjadi kecil jika dibandingkan dengan permeabilitas alaminya sebelum terjadi kerusakan formasi, pengecilan permeabilitas batuan formasi ini akan mengakibatkan terhambatnya aliran fluida dari formasi menuju ke lubang sumur sehingga pada akhirnya akan menyebabkan turunnya produktivitas suatu sumur. Sasaran dari stimulasi ini adalah formasi produktif, karena itu karakteristik reservoir mempunyai pengaruh besar pada pemilihan stimulasi. Karakteristik reservoir meliputi karakteristik batuan maupun karakteristik fluida reservoir terutama berpengaruh pada pemilihan fluida treatment baik pada acidizing maupun pada hydraulic fracturing, faktor lain yang berpengaruh dalam treatment ini adalah kondisi reservoir yaitu volume pori, tekanan dan temperatur reservoir. Lalu dibahas juga, Chemical Flooding (Injeksi Kimia) adalah salah satu jenis metode pengurasan minyak tahap lanjut (EOR) dengan jalan menambahkan zat-zat kimia ke dalam air injeksi untuk menaikkan perolehan minyak sehingga akan menaikkan efisiensi penyapuan dan atau menurunkkan saturasi minyak sisa yang tertinggal di reservoir. Injeksi kimia memiliki prospek yang bagus, pada reservoir- reservoir yang telah sukses dilakukan injeksi air dengan kandungan minyak yang masih bernilai ekonomis. Tetapi pengembangannya masih lambat, karena biaya dan resiko yang tinggi serta teknologinya yang kompleks. Beberapa faktor yang dirasakan penting dalam menentukan keberhasilan suatu injeksi kimia ialah : Kedalaman Tingkat heterogenitas reservoir Sifat-sifat petrofisik Kemiringan Mekanisme pendorong Cadangan minyak tersisa Saturasi minyak tersisa Viskositas minyak Ada 3 tipe umum yang termasuk dalam injeksi kimia, yaitu : Injeksi Polymer, Injeksi Surfactant, dan Injeksi Alkaline. Tetapi seiring dengan perkembangan penelitian, ada kombinasi antara injeksi surfactant dan injeksi polymer atau yang lebih dikenal dengan nama Micellar-Polymer Flooding. Injeksi Polymer meliputi penambahan bahan pengental (thickening agent) ke dalam air injeksi untuk meningkatkan viskositasnya. Bahan pengental yang biasa dipakai adalah polymer. Metode ini memiliki keuntungan dapat mengurangi volume total air yang diperlukan untruk mencapai saturasi minyak sisa dan meningkatkan efisiensi penyapuan karena memperbaiki perbandingan mobilitas minyak-air. Kadang sering dipakai berselang- seling dengan surfactant. Injeksi surfactant betujuan untuk menurunkan tegangan antar muka dan mendesak minyak yang tidak terdesak hanya dengan menggunakan pendorong air sehingga menaikkan efisiensi pendesakan dalam skala pori. Injeksi alkaline merupakan sebuah proses dimana pH air injeksi dikontrol pada harga 12-13 untuk memperbaiki perolehan minyak, biasanya dilakukan dengan penambahan NaOH. Untuk micellar-polymer flooding akan memberikan tingkat perolehan minyak yang lebih besar dibanding dengan ketiga injeksi kimia lainnya, dikarenakan micellar- polymer flooding dapat meningkatkan efisiensi penyapuan dan efisiensi pendesakan sehingga akan meningkatkan mobilitas minyak di reservoir. Kemudian dijelaskan pula mengenai LNG dan CNG. LNG atau liquefied natural gas merupakan gas yang didominasi oleh metana dan etana yang didinginkan hingga menjadi cair pada suhu antara -150 C sampai -200 C. Pengembangan dan pemanfaatan LNG memerlukan infrastruktur yang lebih kompleks. Dari sisi hulu, pengembangan LNG tidak hanya memerlukan fasilitas produksi biasa, tetapi memerlukan kilang yang mampu mencairkan gas tersebut sampai suhu minus 150- 200 C. Fasilitas pendingin dan tanki kriogenik ini membutuhkan investasi yang sangat besar. CNG sebenarnya merupakan gas yang sama dengan LNG, hanya saja pada CNG, gas metana dikompresi namun tidak sampai mencair. Produksi dan penyimpanan CNG lebih murah dibandingkan dengan LNG, hanya saja, CNG membutuhkan tempat penyimpanan lebih besar serta tekanan yang sangat tinggi, sehingga distribusinya tidak bisa untuk jarak yang terlalu jauh dari sumber gas. Saat ini CNG sudah dipakai antara lain untuk busway dan bajaj di Jakarta.