Anda di halaman 1dari 21

4

BAB II
LANDASAN TEORI

A. Tinjauan Pustaka
1. Pertolongan Pertama Pada Kecelakaan (P3K)
Pertolongan pertama pada kecelakaan atau yang disingkat P3K adalah
pertolongan sementara yang diberikan kepada seseorang yang menderita sakit
atau kecelakaan sebelum mendapatkan pertolongan dari dokter (Mashoed dan
Djonet Sutatmo,1979:99). Sedangkan menurut Aip Syarifuddin dan Muhadi
(1991:274) pertolongan pertama pada kecelakaan adalah pertolongan yang
segera diberikan keada korban kecelakaan sebelum mendapatkan pertolongan
dokter. Berdasarkan berbagai pendapat diatas maka dapat disimpulkan bahwa
pertolongan pertama pada kecelakaan adalah suatu bentuk pertolongan
sementara terhadap korban yang dilakukan secepat dan setepat mungkin
sebelum mendapatkan pertolongan dari dokter agar korban tidak menjadi lebih
parah.
Tujuan Pertolongan Pertama Pada Kecelakaan (P3K), yaitu:
a. Menyelamatkan jiwa penderita.
b. Mencegah cacat.
c. Memberikan rasa nyaman dan menunjang proses penyembuhan.
Ada dua bentuk persetujuan atau izin bagi penolong untuk melakukan
tindakan pertolongan, yaitu:
a. Persetujuan yang dianggap diberikan atau tersirat (Implied Consent)
Persetujuan yang umumnya diberikan dalam keadaan penderita sadar
(normal) yaitu penderita memberikan isyarat yang mengizinkan tindakan
pertolongan dilakukan atas dirinya, dan dalam keadaan gawat darurat.
b. Persetujuan yang dinyatakan (Expressed Consent)
Persetujuan yang dinyatakan secara lisaan atau secara tertulis oleh penderita
itu sendiri.
Kewajiban pelaku pertolongan pertama, yaitu:
a. Menjaga keselamatan diri, anggota, penderita, dan orang sekitarnya.
b. Dapat menjangkau penderita.
5

c. Dapat mengenali dan mengatasi masalah yang mengancam nyawa.


d. Meminta bantuan atau rujukan.
e. Memberikan pertolongan dengan cepat dan tepat berdasarkan keadaan
korban.
f. Membantu pelaku pertolongan pertama lainnya.
g. Ikut menjaga kerahasiaan medis penderita.
h. Melakuan komunikasi dengan petugas lain yang terlibat.
i. Mempersiapkan penderita untuk ditransportasi.
Pemberian pertolongan pertama pada kecelakaan mempunyai prinsip-
prinsip yang harus dipatuhi baik oleh penolong maupun korban. Hal ini perlu
ditegaskan agar tidak menyalahi perlakuan yang semestinya diberikan kepada
korban kecelakaan. Adapun prinsip pertolongan pertama pada kecelakaan yaitu:
a. Memberikan perasaan tenang kepada korban kecelakaan.
b. Mencegah atau mengurangi rasa takut dan gelisah korban kecelakaan.
c. Mengurangi bahaya yang lebih besar.
d. Tidak merasa bisa untuk memberikan pertolongan pada korban kecelakaan.
e. Mempunyai pengetahuan tentang pertolongan pertama pada kecelakaan.
f. Mampu melihat situasi dan kondisi korban.
g. Bekerja dengan tenang Berdasarkan beberapa prinsip di atas maka jelaslah
tugas dari penolong sangat penting untuk membantu korban kecelakan.

2. Resusitasi Jantung dan Paru (RJP)


Resusitasi jantung paru (RJP) adalah tindakan pertolongan pertama pada
orang yang mengalami henti napas karena sebab-sebab tertentu. CPR bertujuan
untuk membuka kembali jalan napas yang menyempit atau tertutup sama sekali
atau upaya mengembalikan fungsi nafas dan atau sirkulasi yang berhenti oleh
berbagai sebab dan boleh membantu memulihkan kembali kedua-dua fungsi
jantung dan paru ke keadaan normal.
Keberhasilan Resusitasi jantung paru (RJP) dimungkinkan oleh adanya
interval waktu antara mati klinis dan mati biologis, yaitu sekitar 4-6 menit.
Dalam waktu tersebut mulai terjadi kerusakan sel-sel otak rang kemudian diikuti
6

organ-organ tubuh lain. Dengan demikian pemeliharaan perfusi serebral


merupakan tujuan utama pada Resusitasi jantung paru (RJP).
Cardiopulmonary resuscitation (CPR, resusitasi kardiopulmoner) adalah
sebuah langkah darurat yang dapat menjaga pernapasan dan denyut jantung
seseorang. CPR membantu sistem peredaran darah pasien dengan memasok
oksigen melalui mulut pasien dan memberikan kompresi dada untuk membantu
jantung memompa darah.
CPR (Cardio pulmonary Resucitation) / RJP-Resusitasi Jantung Paru
pada orang dewasa terbaru adalah 30 kompresi pada jantung. CPR (Cardio
pulmonary Resucitation) / RJP (Resusitasi Jantung Paru) adalah hal yang
penting diketahui tenaga kesehatan, termasuk perawat dalam menyelamatan
pasien kegawat daruratan di RS ataupun di luar RS.
CPR/RJP merupakan tehnik dasar untuk safe and rescue jika terdapat
korban yang mengalami henti jantung mendadak (cardiac arrest) atau henti
napas (misalnya : near drowning). RJP dilakukan dengan 2 prinsip bantuan
napas mulut ke mulut (mouth-to-mouth rescue breathing) dan kompresi jantung
(chest compression), sampai pasien respon positif atau bantuan ambulance
datang. Pada 4 menit pertama jantung gagal memompakan darah terutama ke
otak, maka akan mengalami kekurang suplai gula darah (utamanya) dan oksigen
ke otak sehingga otak mengalami iskemia. Lewat dari itu selama 10 menit akan
menyebabkan kematian sel otak yang irreversible ini merupakan fase kritis.
a. Resusitasi jantung paru (RJP) dibagi menjadi 3 fase, yaitu:
1) Bantuan hidup dasar (BHD/ BLS)
a) C (circulation support), yaitu membuka jalan nafas
b) A (airway control), yaitu ventilasi buatan dan oksigenasi paru darurat
c) B (breathing support), yaitu pengenalan tidak adanya denyut nadi
dan pengadaan pengadaan sirkulasi sirkulasi buatan dengan kompresi
kompresi jantung jantung luar
2) Bantuan hidup lanjut (BHL/ ALS)
a) D (drugs and intravenous infusion), yaitu pemberian obat dan cairan
tanpa menunggu hasil EKG
b) E (electro cardiography)
7

c) F (fibrilation treatment), yaitu mengatasi fibrilasi ventrikel atau


merangsang jantung untuk berkontraksi bila item suatu cardiac
asystole. Biasanya dilakukan dengan syok listrik (defibrilasi)
3) Bantuan hidup intensive (PLS)
Untuk pengelolaan intensif pasca resusitasi terdiri dari :
a) G (gauging), yaitu menentukan dan memberi terapi penyebab
kematian dan menilai sampai sejauh mana pasien diselamatkan
b) H (human mentation), yaitu kesadaran diharapkan pulih dengan
tindakan resusitasi otak yang baru (pentotal dosis tinggi untuk
menurunkan BMR agar otak terlindung dari hipoksia)
c) I (intensive care), yaitu perawatan intensif jangka panjang dengan
biaya tinggi
b. Tujuan Resusitasi jantung paru (RJP)
1) Mengembalikan fungsi pernafasan atau sirkulasi pada henti nafas
(respiratory arrest) atau henti jantung (cardiac arrest) pada orang dimana
fungsi tersebut gagal total oleh suatu sebab yang memungkinkan untuk
hidup normal selanjutnya bila kedua fungsi tersebut bekerja kembali.
2) Mencegah berhentinya sirkulasi atau berhentinya respirasi (nafas).
3) Memberikan bantuan eksternal terhadap sirkukasi (fungsi jantung) dan
ventilasi (fungsi pernafasan/paru) pada pasien/korban yang mengalami
henti jantung atau henti nafas melalui Cardio Pulmonary Resuciation
(CPR) atau Resusitasi Jantung Paru (RJP).
c. Persiapan Pasien
1) Keluarga diberi penjelasan tentang tindakan yang akan dilakukan.
2) Posisi pasien diatur terlentang datar.
3) Baju bagian atas pasien di buka.
d. Bantuan hidup dasar (BHD/ BLS)
Bila Anda melihat seseorang yang tidak sadar maka tindakan pertama
yang perlu anda lakukan adalah sebagai berikut:
1) Anda harus berteriak untuk meminta tolong dan sekalian menjadi saksi
mata.
2) Anda dekati penderita dan coba bangunkan penderita.
3) Respon penderita
8

Untuk menentukan tingkat respon seseorang penderita berdasarkan


rangsangan yang diberikan penolong, dikenal ada 4 tingkatan yaitu:
a) A : Awas
Penderita sadar dan mengenali keberadaan, lingkungannya serta
waktu.
b) S : Suara
Penderita hanya menjawab/bereaksi jika dipanggil atau mendengar
suara.
c) N : Nyeri
Penderita hanya bereaksi terhadap rangsang nyeri yang diberikan
oleh penolong, misalnya dicubit, tekanan pada titik tulang dada.
d) T : Tidak respon
Penderita tidak bereaksi terhadap rangsang apapun yang diberikan
oleh penolong. Tidak membuka mata, tidak bereaksi terhadap suara
atau sama sekali tidak bereaksi pada rangsang nyeri.
4) Jika tetap tidak sadar atau tidak ada respon maka bersama bersama-sama
saksi (orang lain sebagai saksi) tersebut posisikan penderita dalam
keadaan telentang di tempat yang datar untuk melakukan tindakan RJP
e. Langkah - langkah melakukan Resusitasi Jantung Paru (RJP)
1) C (circulation support)
Tindakan paling penting pada bantuan sirkulasi adalah Pijatan
Jantung Luar. Pijatan Jantung Luar dapat dilakukan mengingat sebagian
besar jantung terletak di antara tulang dada dan tulang punggung,
sehingga penekanan dari luar dapat menyebabkan terjadinya efek pompa
pada jantung yang dinilai cukup untuk mengatur peredaran darah
minimal pada keadaan mati klinis.
Secara umum dapat dikatakan bahwa bila jantung berhenti
berdenyut maka pernafasan akan langsung mengikutinya, namun
keadaan ini tidak berlaku sebaliknya. Seseorang mungkin hanya
mengalami kegagalan pernafasan dengan jantung yang masih berdenyut,
akan tetapi dalam waktu singkat akan diikuti henti jantung karena
kekurangan oksigen. Pada saat terhentinya ke dua sistem inilah seseorang
9

dinyatakan sebagai mati klinis. Berbekal pengertian di atas maka


selanjutnya dilakukan tindakan Resusitasi Jantung Paru.
Kalau ada denyut nadi, korban hanya henti napas maka lanjutkan
Pulmonary Recusitation dengan berikan napas mulut ke mulut sampai 1
menit (berarti 12 kali), sampai napas OK (satu siklus). Kalau denyut nadi
tidak ada maka lakukan kompresi jantung (CPR-cardiac pulmonary
resucitation) dengan letakkan ujung telapak tangan di kunci dengan
telapak tangan yang lain di tulang dada (sternum) bisa sejajar/segaris
antara putting payudara atau 3 jari diatas tulang muda di bawah sternum
(prosessus xypoid), letakkan kedua bahu anda sejajar dan lakukan
kompresi jantung.
Penekanan dilakukan pada garis tengah tulang dada 2 jari di atas
permukaan lengkung iga kiri dan kanan. Kedalaman penekanan
disesuaikan dengan kelompok usia penderita.
a) Dewasa : 4 - 5 cm
b) Anak dan bayi : 3 - 4 cm
c) Bayi : 1,5 - 2,5 cm

Gambar 1. Memeriksa Nadi Penderita


10

Gambar 2. Pijat Jantung Luar


2) A (airway control)
a) Membebaskan jalan nafas pada penderita dimana tidak ditemukan
adanya pernafasan, maka harus dipastikan penolong memeriksa jalan
nafas apakah terdapat benda asing ataupun terdapat lidah penderita
yang menghalangi jalan nafas.
Teknik Head Tilt Chin Lifft (angkat dagu tekan dahi)
Teknik ini dilakukan pada penderita yang tidak mengalami cedera
kepala, leher maupun tulang belakang.

Gambar 3. Teknik Head Tilt Chin Lifft


Teknik jaw thrus maneuver (mendorong rahang bawah).
Teknik ini digunakan pada penderita yang mengalami cedera
kepala, leher maupun tulang belakang.

Gambar 4. Teknik Jaw Thrus Maneuver


b) Membersihkan Jalan Nafas.
Teknik sapuan jari.
Teknik ini hanya digunakan pada penderita yang tidak respon /
tidak sadar untuk membersihkan benda asing yang masuk ke
jalan nafas penderita. Jari telunjuk ditekuk seperti kait untuk
mengambil benda asing yang menghalangi jalan nafas.
Posisi pemulihan.
11

Bila penderita dapat bernafas dengan baik dan tidak ditemukan


adanya cedera leher maupun tulang belakang. Posisi penderita
dimiringkan menyerupai posisi tidur miring. Dengan posisi ini
diharapkan mencegah terjadinya penyumbatan jalan nafas dan
apabila terdapat cairan pada jalur nafas maka cairan tersebut
dapat mengalir keluar melalui mulut sehingga tidak masuk ke
jalan nafas.
c) Sumbatan Jalan Nafas.
Sumbatan jalan nafas umumnya terjadi pada saluran nafas
bagian bawah yaitu bagian bawah laring (tenggorokan) sampai
lanjutannya. Umumnya sumbatan jalan nafas pada penderita
respon/sadar ialah karena makanan dan benda asing lainnya,
sedangkan pada penderita tidak respon / tidak sadar ialah lidah yang
menekuk ke belakang. Untuk mengatasinya umumnya menggunakan
teknik heimlich maneuver (hentakan perut-dada).
Heimlich maneuver pada penderita respon / sadar.
Penolong berdiri di belakang penderita. Tangan penolong
dirangkulkan tepat di antara pusar dan iga penderita. Hentakkan
rangkulan tangan ke arah belakang dan atas dan minta penderita
untuk memuntahkannya. Lakukan berulang-ulang sampai
berhasil atau penderita menjadi tidak respon / tidak sadar.
Heimlich maneuver penderita tidak respon / tidak sadar.
Baringkan penderita dengan posisi telentang. Penolong
berjongkok di atas paha penderita. Posisikan kedua tumit tangan
di antara pusat dan iga kemudian lakukan hentakan perut ke arah
atas sebanyak 5 (lima) kali. Periksa mulut penderita bilamana
terdapat benda asing yang keluar dari mulut penderita. Lakukan
2-5 kali sampai jalan nafas terbuka.
Heimlich maneuver pada penderita kegemukan atau wanita hamil
yang respon / sadar.
Penolong berdiri di belakang penderita. Posisikan kedua tangan
merangkul dada penderita melalui bawah ketiak. Posisikan
rangkulan tangan tepat di pertengahan tulang dada dan lakukan
hentakan dada sambil meminta penderita memuntahkan benda
12

asing yang menyumbat. Lakukan berulangkali sampai berhasil


atau penderita menjadi tidak respon / tidak sadar.
Heimlich maneuver pada penderita kegemukan atau wanita hamil
yang tidak respon / tidak sadar.
Langkahnya sama dengan heimlich maneuver pada penderita
tidak respon / tidak sadar di atas namum posisi penolong berada
di samping penderita dan posisi tumit tangan pada pertengahan
tulang dada

3) B (breathing support)
Cek napas korban selama 10 detik dengan : Look Feel Listen
(Letakkan pipi penolong di depan mulut korban, sambil rasakan dan lihat
ke arah dada pasien apakah naik turun (ekspansinya ada). Kalau tidak
ada napas berikan mouth to mouth ventilation dengan cara tutup
hidung korban dan berikan napas dua kali dengan jarak antaranya 5
detik, lakukan sampai terlihat rongga dada pasien ekspansi/naik. Ingat
posisi pasien masih hiperfleksi (head till chin lift). Setelah itu kita
periksa denyut nadi di arteri karotis sebelah kanan kiri dekat jakun ( 2-
3 jari) selama 10 detik rasakan. Kompresi dilakukan dengan kedalaman
4 5 cm dengan 30 kompresi (dulu 15, yang terbaru 30 kompresi). Mau
1 atau 2 penolong semua 30 kompresi per siklus. Ini dilakukan selama 5
siklus (kurang lebih 1 menit menjadi 100 kompresi). Setelah 5 siklus
tadi, cek kembali denyut nadi karotis sampai bantuan Ambulance datang,
atau ada respon pasien, atau pasien terlihat mati biologis tanda-tanda
rigor mortis.
Melakukan RJP yang baik bukan jaminan penderita akan selamat, tetapi
ada hal-hal yang dapat dipantau untuk menentukan keberhasilan tindakan
maupun pemulihan sistem pada korban diantaranya:
a) Saat melakukan pijatan jantung luar suruh seseorang menilai nadi
karotis, bila ada denyut maka berarti tekanan kita cukup baik.
b) Gerakan dada terlihat naik turun dengan baik pada saat memberikan
bantuan pernafasan.
c) Reaksi pupil / manik mata mungkin akan kembali normal.
d) Warna kulit korban akan berangsur-angsur membaik.
13

e) Korban mungkin akan menunjukkan refleks menelan dan bergerak.


f) Nadi akan berdenyut kembali.
Keputusan untuk Mengakhiri Upaya Resusitasi
Dalam keadaan darurat, resusitasi dapat diakhiri bila terdapat salah satu
dari berikut ini:
a) Telah timbul kembali sirkulasi dan ventilasi spontan yang efektif.
b) Ada orang lain yang mengambil alih tanggung jawab.
c) Penolong terlalu capai sehingga tidak sanggup meneruskan resusitasi.
d) Pasien dinyatakan mati.
e) Setelah dimulai resusitasi, ternyata kemudian diketahui bahwa pasien
berada dalam stadium terminal suatu penyakit yang tidak dapat
disembuhkan atau hampir dipastikan bahwa fungsi serebral tidak akan
pulih, yaitu sesudah 1 jam terbukti tidak ada nadi pada
normotermia tanpa RJP.

Gambar 5. Cek Napas dengan Look Feel Listen

Terdapat beberapa teknik yang dikenal untuk memberikan


bantuan pernafasan pada penderita yang ditemukan tidak terdeteksi
adanya nafas namun nadi masih berdetak dan jalan nafas tidak
mengalami gangguan antara lain :
a) Menggunakan mulut penolong :
Mulut ke masker RJP (Resusitasi Jantung Paru).
Mulut ke APD (Alat Pelindung Diri).
Mulut ke mulut ataupun hidung.
b) Menggunakan alat bantu: Kantung Masker Berkatup ( Bag Valve
Mask/BVM)
Kandungan oksigen di udara bebas kurang lebih 21%. Proses
bernafas manusia hanya memanfaatkan sekitar 5% saja, yang berarti
udara yang kita keluarkan masih mengandung sebanyak kira-kira
14

16% oksigen. Udara ini dapat diberikan kepada penderita yang


mengalami henti nafas sampai ada sumber oksigen yang lebih tinggi
kandungannya.
4) Posisi Pemulihan (Recovery Position)
Recovery position dilakukan setelah pasien ROSC (Return of
Spontaneous Circulation). Urutan tindakan recovery position meliputi:
a) Tangan pasien yang berada pada sisi penolong diluruskan ke atas.
b) Tangan lainnya disilangkan di leher pasien dengan telapak tangan
pada pipi pasien.
c) Kaki pada sisi yang berlawanan dengan penolong ditekuk dan ditarik
ke arah penolong, sekaligus memiringkan tubuh korban ke arah
penolong.Dengan posisi ini jalan napas diharapkan dapat tetap bebas
(secure airway) dan mencegah aspirasi jika terjadi muntah.
Selanjutnya, lakukan pemeriksasn pernapasan secara berkala
(Resuscitation Council UK, 2010).

Gambar 6. Posisi Pemulihan (Recovery Position)

3. Pembidaian
a. Definisi Pembidaian
Pembidaian adalah tindakan memfixasi/mengimobilisasi bagian tubuh yang
mengalami cedera, dengan menggunakan benda yang bersifat kaku maupun
fleksibel sebagai fixator/imobilisator.
b. Jenis Pembidaian
1) Pembidaian sebagai tindakan pertolongan sementara.
a) Dilakukan di tempat cedera sebelum penderita dibawa ke rumah
sakit.
b) Bahan untuk bidai bersifat sederhana dan apa adanya
c) Bertujuan untuk mengurangi rasa nyeri dan menghindarkan
kerusakan yang lebih berat
15

d) Bisa dilakukan oleh siapapun yang sudah mengetahui prinsip dan


teknik dasar pembidaian
2) Pembidaian sebagai tindakan pertolongan definitive
Dilakukan di fasilitas layanan kesehatan (klinik atau rumah sakit)
a) Pembidaian dilakukan untuk proses penyembuhan fraktur/dislokasi
b) Menggunakan alat dan bahan khusus sesuai standar pelayanan (gips,
dll)
c) Harus dilakukan oleh tenaga kesehatan yang sudah terlatih
c. Beberapa macam jenis bidai :
1) Bidai keras
Umumnya terbuat dari kayu, alumunium, karton, plastik atau bahan lain
yang kuat dan ringan. Pada dasarnya merupakan bidai yang paling baik
dan sempurna dalam keadaan darurat. Kesulitannya adalah mendapatkan
bahan yang memenuhi syarat di lapangan.
Contoh : bidai kayu, bidai udara, bidai vakum.
2) Bidai traksi.
Bidai bentuk jadi dan bervariasi tergantung dari pembuatannya, hanya
dipergunakan oleh tenaga yang terlatih khusus, umumnya dipakai pada
patah tulang paha.
Contoh : bidai traksi tulang paha
3) Bidai improvisasi.
Bidai yang dibuat dengan bahan yang cukup kuat dan ringan untuk
penopang. Pembuatannya sangat tergantung dari bahan yang tersedia dan
kemampuan improvisasi si penolong.
Contoh : majalah, koran, karton dan lain-lain.
4) Gendongan/Belat dan bebat.
Pembidaian dengan menggunakan pembalut, umumnya dipakai mitela
(kain segitiga) dan memanfaatkan tubuh penderita sebagai sarana untuk
menghentikan pergerakan daerah cedera.
Contoh : gendongan lengan.
d. Tujuan Pembidaian
1) Mencegah gerakan bagian yang sakit sehingga mengurangi nyeri dan
mencegah kerusakan lebih lanjut
2) Mempertahankan posisi yang nyaman
3) Mempermudah transportasi korban
4) Mengistirahatkan bagian tubuh yang cedera
5) Mempercepat penyembuhan
16

e. Indikasi Pembidaian
1) Pembidaian sebaiknya dilakukan jika didapatkan :
a) Adanya fraktur, baik terbuka maupun tertutup
b) Adanya kecurigaan terjadinya fraktur
c) Dislokasi persendian
2) Kecurigaan adanya fraktur bisa dimunculkan jika pada salah satu bagian
tubuh ditemukan :
a) Pasien merasakan tulangnya terasa patah atau mendengar bunyi
krek.
b) Ekstremitas yang cedera lebih pendek dari yang sehat, atau
mengalami angulasi abnormal.
c) Pasien tidak mampu menggerakkan ekstremitas yang cedera.
d) Posisi ekstremitas yang abnormal.
e) Memar.
f) Bengkak.
g) Perubahan bentuk.
h) Nyeri gerak aktif dan pasif.
i) Nyeri sumbu.
j) Pasien merasakan sensasi seperti jeruji ketika menggerakkan
ekstremitas yang mengalami cedera (Krepitasi).
k) Fungsiolesa .
l) Perdarahan bisa ada atau tidak.
m) Hilangnya denyut nadi atau rasa raba pada distal lokasi cedera.
n) Kram otot di sekitar lokasi cedera
o) Jika mengalami keraguan apakah terjadi fraktur atau tidak, maka
perlakukanlah pasien seperti orang yang mengalami fraktur.
f. Kontra Indikasi Pembidaian
Pembidaian baru boleh dilaksanakan jika kondisi saluran napas, pernapasan
dan sirkulasi penderita sudah distabilisasi. Jika terdapat gangguan sirkulasi
dan atau gangguan persyarafan yang berat pada distal daerah fraktur, jika ada
resiko memperlambat sampainya penderita ke rumah sakit, sebaiknya
pembidaian tidak perlu dilakukan.
g. Komplikasi Pembidaian
Jika dilakukan tidak sesuai dengan standar tindakan, beberapa hal berikut
bisa ditimbulkan oleh tindakan pembidaian :
1) Cedera pembuluh darah, saraf atau jaringan lain di sekitar fraktur oleh
ujung fragmen fraktur, jika dilakukan upaya meluruskan atau manipulasi
lainnya pada bagian tubuh yang mengalami fraktur saat memasang bidai.
2) Gangguan sirkulasi atau saraf akibat pembidaian yang terlalu ketat.
17

3) Keterlambatan transport penderita ke rumah sakit, jika penderita


menunggu terlalu lama selama proses pembidaian.
h. Prosedur Dasar Pembidaian
1) Persiapan alat
a) Bidai dapat menggunakan alat bidai standar telah dipersiapkan,
namun juga bisa dibuat sendiri dari berbagai bahan sederhana,
misalnya ranting pohon, papan kayu, dll. Panjang bidai harus
melebihi panjang tulang dan sendi yang akan dibidai.
b) Bidai yang terbuat dari benda keras (kayu,dll) sebaiknya
dibungkus/dibalut terlebih dahulu dengan bahan yang lebih lembut
(kain, kassa, dll)
c) Bahan yang digunakan sebagai pembalut pengikat untuk pembidaian
bisa berasal dari pakaian atau bahan lainnya. Bahan yang digunakan
untuk membalut ini harus bisa membalut dengan sempurna
mengelilingi extremitas yang dibidai untuk mengamankan bidai yang
digunakan, namun tidak boleh terlalu ketat yang bisa menghambat
sirkulasi.
2) Pelaksanaan pembidaian
a) Prinsip umum dalam tindakan pembidaian
Pembidaian minimal meliputi 2 sendi (proksimal dan distal
daerah fraktur). Sendi yang masuk dalam pembidaian adalah
sendi di bawah dan di atas patah tulang. Sebagai contoh, jika
tungkai bawah mengalami fraktur, maka bidai harus bisa
mengimobilisasi pergelangan kaki maupun lutut.
Luruskan posisi korban dan posisi anggota gerak yang
mengalami fraktur maupun dislokasi secara perlahan dan berhati-
hati dan jangan sampai memaksakan gerakan. Jika terjadi
kesulitan dalam meluruskan, maka pembidaian dilakukan apa
adanya. Pada trauma sekitar sendi, pembidaian harus mencakup
tulang di bagian proksimal dan distal.
Fraktur pada tulang panjang pada tungkai dan lengan, dapat
terbantu dengan traksi atau tarikan ringan ketika pembidaian. Jika
saat dilakukan tarikan terdapat tahanan yang kuat, krepitasi, atau
pasien merasakan peningkatan rasa nyeri, jangan mencoba untuk
18

melakukan traksi. Jika anda telah berhasil melakukan traksi,


jangan melepaskan tarikan sebelum ekstremitas yang mengalami
fraktur telah terfiksasi dengan baik, karena kedua ujung tulang
yang terpisah dapat menyebabkan tambahan kerusakan jaringan
dan beresiko untuk mencederai saraf atau pembuluh darah.
Beri bantalan empuk dan penopang pada anggota gerak yang
dibidai terutama pada daerah tubuh yang
keras/peka(lutut,siku,ketiak,dll), yang sekaligus untuk mengisi
sela antara ekstremitas dengan bidai.
Ikatlah bidai di atas dan bawah luka/fraktur. Jangan mengikat
tepat di bagian yang luka/fraktur. Sebaiknya dilakukan sebanyak
4 ikatan pada bidai, yakni pada beberapa titik yang berada pada
posisi :
o superior dari sendi proximal dari lokasi fraktur
o diantara lokasi fraktur dan lokasi ikatan pertama
o inferior dari sendi distal dari lokasi fraktur
o diantara lokasi fraktur dan lokasi ikatan ketiga (point c)
Pastikan bahwa bidai telah rapat, namun jangan terlalu ketat
sehingga mengganggu sirkulasi pada ekstremitas yang dibidai.
Pastikan bahwa pemasangan bidai telah mampu mencegah
pergerakan atau peregangan pada bagian yang cedera.
Pastikan bahwa ujung bidai tidak menekan ketiak atau pantat
Harus selalu diingat bahwa improvisasi seringkali diperlukan
dalam tindakan pembidaian. Sebagai contoh, jika tidak ditemukan
bahan yang sesuai untuk membidai, cedera pada tungkai bawah
seringkali dapat dilindungi dengan merekatkan tungkai yang
cedera pada tungkai yang tidak terluka. Demikian pula bisa
diterapkan pada fraktur jari, dengan merekatkan pada jari
disebelahnya sebagai perlindungan sementara.
Kantong es dapat dipasang dalam bidai dengan terlebih dahulu
dibungkus dengan perban elastis. Harus diberikan perhatian
khusus untuk melepaskan kantong es secara berkala untuk
mencegah cold injury pada jaringan lunak. Secara umum, es
tidak boleh ditempelkan secara terus menerus lebih dari 10 menit.
19

Ekstremitas yang mengalami cedera sebaiknya sedikit


ditinggikan posisinya untuk meminimalisasi pembengkakan.
b) Teknik Pembidaian pada berbagai lokasi cedera
Fraktur cranium dan tulang wajah
Pada fraktur cranium dan tulang wajah, hindarilah melakukan
penekanan pada tempat yang dicurigai mengalami fraktur. Pada
fraktur ini harus dicurigai adanya fraktur tulang belakang,
sehingga seharusnya dilakukan imobilisasi tulang belakang. Ada
beberapa bidai khusus yang digunakan untuk fiksasi fraktur
tulang wajah (bersifat bidai definitif), namun tidak dibahas pada
sesi ini karena biasanya dilakukan oleh para ahli.
Pembidaian leher
Dalam kondisi darurat, bisa dilakukan pembidaian dengan
pembalutan. Pembalutan dilakukan dengan hati-hati tanpa
menggerakkan bagian leher dan kepala. Pembalutan dianggap
efektif jika mampu meminimalisasi pergerakan daerah leher. Jika
tersedia, fixasi leher paling baik dilakukan menggunakan cervical
Collar

Tulang klavikula
Terapi definitif untuk fraktur klavikula biasanya dilakukan secara
konservatif yaitu dengan ransel bandage (lihat gambar 2).
Pembebatan yang efektif akan berfungsi untuk traksi dan fiksasi,
sehingga kedua ujung fragmen fraktur bisa bertemu kembali pada
posisi yang seanatomis mungkin, sehingga memungkinkan
penyembuhan fraktur dengan hasil yang cukup baik.
Tulang iga
Perhatian utama pada kondisi suspect fraktur costae adalah upaya
untuk mencegah bagian patahan tulang agar tidak melukai paru.
Upaya terbaik yang bisa dilakukan sebagai pertolongan pertama
di lapangan sebelum pasien dibawa dalam perjalanan ke rumah
sakit adalah memasang bantalan dan balutan lembut pada dinding
dada, memasang sling untuk merekatkan lengan pada sisi dada
20

yang mengalami cedera sedemikian sehingga menempel secara


nyaman pada dada.
Lengan atas
Pasanglah sling untuk gendongan lengan bawah, sedemikian
sehingga sendi siku membentuk sudut 90%, dengan cara :
o Letakkan kain sling di sisi bawah lengan. Apex dari sling
berada pada siku, dan puncak dari sling berada pada bahu sisi
lengan yang tidak cedera. posisikan lengan bawah
sedemikian sehingga posisi tangan sedikit terangkat (kira-kira
membentuk sudut 10). ikatlah dua ujung sling pada bahu
dimaksud. Gulunglah apex dari sling, dan sisipkan di sisi
siku.
o Posisikan lengan atas yang mengalami fraktur agar menempel
rapat pada bagian sisi lateral dinding thoraks.
o Pasanglah bidai yang telah di balut kain/kassa pada sisi
lateral lengan atas yang mengalami fraktur.
o Bebatlah lengan atas diantara papan bidai (di sisi lateral) dan
dinding thorax (pada sisi medial).
o Jika tidak tersedia papan bidai, fiksasi bisa dilakukan dengan
pembebatan menggunakan kain yang lebar.
Lengan bawah
o Imobilisasi lengan yang mengalami cedera.
o Carilah bahan yang kaku yang cukup panjang sehingga
mencapai jarak antara siku sampai ujung telapak tangan.
o Carilah tali untuk mengikat bidai pada lengan yang cedera.
o Flexi-kan lengan yang cedera, sehingga lengan bawah dalam
posisi membuat sudut 90 terhadap lengan atas. Lakukan
penekukan lengan secara perlahan dan hati-hati.
o Letakkan gulungan kain atau benda lembut lainnya pada
telapak tangan agar berada dalam posisi fungsional.
o Pasanglah bidai pada lengan bawah sedemikian sehingga
bidai menempel antara siku sampai ujung jari.
o Ikatlah bidai pada lokasi diatas dan dibawah posisi fraktur.
Pastikan bahwa pergelangan tangan sudah terimobilisasi.
o Pasanglah bantalan pada ruang kosong antara bidai dan
lengan yang dibidai.
21

o Periksalah sirkulasi, sensasi dan pergerakan pada region


distal dari lokasi pembidaian, untuk memastikan bahwa
pemasangan bidai tidak terlalu ketat
o Pasanglah sling untuk menahan bagian lengan yang dibidai,
dengan cara :
Letakkan kain sling di sisi bawah lengan. Apex dari sling
berada pada siku, dan puncak dari sling berada pada bahu sisi
lengan yang tidak cedera. posisikan lengan bawah
sedemikian sehingga posisi tangan sedikit terangkat (kira-kira
membentuk sudut 10). ikatlah dua ujung sling pada bahu
dimaksud. Gulunglah apex dari sling, dan sisipkan di sisi
siku.
Fraktur Tangan dan Pergelangan Tangan
Ekstremitas ini seharusnya dibidai dalam posisi dari fungsi
mekanik, yakni posisi yang senatural mungkin. Posisi natural
tangan adalah pada posisi seperti sedang menggenggam sebuah
bola softball. Gulungan pakaian atau bahan bantalan yang lain
dapat diletakkan pada telapak tangan sebelum tangan dibalut.
Tulang jari
Fraktur jari bisa dibidai dengan potongan kayu kecil atau
difiksasi dengan merekatkan pada jari di sebelahnya yang tidak
terkena injury (buddy splinting).
Tulang punggung
Pasien yang dicurigai menderita fraktur tulang
belakang/punggung, harus dibidai menggunakan spine board atau
bahan yang semirip mungkin dengan spine board.
Fraktur Panggul
Fraktur panggul lebih sering terjadi pada orang tua. Jika
seseorang yang berusia tua terjatuh dan mengeluhkan nyeri
daerah panggul, maka sebaiknya dianggap mengalami fraktur.
Apalagi jika pasien tidak bisa menggerakkan tungkai, atau
ditemukan pemendekan dan atau rotasi pada tungkai (biasanya
kearah lateral).
Pemindahan pasien yang dicurigai menderita fraktur panggul
harus menggunakan tandu. Tungkai yang mengalami cedera
22

diamankan dengan merapatkan pada tungkai yang tidak cedera


sebagai bidai. Anda bisa melakukan penarikan/traksi untuk
mengurangi rasa nyeri, jika perjalanan menuju rumah sakit cukup
jauh, dan terdapat orang yang bisa menggantikan anda saat anda
sudah kelelahan.
Tungkai atas
Pada fraktur femur, bidai harus memanjang antara punggung
bawah sampai dengan di bawah lutut pada tungkai yang cedera.
Traksi pada cedera tungkai lebih sulit, dan resiko untuk terjadinya
cedera tambahan akibat kegagalan traksi seringkali lebih besar.
Sebaiknya jangan mencoba untuk melakukan traksi pada cedera
tungkai kecuali jika orang yang membantu pembidaian telah siap
untuk memasang bidai.
Fraktur/dislokasi sendi lutut
Cedera lutut membutuhkan bidai yang memanjang antara pinggul
sampai dengan pergelangan kaki. Bidai ini dipasang pada sisi
belakang tungkai dan pantat.
Tungkai bawah
o Imobilisasikan tungkai yang mengalami cedera untuk
mengurangi nyeri dan mencegah timbulnya kerusakan yang
lebih berat.
o Carilah bahan kaku yang cukup panjang sehingga mencapai
jarak antara telapak tangan sampai dengan diatas lutut.
o Carilah bahan yang bisa digunakan sebagai tali untuk
mengikat bidai.
o Pastikan bahwa tungkai berada dalam posisi lurus.
o Letakkan bidai di sepanjang sisi bawah tungkai, sehingga
bidai dalam posisi memanjang antara sisi bawah lutut sampai
dengan dibawah telapak kaki.
o Pasanglah bidai pasangan di sisi atas tungkai bawah sejajar
dengan bidai yang dipasang di sisi bawah tungkai.
o Ikatlah bidai pada posisi diatas dan di bawah lokasi fraktur.
Pastikan bahwa lutut dan pergelangan kaki sudah
terimobilisasi dengan baik.
o Pasanglah bantalan pada ruang kosong antara bidai dan
lengan yang dibidai.
23

o Periksalah sirkulasi, sensasi dan pergerakan pada region distal


dari lokasi pembidaian, untuk memastikan bahwa
pemasangan bidai tidak terlalu ketat
Fraktur/dislokasi pergelangan kaki
o Cedera pergelangan kaki terkadang bisa diimobilisasi cukup
dengan menggunakan pembalutan. Gunakan pola figure of
eight: Dimulai dari sisi bawah kaki, melalui sisi atas kaki,
mengelilingi pergelangan kaki, ke belakang melalui sisi atas
kaki, kesisi bawah kaki, dan demikian seterusnya.
o Bidai penahan juga bisa dipasang sepanjang sisi belakang dan
sisi lateral pergelangan kaki untuk mencegah pergerakan yang
berlebihan. Saat melalukan tindakan imobilisasi pergelangan
kaki, posisi kaki harus selalu dijaga pada sudut yang benar.
Fraktur/dislokasi jari kaki
Sebagai tindakan pertama, cedera pada jari kaki sebaiknya
dibantu dengan merekatkan jari yang cedera pada jari di
sebelahnya.
i. Evaluasi pasca pembidaian
1) Periksa sirkulasi daerah ujung pembidaian. Misalnya jika membidai
lengan maka periksa sirkulasi dengan memencet kuku ibu jari selama
kurang lebih 5 detik. Kuku akan berwarna putih kemudian kembali
merah dalam waktu kurang dari 2 detik setelah dilepaskan.
2) Pemeriksaan denyut nadi dan rasa raba seharusnya diperiksa di bagian
bawah bidai paling tidak satu jam sekali. Jika pasien mengeluh terlalu
ketat, atau kesemutan, maka pembalut harus dilepas seluruhnya. Dan
kemudian bidai di pasang kembali dengan lebih longgar.
3) (Dengan cara menekan sebagian kuku hingga putih, kemudian lepaskan.
Kalo 1-2 detik berubah menjadi merah, berarti balutan bagus. Kalau
lebih dari 1-2 detik tidak berubah warna menjadi merah, maka
longgarkan lagi balutan, itu artinya terlalu keras)
4) ( Meraba denyut arteri dorsalis pedis pada kaki [ untuk kasus di kaki ].
Gambaran tanda hitam itu adalah tempat kita meraba arteri dorsalis
pedis. Bila tidak teraba, maka balutan kita buka dan longgarkan )
24

5) ( Meraba denyut arteri radialis pada tangan [ untuk kasus di tangan ].


Gambaran tanda hitam itu adalah tempat kita meraba arteri redialis. Bila
tidak teraba, maka balutan kita buka dan longgarkan ).

B. Perundang-undangan
1. Pasal 531 KUHP Yang Menyebutkan Bahwa Barangsiapa menyaksikan
sendiri ada orang di dalam keadaan bahaya maut, lalai memberikan atau
mengadakan pertolongan kepadanya sedang pertolongan itu dapat
diberikannya atau diadakannya dengan tidak akan menguatirkan, bahwa ia
sendiri atau orang lain akan kena bahaya dihukum kurungan selama-
lamanya tiga bulan atau denda sebanyak-banyaknya Rp. 4.500,-. Jika
orang yang perlu ditolong itu mati, diancam dengan : KUHP 45, 165, 187,
304s, 478, 535, 566.
2. Peraturan Menteri Tenaga Kerja Dan Transmigrasi Republik Indonesia
No:Per.15/Men/VIII/2008 tentang Pertolongan Pertama Pada Kecelakaan Di
Tempat Kerja.
3. Bahwa sebagai pelaksanaan Pasal 3 ayat (1) huruf e Undang-Undang
Nomor 1 Tahun 1970 tentang Keselamatan Kerja perlu menetapkan
ketentuan mengenai pertolongan pertama pada kecelakaan di tempat kerja.
4. Peraturan Menteri Tenaga Kerja dan Transmigrasi Nomor
PER.01/MEN/I/2007 tentang Pedoman Pemberian Penghargaan
Keselamatan dan Kesehatan Kerja (K3)
5. Undang-Undang No.13 Tahun 2003 Pasal 86 tentang Ketenagakerjaan.
Pekerja/buruh mempunyai hak untuk memperoleh perlindungan atas
keselamatan dan kesehatan kerja.
6. Permenaker No. Per-02/MEN/1980 tentang Pemeriksaan Kesehatan Tenaga
Kerja dalam Penyelenggaraan Keselamatan Kerja. Pasal 1.

Anda mungkin juga menyukai

  • BAB IV Wez BNR
    BAB IV Wez BNR
    Dokumen4 halaman
    BAB IV Wez BNR
    Laras Heraswati
    Belum ada peringkat
  • Kebakaran Rumah Sakit Korea
    Kebakaran Rumah Sakit Korea
    Dokumen7 halaman
    Kebakaran Rumah Sakit Korea
    Laras Heraswati
    Belum ada peringkat
  • BAB I
    BAB I
    Dokumen2 halaman
    BAB I
    Laras Heraswati
    Belum ada peringkat
  • Upaya Kesehatan Promotif
    Upaya Kesehatan Promotif
    Dokumen2 halaman
    Upaya Kesehatan Promotif
    Laras Heraswati
    Belum ada peringkat
  • STD Laras
    STD Laras
    Dokumen8 halaman
    STD Laras
    Laras Heraswati
    Belum ada peringkat
  • Tabel Jawal Penelitian
    Tabel Jawal Penelitian
    Dokumen2 halaman
    Tabel Jawal Penelitian
    Laras Heraswati
    Belum ada peringkat
  • Hasil
    Hasil
    Dokumen6 halaman
    Hasil
    Laras Heraswati
    Belum ada peringkat
  • Gizi
    Gizi
    Dokumen1 halaman
    Gizi
    Laras Heraswati
    Belum ada peringkat
  • PENYAKIT AKIBAT KERJA
    PENYAKIT AKIBAT KERJA
    Dokumen7 halaman
    PENYAKIT AKIBAT KERJA
    Laras Heraswati
    Belum ada peringkat
  • Format Hasil
    Format Hasil
    Dokumen7 halaman
    Format Hasil
    Laras Heraswati
    Belum ada peringkat
  • Ringkasan Jurnal Bu Irma
    Ringkasan Jurnal Bu Irma
    Dokumen2 halaman
    Ringkasan Jurnal Bu Irma
    Laras Heraswati
    Belum ada peringkat
  • Bab III Penutup
    Bab III Penutup
    Dokumen3 halaman
    Bab III Penutup
    Laras Heraswati
    Belum ada peringkat
  • Klasifikasi Kebakaran
    Klasifikasi Kebakaran
    Dokumen2 halaman
    Klasifikasi Kebakaran
    Laras Heraswati
    Belum ada peringkat
  • Bab Iv
    Bab Iv
    Dokumen2 halaman
    Bab Iv
    Laras Heraswati
    Belum ada peringkat
  • Bab Iv P3K
    Bab Iv P3K
    Dokumen3 halaman
    Bab Iv P3K
    Laras Heraswati
    Belum ada peringkat
  • Makalah P3K
    Makalah P3K
    Dokumen44 halaman
    Makalah P3K
    Laras Heraswati
    Belum ada peringkat
  • BAB I
    BAB I
    Dokumen2 halaman
    BAB I
    Laras Heraswati
    Belum ada peringkat
  • Klasifikasi Kebakaran
    Klasifikasi Kebakaran
    Dokumen2 halaman
    Klasifikasi Kebakaran
    Laras Heraswati
    Belum ada peringkat
  • BAB I Bu Ratna
    BAB I Bu Ratna
    Dokumen3 halaman
    BAB I Bu Ratna
    Laras Heraswati
    Belum ada peringkat
  • Bab Iii Penutup
    Bab Iii Penutup
    Dokumen2 halaman
    Bab Iii Penutup
    Laras Heraswati
    Belum ada peringkat
  • Topik K3
    Topik K3
    Dokumen1 halaman
    Topik K3
    Laras Heraswati
    Belum ada peringkat
  • Klasifikasi Kebakaran
    Klasifikasi Kebakaran
    Dokumen2 halaman
    Klasifikasi Kebakaran
    Laras Heraswati
    Belum ada peringkat
  • Bekerja Di Ketinggian
    Bekerja Di Ketinggian
    Dokumen12 halaman
    Bekerja Di Ketinggian
    Laras Heraswati
    100% (6)
  • Daftar Pustaka
    Daftar Pustaka
    Dokumen1 halaman
    Daftar Pustaka
    Laras Heraswati
    Belum ada peringkat
  • Strategi Pemodelan
    Strategi Pemodelan
    Dokumen8 halaman
    Strategi Pemodelan
    Laras Heraswati
    Belum ada peringkat
  • Bab Ii
    Bab Ii
    Dokumen15 halaman
    Bab Ii
    Laras Heraswati
    Belum ada peringkat
  • Latbel Audit Internal
    Latbel Audit Internal
    Dokumen9 halaman
    Latbel Audit Internal
    Laras Heraswati
    Belum ada peringkat
  • BAB I Epid
    BAB I Epid
    Dokumen2 halaman
    BAB I Epid
    Laras Heraswati
    Belum ada peringkat
  • Daftar Pustaka
    Daftar Pustaka
    Dokumen1 halaman
    Daftar Pustaka
    Laras Heraswati
    Belum ada peringkat
  • Bab I
    Bab I
    Dokumen28 halaman
    Bab I
    Laras Heraswati
    Belum ada peringkat