Anda di halaman 1dari 32

BAB I

PENDAHULUAN

A. Latar Belakang

Dalam bidang farmasi, berbagai macam cabang ilmu yang yang

harus dikuasai oleh seorang farmasis salah satunya farmakologi.

Farmakologi dalam bidang farmasi membahas mengenai bagaimana

kemampuan obat dengan seluruh aspeknya, baik sifat kimiawi maupun

fisikanya, kegiatan fisiologi, bagaimana reabsorpsi dan nasibnya didalam

organisme hidup juga menyelidiki semua interaksi antara obat dan tubuh

manusia khususnya serta mempelajari penggunaan pada pengobatan

penyakit.

Bidang farmasi sangat erat kaitannya dalam membuat,

meyediakan, memformulasikan, menyimpan obat dimana obat ini dapat

diartikan sebagai setiap zat kimia (alami maupun sintetik) selain

makanan yg mempunyai pengaruh terhadap atau dapat menimbulkan efek

pada organisme hidup, baik efek psikologis, fisiologis, maupun biokimiawi.

Salah satu materi yang dipelajari dalam farmakologi dan toksikologi

adalah sistem saraf. Setiap orang memiliki sistem saraf karena sistem

saraf inilah yang menjadi pusat pengendalian dalam mngkoordinasi

seluruh organ tubuh untuk menjalankan fungsinya. Ketika kita makan,

minum, olahraga, tidur, yang mengatur itu semua adalah sistem saraf.

Sistem saraf pada umumnya terbagi menjadi dua yaitu sistem saraf

pusat dan sistem saraf otonom. Kali ini kita mempelajari sistem saraf

1
2

otonom atau diartikan sistem saraf tidak sadar yang dimana mengatur

kegiatan pada saat kita istirahat. Praktikum kali ini, kita akan melihat

bagaimana obat-obat sistem saraf otonom bekerja pada hewan coba

dimana hewan coba yang digunakan ialah mencit.

B. Maksud Percobaan

Adapun maksud dari percobaan ini adalah untuk mengetahui efek

farmakodinamik dari obat yang bekerja pada sistem saraf otonom pada

hewan coba mencit.

C. Tujuan Percobaan

Untuk menentukan efek farmakodinamik dari obat pro injeksi

cendrotropine, cendocarpine, epinefrine, dan bisoprolol pada hewan

coba mencit (Mus muscullus) secara intraperitonial dengan parameter

pengamatan berupa miosis, midriasis, diare, tremor, vasodilatasi,

vasokontriksi, grooming, piloereksi, takikardia, bradikardia, dan saliva.

D. Prinsip Percobaan

Adapun prinsip percobaan pada praktikum ini yaitu penentuan

golongan senyawa obat yang termasuk dalam golongan adrenergik,

antiadrenergik, kolinergik dan antikolinergik berdasarkan efek farmakologi

yang ditujukan hewan coba setelah pemberian obat pro injeksi

cendrotropine, cendocarpine, epinefrine, dan bisoprolol.


3

BAB II

TINJAUAN PUSTAKA

A. Teori

Sistem saraf adalah serangkaian organ yang kompleks dan

bersambungan serta terdiri terutama dari jaringan saraf. Dalam

mekanisme sistem saraf, lingkungan internal dan stimulus eksternal

dipantau dan diatur oleh kemampuan khusus seperti iritabilitas, atau

sensitifitas terhadap stimulus, dan konduktifitas atau kemampuan untuk

mentransmisi suatu respon terhadap stimulus, diatur oleh sistem saraf

dalam tiga cara utama yaitu input sensorik, aktivitas integratif dan output

motorik (Sloane, 2004).

Sistem saraf terbagi menjadi dua berdasarkan divisi anatomis:

sistem saraf pusat (SSP), dan sistem saraf perifer, yang terdiri dari sel-sel

saraf selain otak dan medulla spinalis. Sistem saraf perifer, selanjutnya

akan dibagi menjadi divisi eferen, neuron yang membawa sinyal dari otak

dan medulla spinalis menuju jaringan perifer, dan divisi aferen, neuron

yang mebawa informasi dari perifer menuju SSP (Champe, 2013).

SSO dapat dipecah lagi dalam dua cabang, yakni susunan

(Orto)simpatis (SO) dan Susunan Parasimpatis (SP). Pada umumnya

dapat dikatakan bahwa kedua susunan ini bekerja antagonistis: bila satu

sistem merintangi fungsi tertentu, sistem lainnya justru menstimulirnya.

Tetapi, dalam beberapa hal, khasiatnya berlainan sama sekali atau

bahkan bersifat sinergistis (Tjay, 2002).


4

Obat-obat yang mempengaruhi sistem saraf otonom dibagi menjadi

dua kelompok berdasarkan jenis neuron yang terlibat dalam mekanisme

kerjanya. Obat-obat kolinergik bekerja pada reseptor asetilkolin. Obat-obat

adrenergic bekerja pada reseptor yang dipicu oleh epinefrin. Oat-obat

kolinergik dan adrenergik bekerja dengan memicu atau menghambat

reseptor sistem saraf otonom (Harvey dan Champe, 2013).

Neurotansmisi Kolinergik (Harvey dan Champe, 2013) :

a. Kolin diangkut dari cairan ekstraseluler menuju sitoplasma neuron

kolinergik bersama dengan pengangkutan natrium dan dapat dihambat

oleh hemicholinium.

b. Kolin memiiki nitrogen kuartener yang bermuatan positif yang

permanen, sehingga menyulitkannya untuk dapat berdifusi menembus

membran.

c. Kolin asetiltransferase mengatalisis reaksi kolin dengan asetil koenzim

A (CoA) untuk membentuk asetikolin. Asetil CoA ini berasal dari

mitokondria dan dihasilkan melalui siklus krebs dan oksidasi asam

lemak.

d. Asetikolin yang dihasilkan dikemas menjadi vesikel-vesikel prasinaps

melalui suatu proses transpor aktif yang bergabung dengan pelepasan

proton. Vesikel yang telah matang tidak hanya mengandung asetikolin

tetapi juga ATP.

e. Jika suatu potensial aksi dicetuskan oleh kerja kanal natrium yang

peka-voltase yang tiba pada suatu jung saraf, kanal-kanal kalsium


5

yang peka-voltae pada membran prasinaps akan

terbuka,menyebabkan peningkatan konsentrasi kalsium intraseluler.

f. Peningkatan kadar kalsium ini memicu fusi vesikel-vesikel sinaps

dengan membran sel dan melepaskan isi vesikel pada celah sinaps.

g. Asetikolin yang dilepas dari vesikel sinaps berdifusi melewati celah

sinaps serta mengikat reseptor pascasinaps pada sel sasaran dan

reseptor prasinaps pada membran neuron membran neuron yang

melepas asetikolin.

h. Sinyal pada lokasi efektor pasca-tautan akan diterminasi dengan cepat

karena asetilkolinesterase akan memecah asetikolin menjadi kolin dan

asetat di dalam celah sinaps .

i. Kolin dapat ditangkap kembali melalui sistem yang tergabung-natrium,

suatu sistem pengambilan yang berafinitas tinggi dan mengangut

molekul kembali ke neuron (tempat molekul akan diasetilasi menjadi

asetikolin yng kemudian disimpan sampai dilepas kembali melalui

proses potensial aksi berikutnya.

Neurotransmisi adrenergik (Harvey dan Champe, 2013) :

a. Tirosin dibawa oleh karier terkait-Na+ memasuki aksoplasma neuron

adrenergik, tempat neurotransmiter ini dihidroksilasi menjadi

dihidroksifenilalanin (DOPA) oleh tirosin hidroksilase.

b. Kemudian DOPA di karboksiasi oleh enzim dopa dekarboksilase

menjadi dopamin di dalam sitoplasma neuron prasinaps.


6

c. Lalu dopamin dibawa menuju vesikel-vesikel sinaps oleh suatu sistem

pengangkutan amina yang juga terlibat dalam ambilan ulang

norepinefrin yang telah terbentuk

d. Suatu potensial aksi yang sampai ke taut saraf memicu pemasukan ion

kalsium dari cairan ekstraseluler ke dalam sitoplasma neuron.

e. Peningkatan kalsium tersebut menyebabkan vesikel-vesikel di dalam

neuron berfusi dengan membran sel dan mengeluarkan isi vesikel ke

dalam sinaps.

f. Norepinefrin yang dilepaskan dari vesikel sinaps berdifusi melintasi

celah sinaps dan berikatan dengan reseptor pascasinaps pada organ

efektor atau reseptor prasinaps pada ujung neuron.

g. Norepinefrin dapat berdifusi keluar dari celah sinaps dan masuk ke

dalam sirkulasi umum, dimetabolisme menjadi derivat O-termetilasi

oleh katekol O-metiltransferase terkait-membran sel pascasinaps di

dalam celah sinaps, atau ditarik ulang oleh sistem uptake yang

memompa noreponefrin menuju ke dalam neuron.

h. Setelah masuk kembai ke dalam sitoplasme neuron adrenergik,

norepinefrin dapat dimasukkan ke dalam vesikel adrenergik melalui

sistem pengangkutan amina dan akan disimpan utnuk dilepaskan lagi

ketika ada potensi aksi lai, atau norepinefrin tetap berada dalam ruang

penyimpanan yang terlindungi.


7

Berdasarkan efeknya terhadap rangsangan, reseptor kolinergika

dibagi dalam 2 jenis, yakni resptor-muskarin dan resptor nikotin, yang

masing-masing menghasilkan efek berlainan (Tjay dan Rahardja, 2002):

1. Reseptor muskarin (M) berada di neuron postganglioner dan dapat

dibagi dalam minimal 3 subtipe, yakni reseptor-M1,-M2, ddan M3.1,2.

Ketiga jenis reseptor ini bila dirangsang memberika efek yang

berlainan

2. Reseptor nikotin 9N) terutama terdapat di pelat-pelat ujung myoneural

dari otot kerangka dan di ganglia otonom (simpatis dan parasimpatis).

Stimulasi reseptor ini oleh kolinergika (neostigmin dan piridostigmin)

menimbulkan efek menyerupai adrenergika, jadi bersifat berlawanan

sama sekali.

Adrenergika dapat dibagi dalam dua kelompok menurut titik

kerjanya di sel-sel efektor dari organ-ujung, yakni reseptor-alfa dan

reseptor-beta. Pada umumnya stimulasi dari masing-masingresptor itu

menghasilkan efek-efek sebagai berikut (Tjay dan Rahardja, 2002).:

- Alfa-1 : menimbulkan vasokontriksi dari otot polos dan menstimulir sel-

sel kelenjar dengan bertambahnya antara lain sekresi liur dan keringat.

- Alfa-2 : menghambat pelepasan NA pada saraf-saraf adrenergic

dengan turunnya tekanan darah. Mungkin pelepasan ACh di saraf

kolinergis dalam usus pun terhambat sehingga antara lain

menurunnya peristaltis
8

- Beta-1 : memperkuat daya dan frekuensi kontraksi jantung (efek

inotrop dan kronotrop)

- Beta-2 : bronchodilatasi dan stimulasi metabolism glikogen dan lemak

Penggolongan obat SSO dapat juga sebagai berikut (Mycek,

Mary.J, dkk. 2001) :

1. Agonis kolinergik

Agonis kolinergik dibagi menjadi 3 kelompok yaitu:

a) Bekerja langsung

Obat-obat yang termasuk dalam kelompok ini yaitu:

Asetilkolin, betanekol, karbakol, dan pilokarpin.

b) Bekerja tak langsung (reversibel)

Obat-obat yang termasuk dalam kelompok ini yaitu:

edrofonium, neostigmin, fisostigmin, dan piridostigmin.

c) Bekerja tak langsung (ireversibel)

Obat-obat yang termasuk dalam kelompok ini yaitu: ekotiofat

dan isoflurofat.

2. Antagonis kolinergik

Antagonis kolinergik terbagi ke dalam 3 kelompok, yaitu:

a) Obat antimuskarinik

Obat-obat yang termasuk dalam kelompok ini yaitu: atropin,

ipratropium, dan skopolamin.


9

b) Penyekat ganglionik

Obat-obat yang termasuk dalam kelompok ini yaitu:

mekamilamin, nikotin, dan trimetafan.

c) Penyekat neuromuskular

Obat-obat yang termasuk dalam kelompok ini yaitu:

atrakurium, doksakurium, metokurin, mivakurium, pankuronium,

piperkuronium, rokuronium, suksinilkolin, tubokurarin, dan

vekuronium.

3. Agonis adrenergik

Agonis adrenergik terbagi ke dalam 3 kelompok, yaitu:

a) Bekerja langsung

Obat-obat yang termasuk dalam kelompok ini yaitu:

albuterol, klonidin, dobutamin, dopamine, epinefrin, isopreterenol,

metapreterenol, metoksamin, norepinefrin, fenilefrin, ritodrin, dan

terbutalin.

b) Bekerja tak langsung

Obat-obat yang termasuk dalam kelompok ini yaitu:

amfetamin dan tiramin.

c) Bekarja ganda

Obat-obat yang termasuk dalam kelompok ini yaitu: efedrin

dan metaraminol.

4. Antagonis adrenergik

Antagonis adrenergik terbagi ke dalam 3 kelompok, yaitu:


10

a) Penyekat-

Obat-obat yang termasuk dalam kelompok ini yaitu:

doxazosin, fenoksinbenzamin, fentolamin, prazosin, dan terazosin.

b) Penyekat-

Obat-obat yang termasuk dalam kelompok ini yaitu:

asebutolol, atenolol, labetalol, metoprolol, nadolol, pindolol,

propranolol, dan timolol.

Pilocarpine, pengguna topical pilocarpine pada korenea dapat

menimbulkan miosis secara cepat dan kontraksi otot siliaris. Salah satu

pemacu sekresi kelenjar paling poteon pada kelenjar keringat, air mata

dan saliva. Obat ini merangsang keringat dan salvias berlebihan. Obat ini

sangat efektif untuk membuka anyaman trabekular sekitar kanal schlemm

sehingga menyebabkan penurunan tekanan bola mata dengan segera

karena cairan bola mata dapat keluar dengan lancer (Harvey dan

Champe, 2013).

Physostigmine mempunyai efek yang luas karena mampu memacu,

tidak saja, lokasi muskarinik dan nikotinik pada sistem saraf otonom, tetapi

juga reseptor nikotinik pada taut neuromuscular. Obat ini meningkatkan

motilitas usus dan kandung kemih, digunakan untuk mengobati overdosis

obat-obat antikolinergik(Harvey dan Champe, 2013).

Atropine menghambat semua aktivitas kolinergik pada mata

ehingga menimbulkan midriasis yang presisten. Digunakan untuk

mengurangi aktivitas saluran cerna. Atropine menghambat kerja saliva


11

sehingga timbul efek pengeringan pada lapisa mukosa mulut. Kelenjar

keringat dan air mata juga dipengaruhi (Harvey dan Champe, 2013).

Epinefrin memperkuat kontraktilitas kardium dan meningkatkan

kecepatan kontraksinya, karena itu curah jantung meningkat. Akibatnya

kebutuhan oksigen dalam miokardium meningkat. Epinefrin disintesis dari

tirosin dalam medulla adrenal dan dilepaskan bersama dengan sejumlah

kecil norepinefrin, ke dalam aliran darah. Epinefrin berinteraksi dengan

reseptor dan (Harvey dan Champe, 2013).

Propranolol mengurangi curah jantung dan bersifat inotropik dan

kronotropik negative. Obat ini secara langsung menekan aktivitas

sinoatrium dan atrioventrikel. Pengurangan curah jantung berimbas pada

penurunan tekanan darah. Penghambatan reseptor 2 dalam paru pasien

yang rentan menyebabkan kontraksi otot polos bronkiolus. Propranolol

menurunkan tekanan darah pada hipertensi melalui beberapa mekanisme

utamanya (Harvey dan Champe, 2013).

Guanethidine menghambat pelepasan norepinefrin simpanan dan

juga perpindahn norepinefrin dari vesikel penyimpanan (sehingga

menghasilkan peningkatan tekanan darah secara singkat).keadaan ini

menyebabkan penurunan noreepinefrin secara bertahap pada ujung saraf,

kecuali pada SSP. Kepekaan yang tinggi terhadap norepinefrin akibat

pengosongan amina dapa menimbulkan krisis hipertensi pada pasine

feokromositoma (Harvey dan Champe, 2013).


12

B. Uraian Probandus & Hewan Coba

a. Uraian Bahan

1. Cendocarpine (Ganiswara, 2007)

Komposisi : Tiap 5 tetes mengandung pilokarpin HCl1%

Indikasi : Antiglukoma dan miotikum

Kontraindikasi : -

Produksi : Ethica

Nama paten lain : Adrenal, epicarpine

Efek samping : Gangguan SSP, Aritmia jantung, edema paru

2. Cendrotropine (Ganiswara, 2007)

Komposisi : Antropin sulfat 45 mg

Indikasi : Sebagai midriatikum, spasmodik saluran cerna,

keracunan organofosfat dan oftalmik

Kontraindikasi : Penderita jantung dan penderita glukoma,

sudut sempit serta penderita hipertensi

Nama paten lain : Atrovent

Efek samping : Bradikardi, retensi urin, midriasis

3. Epinefrin (Ganiswara, 2007)

Zat aktif : Epinefrin

Golongan Obat : Anti alergi

Indikasi : Pengobatan anfilaksis, berupa bronkospasme

akut atau eksaserbasi asma yang berat

Kontra indikasi : Hipersensitif terhadap anestesi local tipe amida


13

Efek samping : Kecemasan, pusing, penglihatan kabur, sedasi,

tinnitus.

Farmakokinetik : Metabolisme : diambil oleh saraf adrenergic dan

dimetabolisme oleh monoamine oksidase dan

katekol-o-metiltransferase.

Farmakodinamik : Obat dalam sirkulasi mengalami metabolism di

hepar. Eksresi urin atau sebagai inaktif

metanefrin, dan sulfat dan derivate hidroksi

asam mandelat.

Interaksi obat : Potensiasi dengan anti aritmia. Adrenalin

menekan respon antidepresan trisiklik,

penghambat saraf adrenergik dan resiko aritmia

jantung meningkat dengan anestesi halogen dan

glikosida

Dosis obat : Injeksi parenteral, Dewasa : 0,3-0,5 mg SC atau

IM, dapat diulangh bila perlu tiap 10 15 menit.

Anak-anak dan bayi : 0,01 mg/kg atau 0,3 mg.

Waktu paruh : 4 jam

Diabsorpsi di saluran cerna

Diekskresi di ginjal

Dosis : - Biasanya diawali dengan 2 x 4 Ommg/hari

- Pada gangguan ritma jantung 0,5 setiap 2

menit sampai dosis sebesar 0,1 mg/gk


14

4. Bisoprolol

Indikasi :

Penyakit aninga pektoris, hipertensi, aritmia supraventrikular,

hipertiroidisme, ansietas, glukoma(Staf pengajar departemen

farmakologi, 2008).

Efek samping:

Gagal jantung kongestid, bradikarida, gejala putus obat,

bronkospasme pada penderita asma, pada penderita diabetes melitus,

-bloker akan memblok tanda-tanda hipoglikemia, impotensi, SSP

serta depresi, mimpi buruk, dan insomnia (Staf pengajar departemen

farmakologi, 2008).

Kontra indikasi :

Gagal jantung, hipotensi, asma, dan blok AV(Staf pengajar

departemen farmakologi, 2008).

Dosis :

Oral 1 dd 5-10 mg (Tjay dan Rahardja, 2002).

b. Uraian Hewan (Malole, 1989)

1. Klasifikasi Hewan Coba Mencit ( Mus Musculus )

Kingdom : Animalia

Phylum : Cordata

Sub Phylum : Vertebrata

Class : Mamalia

Ordo : Rodentia
15

Family : Muridae

Genus : Mus

Spesies :Mus musculus

Karakteristik

Berat badan dewasa : 20 40g jantan ; 18 35g betina

Mulai dikawinkan : 8 minggu (jantan dan betina)

Lama kehamilan : 19 21 hari

Jumlah pernapasan : 140 180/menit, turun menjadi 80

dengan anestesi, naik sampai 230 dalam

stress.

Tidal volume : 0,09 - 0,23

Detak jantung : 600-650/menit, turun menjadi 350

dengan anestesi, naik sampai 750 dalam

stress.

Volume darah : 76-80 ml/kg

Tekanan darah : 130-160 siistol; 102-110 diastol, turun

menjadi 110 sistol, 80 diastol dengan

anestesi.

Kolesterol : 26,0-82,4 mg/100 ml


16

BAB III

METODOLOGI PERCOBAAN

A. Alat dan Bahan

a. Alat yang digunakan

Adapun alat yang digunakan pada percobaan ini yaitu labu ukur

5 mL, lap halus, lap kasar, spoit 1 mL, stopwatch.

b. Bahan yang digunakan

Adapun bahan yang digunakan pada percobaan ini yaitu

antiseptik, aqua pro injeksi, bisoprolol. cendocarpine,

cendrotropine, epinefrin, dan Na CMC.

B. Prosedur kerja

a. Penyiapan Hewan Coba

Percobaan ini menggunakan 5 ekor mencit yang dibagi pada 5

kelompok, yaitu dengan 1 ekor mencit perkelompok. Dipilih mencit

yang sehat dan berat badan yang sesuai. Mencit ditimbang agar

nantinya dapat diketahui volume pemberian dosisnya kemudian

dikelompokkan berdasarkan jenis kelaminnya. Lalu mencit diberi

tanda.

b. Perlakuan Hewan Coba

Siapkan 5 ekor mencit dengan bobot 20 g30 gr, kemudian

mencit dikelompokkan menjadi 5 kelompok. Kelompok I, mencit diberi

Cendocarpine secara IP. Kelompok II, mencit diberi Cendotropine

secara IP. Kelompok III, mencit diberi Cendotropine secara IP,


17

mencit kemudian diberi Cendocarpine secara IP. Kelompok IV,

mencit diberi Epinefrin secara IP. Kelompok V, mencit diberi

bisoprolol secara oral dan epinefrin secara IP.

c. Pembuatan Bahan

1. Cendocarpine

Dihitung dosis umum dan dosis maksimal untuk mencit,

kemudian dibuat larutan stoknya sebanyak 0,3 mg/5 mL, dengan

mengambil cendocarpine dari botol obat sebanyak 0,75 mL

menggunakan spoit, kemudian dimasukkan ke dalam labu ukur 5

mL ditambahkan dengan aquades pro injeksi sampai batas tanda.

2. Cendotropine

Dihitung dosis umum dan dosis maksimal untuk mencit,

kemudian dibuat larutan stoknya sebanyak 0,15 mg/5 mL, dengan

mengambil cendotropine dari botol obat sebanyak 0,75 mL

menggunakan spoit, kemudian dimasukkan ke dalam labu ukur 5

mL ditambahkan dengan aquades pro injeksi sampai batas tanda.

3. Epinefrin

Dihitung dosis umum dan dosis maksimal untuk mencit,

kemudian dibuat larutan stoknya sebanyak 0,025 mg/5mL, dengan

mengambil epinefrin dari botol obat sebanyak 0,525 mL

menggunakan spoit, kemudian dimasukkan ke dalam labu ukur 5

mL ditambahkan dengan aquades pro injeksi sampai batas tanda.

4. Bisoprolol
18

Dihitung dosis umum dan dosis maksimal untuk mencit,

kemudian dibuat larutan stoknya sebanyak 0,15 mg/5 mL,

kemudian obat ditimbang sebanyak 1,241 mg dan dilarutkan dalam

5 mL larutan Na CMC.
19

BAB IV

HASIL DAN PEMBAHASAN

A. Hasil

a. Kelompok 1 ( cendotropine )

Perlakuan BB Pengamatan pada menit


Obat : cendotropine 15 30 60 90
Miosis - -
Midriasis - - -
Diare - - - -
Tremor - - - -
Vasodilatasi 22 g - - -
Vasokontriksi - -
Grooming - - -
Piloereksi - - -
Takikardia - -
Bradikardia - -
Saliva - - - -

Keterangan :

1. miosis : pupil mata menyempit


2. Midriasis : pupil mata melebar
3. Diare : peningkatan peristaltis nampak pada feses yang cair
4. Tremor : gemetar pada tubuh
5. Vasodilatasi : pembuluh darah tepi melebar
6. Vasokontriksi : pembuluh darah tepi menyempit
7. Grooming : mengusap-usap muka
8. Piloereksi : bulu-bulu badan berdiri (merinding)
9. Takikardia : kontraksi jantung meningkat
10. Bradikardia : kontraksi jantung menurun
11. Saliva: kuantitas air ludah (kental/encer)
20

b. Kelompok 2 ( cendocarpine )

Perlakuan BB Pengamatan pada menit


Obat : cendocarpine 15 30 60 90
Miosis - - -
Midriasis -
Diare - -
Tremor - -
Vasodilatasi 26 g - - -
Vasokontriksi
Grooming -
Piloereksi - - -
Takikardia -
Bradikardia - -
Saliva - -

c. Kelompok 3 (cendocarpine + cendotropine)

Perlakuan BB Pengamatan Pada Menit


Obat : cendocarpine &
15 30 60
cendotropine
Miosis - - -
Midriasis - - - - - -
Diare - - - - - -
Tremor - - - -
Vasodilatasi 31 g - - - - - -
Vasokontriksi - - - -
Grooming - - - - -
Piloereksi - - - - - -
Takikardia - - - - -
Bradikardia - - - -
Saliva - - - - - -
21

d. Kelompok 4( epinefrin )

Perlakuan BB Pengamatan pada menit


Obat : epinefrin 15 30 60 90
Miosis - - -
Midriasis -
Diare - - - -
Tremor -
Vasodilatasi 22 g - -
Vasokontriksi - -
Grooming
Piloereksi
Takikardi
Bradikardi - - - -
Saliva - - - -

e. Kelompok 5 ( bisoprorol )

Perlakuan BB Pengamatan pada menit


Obat : bisoprorol 15 30 60 90
Miosis - - -
Midriasis - - -
Diare - - - -
Tremor - - -
Vasodilatasi 20 g - -
Vasokontriksi - - -
Grooming - -
piloereksi - -
Takikardia - - -
bradikardi - - - -
saliva - - - -
22

B. Pembahasan

sistem saraf otonom merupakan sistem saraf tak sadar yang

dimana sistem ini mengendalikan segala kegiatan di tubuh yang bekerja

otomatis, sistem saraf otonom mengatur kegiatan organ di tubuh seperti

otot perut, jantung, pembuluh darah dan sebagainya. Sistem saraf otonom

terbagi menjadi dua bagian yaitu simpatis dan parasimpatis.

untuk simpatis terbagi menjadi dua yaitu agonis adrenergik dan

antagonis adrenergik. Efek farmakodinamik yang diberikan ketika

mengonsumsi obat golongan agonis adrenergik adalah terjadi midriasis,

bronkodilatasi, takikardia, vasokontriksi, kelenjar ludah, keringat

berkurang, peristaltik otot usus dan lambung berkurang sedangkan efek

farmakodinamik yang diberikan ketika mengonsumsi obat golongan

antagonis adrenergik adalah kebalikan dari efek obat agonis adrenergik.

Untuk prasimpatis juga terbagi menjadi dua yaitu agonis kolinergik

dan antagonis kolinergik. Efek farmakodinamik dari obat agonis kolinergik

adalah miosis, tremor, bronkokontriksi, bradikardia, vasodilatasi, kelenjar

ludah , keringat, dan air mata bertambah, dieresis. Sedangkan untuk obat

antagonis kolinergik efek farmakodinamiknya kebalikan dari efek obat

agonis kolinergik.

Pada percobaan kali ini, hewan coba yang diujikan adalah mencit

yang berukuran 31 g dengan volume pemberian 1 mL. digunakan hewan

mencit karena mencit memiliki model organ tubuh yang sama dengan
23

manusia digunakan dalam percobaan ini adalah cendotropine dan

cendocarpine

Mekanisme kerja dari obat cendocarpine adalah dapat

menimbulkan miosis secara cepat dan kontraksi otot silindris, penglihatan

akan terpaku pada jarak tertentu sehingga sulit untuk memfokuskan.

Merupakan salah satu pemacu sekresi kelenjar paling poten pada kelenjar

keringat, air mata, saliva. Obat ini digunakan untuk terapeutik pada

penderita glaukoma. Efek sampingnya dapat mencapai otak dan

menyebabkan gangguan SSP dan merangsang keringat dan salvias yang

berlebihan.

Mekanisme kerja dari cendotropine dimana mengandung atropine

yaitu menghambat semua aktivitas kolinergik pada mata sehingga

menimbulkan midriasis (dilatasi pupil), mata menjadi tidak bereaksi

terhadap cahaya dan sikloplegika (ketidakmampuan memfokuskan pada

penglihatan dekat). Digunakan untuk mengurangi aktivitas saluran cerna.

Atropine juga menimbulkan efek divergen pada sistem kardiovaskular,

tergantung dari dosisnya. Atropine juga menghambat kelenjar saliva

sehingga timbuk efek pengeringan pada mukosa mulut, kelenjar keringat

dan kelenjar air mata juga terpengaruhi, penghambat sekresi pada

kelenjar keringat dapat menyebabkan peningkatan suhu tubuh.

Pada hewan kelompok 3, mencit diberikan obat cendocarpine

secara i.p dimana obat cendocarpine mengandung pilocarpine.

Pilocarpine merupakan obat golongan agonis kolinergik. Jika dilihat dari


24

hasil praktikum, pada menit 15, mencit yang telah diberikan obat

cendocarpine mengalami miosis atau biasa disebut pupil mata

menyempit dan mengalami bradikardia atau disebut dengan kontraksi

jantung menurun. Hal ini sesuai dengan literatur dimana efek

farmakodinamik dari cendokarpine adalah miosis dan bradikardia yang

merupakan golongan obat agonis kolinergik kerja langsung. Selanjutnya

diamati pada menit 30 dimana mencit mengalami miosis atau pupil mata

menyempit, mengalami tremor, vasokontriksi atau pembuluh darah tepi

menyempit dapat dilihat pada warna ujung telinga (cuping) berwarna

putih, dan mengalami bradikardia atau kontraksi jantung menurun. Hal ini

tidak sesuai dengan literatur dimana mencit yang diinduksi cendocarpine

efek farmakodinamiknya adalah vasokontriksi yang seharusnya

mengalami vasodilatasi atau pelebaran pembuluh darah.

Kemudian mencit diinduksi dengan obat cendotropine. Efek

farmakodinamik yang muncul setelah diinduksi cendotropine dari menit

30 hingga menit 60, efek farmakodinamik yang muncul hampir sama

dengan efek farmakodinamik yang muncul pada menit 30 pada saat

diinduksi obat cendocarpine, hanya saja pada menit 60, mencit

mengalami grooming atau mengusap-usap muka dan mencit mengalami

takikardia. Efek farmakodinamik takikardia telah sesuai dengan literatur

namun efek farmakodinamik yang lainnya tidak sesuai literatur dimana

efek farmakodinamik yang muncul seharusnya berbeda karena diberikan

obat yang berbeda yaitu pertama cendocarpine lalu cendotropine dan


25

kedua obat ini efek farmakodinamiknya berlawanan dimana

cendotropine merupakan golongan obat antagonis kolinergik yang

menghambat terjadinya efek dari obat cendocarpine yang merupakan

golongan obat agonis kolinergik.

Dari percobaan diatas, beberapa efek farmakodinamik yang muncul

pada mencit setelah diinduksi obat tidak sesuai dengan literatur. Hal ini

disebabkan oleh faktor- faktor kesalahan, dimulai dari awal penandaan

mencit yang tidak disesuaikan dengan berat badan mencit sehingga

berpengaruh pada volume pemberiannya. Kemudian efek-efek

farmakodinamik lain yang tidak diperhatikan secara detail seperti diare

dan saliva dari mencit atau dapat terjadi kesalahan pada prosedur

pengerjaannya.
26

BAB V

KESIMPULAN DAN SARAN

A. Kesimpulan

Dari hasil praktikum ini, maka dapat disimpulkan bahwa efek

farmakodinamik dari mencit yang telah diberikan obat cendocarpine

secara i.p adalah pada menit ke 15 mengalami miosis dan bradikardia,

pada menit 30 mengalami miosis, tremor, vasokontriksi, dan bradikardia.

Lalu pada menit 30 hingga 60 mencit diinduksi obat cendotropine

mengalami miosis, tremor, vasokontriksi, grooming, dan takikardia.

B. Saran

Adapun saran untuk asisten untuk membimbing koordinator hewan

mengenai pemberian tanda pada mencit sehingga tidak terjadi kesalahan

dalam pemberian tanda pada mencit. Saran untuk laboratorium adalah

tetap dijaga kebersihan dan kenyamanan di laboratorium.


27

DAFTAR PUSTAKA

Ganiswara. G. Sulistia. 2007, Farmakologi dan Terapi edisi 5, Balai


Penerbit FKUI, Jakarta.

Harvey, Richard A dan Champe, P., 2013, Farmakologi Ulasan


Bergambar Edisi 4, Jakarta:EGC
Malole, M.B.M. 1989. Penggunaan Hewan-Hewan Percobaan
dilaboratorium.Pusat antar Universitas Bioteknologi IPB: Bogor.

Mycek, Mary. J. dkk. 2001. Farmakologi Ulasan Bergambar Edisi 2.


Jakarta: Widya medika.

Sloane, Ethel., 2004. Anatomi dan Fisiologi untuk Pemula. Jakarta:EGC.


Staf Pengajar Departemen Farmakologi., 2008, Kumpulan Kuliah
Farmakologi Edisi 2, Penerbit Buku Kedokteran EGC, Jakarta.
Tjay, T.H. dan rahardja, K., 2002. Obat-Obat Penting. Jakarta : PT Elex
Media Kompoitindo Gramedia.
28

LAMPIRAN

Perhitungan dosis :

a. Cendokarpin

Untuk 2 mencit (dibuat dalam 5 mL)

Dosis obat = 10 mg/5 mL

Penyelesaian:
10 mg
- Dosis umum manusia = 60 kg/BB = 0,166 mg/kg BB

KM A
- Dosis Umum Mencit = Dosis Umum manusia x KM B

37
= 0,166 mg/kgBB x 3

= 2,047 mg/kgBB
2,047 mg
- Dosis max mencit = x 30 gr
1000 gr

= 0,061 mg
VYD
- Larutan stok = Vp max mencit x dosis max

5 mL
= 1 mL x 0,061 mg

= 0,3 mg / 1 mL

- Pengenceran

10 mg/5 mL = 2 mg/mL 5 mL (2 mg/5 mL)

X 5 mL (0,3 mg/5 mL)


x
x 2 = 0,3
5

x = 0,75 mg/5 mL
29

M1V1 = M2V2

2 mg x V1 = 0,3 mg x 5 mL

V1 = 0,75 mg/5 mL

b. Cendotropin

Untuk 2 mencit (dibuat dalam 5 mL)

Dosis obat = 5 mg/5 mL

Penyelesaian:
5 mg
- Dosis umum manusia = 60 kg/BB = 0,083 mg/kg BB

KM A
- Dosis Umum Mencit = Dosis Umum manusia x KM B

37
= 0,083 mg/kgBB x 3

= 1,023 mg/kgBB
1,023 mg
- Dosis max mencit = x 30 gr
1000 gr

=0,03 mg
VYD
- Larutan stok = Vp max mencit x dosis max

5 mL
= 1 mL x 0,03 mg

= 0,15 mg / 1 mL

- Pengenceran

5 mg/5 mL = 1 mg/mL 5 mL (1 mg/5 mL)

X 5 mL (0,15 mg/5 mL)


x
x 1 = 0,15
5
30

x = 0,75 mg/5 mL

M1V1 = M2V2

2 mg x V1 = 0,3 mg x 5 mL

V1 = 0,75 mg/5 mL

c. Epinefrin

Untuk 2 mencit (dibuat dalam 5 mL)

Dosis obat = 1 mg/mL

Penyelesaian:
1 mg
- Dosis umum manusia = 60 kg/BB = 0,16 mg/kg BB

KM A
- Dosis Umum Mencit = Dosis Umum manusia x KM B

37
= 0,16 mg/kgBB x 3

= 0,197 mg/kgBB
0,197 mg
- Dosis max mencit = x 30 gr
1000 gr

=0,005 mg
VYD
- Larutan stok = Vp max mencit x dosis max

5 mL
= 1 mL x 0,005 mg

= 0,025 mg / 5 mL

- Pengenceran

1 mg/mL = 1 mg/mL 5 mL (1 mg/5 mL)

1 mL 5 mL (0,04 mg/5 mL)


31

X 5 mL (0,025 mg/ 5 mL)


x
x 2= 0,025
5

x = 0,625 mg/5 mL

M1V1 = M2V2

0,2 mg x V1 = 0,025 mg x 5 mL

V1 = 0,625 mg/5 mL

d. Bisoprol

Untuk 1 mencit (dibuat dalam 5 mL)

Dosis obat = 5 mg/ mL

Penyelesaian:
5 mg
- Dosis umum manusia = 60 kg/BB = 0,083 mg/kg BB

KM A
- Dosis Umum Mencit = Dosis Umum manusia x KM B

37
= 00,083 mg/kgBB x 3

= 1,023 mg/kgBB
1,023 mg
- Dosis max mencit = x 30 gr
1000 gr

=0,03 mg
VYD
- Larutan stok = Vp max mencit x dosis max

5 mL
= 1 mL x 0,03 mg

= 0,15 mg / 5 mL

0,03 mL
- Berat yang ditimbang = x 206,92 mg = 1,241 mg
5 mL
32

Skema Kerja :

Sistem Saraf Otonom

Disiapkan 5 hewan coba



Ditimbang hewan coba dan di hitung Vp

Diinduksi obat

Kelompok 1 Kelompok 2 Kelompok 3 Kelompok 4 Kelompok 5


Cendotropine Cendocarpine epinefrin epinefrin Bisoprolol
Secara i.p secara i.p secara i.p secara i.p secara oral
+
Epinefrin
Secara i.p

Diamati mencit pada menit 15,30,60,90

Gambar :

Anda mungkin juga menyukai