Anda di halaman 1dari 28

BAB I

IDENTITAS PASIEN

IDENTITAS PASIEN
Nama : Tn. M
Umur : 20 Tahun
Jenis kelamin : Laki-laki
Alamat : Kairatu
Agama : Islam
Pekerjaan : Polisi
Tgl masuk RS : 24 Oktober 2017

ANAMNESA
Keluhan Utama : Sakit perut

Keluhan tambahan :

Mual, Muntah

Riwayat Penyakit Sekarang

Pasien datang ke IGD RS. GPM mengeluh nyeri perut kanan bawah 1 hari SMRS, nyeri
dirasakan hilang timbul, nyeri berlangsung 5 menit, nyeri bertambah bila pasien sedang
duduk serta batuk, berkurang apabila pasien berbaring. pasien juga mengeluh nyeri sampai
merasa mual bahkan muntah sebanyak 2x.
Riwayat Pengobatan
tidak sedang mengkonsumsi obat-obatan
Riwayat Penyakit Dahulu
Dua minggu yang lalu dioperasi varikokel
Riwayat Penyakit Keluarga
tidak ada keluarga yang menderita penyakit serupa

1
PEMERIKSAAN FISIK
Keadaan umum
Pasien tampak lemah
KU : Tampak Sakit Sedang
Kesadaran : Compos mentis
Status gizi : Tinggi badan 163 cm, Berat badan 54 Kg. IMT = 17,88 (status gizi baik)
Vital sign
Tekanan Darah : 100/60 mmHg
Nadi : 107x/menit, teratur, kuat
Suhu : 37oC
Respiratory rate : 20x/menit
SpO2 : 98%
VAS :7

Pemeriksaan generalis
Kepala
Mata : konjungtiva anemis -/-, sklera ikterik -/-, mata cekung -/-
Hidung : tidak tampak deviasi
Bibir : tidak tampak sioanosis, mukosa kering.
Leher : JVP : 5 2 mmHg, pembesaran KGB (-)
Thorax & Abdomen
Pulmo : Inspeksi : normochest, simetris kiri=kanan
Palpasi : taktil fremitus kiri=kanan
perkusi : sonor, batas paru hepar ICS V kanan
Auskultasi : Suara nafas vesikuler, Rh -/-, Wh -/-
Cor : Inspeksi : iktus cordis tidak tampak
Palpasi : iktus cordis tidak kuat angkat
Perkusi : pekak, batas jantung dalam batas normal
Auskultasi : BJ I-II reguler, murmur (-), gallop (-)
Abdomen : Inspeksi : Datar, warna=sekitar
Auskultasi : BU 3-5x/menit

2
Palpasi : nyeri tekan Mc Burney (+), nyeri lepas (+), rovsing sign (+), Psoas
sign (+), massa (-)
Perkusi : timpani

PEMERIKSAAN PENUNJANG

Hematologi Hasil Nilai rujukan satuan

WBC 17,3 (H) 4.00 10.0 [10/UL]


RBC 5,43 4.00 6.00 [10/UL]
HGB 15,8 12.0 16.0 [g/DL]
HCT 45,0 37.0 48.0 [%]
PLT 262 150 - 400 [10/ul]

URINE LENGKAP

Urine Hasil Urine Hasil


Warna Merah Eritrosit 1-3 lp
Kejernihan Agak keruh Leukosit 1-3 lp
Protein Negatif Epitel 6
Tripel Ca
Reduksi Negatif Kristal
Oxalat
Bilirubin Negatif Cylinder Negatif
Urobilin Negatif Lain-lain Negatif
Keton ++

3
USG ABDOMEN

Kesimpulan :
Suspect Appendisitis dd mesentrika
adenitis

DIAGNOSA
1. APPENDISITIS AKUT
2. URETEROLITIASIS

TERAPI

IVFD RL 24 tpm (makro)


Injeksi Ceftriaxone 2x1gr iv
Injeksi Ondansentron 2x1 ampul iv
Injeksi Ranitidin 2x1 ampul iv
Injeksi ketorolac 2x1 ampul iv
diet lunak
konsul dokter spesialis Bedah

PROGNOSIS
Dubia at bonam

4
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
I. DEFINISI
Apendisitis adalah radang yang timbul pada apendiks dan merupakan salah satu kasus
akut abdomen yang paling sering ditemui.1 Infeksi menyebabkan pembengkakan apendiks
bertambah (edema) dan semakin iskemik karena terjadi trombosis pembuluh darah intramural
(dinding apendiks). Apendisitis perforasi terjadi ketika sekresi mukus terus berlanjut, dan
tekanan dalam ruang appendiks terus meningkat dan menyebabkan obstruksi vena, edema
bertambah, bakteri menembus dinding apendiks, lalu arteri terganggu dann terjadi infark
dinding apendiks yang diikuti dengan gangrene dan pecahnya dinding apendiks yang telah
rapuh. 1

II. ANATOMI, FISIOLOGI, DAN EMBRIOLOGI APPENDIX

Gambar 1. Letak anatomi Appendix vermicularis

Appendix merupakan derivat bagian dari midgut yang terdapat di antara Ileum dan Colon
ascendens. Caecum terlihat pada minggu ke-5 kehamilan dan Appendix terlihat pada minggu
ke-8 kehamilan sebagai suatu tonjolan pada Caecum. Awalnya Appendix berada pada apeks
Caecum, tetapi kemudian berotasi dan terletak lebih medial dekat dengan Plica ileocaecalis.
Dalam proses perkembangannya, usus mengalami rotasi. Caecum berakhir pada kuadran kanan
bawah perut. Appendix selalu berhubungan dengan Taenia caecalis. Oleh karena itu, lokasi
akhir Appendix ditentukan oleh lokasi Caecum.2

5
Gambar 2. Appendix vermicularis

Vaskularisasi Appendix berasal dari percabangan A. ileocolica. Gambaran histologis


Appendix menunjukkan adanya sejumlah folikel limfoid pada submukosanya. Pada usia 15
tahun didapatkan sekitar 200 atau lebih nodul limfoid. Lumen Appendix biasanya mengalami
obliterasi pada orang dewasa. 2

Gambar 3. Potongan transversa Appendix

Panjang Appendix pada orang dewasa bervariasi antara 2-22 cm, dengan rata-rata
panjang 6-9 cm. Meskipun dasar Appendix berhubungan dengan Taenia caealis pada dasar
Caecum, ujung Appendix memiliki variasi lokasi seperti yang terlihat pada gambar di bawah
ini. Variasi lokasi ini yang akan mempengaruhi lokasi nyeri perut yang terjadi apabila
Appendix mengalami peradangan. 2

6
Gambar 4. Variasi lokasi Appendix vermicularis

Awalnya, Appendix dianggap tidak memiliki fungsi. Namun akhir-akhir ini, Appendix
dikatakan sebagai organ imunologi yang secara aktif mensekresikan Imunoglobulin terutama
Imunoglobulin A (IgA). Walaupun Appendix merupakan komponen integral dari sistem Gut
Associated Lymphoid Tissue (GALT), fungsinya tidak penting dan Appendectomy tidak akan
menjadi suatu predisposisi sepsis atau penyakit imunodefisiensi lainnya. 2

III. EPIDEMIOLOGI
Peradangan pada appendix ini dapat ditemukan pada masyarakat dari berbagai usia, dan
juga dari berbagai kalangan yang berbeda pula. Terdapat sekitar 250.000 kasus appendicitis
yang terjadi di Amerika Serikat setiap tahunnya dan terutama terjadi pada anak usia 6 10
tahun. Di Indonesia sendiri belum ada data pasti yang menyatakan jumlah insiden appendicitis,
namun insiden terbanyak terjadi pada usia 10 30 tahun, dengan jumlah penderita pria lebih
banyak daripada wanita. Walaupun appendicitis ini dapat ditemukan pada berbagai usia, namun
angka komplikasi tertinggi ada pada penderita pada rentang usia muda (anak anak) dan usia
tua, di mana angka komplikasi berupa perforasi appendix diikuti dengan peritonitis generalisata
cukup tinggi. 1

Insiden di negara maju lebih tinggi dibandingkan dengan di negara berkembang. Namun
dalam tiga-empat dasawarsa terakhir menurun secara bermakna. Kejadian ini diduga karena
meningkatnya penggunaan makanan berserat dalam menu sehari-hari. Insidensi pada laki-laki
dan perempuan umumnya sebanding. Kecuali pada umur 20-30 tahun insidensi pada laki-laki
lebih tinggi. 1

7
IV. ETIOLOGI
A. Obstruksi
Obstruksi lumen adalah penyebab utama pada Appendicitis acuta. Fecalith merupakan
penyebab umum obstruksi Appendix, yaitu sekitar 20% pada anak dengan Appendicitis akut
dan 30-40% pada anak dengan perforasi Appendix. Penyebab yang lebih jarang adalah
hiperplasia jaringan limfoid di sub mukosa Appendix, barium yang mengering pada
pemeriksaan sinar X, biji-bijian, gallstone, cacing usus terutama Oxyuris vermicularis. Reaksi
jaringan limfatik, baik lokal maupun generalisata, dapat disebabkan oleh infeksi Yersinia,
Salmonella, dan Shigella; atau akibat invasi parasit seperti Entamoeba, Strongyloides,
Enterobius vermicularis, Schistosoma, atau Ascaris. Appendicitis juga dapat diakibatkan oleh
infeksi virus enterik atau sistemik, seperti measles, chicken pox, dan cytomegalovirus.
Insidensi Appendicitis juga meningkat pada pasien dengan cystic fibrosis. Hal tersebut terjadi
karena perubahan pada kelenjar yang mensekresi mukus. Obstruksi Appendix juga dapat
terjadi akibat tumor carcinoid, khususnya jika tumor berlokasi di 1/3 proksimal. Selama lebih
dari 200 tahun, corpus alienum seperti pin, biji sayuran, dan batu cherry dilibatkan dalam
terjadinya Appendicitis. Faktor lain yang mempengaruhi terjadinya Appendicitis adalah
trauma, stress psikologis, dan herediter. 1,3

Gambar 5. Appendicitis (dengan fecalith)

B. Bakteriologi
Flora pada Appendix yang meradang berbeda dengan flora Appendix normal. Sekitar
60% cairan aspirasi yang didapatkan dari Appendicitis didapatkan bakteri jenis anaerob,
dibandingkan yang didapatkan dari 25% cairan aspirasi Appendix yang normal. Diduga lumen
merupakan sumber organisme yang menginvasi mukosa ketika pertahanan mukosa terganggu
oleh peningkatan tekanan lumen dan iskemik dinding lumen. Flora normal Colon memainkan
peranan penting pada perubahan Appendicitis acuta ke Appendicitis gangrenosa dan
Appendicitis perforata. 1,3

8
Appendicitis merupakan infeksi polimikroba, dengan beberapa kasus didapatkan lebih
dari 14 jenis bakteri yang berbeda dikultur pada pasien yang mengalami perforasi. Flora normal
pada Appendix sama dengan bakteri pada Colon normal. Flora pada Appendix akan tetap
konstan seumur hidup kecuali Porphyomonas gingivalis. Bakteri ini hanya terlihat pada orang
dewasa. Bakteri yang umumnya terdapat di Appendix, Appendicitis acuta dan Appendicitis
perforasi adalah Eschericia coli dan Bacteriodes fragilis. Namun berbagai variasi dan bakteri
fakultatif dan anaerob dan Mycobacteria dapat ditemukan. 1,3,4

C. Peranan lingkungan: diet dan higiene


Di awal tahun 1970an, Burkitt mengemukakan bahwa diet orang Barat dengan kandungan
serat rendah, lebih banyak lemak, dan gula buatan berhubungan dengan kondisi tertentu pada
pencernaan. Appendicitis, penyakit Divertikel, carcinoma Colorectal lebih sering pada orang
dengan diet seperti di atas dan lebih jarang diantara orang yang memakan makanan dengan
kandungan serta lebih tinggi. Burkitt mengemukakan bahwa diet rendah serat berperan pada
perubahan motilitas, flora normal, dan keadaan lumen yang mempunyai kecenderungan untuk
timbul fecalith. 1,3

V. PATOFISIOLOGI
Appendisitis biasanya disebabkan oleh penyumbatan lumen apendiks oleh hyperplasia
folikel limfoid, fekalit, benda asing, striktur karena fibrosis akibat peradangan sebelumnya,
atau neoplasma. 1,3

Obstruksi lumen akibat adanya sumbatan pada bagian proksimal dan sekresi normal
mukosa Appendix segera menyebabkan distensi. Kapasitas lumen pada Appendix normal 0,1
mL. Sekresi sekitar 0,5 mL pada distal sumbatan meningkatkan tekanan intraluminal sekitar
60 cmH2O. Distensi merangsang akhiran serabut saraf aferen nyeri visceral, mengakibatkan
nyeri yang samar-samar, nyeri difus pada perut tengah atau di bawah epigastrium. 1,3

Distensi berlanjut tidak hanya dari sekresi mukosa, tetapi juga dari pertumbuhan bakteri
yang cepat di Appendix. Sejalan dengan peningkatan tekanan organ melebihi tekanan vena,
aliran kapiler dan vena terhambat menyebabkan kongesti vaskular. Akan tetapi aliran arteriol
tidak terhambat. Distensi biasanya menimbulkan refleks mual, muntah, dan nyeri yang lebih
nyata. Proses inflamasi segera melibatkan serosa Appendix dan peritoneum parietal pada regio
ini, mengakibatkan perpindahan nyeri yang khas ke RLQ. 1,3,6,7

9
Mukosa gastrointestinal termasuk Appendix, sangat rentan terhadap kekurangan suplai
darah. Dengan bertambahnya distensi yang melampaui tekanan arteriol, daerah dengan suplai
darah yang paling sedikit akan mengalami kerusakan paling parah. Dengan adanya distensi,
invasi bakteri, gangguan vaskuler, infark jaringan, terjadi perforasi biasanya pada salah satu
daerah infark di batas antemesenterik. 1,2,6,7

Di awal proses peradangan Appendix, pasien akan mengalami gejala gangguan


gastrointestinal ringan seperti berkurangnya nafsu makan, perubahan kebiasaan BAB, dan
kesalahan pencernaan. Anoreksia berperan penting pada diagnosis Apendisitis, khususnya
pada anak-anak.6
Distensi Appendix menyebabkan perangsangan serabut saraf visceral yang
dipersepsikan sebagai nyeri di daerah periumbilical. Nyeri awal ini bersifat nyeri tumpul di
dermatom Th 10. Distensi yang semakin bertambah menyebabkan mual dan muntah dalam
beberapa jam setelah timbul nyeri perut. Jika mual muntah timbul mendahului nyeri perut,
dapat dipikirkan diagnosis lain.6
Appendix yang mengalami obstruksi merupakan tempat yang baik bagi
perkembangbiakan bakteri. Seiring dengan peningkatan tekanan intraluminal, terjadi gangguan
aliran limfatik sehingga terjadi oedem yang lebih hebat. Hal-hal tersebut semakin meningkatan
tekanan intraluminal Appendix. Akhirnya, peningkatan tekanan ini menyebabkan gangguan
aliran sistem vaskularisasi Appendix yang menyebabkan iskhemia jaringan intraluminal
Appendix, infark, dan gangren. Setelah itu, bakteri melakukan invasi ke dinding Appendix;
diikuti demam, takikardia, dan leukositosis akibat pelepasan mediator inflamasi karena
iskhemia jaringan. Ketika eksudat inflamasi yang berasal dari dinding Appendix berhubungan
dengan peritoneum parietale, serabut saraf somatik akan teraktivasi dan nyeri akan dirasakan
lokal pada lokasi Appendix, khususnya di titik Mc Burneys. Jarang terjadi nyeri somatik pada
kuadran kanan bawah tanpa didahului nyeri visceral sebelumnya. Pada Appendix yang
berlokasi di retrocaecal atau di pelvis, nyeri somatik biasanya tertunda karena eksudat inflamasi
tidak mengenai peritoneum parietale sebelum terjadi perforasi Appendix dan penyebaran
infeksi. Nyeri pada Appendix yang berlokasi di retrocaecal dapat timbul di punggung atau
pinggang. Appendix yang berlokasi di pelvis, yang terletak dekat ureter atau pembuluh darah
testis dapat menyebabkan peningkatan frekuensi BAK, nyeri pada testis, atau keduanya.
Inflamasi ureter atau Vesica urinaria akibat penyebaran infeksi Apendisitis dapat menyebabkan
nyeri saat berkemih, atau nyeri seperti terjadi retensi urine.

10
Perforasi Appendix akan menyebabkan terjadinya abscess lokal atau peritonitis difus.
Proses ini tergantung pada kecepatan progresivitas ke arah perforasi dan kemampuan tubuh
pasien berespon terhadap perforasi tersebut. Tanda perforasi Appendix mencakup peningkatan
suhu melebihi 38.6oC, leukositosis > 14.000, dan gejala peritonitis pada pemeriksaan fisik.
Pasien dapat tidak bergejala sebelum terjadi perforasi, dan gejala dapat menetap hingga > 48
jam tanpa perforasi. Peritonitis difus lebih sering dijumpai pada bayi karena bayi tidak
memiliki jaringan lemak omentum, sehingga tidak ada jaringan yang melokalisir penyebaran
infeksi akibat perforasi. Perforasi yang terjadi pada anak yang lebih tua atau remaja, lebih
memungkinkan untuk terjadi abscess. Abscess tersebut dapat diketahui dari adanya massa pada
palpasi abdomen pada saat pemeriksaan fisik.6
Konstipasi jarang dijumpai. Tenesmus ad ani sering dijumpai. Diare sering dijumpai
pada anak-anak, yang terjadi dalam jangka waktu yang pendek, akibat iritasi Ileum terminalis
atau caecum. Adanya diare dapat mengindikasikan adanya abscess pelvis.6
Bila sekresi mukus terus berlanjut, tekanan akan terus meningkat. Hal tersebut akan
menyebabkan obstruksi vena, edema bertambah, dan bakteri akan menembus dinding.
Peradangan timbul meluas dan mengenai peritoneum setempat sehingga menimbulkan nyeri
didaerah kanan bawah. Keadaan ini disebut dengan apendisitis supuratif akut. 1,3

Bila kemudian arteri terganggu akan terjadi infark dinding apendiks yang diikuti dengan
gangrene. Stadium ini disebut dengan apendisitis gangrenosa. Bila dinding yang telah rapuh
itu pecah, akan terjadi apendisitis perforasi. 1,3

Bila semua proses diatas berjalan lambat, omentum dan usus yang berdekatan akan
bergerak kearah apendiks hingga timbul suatu massa local yang disebut infiltrate
apendikularis. Peradangan apendiks tersebut dapat menjadi abses atau menghilang. 1,3

Infiltrat apendikularis merupakan tahap patologi apendisitis yang dimulai dimukosa dan
melibatkan seluruh lapisan dinding apendiks dalam waktu 24-48 jam pertama, ini merupakan
usaha pertahanan tubuh dengan membatasi proses radang dengan menutup apendiks dengan
omentum, usus halus, atau adneksa sehingga terbentuk massa periapendikular. Didalamnya
dapat terjadi nekrosis jaringan berupa abses yang dapat mengalami perforasi. Jika tidak
terbentuk abses, apendisitis akan sembuh dan massa periapendikular akan menjadi tenang
untuk selanjutnya akan mengurai diri secara lambat. 1,3

Pada anak-anak, karena omentum lebih pendek dan apendiks lebih panjang, dinding
apendiks lebih tipis. Keadaan tersebut ditambah dengan daya tahan tubuh yang masih kurang

11
memudahkan terjadinya perforasi. Sedangkan pada orang tua perforasi mudah terjadi karena
telah ada gangguan pembuluh darah. 1,3

Kecepatan rentetan peristiwa tersebut tergantung pada virulensi mikroorganisme, daya


tahan tubuh, fibrosis pada dinding apendiks, omentum, usus yang lain, peritoneum parietale
dan juga organ lain seperti vesika urinaria, uterus tuba, mencoba membatasi dan melokalisir
proses peradangan ini. Bila proses melokalisir ini belum selesai dan sudah terjadi perforasi
maka akan timbul peritonitis. Walaupun proses melokalisir sudah selesai tetapi masih belum
cukup kuat menahan tahanan atau tegangan dalam cavum abdominalis, oleh karena itu pendeita
harus benar-benar istirahat (bedrest). 1,3

Apendiks yang pernah meradang tidak akan sembuh sempurna, tetapi akan membentuk
jaringan parut yang menyebabkan perlengketan dengan jaringan sekitarnya. Perlengketan ini
dapat menimbulkan keluhan berulang diperut kanan bawah. Pada suatu ketika organ ini dapat
meradang akut lagi dan dinyatakan mengalami eksaserbasi akut. 1,3

VI. GAMBARAN KLINIS


Gejala klasik apendisitis akut biasanya bermula dari nyeri di daerah umbilikus atau
periumbilikus yang berhubungan dengan muntah dan anoreksia. Dalam 2-12 jam nyeri beralih
kekuadran kanan, yang akan menetap dan diperberat bila berjalan atau batuk. Nyeri menetap
dan terus menerus, tapi tidak begitu berat dan diikuti dengan kejang ringan didaerah
epigastrium, kadang diikuti pula dengan muntah, kemudian beberapa saat nyeri pindah ke
abdomen kanan bawah. Nyeri menjadi terlokalisir, yang menyebabkan ketidakenakan waktu
bergerak, jalan atau batuk. Umumnya, pasien mengalami demam saat terjadi inflamasi
Appendix, biasanya suhu naik hingga 38oC. Tetapi pada keadaan perforasi, suhu tubuh
meningkat hingga > 39oC. Anoreksia hampir selalu menyertai Apendisitis. Pada 75% pasien
dijumpai muntah yang umumnya hanya terjadi satu atau dua kali saja. Muntah disebabkan oleh
stimulasi saraf dan ileus. Umumnya, urutan munculnya gejala Apendisitis adalah anoreksia,
diikuti nyeri perut dan muntah. Bila muntah mendahului nyeri perut, maka diagnosis
Apendisitis diragukan. Muntah yang timbul sebelum nyeri abdomen mengarah pada diagnosis
gastroenteritis. Penderita kadang juga mengalami konstipasi. Sebaliknya karena ada gangguan
fungsi usus bisa mengakibatkan diare, dan hal ini sering dikacaukan dengan gastroenteritis
acute. Penderita appendicitis acute biasanya ditemukan ditemukan terbaring di tempat tidur
serta memberkan penampilan kesakitan. Mudah tidaknya gerakan penderita untuk

12
menelentangkan diri merupakan tanda ada atau tidaknya rangsang peritoneum ( somatic pain).
3,4

Pemeriksaan pada abdomen kanan bawah, menghasilkan nyeri terutama bila penderita
disuruh batuk.. Pada palpasi dengan satu jari di regio kanan bawah ini, akan teraba defans
musculer ringan . Tujuan palpasi adalah untuk menentukan apakah penderita sudah mengalami
iritasi peritoneum atau belum. Pada pemeriksaan auskultasi, peristaltik usus masih dalam batas
normal, atau kadang sedikit menurun. Suhu tubuh sedikit naik, kira-kira 7,8 derajat Celcius,
pada kasus appendix yang belum mengalami komplikasi. Nyeri di epigastrium kadang
merupakan awal dari appendicitis yang letaknya retrocaecal/ retroileal Untuk appendix yang
terletak retrocaecal tersebut, kadang lokasi nyeri sulit ditentukan bahkan tak ada nyeri di
abdomen kanan bawah. Karena letak appendix yang dekat dengan uretra pada lokasi retrocaecal
ini, sehingga menyebabkan frekuensi urinasi bertambah dan bahkan hematuria. Sedang pada
appendix yang letaknya pelvical, kadang menimbulkan gejala seperti gastroenteritis akut. 3,4

Massa apendiks dengan proses radang yang masih aktif ditandai dengan: 3,4
A. keadaan umum pasien masih terlihat sakit, suhu tubuh masih tinggi;
B. pemeriksaan lokal pada abdomen kuadran kanan bawah masih jelas terdapat tanda-tanda
peritonitis;
C. laboratorium masih terdapat lekositosis dan pada hitung jenis terdapat pergeseran ke kiri.
Massa apendiks dengan proses radang yang telah mereda ditandai dengan: 3,4
1. keadaan umum telah membaik dengan tidak terlihat sakit, suhu tubuh tidak tinggi lagi;
2. pemeriksaan lokal abdomen tenang, tidak terdapat tanda-tanda peritonitis dan hanya
teraba massa dengan batas jelas dengan nyeri tekan ringan
3. laboratorium hitung lekosit dan hitung jenis normal.
Untuk appendisitis akut yang telah mengalami komplikasi, misal perforasi, peritonitis dan
infiltrat atau abses, gejala klinisnya seperti dibawah ini : 3,4

1. Perforasi :
Terjadi pada 20% penderita terutama usia lanjut. Rasa nyeri bertambah dahsyat dan mulai
dirasa menyebar, demam tinggi (rata-rata 38,3oC). Jumlah lekosit yang meninggi merupakan
tanda khas kemungkinan sudah terjadi perforasi.

2. Peritonitis :
Peritonitis lokal merupakan akibat dari mikroperforasi dari appendicitis yang telah
mengalami gangrene. Sedangkan peritonitis umum adalah merupakan tindak lanjut daripada

13
peritonitis lokal tersebut. Bertambahnya rasa nyeri, defans musculer yang meluas, distensi
abdomen, bahkan ileus paralitik, merupakan gejala-gejala peritonitis umum. Bila demam makin
tinggi dan timbul gejala-gejala sepsis, menunjukkan peritonitis yang makin berat.

3. Abses / infiltrat :
Merupakan akibat lain dari perforasi. Teraba masa lunak di abdomen kanan bawah.
Seperti tersebut diatas karena perforasi terjadilah walling off (pembentukan dinding) oleh
omentum atau viscera lainnya, sehingga terabalah massa (infiltrat) di regio abdomen kanan
bawah tersebut. Massa mula-mula bisa berupa plegmon, kemudian berkembang menjadi rongga
yang berisi pus. Dengan USG bisa dideteksi adanya bentukan abses ini. Untuk massa atau
infiltrat ini, beberapa ahli menganjurkan antibiotika dulu, setelah 6 minggu kemudian dilakukan
appendektomi.

1. PEMERIKSAAN FISIS
Kesalahan membuat diagnosis dapat terjadi kalau apendiks terletak pada tempat yang
bukan tempat biasanya yaitu kuadran kanan bawah.1

a. Inspeksi
Penderita berjalan membungkuk sambil memegangi perutnya yang sakit, kembung (+) bila
terjadi perforasi, penonjolan perut kanan bawah terlihat pada appendikuler abses. 3,4

b. Palpasi
Pada pemeriksaan abdomen pada anak dengan permukaan tangan yang mempunyai suhu
yang sama dengan suhu abdomen anak. Biasanya cukup dipanaskan dengan menggosok-gosok
tangan dengan pakaian penderita. Tangan yang dingin akan merangsang otot dinding abdomen
untuk berkontraksi sehingga sulit menilai keadaan intraperitoneal. Terkadang kita perlu
melakukan palpasi dengan tangan anak itu sendiri untuk mendapatkan otot abdomen yang tidak
tegang. Abdomen biasanya tampak datar atau sedikit kembung. Palpasi dinding abdomen
dengan ringan dan hati-hati dengan sedikit tekanan, dimulai dari tempat yang jauh dari
lokasi nyeri. Umpamanya mulai dari kiri atas, kemudian secara perlahan-lahan mendekati
daerah kuadran kanan bawah. Palpasi dengan permukaan dalam (volar) dari ujung-ujung jari
tangan, dengan tekanan yang ringan dapat ditentukan adanya nyeri tekan, ketegangan otot atau
adanya tumor yang superfisial. Waktu melakukan palpasi pada abdomen anak, diusahakan
mengalihkan perhatiannya dengan boneka atau usaha yang lain, sambil memperhatikan ekspresi
wajahnya. Hindari gerakan yang cepat dan kasar karena hal ini akan menakuti anak dan
membuat pemeriksaan nyeri tekan tidak mungkin dilakukan. 3,4

14
Status lokalis abdomen kuadran kanan bawah : 3,4

Nyeri tekan (+) Mc.Burney


Pada palpasi didapatkan titik nyeri tekan kuadran kanan bawah atau titik Mc Burney dan
ini merupakan tanda kunci diagnosis. 3,4

Nyeri lepas (+) rangsangan peritoneum


Rebound tenderness (nyeri lepas tekan) adalah rasa nyeri yang hebat (dapat dengan
melihat mimik wajah) di abdomen kanan bawah saat tekanan secara tiba-tiba dilepaskan setelah
sebelumnya dilakukan penekanan yang perlahan dan dalam di titik Mc Burney. 3,4

Defans muskular (+) rangsangan m.Rektus abdominis


Defans muskular adalah nyeri tekan seluruh lapangan abdomen yang menunjukkan
adanya rangsangan peritoneum parietale. 3,4

Rovsing sign (+)


Penekanan perut sebelah kiri dan yang nyeri sebelah kanan, karena tekanan merangsang
peristaltik dan udara usus , sehingga menggerakan peritoneum sekitar appendik yang meradang
(somatik pain). Rovsing sign adalah nyeri abdomen di kuadran kanan bawah, apabila kita
melakukan penekanan pada abdomen bagian kiri bawah, hal ini diakibatkan oleh adanya nyeri
lepas yang dijalarkan karena iritasi peritoneal pada sisi yang berlawanan. 3,4

Psoas sign (+)


Pada appendik letak retrocaecal, karena merangsang peritoneum: 3,4

Psoas sign terjadi karena adanya rangsangan muskulus psoas oleh peradangan yang terjadi pada
apendiks.

Ada 2 cara memeriksa :

1. Aktif : Pasien telentang, tungkai kanan lurus ditahan pemeriksa, pasien memfleksikan
articulatio coxae kanan nyeri perut kanan bawah.
2. Pasif : Pasien miring kekiri, paha kanan dihiperekstensikan Pemeriksa nyeri perut
kanan bawah
Obturator Sign (+)
Dengan gerakan fleksi dan endorotasi articulatio coxae pada posisi telentang nyeri (+)

15
Obturator sign adalah rasa nyeri yang terjadi bila panggul dan lutut difleksikan kemudian
dirotasikan kearah dalam dan luar secara pasif, hal tersebut menunjukkan peradangan apendiks
terletak pada daerah hipogastrium

c. Perkusi Pada pasien didapatkan nyeri ketok (+) pada daerah perut kanan bawah, dan
suara redup pada daerah yang terdapat massa. 3,4
d. Auskultasi
Peristaltik normal, peristaltik(-) pada illeus paralitik karena peritonitis generalisata akibat
appendisitis perforata. Auskultasi tidak banyak membantu dalam menegakkan diagnosis
apendisitis, tetapi kalau sudah terjadi peritonitis maka tidak terdengar bunyi peristaltik usus.
Pada pasien didapatkan bisng ususnya (+) dan normal. 3,4

Rectal Toucher / Colok dubur biasanya didapatkan nyeri tekan pada jam 9-12. Rectal
Toucher juga digunakan untuk mengetahui adanya tumor atau massa di rectum serta menilai
adanya pembesaran prostat pada laki-laki yang berumur diatas 50 tahun. Pada pasien ini
didapatkan nyeri pada pukul 10-2 dan tidakditemukan pembesaran prostat. Pada sarung tangan
tidak didapatkan adanya darah ataupun lendir. 3,4

VII. DIAGNOSIS
Skor Alvarado

Semua penderita dengan suspek Appendicitis acuta dibuat skor Alvarado dan
diklasifikasikan menjadi 2 kelompok yaitu; skor <6 dan skor >6. Selanjutnya ditentukan
apakah akan dilakukan Appendectomy. Setelah Appendectomy, dilakukan pemeriksaan PA
terhadap jaringan Appendix dan hasil PA diklasifikasikan menjadi 2 kelompok yaitu radang
akut dan bukan radang akut. 4,5

Alvarado scale untuk membantu menegakkan diagnosis.

1. Appendicitis Point Pain 2


2. Leucositosis (>10.000/mm3) 2
3. Vomitus/Nausea 1
4. Anorexia 1
5. Rebound Tenderness Phenomen 1
6. Abdominal Migrate Pain 1
7. Degree of Celcius (>37,3 C) 1

16
8. Observation of Hemogram (segmen >75%) 1
>8 : Acute Appendicitis

57 : Suspect Acute Appendicitis

<5 : Not Acute Appendicitis

Secara klinis, dikenal beberapa manuver diagnostik: 4,5

Rovsings sign
Jika LLQ ditekan, maka terasa nyeri di RLQ. Hal ini menggambarkan iritasi peritoneum.
Sering positif pada Appendicitis namun tidak spesifik.

Psoas sign
Pasien berbaring pada sisi kiri, tangan kanan pemeriksa memegang lutut pasien dan
tangan kiri menstabilkan panggulnya. Kemudian tungkai kanan pasien digerakkan dalam arah
anteroposterior. Nyeri pada manuver ini menggambarkan kekakuan musculus psoas kanan
akibat refleks atau iritasi langsung yang berasal dari peradangan Appendix. Manuver ini tidak
bermanfaat bila telah terjadi rigiditas abdomen.

Gambar 6. Dasar anatomis terjadinya Psoas sign

Obturator sign
Pasien terlentang, tangan kanan pemeriksa berpegangan pada telapak kaki kanan pasien
sedangkan tangan kiri di sendi lututnya. Kemudian pemeriksa memposisikan sendi lutut pasien
dalam posisi fleksi dan articulatio coxae dalam posisi endorotasi kemudian eksorotasi. Tes ini
positif jika pasien merasa nyeri di hipogastrium saat eksorotasi. Nyeri pada manuver ini

17
menunjukkan adanya perforasi Appendix, abscess lokal, iritasi M. Obturatorius oleh
Appendicitis letak retrocaecal, atau adanya hernia obturatoria.

Gambar 7. Cara melakukan Obturator sign

Gambar 8. Dasar anatomis Obturator sign

Blumbergs sign (nyeri lepas kontralateral)


Pemeriksa menekan di LLQ kemudian melepaskannya. Manuver ini dikatakan positif bila
pada saat dilepaskan, pasien merasakan nyeri di RLQ.

Wahls sign
Manuver ini dikatakan positif bila pasien merasakan nyeri pada saat dilakukan perkusi di
RLQ, dan terdapat penurunan peristaltik di segitiga Scherren pada auskultasi.

Baldwins test
Manuver ini dikatakan positif bila pasien merasakan nyeri di flank saat tungkai kanannya
ditekuk.

Defence musculare
Defence musculare bersifat lokal sesuai letak Appendix.

Nyeri pada daerah cavum Douglasi

18
Nyeri pada daerah cavum Douglasi terjadi bila sudah ada abscess di cavum Douglasi atau
Appendicitis letak pelvis.

Nyeri pada pemeriksaan rectal toucher pada saat penekanan di sisi lateral
Dunphys sign (nyeri ketika batuk)
1. Laboratorium
Leukositosis ringan berkisar antara 10.000-18.000/ mm3, biasanya didapatkan pada
keadaan akut, Appendicitis tanpa komplikasi dan sering disertai predominan polimorfonuklear
sedang. Jika hitung jenis sel darah putih normal tidak ditemukan shift to the left pergeseran ke
kiri, diagnosis Appendicitis acuta harus dipertimbangkan. Jarang hitung jenis sel darah putih
lebih dari 18.000/ mm3 pada Appendicitis tanpa komplikasi. Hitung jenis sel darah putih di atas
jumlah tersebut meningkatkan kemungkinan terjadinya perforasi Appendix dengan atau tanpa
abscess. 3,4

CRP (C-Reactive Protein) adalah suatu reaktan fase akut yang disintesis oleh hati sebagai
respon terhadap infeksi bakteri. Jumlah dalam serum mulai meningkat antara 6-12 jam
inflamasi jaringan. 3,4

Kombinasi 3 tes yaitu adanya peningkatan CRP 8 mcg/mL, hitung leukosit 11000,
dan persentase neutrofil 75% memiliki sensitivitas 86%, dan spesifisitas 90.7%.3,4

Pemeriksaan urine bermanfaat untuk menyingkirkan diagnosis infeksi dari saluran kemih.
Walaupun dapat ditemukan beberapa leukosit atau eritrosit dari iritasi Urethra atau Vesica
urinaria seperti yang diakibatkan oleh inflamasi Appendix, pada Appendicitis acuta dalam
sample urine catheter tidak akan ditemukan bakteriuria. 3,4

2. Ultrasonografi
Ultrasonografi cukup bermanfaat dalam menegakkan diagnosis Appendicitis. Appendix
diidentifikasi/ dikenal sebagai suatu akhiran yang kabur, bagian usus yang nonperistaltik yang
berasal dari Caecum. Dengan penekanan yang maksimal, Appendix diukur dalam diameter
anterior-posterior. Penilaian dikatakan positif bila tanpa kompresi ukuran anterior-posterior
Appendix 6 mm atau lebih. Ditemukannya appendicolith akan mendukung diagnosis.
Gambaran USG dari Appendix normal, yang dengan tekanan ringan merupakan struktur
akhiran tubuler yang kabur berukuran 5 mm atau kurang, akan menyingkirkan diagnosis
Appendicitis acuta. Penilaian dikatakan negatif bila Appendix tidak terlihat dan tidak tampak
adanya cairan atau massa pericaecal. Sewaktu diagnosis Appendicitis acuta tersingkir dengan
USG, pengamatan singkat dari organ lain dalam rongga abdomen harus dilakukan untuk
19
mencari diagnosis lain. Pada wanita-wanita usia reproduktif, organ-organ panggul harus dilihat
baik dengan pemeriksaan transabdominal maupun endovagina agar dapat menyingkirkan
penyakit ginekologi yang mungkin menyebabkan nyeri akut abdomen. Diagnosis Appendicitis
acuta dengan USG telah dilaporkan sensitifitasnya sebesar 78%-96% dan spesifitasnya sebesar
85%-98%. USG sama efektifnya pada anak-anak dan wanita hamil, walaupun penerapannya
terbatas pada kehamilan lanjut. 3,4

VIII. DIAGNOSIS BANDING


Diagnosis banding dari Appendicitis acuta pada dasarnya adalah diagnosis dari akut
abdomen. Hal ini karena manifestasi klinik yang tidak spesifik untuk suatu penyakit tetapi
spesifik untuk suatu gangguan fisiologi atau gangguan fungsi. Jadi pada dasarnya gambaran
klinis yang identik dapat diperoleh dari berbagai proses akut di dalam atau di sekitar cavum
peritoneum yang mengakibatkan perubahan yang sama seperti Appendicitis acuta. 3,4

Diagnosis banding Appendicitis tergantung dari 3 faktor utama: lokasi anatomi dari
inflamasi Appendix, tingkatan dari proses dari yang simple sampai yang perforasi, serta umur
dan jenis kelamin pasien. 3,4

1. Intususseption
Sangat penting untuk membedakan Intususseption dari Appendicitis acuta karena
terapinya sangat berbeda. Umur pasien sangat penting, Appendicitis sangat jarang dibawah
umur 2 tahun, sedangkan Intususseption idiopatik hampir semuanya terjadi di bawah umur 2
tahun. Pasien biasanya mengeluarkan tinja yang berdarah dan berlendir. Massa berbentuk sosis
dapat teraba di RLQ. Terapi yang dipilih pada intususseption bila tidak ada tanda-tanda
peritonitis adalah barium enema, sedangkan terapi pemberian barium enema pada pasien
Appendicitis acuta sangat berbahaya.

2. Chrons enteritis
Manifestasi enteritis regional berupa demam, nyeri RLQ, perih, dan leukositosis sering
dikelirukan sebagai Appendicitis. Selain itu, terdapat diare dan anorexia. Mual dan muntah
yang jarang, dapat mengarahkan diagnosis kepada enteritis namun tidak menyingkirkan
diagnosis Appendicitis acuta.

3. Perforasi ulkus peptikum

20
Gejala perforasi ulkus peptikum menyerupai Appendicitis jika cairan gastroduodenal
mengalir ke bawah di daerah caecal. Jika perforasi secara spontan menutup, gejala nyeri
abdomen bagian atas menjadi minimal.

4. Infeksi saluran kencing


Pyelonephritis acuta, terutama yang terletak di sisi kanan dapat menyerupai Appendicitis
acuta letak retroileal. Rasa dingin, nyeri costo vertebra kanan, dan terutama pemeriksaan urine
biasanya cukup untuk membedakan keduanya.

IX. PENATALAKSANAAN
A. Terapi Konservatif
1. Pemberian antibiotik kombinasi yang aktif terhadap kuman aerob dan anaerob. Regimen
antibiotik terbaik dan durasi penggunaan antibiotik masih merupakan subjek yang
kontroversial. Kombinasi ampicillin, gentamycin,dan clindamycin / metronidazol secara
intravena merupakan gold standard selama 10 hari merupakan untuk terapi apendisitis
yang berkomplikasi.3,4 Pada apendisitis tahap awal, hanya antibiotika preoperatif yang
diperlukan. Pemberian antibiotika preoperative dengan antibiotika broadspectrum untuk
gram negative dan anaerob efektif untuk menurunkan terjadinya infeksi post operasi.
Standar terapi antibiotik preoperatif yang digunakan adalah cefotixim untuk pasien
dengan suspek apendisitis akut, dan kombinasi ampicillin, gentamycin dan clindamycin
untuk apendisitis yang berkomplikasi. 3,4
2. Pemberian cairan infus, dilakukan observasi terhadap keseimbangan cairan dan
elektrolityang diperiksa setiap harinya.
3. Observasi pasien dengan melakukan pencatatan denyut nadi dan suhu.

4. Penderita bed rest dengan posisi Fowler, yaitu posisi terlentang, kepala ditinggikan 18-
20 inchi, kaki diberi bantal, lutut ditekuk. Pada daerah McBurney dikompres dengan air
dingin.

Gambar 12. Posisi Fowler

21
Konservatif dilakukan sampai stadium tenang, yaitu massa mengecil atau menghilang,
tidak nyeri tekan, tidak febris dan jumlah leukosit normal. Penderita diperbolehkan pulang dan
appendiktomi elektif dapat dilakukan 2-3 bulan kemudian, agar perdarahan akibat perlengketan
dapat ditekan sekecil mungkin. 3,4
Perjalanan patologis penyakit dimulai pada saat Appendix menjadi dilindungi oleh
omentum dan gulungan usus halus didekatnya. Mula-mula, massa yang terbentuk tersusun atas
campuran bangunan-bangunan ini dan jaringan granulasi dan biasanya dapat segera dirasakan
secara klinis. Jika peradangan pada Appendix tidak dapat mengatasi rintangan-rintangan
sehingga penderita terus mengalami peritonitis umum, massa tadi menjadi terisi nanah, semula
dalam jumlah sedikit, tetapi segera menjadi abscess yang jelas batasnya. 3,4
Urutan patologis ini merupakan masalah bagi ahli bedah. Masalah ini adalah bilamana
penderita ditemui lewat sekitar 48 jam, ahli bedah akan mengoperasi untuk membuang
Appendix yang mungkin gangrene, dari dalam massa perlekatan ringan yang longgar dan
sangat berbahaya, dan karena massa ini telah menjadi lebih terfiksasi, sehingga membuat
operasi berbahaya maka harus menunggu pembentukan abscess yang dapat mudah didrainase.
3,4

Massa Appendix terjadi bila terjadi Appendicitis gangrenosa atau mikroperforasi ditutupi
atau dibungkus oleh omentum dan atau lekuk usus halus. Pada massa periappendikular yang
pendindingannya belum sempurna, dapat terjadi penyebaran pus keseluruh rongga peritoneum
jika perforasi diikuti peritonitis purulenta generalisata. Pada anak, dipersiapkan untuk operasi
dalam waktu 2-3 hari saja. Pasien dewasa dengan massa periappendikular yang terpancang
dengan pendindingan sempurna, dianjurkan untuk dirawat dahulu dan diberi antibiotik sambil
diawasi suhu tubuh, ukuran massa, serta luasnya peritonitis. Bila sudah tidak ada demam,
massa periapendikular hilang, dan leukosit normal, penderita boleh pulang dan Appendectomy
elektif dapat dikerjakan 2-3 bulan kemudian agar perdarahan akibat perlengketan dapat ditekan
sekecil mungkin. Bila terjadi perforasi, akan terbentuk abscess Appendix. Hal ini ditandai
dengan kenaikan suhu dan frekuensi nadi, bertambahnya nyeri, dan teraba pembengkakan
massa, serta bertambahnya angka leukosit. 3,4
Pada anak-anak, jika secara konservatif tidak membaik atau berkembang menjadi
abscess, dianjurkan untuk operasi secepatnya. Pada penderita dewasa, appendectomy
direncanakan pada Appendicular infiltrat tanpa pus yang telah ditenangkan. Sebelumnya
pasien diberikan antibiotik kombinasi yang aktif terhadap kuman aerob dan anaerob. Baru
setelah keadaan tenang, yaitu sekitar 6-8 minggu kemudian dilakukan Appendectomy. 3,4

22
Bila sudah terjadi abscess, dianjurkan untuk drainase saja dan Appendectomy dikerjakan
setelah 6-8 minggu kemudian. Jika ternyata tidak ditemukan keluhan atau gejala apapun, dan
pemeriksaan fisik dan laboratorium tidak menunjukkan tanda radang atau abses, dapat
dipertimbangkan membatalkan tindakan bedah. 3,4

Penatalaksanaan pasien Appendicitis acuta yaitu

1. Pemasangan infus dan pemberian kristaloid untuk pasien dengan gejala klinis dehidrasi
atau septikemia.
2. Puasakan pasien, jangan berikan apapun per oral
3. Pemberian obat-obatan analgetika harus dengan konsultasi ahli bedah.
4. Pemberian antibiotika i.v. pada pasien yang menjalani laparotomi.
5. Pertimbangkan kemungkinan kehamilan ektopik pada wanita usia subur dan didapatkan
beta-hCG positif secara kualitatif.
Bila dilakukan pembedahan, terapi pada pembedahan meliputi; antibiotika profilaksis
harus diberikan sebelum operasi dimulai pada kasus akut, digunakan single dose dipilih
antibiotika yang bisa melawan bakteri anaerob. 3,4

B. Teknik operasi Appendectomy:

a. Open Appendectomy
i. Dilakukan tindakan aseptik dan antiseptik.
ii. Dibuat sayatan kulit:
Horizontal Oblique

1. Dibuat sayatan otot, ada dua cara:


a. Pararectal/ Paramedian
Sayatan/ incisi pada vaginae tendinae M. rectus abdominis lalu otot disisihkan ke medial.
Fascia diklem sampai saat penutupan vagina M. rectus abdominis karena fascianya ada 2 agar

23
tidak tertinggal pada waktu penjahitan. Bila yang terjahit hanya satu lapis fascia saja, dapat
terjadi hernia cicatricalis.4,5

sayatan
M.rectus abd. M.rectus abd.

ditarik ke medial
2 lapis

b. Mc Burney/ Wechselschnitt/ muscle splitting


Sayatan berubah-ubah sesuai serabut otot: 4,5

1) Incisi apponeurosis M. Obliquus abdominis externus dari lateral atas ke medial bawah.

Keterangan gambar:

Satu incisi kulit yang rapi dibuat dengan perut mata pisau. Incisi kedua mengenai jaringan
subkutan sampai ke fascia M. Obliquus abdominis externus.

2) Splitting M. Obliquus abdominis internus dari medial atas ke lateral bawah.

Keterangan gambar: Dari tepi sarung rektus, fascia tipis M. obliquus internus
diincisi searah dengan seratnya ke arah lateral.

24
3) Splitting M. transversus abdominis arah horizontal.

Keterangan gambar:

Pada saat menarik M. obliquus internus hendaklah berhati-hati agar tak terjadi trauma
jaringan. Dapat ditambahkan, bahwa N. iliohipogastricus dan pembuluh yang
memperdarahinya terletak di sebelah lateral di antara M. obliquus externus dan internus.
Tarikan yang terlalu keras akan merobek pembuluh dan membahayakan saraf.

2. Peritoneum dibuka.

Keterangan gambar:

Kasa Laparatomi dipasang pada semua jaringan subkutan yang terpapar. Peritoneum
sering nampak meradang, menggambarkan proses yang ada di bawahnya. Secuil peritoneum
angkat dengan pinset. Yang nampak di sini ialah pinset jaringan De Bakey. Asisten juga
mengangkat dengan cara yang sama pada sisi di sebelah dokter bedah. Dokter bedah
melepaskan pinset, memasang lagi sampai dia yakin bahwa hanya peritoneum yang diangkat.

3. Caecum dicari kemudian dikeluarkan kemudian taenia libera ditelusuri untuk mencari
Appendix. Setelah Appendix ditemukan, Appendix diklem dengan klem Babcock dengan
arah selalu ke atas (untuk mencegah kontaminasi ke jaringan sekitarnya).
4. Appendix dibebaskan dari mesoappendix dengan cara:
Mesoappenddix ditembus dengan sonde kocher dan pada kedua sisinya, diklem,
kemudian dipotong di antara 2 ikatan.

25
Keterangan gambar:

Appendix dengan hati-hati diangkat agar mesenteriumnya teregang. Klem Babcock


melingkari appenddix dan satu klem dimasukkan lewat mesenterium seperti pada gambar. Cara
lainnya ialah dengan mengklem ujung bebas mesenterium di bawah ujung appenddix.
Appendix tak boleh terlalu banyak diraba dan dipegang agar tidak menyebarkan kontaminasi.

5. Appendix di klem pada basis (supaya terbentuk alur sehingga ikatan jadi lebih kuat
karena mukosa terputus sambil membuang fecalith ke arah Caecum). Klem dipindahkan
sedikit ke distal, lalu bekas klem yang pertama diikat dengan benang yang diabsorbsi
(supaya bisa lepas sehingga tidak terbentuk rongga dan bila terbentuk pus akan masuk ke
dalam Caecum).

6. Appendix dipotong di antara ikatan dan klem, puntung diberi betadine.

26
7. Perawatan puntung Appendix dapat dilakukan dengan cara:
a. Dibuat jahitan tabak sak pada Caecum, puntung Appendix diinversikan ke dalam
Caecum. Tabak sak dapat ditambah dengan jahitan Z.
b. Puntung dijahit saja dengan benang yang tidak diabsorbsi. Resiko kontaminasi dan
adhesi.
c. Bila prosedur a+b tidak dapat dilaksanakan, misalnya bila puntung rapuh, dapat
dilakukan penjahitan 2 lapis seperti pada perforasi usus.

8. Bila no.7 tidak dapat dilakukan, maka Appendix dipotong dulu, baru dilepaskan dan
mesenteriolumnya (retrograde).
9. Dinding abdomen dijahit lapis demi lapis.
b. Laparoscopic Appendectomy
Laparoscopy dapat dipakai sebagai sarana diagnosis dan terapeutik untuk pasien dengan
nyeri akut abdomen dan suspek Appendicitis acuta. Laparoscopy sangat berguna untuk
pemeriksaan wanita dengan keluhan abdomen bagian bawah. Dengan menggunakan
laparoscope akan mudah membedakan penyakit akut ginekologi dari Appendicitis acuta. 4,5

27
Gambar 12. Posisi operasi Laparoscopic Appendectomy

X. KOMPLIKASI
Beberapa komplikasi yang dapat terjadi pada appendicitis : 4,5

1. Appendicular abscess
Abses yang terbentuk akibat mikro atau makro perforasi dari Appendix yang meradang
yang kemudian ditutupi oleh omentum, usus halus, atau usus besar.
2. Perforasi
Komplikasi yang paling sering ditemukan adalah perforasi, baik berupa perforasi bebas
maupun perforasi pada apendiks yang telah mengalami pendindingan berupa massa yang terdiri
atas kumpulan apendiks, sekum, dan lekuk usus halus. Perforasi dapat menyebabkan timbulnya
abses lokal ataupun suatu peritonitis generalisata. Akibat lebih jauh dari peritonitis generalisata
adalah terbentuknya abses pelvik, abses subfrenik atau abses intra peritonal lokal.
3. Peritonitis
Peritonitis merupakaninfeksi yang berbahaya karena bakterimasuk kerongga abdomen, dapat
menyebabkan kegagalan organ dan kematian.
4. Syok septic
5. Mesenterial pyemia dengan Abscess Hepar
6. Gangguan peristaltic
7. Ileus
8.

XI. PROGNOSIS
Kemajuan dalam pra dan pasca operasi, penekanan perawatan terutama penggantian
cairan sebelum operasi telah mengurangi angka kematian penderita appendisitis. Angka
kematian appendisitis dengan komplikasi (Periappendikular Infiltrat) telah berkurang secara
drastis menjadi 2-5%. Meskipun demikian infeksi pasca bedah masih saja terjadi sekitar
30%.(5) Angka kematian dipengaruhi oleh usia pasien, keadekuatan persiapan pra bedah, serta
stadium penyakit pada waktu intervensi bedah. Pengurangan mortalitas lebih lanjut harus
dicapai dengan intervensi pembedahan lebih dini. 4,5

28

Anda mungkin juga menyukai