Anda di halaman 1dari 7

Akuntansi Keprilakuan

(Critical Review)

Oleh :

Risky Sulaiman (166020301111030)

Program Pascasarjana Akuntansi


Fakultas Ekonomi dan Bisnis
Universitas Brawijaya
2017
Judul : The Determinants Of Performance Information Use For Local
Government Institutions
Penulis : Widya R. Puspasari, Zaki Baridwan, M. Achsin

Abstract
Penelitian ini menguji faktor-faktor penentu penggunaan informasi kinerja
dengan menggunakan teori pembelajaran organisasi dan peran kepemimpinan
dalam pembelajaran organisasi. Populasi penelitian ini adalah 424 pejabat
pemerintah dari semua institusi di Kota Kediri, Jawa Timur, dimana 18,87% sampel
(80 responden) dapat diolah. Temuan ini secara empiris mendukung sistem
pengukuran kinerja, budaya organisasi, dan kepemimpinan transformasional yang
berpengaruh positif terhadap penggunaan informasi kinerja. Selain itu,
kepemimpinan transformasional secara tidak langsung mempengaruhi kinerja
informasi melalui sistem pengukuran kinerja dan budaya organisasi. Secara
keseluruhan, tujuan pengelolaan kinerja dapat tercapai jika sistem pengukuran
kinerja sesuai
Pendahuluan
Gelombang reformasi pengelolaan sektor publik di negara-negara
berkembang menjadi fokus perhatian publik karena gagalnya kinerja organisasi dan
peran lembaga global yang telah menerapkan agenda good governance dalam
pelayanan publik (Marobela, 2008). Pemerintah Indonesia juga menerapkan
manajemen kinerja sebagai bentuk reformasi manajemen sektor publik untuk
memenuhi kebutuhan masyarakat dan Dana Moneter Internasional (IMF) dalam
menetapkan tata pemerintahan yang baik berdasarkan hukum Inpres No.7 / 1999
yang berlaku. Manajemen kinerja adalah praktik manajemen yang didasarkan pada
asumsi bahwa identifikasi dan pemanfaatan informasi kinerja ditujukan untuk
meningkatkan kinerja organisasi (Moynihan, 2005; Moynihan dan Landuyt, 2009;
Walker et al., 2011; Kroll, 2015).
Kinerja Manajemen akan kinerja jika informasi kinerja diperoleh melalui
sistem pengukuran kinerja yang telah digunakan untuk pengendalian manajemen
dan pengambilan keputusan (Moynihan et al., 2012; Kroll, 2015). Oleh karena itu,
penggunaan informasi kinerja dipandang sebagai tahap kritis yang menunjukkan
langkah nyata manajemen dalam proses mencapai tujuan reformasi manajemen
yang tidak hanya menyangkut kepatuhan terhadap peraturan formal sistem
pengukuran kinerja (Kroll, 2015). Namun, beberapa penelitian sebelumnya
mengenai pemerintah daerah dan lembaga pemerintah daerah di Indonesia hanya
mengungkapkan bahwa penerapan sistem pengukuran kinerja hanyalah kegiatan
rutin untuk memenuhi tugas formal sebagai bentuk akuntabilitas bagi pemegang
saham namun belum mengarahkan penggunaan informasi kinerja untuk
pengendalian dan pengambilan keputusan manajemen yang lebih baik (Sihalolo dan
Halim, 2005; Nurkhamid, 2008; Akbar et al., 2012).
Studi ini mengeksplorasi hubungan antara penggunaan informasi kinerja dan
pembelajaran organisasi sehingga hasil penelitian ini diharapkan dapat
berkontribusi dalam mengembangkan teori pembelajaran organisasi dan
memperkaya literatur manajemen kinerja. Selanjutnya, hasil penelitian ini
memberikan pemahaman mengenai faktor-faktor penentu informasi kinerja yang
digunakan sebagai umpan balik pemerintah daerah untuk memperhatikan faktor-
faktor keberhasilan reformasi manajemen.
Literatur Review dan Hipotesis
Penggunaan informasi kinerja merupakan salah satu tahapan siklus
manajemen kinerja. Studi ini mengkonseptualisasikan informasi kinerja yang
digunakan sebagai pembelajaran organisasi karena tahap ini tidak terjadi secara
mendadak. Tahap ini merupakan proses yang dilakukan secara sengaja dan
sistematis oleh para pengelola untuk mempelajari beberapa program / kegiatan yang
diukur melalui perolehan informasi kinerja dari sistem pengukuran kinerja;
Selanjutnya, akan mengidentifikasi masalah dan peluang yang kemudian
mengarahkan manajer ke manajemen mengendalikan dan pengambilan keputusan
yang lebih baik sebagai perbaikan terus-menerus untuk memperbaiki kinerja
organisasi (Barrados dan Mayne, 2003; Moynihan, 2005; Taylor, 2011). Oleh
karena itu, teori pembelajaran organisasi menjadi dasar penggunaan informasi
kinerja. Faktor penentu penggunaan informasi kinerja dalam teoritis ini
Kerangka kerja akan dibahas lebih lanjut pada bagian berikut.
1. Sistem Pengukuran Kinerja
Validitas sistem pengukuran kinerja memainkan peran penting dalam
penggunaan informasi kinerja (The Urban Institute, 2002; Taylor, 2011;
Losurdo et al, 2014). Validitas sistem pengukuran kinerja sangat ditentukan
oleh rutinitas sistem pengukuran kinerja yang berjalan dengan baik dan telah
melewati proses review dan perbaikan berkesinambungan sehingga akan
meningkatkan kualitas sistem dalam jangka panjang hingga menghasilkan
informasi yang valid dan tidak terdistorsi (Taylor, 2011; Losurdo et al., 2014).
Ketersediaan informasi informasi kinerja yang valid dan relevan tentunya
akan mendorong penggunaan informasi kinerja karena ada kesempatan yang
lebih besar bagi manajer untuk mengandalkan informasi tersebut dalam
membuat keputusan yang lebih baik untuk perbaikan berkelanjutan
(Moynihan dan Pandey, 2010). Temuan Moynihan dan Lavertu (2012) dan
Dull (2009) memberikan bukti empiris bahwa keterlibatan dalam
Government Performance and Results Act (GPRA) secara rutin memiliki
pengaruh positif terhadap penggunaan informasi kinerja. Dengan demikian,
ini mengarah pada hipotesis berikut:
H1 : Sistem pengukuran kinerja memiliki efek positif terhadap penggunaan
informasi kinerja
2. Budaya Organisasi
Aspek budaya dalam pembelajaran organisasi terkait dengan budaya
organisasi yang mendukung pembelajaran produktif dalam mekanisme
pembelajaran organisasi. Bukan hanya mekanisme pembelajaran ritualistik
yang membawa pada ketidakmampuan belajar (Popper dan Lipshitz, 2000a).
Informasi kinerja yang digunakan sebagai proses pembelajaran yang
berkesinambungan membutuhkan informasi, transparansi, orientasi isu, dan
akuntabilitas yang valid sebagai nilai pembelajaran dalam budaya organisasi
(Popper dan Lipshitz, 2000a; Barrados dan Mayne, 2003). Informasi yang
valid mengacu pada kemauan anggota organisasi untuk menyajikan informasi
yang utuh dan tidak terdistorsi sehingga informasinya relevan untuk
penggunaan informasi kinerja. Informasi yang valid adalah tentang kemauan
untuk mengungkapkan pelaksanaan program secara terbuka dan terbuka
untuk mendapatkan umpan balik (transparansi). Selanjutnya, transparansi
berfokus pada fakta kinerja sehingga ada komunikasi terbuka dalam
organisasi yang memungkinkan peningkatan inovasi dan pembelajaran (issue
orientation). Akhirnya, akuntabilitas akan muncul karena kesadaran
karyawan untuk bertanggung jawab atas setiap keberhasilan atau kegagalan
tindakan mereka dan juga mengambil pelajaran dari tindakan yang dilakukan
(Ellis et al., 1999; Popper dan Lipshitz, 2000b). Nilai pembelajaran tersebut
berfokus pada proses perbaikan berkelanjutan yang diarahkan untuk
keterbukaan, inovasi, dan perubahan. Meskipun tidak ada penelitian empiris
yang meneliti peran budaya pembelajaran terhadap penggunaan informasi
kinerja, penelitian terdahulu telah memberikan bukti empiris bahwa budaya
organisasi yang terbuka terhadap inovasi dan perubahan mempengaruhi
penggunaan informasi kinerja (Sihalohi dan Halim, 2005; Nurkamid, 2008;
Moynihan dan Pandey, 2010). Berdasarkan tinjauan literatur dan penelitian
terdahulu, hal tersebut mengarah pada hipotesis berikut:
H2 : Budaya organisasi berpengaruh positif terhadap penggunaan
informasi kinerja
Kepemimpinan Transformasional
Kepemimpinan adalah salah satu aspek kontekstual yang berperan
dalam menciptakan dan mempromosikan pembelajaran organisasi (Lipshitz
et al, 2002). Berdasarkan tinjauan literatur dan penelitian sebelumnya, Popper
dan Lipshitz (2000b) menyimpulkan bahwa kepemimpinan transformasional
adalah gaya kepemimpinan yang berperan dalam pembelajaran organisasi.
Hal ini terkait dengan empat karakteristik kepemimpinan transformasional
yang biasa disebut "Four I's" oleh Bass dan Avolio (1994) seperti pengaruh
ideal sebagai pemimpin harus karismatik untuk mencapai pengaruh dan
kekuatan yang besar bagi anggotanya, motivasi inspirasional sebagai
pemimpin harus mengilhami anggotanya dengan sebuah gagasan bahwa
organisasi akan dapat mencapai hal-hal besar karena usaha ekstra,
pertimbangan individu sebagai pemimpin harus memenuhi kebutuhan
emosional anggotanya secara individual, dan stimulasi intelektual sebagai
pemimpin harus merangsang intelektualitas anggotanya dengan menyediakan
perspektif yang berbeda untuk setiap masalah.
H3 : Kepemimpinan transformasional memiliki efek positif terhadap
kinerja informasi

Dalam kerangka teoritis pembelajaran organisasi, penggunaan


informasi kinerja dipengaruhi oleh sistem pengukuran kinerja sebagai
mekanisme pembelajaran organisasi (Popper dan Lipshitz, 2000b; Barrados
dan Mayne, 2003). Penggunaan informasi kinerja memerlukan informasi
kinerja yang valid dan tidak terdistorsi yang dihasilkan dari rutinitas sistem
pengukuran kinerja yang berjalan dengan baik (Dull, 2009; Moynihan dan
Pandey, 2010; Moynihan dan Lavertu, 2012). Namun, rutinitas sistem
pengukuran kinerja tidak lepas dari peran kepemimpinan. Kepemimpinan
transformasional mampu menciptakan rutinitas sistem pengukuran kinerja
yang difasilitasi oleh peraturan formal dengan memberikan tanda yang jelas
bahwa sistem tersebut berkaitan dengan organisasi dan membawa dampak
positif terhadap hasil yang diharapkan selama reformasi yang dapat
mempengaruhi pemikiran, motivasi, perilaku, dan kepercayaan manajer
terhadap kredibilitas manajemen kinerja (Popper dan Lipshitz, 2000b; Wright
dan Pandey, 2010; dan Dull, 2009). Dengan demikian, peran kepemimpinan
transformasional pada penggunaan informasi kinerja merupakan efek tidak
langsung atau dimediasi oleh faktor-faktor yang dipengaruhi oleh
kepemimpinan transformasional (Moynihan et al, 2012) Berdasarkan uraian
di atas, sampai pada hipotesis berikut:
H4 : Kepemimpinan transformasional akan berdampak tidak langsung dan
positif terhadap penggunaan informasi kinerja melalui sistem
pengukuran kinerja
Metode Penelitian
Prosedur Survey dan sampel
Populasi penelitian ini terdiri dari 424 petugas pemerintah dari seluruh
institusi publik di Kota Kediri. Kriteria sampel mengharuskan petugas pemerintah
untuk mencapai posisi tertentu yang tugas dan fungsi utamanya terkait dengan
perencanaan dan pengaturan program, evaluasi kinerja, dan laporan kinerja
sehingga mereka mengetahui implementasi sistem pengukuran kinerja dan praktik
penggunaan informasi kinerja di suatu institusi. Penyebaran kuesioner dilakukan
secara langsung kepada Kepala atau Sekretaris masing-masing institusi dan
mengambil hasilnya berdasarkan pengangkatan (pick up survey). Di antara 86
kuesioner yang dikembalikan, ada 80 kuesioner yang dapat digunakan dan 6
kuesioner yang tidak dapat digunakan. Kuesioner yang tidak dapat digunakan
adalah karena pengisian yang tidak lengkap dan tidak melibatkan serius responden
sebagaimana tercermin dari pernyataan negatif dalam kuesioner. Penelitian ini
menggunakan kuesioner yang dikembangkan dari penelitian terdahulu (Bass dan
Avolio, 1995; Ellis dan Carridi, 1999; Julnes and Holzer, 2001; Moynihan dan
Lavertu, 2009; Taylor,2011) yang melibatkan beberapa tahap pengaturan
kuesioner. Pertama, peneliti menyewa penerjemah profesional dalam bahasa
Inggris untuk memastikan bahwa tidak ada perbedaan dalam arti atau interpretasi
instrumen asli yang diterjemahkan. Selanjutnya, peneliti melakukan uji coba pada
instrumen penelitian untuk memastikan item pertanyaan dalam kuesioner tersebut
cukup, benar, dan dapat dimengerti untuk sampel penelitian. Uji coba melibatkan
responden yang tidak termasuk dalam sampel penelitian seperti auditor Badan
Perencanaan Pembangunan Daerah Kota Kediri dan Kota Kediri. Hasil uji coba
yang diperoleh dengan menggunakan perhitungan algoritma PLS menunjukkan
bahwa 56 indikator instrumen penelitian telah memenuhi persyaratan validitas dan
reliabilitas
Kesimpulan
Penelitian ini menguji faktor - faktor penentu penggunaan informasi kinerja
yang dikembangkan dengan menggunakan pendekatan pembelajaran organisasi
(Popper dan Lipshitz, 2000a) dan peran kepemimpinan dalam pembelajaran
organisasi (Popper dan Lipshitz, 2000b). Hasil penelitian ini membuktikan bahwa
sistem pengukuran kinerja, budaya organisasi, dan transformasional
Kepemimpinan adalah faktor penentu penggunaan informasi kinerja. Temuan ini
menunjukkan bahwa penggunaan informasi kinerja merupakan proses
pembelajaran dalam suatu organisasi.
Beberapa penelitian telah meneliti faktor-faktor yang mempengaruhi
penggunaan informasi kinerja; Namun, hanya sedikit dari penelitian yang mampu
menunjukkan hubungan antara penggunaan informasi kinerja dan pembelajaran
organisasi. Namun, konsep pembelajaran organisasiadalah asumsi utama yang
mendukung reformasi manajemen kinerja (Moynihan dan Landuyt, 2009).
Penelitian ini telah membuktikan secara empiris tentang hubungan antara
penggunaan informasi kinerja dan pembelajaran organisasi di pemerintah Kota
Kediri. Dengan demikian, model penelitian ini dapat diteliti lebih lanjut untuk
pemerintah daerah lainnya di Indonesia dan negara berkembang lainnya karena
membuktikan konsistensi dan generalisasi yang lebih baik. Selain itu, penelitian ini
telah membuktikan secara empiris tentang peran penting kepemimpinan
transformasional terhadap keberhasilan implementasi manajemen kinerja. Ini
menyiratkan bahwa keterlibatan pemimpin dalam pelaksanaan manajemen kinerja
sangat dibutuhkan untuk mengarahkan perubahan yang diharapkan dalam
reformasi.
Saran dan Kritikan
Secara umum sistem kinerja tergantung kepada perilaku dan individu untuk itu
faktor-faktor dari psikologi seperti sikap dan perilaku juga sangat penting untuk
diketahui, serta setiap daerah di Indonesia masing-masing memiliki budaya yang
berbeda-beda, baik itu budaya sosial maupun budaya organisasi, untuk itu
diharapkan kedepannya perlu adanya penambahan variabel-veriabel seperti yang
telah dijelaskan tadi agar hasil penelitian ini bisa digeneralisasikan secara umum di
Indonesia. Peningkatan jumlah sampel juga sangat diharapkanm, agar kedepannya
bisa meminimalisir error serta agar hasilnya juga bisa lebih reliable.

Anda mungkin juga menyukai