Anda di halaman 1dari 9

MAKALAH SEJARAH

PERTEMPURAN SURABAYA
Guru Pembimbing: Sukaimi, S.Pd.
DI SUSUN OLEH : KELOMPOK 1
Nisa karlina
Nor janah
Risda astuti
Salamah
KATA PENGANTAR

AssalamualaikumWr. Wb.
Segala puji dan syukur kita panjatkan kehadirat Allah SWT karena limpahan rahmat,
taufik serta hidayah-Nya, kami dapat membuat makalah SEJARAH ini yang berjudul
PERTEMPURAN SURABAYA kami dapat menyelesaikan dengan baik sesuai dan dengan
waktu yang telah ditentukan,
Semoga makalah ini dapat bermanfaat bagi kita semua dan dengan ada nya
penyusunan makalah seperti ini. Makalah ini dibuat dengan sedemikian rupa agar kalian
dengan mudah mempelajari dan memahami pelajaran yang ada dalam makalah ini.
Kami menyadari bahwa penyusunan makalah ini masih jauh dari kesempurnaan. Oleh
karenai tu, kritik dan saran sangat berguna bagi pembuatan dan penyempurnaan selanjutnya.
Selain itu, ucapan terima kasih kami haturkan kepada semua pihak yang telah membantu
dalam pembuatan makalah ini.
Akhirnya, jazakumullahu khairan katsira.
WassalamualaikumWr. Wb.

Muara Uya,13 Mei 2015


PENDAHULUAN
A. LATAR BELAKANG
Pertempuran Surabaya merupakan peristiwa sejarah perang antara pihak tentara
Indonesia dan pasukan Belanda. Peristiwa besar ini terjadi pada tanggal 10 November 1945
di kota Surabaya, Jawa Timur. Pertempuran ini adalah perang pertama pasukan Indonesia
dengan pasukan asing setelah Proklamasi Kemerdekaan Indonesia dan satu pertempuran
terbesar dan terberat dalam sejarah Revolusi Nasional Indonesia yang menjadi simbol
nasional atas perlawanan Indonesia terhadap kolonialisme.
B. PROSES PERTEMPURAN SURABAYA
Para pemuda yang memegang senjata diperintahkan untuk menyerahkan senjatanya.
Ultimatum itu tidak ditaati oleh rakyat Surabaya. Pada tanggal 10 November 1945 terjadi
pertempuran Surabaya yang sangat dahsyat. Rakyat Surabaya bertekad untuk bertempur mati-
matian. Kejadian itu merupakan sebuah lambang keberanian dan kebulatan tekad dalam
mempertahankan kemerdekaan Indonesia. Peristiwa 10 November itu diperingati setiap tahun
sebagai hari Pahlawan oleh seluruh bangsa Indonesia.

Penyebab Pertempuran 10 November 1945 di Surabaya


Kemerdekaan Indonesia diproklamasikan 17 agustus 1945. Segala cara dilakukan untuk
menyebarkannya. Tujuannya, agar rakyat di berbagai daerah mengetahui kemerdekaan
indonesia. Di Surabaya, berita proklamasi diketahui pada tanggal 20 Agustus 1945. Berita
tersebut dimuat dalam surat kabar Soeara Asia. Berita proklamasi kemudian tersebar luas ke
seluruh Surabaya. Para pemuda dan rakyat Surabaya melakukan berbagai usaha untuk
mempertahankan kemerdekaan Indonesia. Namun, usaha ini mendapat halangan dari tentara
Jepang dan para Indo-Belanda yang ada di Surabaya.
Pasukan sekutu mendarat di Surabaya tanggal 25 oktober 1945 dibawah pimpinan
A.W.S. Mallaby dari inggris. Kedatangan tentara sekutu yang diboncengi NICA tersebut
semakin menimbulkan kecurigaan pemuda surabaya karena tentara sekutu segera
membebaskan orang-orang belanda yang ditahan jepang dan menduduki pelabuhan tanjung
perak serta gedung internatio. Pada tanggal 27 oktober 1945,pesawat terbang inggris
menyebarkn pamflet yang memerintahkan kepada rakyat Surabaya untuk menyerahkan
senjata yang dirampas dari tentara jepang. Melihat gerakan sekutu, para pemuda surabaya
segera melakukan perlawanan sehingga terjadilah bentrokan bersenjata secara sporadis dikota
surabaya selama 3 hari sejak tanggal 28 oktober sampai 30 oktober 1945. Sekitar 20.000
pasukan TKR dan 120.000 pemuda pejuang melakukan perlawanan sengit terhadap tentara
inggris.dalam pertempuran tersebut ,pasukan inggris dapat dipukul mundur .bahkan jendral
Mallaby dapat ditawan oleh para pemuda surabaya,dan sekutu prgi menghadap presiden
Sukarno,wakil presiden Hatta, dan menteri penerangan Amir syarifuddin untuk
merundingkan gencatan senjata dengan panglima sekutu jenderal Sir Philip Christison dan
menetapknan tanggal 30 oktober1945 sebagai dimulainya gencatan senjata.
Sehari kemudian, tentara sekutu menyerang penjara Kalisosok. Tindakan Sekutu terus
berlanjut. Mereka juga menduduki Pelabuhan Tanjung Perak, Kantor Pos Besar, Gedung
Internatio, dan objek-objek penting lainnya.
Tindakan tentara sekutu menimbulkan kemarahan rakyat Surabaya. Pada tanggal 28
Oktober 1945, pertempuran meluas di beberapa tempat di Surabaya. Untuk meredakan situasi
maka Ir. Soekarno, Drs. Mohammad Hatta, Amir Syafiruddin, dan Jendral Hawtron
melakukan perundiangan gencatan senjata.

Pengumuman gencatan senjata telah disebarluaskan ke wilayah Surabaya. Namun,


pertempuran masih berkecamuk di beberapa tempat. Brigjen Mallaby dan pasukannya
bertahan di Gedung Internatio, dekat Jembatan Merah. Terjadi tembak-menembak antara
pasukan Inggris dan Para Pemuda. Dalam peristiwa tersebut, Mallaby terbunuh.

Kematian Mallaby membuat sekutu marah. Sekutu mengeluarkan ultimatum kepada


rakyat di Surabaya. Ultimatum dikeluarkan tanggal 9 November 1945. Isi ultimatum ini
adalah agar warga Surabaya menyerahkan diri pada sekutu. Batas akhir penyerahan diri
adalah pukul 06.00 WIB tanggal 10 November 1945.

Rakyat Surabaya tidak gentar. Mereka tidak menghiraukan ultimatum sekutu.


Pertempuranpun terjadi pada tanggal 10 November 1945. Kota Surabaya diserang dari darat,
laut, dan udara. Rakyat surabaya berjuang mempertahankan kemerdekaan. Mereka dipimpin
Gubernur Suryo, Bung Tomo, dan kolonel Sungkono. Pertempuran berlangsung selama tiga
minggu.

C. KRONOLOGI PERTEMPURAN SURABAYA


Sebab-Sebab dan juga kejadian Perang itu sendiri..supaya lebih menarik sebagai
sebuah bacaan untuk belajar tentang Sejarah Bangsa Indonesia, khususnya semangat Arek-
arek Suroboyo pada waktu itu dalam mengusir penjajah
23 September 1945
Kapten Huijer dari Angkatan Laut Belanda adalah wakil sekutu pertama yang
menjejakan kakinya di Surabaya untuk melakukan pemeriksaan pendahuluan dan ini
mengindikasikan bahwa Belanda-lah yang akan mempelopori pengambil-alihan Surabaya
dari Jepang setelah kesalahan-kesalahan pasukan Inggris ketika mengambil alih Semarang.

28 September 1945
Huijer mendatangi markas Laksamana Madya Yaichiro Shibata, pimpinan tertinggi
pasukan Jepang di Surabaya, agar melimpahkan seluruh kekuasaannya termasuk senjata yang
berada di bawah komando dirinya kepada Huijer. Namun demikian sebagaimana sikap
kaigun yang lain (seperti Laksamana Maeda di Jakarta), Shibata sangat simpati dengan
perjuangan kemerdekaan Indonesia oleh karena itu ia menyerahkan senjata kepada Komite
Nasional Indonesia Surabaya (KNI-Surabaya) yang dipimpin oleh Soedirman dan Doel
Arnowo. KNI-Surabaya sendiri berjanji akan menyerahkannya kepada sekutu pada waktunya.
Tetapi KNI-Surabaya tidak memiliki kemampuan untuk mengelola persenjataan bekas
tentara angkatan laut Jepang sehingga mereka menyerahkannya ke Badan Keamanan Rakyat
(BKR), kelompok-kelompok pemuda, pasukan-pasukan polisi dan bahkan milisi/laskar yang
masih belum terorganisir dengan baik.
1 Oktober 1945
Terjadi perkelahian diantara pemuda-pemuda Indonesia dan Belanda yang dengan
cepat berubah menjadi aksi massa di seluruh kota. Mereka menyerang lapangan udara
Morokrembangan dan kamp interniran yang terletak di daerah pemukiman Darmo. Sementara
itu markas Kempetai dan Angkatan Darat Jepang dikepung oleh sejumlah laskar yang
bersenjatakan apa adanya, dari bambu runcing hingga ke senapan mesin.

4 Oktober 1945
Surabaya telah menjadi kamp bersenjata yang seluruhnya dalam tangan Indonesia.
Semua penjara dibuka dan penghuni-penghuninya, apakah mereka ditahan atas tuduhan
politik atau pidana telah bergabung ke dalam massa yang berkerumun di dalam kota itu. Pada
hari itu juga Shibata memberitahukan kepada bawahannya bahwa Huijer-lah yang
bertanggung jawab atas keamanan kota tersebut.

8 Oktober 1945
Gubernur, TKR dan polisi berangsur-angsur kehilangan kekuasaannya, yang
kemudian seluruhnya terseret menjadi anarki. Rasa permusuhan terhadap Jepang dan
Belanda yang begitu mendalam di kalangan pemuda, menyebabkan mereka melaksanakan
pengadilan rakyat yang membabi-buta yaitu dengan menghukum mati para tawanan (Jepang,
khususnya) dengan melakukan hukuman mati dengan cara pemenggalan leher.
Kapten Huijer pun menjadi tahanan TKR demi keselamatan dirinya.

12 Oktober 1945
Tiba seorang pemuda dari Jakarta yang bernama Soetomo atau yang kemudian
dikenal dengan nama Bung Tomo, seorang wartawan yang bekerja di kantor berita Domei. Ia
membawa gagasan mendirikan pemancar radio, yang kemudian diberi nama Radio
Pemberontakan sebagai sarana untuk menciptakan solidaritas massa dan memperbesar
semangat perjuangan pemuda

13 Oktober 1945
Bung Tomo membentuk Barisan Pemberontakan Republik Indonesia (BPRI), sebagai
suatu organisasi yang terpisah dari PRI yang dipimpin oleh Soemarsono. Dan siaran-siaran
radio yang dilakukan oleh Bung Tomo tidak hanya berhasil mempengaruhi masyarakat santri
yang memang menjadi mayoritas di Jawa Timur dan Madura, namun juga pemimpin-
pemimpin merah terutama yang berada di dalam PRI.

22 Oktober 1945
Nahdhatul Ulama dari seluruh Jawa dan Madura melangsungkan rapat raksasa di
Surabaya yang mana mereka menuntut, Memohon dengan sangat kepada pemerintah
Republik Indonesia soepaja menentukan soeatoe sikap dan tindakan jang njata terhadap tiap2
oesaha jang membahajakan agama dan negara Indonesia, terutama terhadap pihak Belanda
dan kaki tangannja (Antara, 25 Oktober 1945)

25 Oktober 1945
Inggris mendarat di Tanjung Perak Surabya dengan dipimpin oleh Brigadir Jenderal
Mallaby yang juga merupakan Panglima Brigade ke-49 dengan tugas utama mengungsikan
pasukan Jepang dan para interniran. Brigade ini berjumlah kurang lebih enam ribu pasukan
dengan membawa juga pasukan elit Gurkha.
Selanjutnya Mallaby sendiri dan wakilnya, Kolonel Pugh, pertama-tama disambut
oleh Mustopo, kepala TKR-Surabaya, dan Atmadji, bekas aktivis Gerindo, yang mewakili
TKR Angkatan Laut. Setelah mengadakan pembicaraan-pembicaraan dengan Mustopo,
Mallaby menegaskan bahwa sekutu tidak akan menyelundupkan di tengah-tengah mereka
pasukan Belanda dan NICA (Netherland Indies Civil Administrastion).

26 Oktober 1945
Tanpa data intelejen yang komprehensif tentang kondisi Surabaya dan masyarakatnya
yang sedang bergolak, Mallaby mengirim 1 peleton pasukan yang dipimpin oleh Kapten
Shaw untuk menyelamatkan Kapten Huijer. Masyarakat Surabaya mulai kehilangan
kepercayaan terhadap Mallaby dan pasukannya.
Kondisi diperparah dengan selebaran yang disebarkan melalui udara ke seluruh kota
di Surabaya atas perintah Mayor Jenderal Hawthorn, panglima sekutu di Jakarta. Selebaran
itu intinya berisi bahwa pihak Indonesia harus menyerahkan seluruh senjata mereka dalam
waktu 48 jam. Tuntutan seperti ini akhirnya membatalkan perjanjian yang telah dilakukan
oleh Mallaby dan Moestopo.

27 Oktober 1945
Sekutu mulai melakukan agresinya. Pada dasarnya komandan-komandan sekutu
masih memandang rendah terhadap kemampuan bangsa Indonesia mempertahankan
kemerdekaannya. Apalagi mereka begitu membanggakan brigade 49-nya dengan
mendapatkan julukan The Fighting Cock selama bertempur melawan Jepang di hutan-hutan
Burma.

28 Oktober 1945
Pasukan sekutu mengambil alih lapangan udara Morokrembangan dan beberapa
gedung penting seperti kantor jawatan kereta api, pusat telephon dan telegraf, rumah sakit
Darmo dna lainnya.
Pertempuran besar pun tak terelakan antara 6000 pasukan Inggris dengan 120.000
tentara dan pemuda Indonesia. Akibat kalah jumlah, Mallaby meminta bantuan Hawthorn
agar pihak Indonesia menghetikan pertempuran. Hawthorn pun meminta Soekarno agar mau
membujuk panglima-panglimanya di Surabaya menghentikan pertempuran.
Begitu terjepitnya hingga dalam buku Donnison The Fighting Cock ditulis
Narrowly escape complete destraction alias hampir musnah seluruhnya.

29 Oktober 1945
Soekarno, Hatta dan Amir Sjarifoedddin datang ke Surabaya untuk menghentikan
pertempuran.
Kemudian setelah membujuk agar tentara dan pemuda menghentikan pertempuran,
mereka bertiga ditambah tokoh-tokoh Surabaya seperti Soedirman, Soengkono, Soerjo dan
Bung Tomo melakukan perundingan dengan Mallaby dan Hawthorn. Hasil perundingannya
adalah tentara sekutu sepakat untuk mundur dari Tanjung Perak dan Darmo, sementara
Indonesia setuju mengizinkan interniran lewat secara bebas diantara kedua sektor itu.

30 Oktober 1945
Sewaktu melakukan patroli, mobil Buick yang sedang ditumpangi Brigjen Mallaby
dicegat oleh sekelompok milisi Indonesia ketika akan melewati Jembatan Merah. Karena
terjadi salah paham, maka terjadilah tembak menembak yang akhirnya membuat mobil
jenderal Inggris itu meledak terkena tembakan. Mobil itu pun hangus.
Kematian Jenderal Inggris itu menjadi titik tolak untuk peristiwa-peristiwa yang lebih dasyat
berikutnya. Letnan Jenderal Christinson, komandan Pasukan Sekutu di Hindia Belanda
(AFNEI) memberikan peringatan keras terhadap Indonesia. Ia kemudian mengirimkan
seluruh Divisi Infanteri ke-5 lengkap dengan peralatan tank ke Surabaya dibawah pimpinan
Mayor Jenderal Mansergh. Kekuatannya berjumlah sekitar 15.000 pasukan.

1 November 1945
Kapal perang HMS Sussex muncul di pelabuhan Tanjung Perak Surabaya. Selama
minggu berikutnya sekitar 8000 interniran berhasil dipindahkan ke kapal perang.

d. Tiga Tokoh Jadi Pemeran Utama Saat Pertempuran 10 November

Senin, 10 November 2014 15:39


surya/ahmad zaimul haq
Pementasan teater kolosal Surabaya Membara, dalam rangka menyambut peringatan Hari
Pahlawan 10 Nopember di Jl Pahlawan depan kantor Gubernur, Minggu (9/11/2014).
SURYA Online, SURABAYA - Pertempuran legendaris di Surabaya pada 1945 silam selalu
diidentikkan dengan nama Sutomo atau yang akrab disapa Bung Tomo.
Padahal, dalam catatan sejarah 'embongan ada nama lain yang berperan jauh lebih besar
dari Bung Tomo yang lebih menonjol dengan pidato agitatifnya ketika Arek-arek Suroboyo
berjibaku melawan tentara Sekutu dan Belanda.
Banyak orang tidak tahu, peran utama dalam pertempuran yang menyedot mata dunia
itu dimainkan orang-orang macam HR Mohamad Mangoendiprodjo, Soengkono, dan
Moestopo.
Bahkan, dalam buku Pertempuran 10 November 1945 diceritakan bahwa Bung Karno dan
Bung Hatta menjuluki Moestopo sebagai pemberontak.
Memang, lebih baik berontak mati dalam perjuangan daripada dijajah bangsa asing lagi,
kata Moestopo kepada Bung Karno dan Bung Hatta di Surabaya sebelum perang meletus,
dikutip dari buku Pertempuran 10 November 1945.
Moestopo saat itu dikenal sebagai dokter gigi yang menjabat Menteri Pertahanan ad
Interim.

Moestopo juga menjabat Kepala Badan Keamanan Rakyat (BKR) Jatim, sedangkan
Soengkono sebagai Kepala BKR Surabaya.
e. Akibat dari pertempuran Surabaya

Peristiwa pertempuran pada tanggal 10 November 1945 di Surabaya sebenarnya merupakan


dampak yang dipicu oleh peristiwa-peristiwa sebelumnya mulai dari kedatangan pasukan
Jepang di Indonesia pada tanggal 1 maret 1942 yang kemudian melahirkan perjanjian kalijati
antara Jepang dan Belanda. Namun hal utama yang menjadi latar belakang pertempuran
Surabaya adalah pengibaran bendera Belanda di hotel Yamato pada tanggal 18 September
1945.
Para pemuda Surabaya yang terkenal dengan sebutan arek-arek Surabaya jelas merasa gusar
melihat tindakan Belanda yang tidak menghargai dan tanpa ijin mengibarkan bendera merah-
putih-biru di wilayah Indonesia. Republik Indonesia yang saat itu secara resmi telah
memproklamasikan kemerdekaan jelas merasa dicemooh oleh tindakan Belanda ini. Arek-
arek Surabaya tidak tinggal diam melihat kesewenangan Belanda di tanah air yang dapat
disimpulkan bahwa mereka ingin menunjukkan kekuasaannya kembali di Indonesia. Lagi
pula kobar semangat arek-arek Surabaya yang pada saat itu tengah melakukan aksi
pengibaran merah-putih di segala penjuru secara langsung berkumpul di depan halaman hotel
Yamato.
Pada tanggal 18 September 1945 tersebut memang terjadi suatu diplomasi antara pihak
Indonesia dan Belanda di dalam hotel Yamato yakni dengan datangnya Soedirman sebagai
wakil Pemerintahan Indonesia dengan dikawal ketat oleh Hariyono dan Sidik untuk
berunding dengan Pihak Belanda yang diwakili oleh Mr. Ploegman beserta pasukan. Dalam
diplomasi tersebut Belanda menolak untuk menurunkan benderanya dari puncak tertinggi
hotel Yamato dan justru menyerang pihak Indonesia dengan mengeluarkan pistol. Sidik
sebagai pengawal dan bertugas menjaga Soedirman tentu secara reflek menyerang kembali
Poegman hingga tewas. Namun sayang Sidik sendiri kemudian tewas ditangan pasukan
Belanda.
Soedirman bersama Hariyanto yang berusaha keluar mencari perlindungan dari serangan
pasukan Belanda akhirnya disambut oleh arek-arek Surabaya yang tengah berkumpul di luar
hotel. Selanjutnya Soedirman bersama Kusno Wibowo kembali masuk dalam hotel dan
memanjat tiang bendera unuk merobek warna biru bendera Belanda dan kemudian
mengibarkannya kembali menjadi merah-putih.
Hal tersebut menjadi latar belakang pertempuran Surabaya yang kemudian secara berentet
terjadi pertempuran pada tanggal 27 Oktober antara arek-arek Surabaya melawan Inggris
yang pada saat itu memihak Belanda. Pertempuran ini terus terjadi hingga Jenderal Hawthorn
meminta Presiden RI untuk meredakan pertempuran. Pada tanggal 29 Oktober perjanjian
diplomasi antara Indonesia dan Inggris ditandatangani dengan adanya genjatan senjata.
Namun pada hari berikutnya karena masih labilnya kondisi psikis para pasukan baik dari
Indonesia maupun Inggris kembali terjadi pertempuran antara Indonesia dengan pihak
AFNEI/ inggris yang menewaskan Jenderal Mallaby.
Pertempuran Surabaya 10 November 1945
Setelah peristiwa yang menewaskan Jenderal Mallaby tersebut pihak Inggris mengutus
Robert Mansergh sebagai penggantinya yang kemudian mengeluarkan ultimatum terhadap
pihak Indonesia agar para tentara maupun pemuda yang bersenjata menyerahkan diri dengan
batas akhir tanggal 10 November 1945 serta menyerahkan senjata mereka sebelum jam enam
pagi.
Ultimatum yang dikeluarkan pihak Inggris tersebut jelas membakar amarah para pejuang
hingga menolak semua keinginan tersebut. Hari bersejarah tersebut benar-benar datang
dimana pada tanggal 10 November pasukan Inggris secara membabi buta melakukan
serangan terhadap pasukan Indonesia dan rakyat di Surabaya. Kendaraan tempur seperti
pesawat dan tank milik Inggris semua dikerahkan untuk membungihanguskan Surabaya.
Serangan udara dengan menjatuhi bom daerah-daerah pemerintahan Surabaya jelas
mengakibatkan banyaknya korban jiwa dari pihak Indonesia.
Siapa yang tak marah jika tanah air mereka diusik oleh pihak luar. Hal ini pula yang
kemudian melahirkan tokoh-tokoh pejuang seperti Bung Tomo dan KH. Hasyim Asyari
untuk mengkoordinir semua kalangan mulai dari pasukan bersenjata, para santri, bahkan
rakyat sipil semuanya bersatu untuk melawan kesewenangan Inggris.
Pertempuran 10 November 1945 menjadi pertempuran terbesar sepanjang perjuangan
Indonesia dalam mempertahankan kemerdekaan. Ribuan rakyat Indonesia tewas dalam
pertempuran tersebut begitu pula dengan pihak Inggris. Pasukan yang didatangkan dari India
juga menjadi korban dari pertempuran tersebut.
Tercatat lebih dari 10.000 rakyat Indonesia dan juga pasukan Inggris tewas dalam
pertempuran Surabaya.
Setidaknya 6,000 pejuang dari pihak Indonesia tewas dan 200,000 rakyat sipil
mengungsi dari Surabaya. [2]. Korban dari pasukan Inggris dan India kira-kira sejumlah 600.
Pertempuran berdarah di Surabaya yang memakan ribuan korban jiwa tersebut telah
menggerakkan perlawanan rakyat di seluruh Indonesia untuk mengusir penjajah dan
mempertahankan kemerdekaan. Banyaknya pejuang yang gugur dan rakyat sipil yang
menjadi korban pada hari 10 November ini kemudian dikenang sebagai Hari Pahlawan oleh
Republik Indonesia hingga sekarang.

Anda mungkin juga menyukai