Anda di halaman 1dari 99

PERANCANGAN KEMASAN TRANSPORTASI

BUAH SALAK (Salacca edulis) BERBAHAN


BAKU PELEPAH SALAK

WIYANA LEVI SANTI SIREGAR

SEKOLAH PASCASARJANA
INSTITUT PERTANIAN BOGOR
BOGOR
2007
PERNYATAAN MENGENAI TESIS DAN SUMBER INFORMASI

Dengan ini saya menyatakan bahwa tesis yang berjudul PERANCANGAN


KEMASAN TRANSPORTASI BUAH SALAK (Salacca edulis) BERBAHAN
BAKU PELEPAH SALAK adalah karya saya sendiri dan belum diajukan dalam
bentuk apapun kepada perguruan tinggi manapun. Sumber informasi yang berasal
atau dikutip dari karya yang diterbitkan maupun tidak diterbitkan dari penulis lain
telah disebutkan dalam teks ini dan dicantumkan dalam daftar pustaka di bagian
akhir tesis ini.

Bogor, Maret 2007

Wiyana Levi Santi Siregar


ABSTRAK

WIYANA LEVI SANTI SIREGAR. Perancangan Kemasan Transportasi Buah


Salak (Salacca Edulis) Berbahan Baku Pelepah Salak. Di bawah bimbingan
SUTRISNO (Ketua) dan EMMY DARMAWATI (Anggota).

Ruang lingkup penelitian ini adalah perancangan kemasan yang berbahan


baku pelepah salak untuk transportasi buah salak. Perancangan kemasan
dilakukan dalam 3 (tiga) tahapan yaitu pengukuran dimensi dan uji sifat mekanis
buah dan pelepah salak sebagai tahap I, perancangan dimensi kemasan yang
optimal sebagai tahap II, dan uji beban tekan maksimum dan simulasi transportasi
kemasan hasil rancangan sebagai tahap III. Simulasi transportasi menggunakan
meja getar berfrekuensi 3.34 Hz dan amplitudo 4.85 cm selama 3 (tiga) jam atau
setara dengan transportasi sejauh 500 km pada jalan luar kota menggunakan truk
yang berfrekuensi 1.4 Hz dan amplitudo 1.74 cm. Perlakuan dalam penelitian
adalah 3 (tiga) jenis kapasitas kemasan, yaitu 10, 15, dan 20 kg. Buah salak
disusun dengan pola susun face centered cubic (fcc) yang dikembangkan oleh
Peleg (1985). Fcc adalah suatu pola susun buah berdasarkan jumlah buah dalam
suatu kapasitas kemasan.
Hasil pengujian sifat fisik dan mekanis pelepah salak menunjukkan bahwa
pelepah salak yang merupakan limbah dari budidaya tanaman salak dapat
dimanfaatkan sebagai bahan baku kemasan. Kondisi optimum pelepah salak
diperoleh dengan metode pengeringan berupa penjemuran pelepah sampai kadar
air kering udara (10 20% bb). Kemasan hasil rancangan yang berkapasitas 15
kg memiliki kekuatan beban tekan maksimum, yaitu 438 kg. Kekuatan ini
memenuhi persyaratan perancangan yang mengharuskan kemasan mampu
menahan beban tumpukan melebihi bioyield buah salak sebesar 34.186 kg yang
didapatkan dari hasil uji sifat mekanis buah salak. Berat tiap buah salak bervariasi
meski dalam 1 (satu) varietas dan menyebabkan berat bersih kemasan tidak
mencapai kapasitas kemasan. Berat bersih kemasan sebesar 9.64 kg, 13.56 kg, dan
18.1 kg, masing masing untuk kapasitas 10, 15, dan 20 kg. Bentuk buah salak
relatif seragam sehingga pola susun fcc adalah pilihan yang tepat karena
memudahkan penyusunan buah salak dalam kemasan.
Hasil simulasi transportasi menunjukkan bahwa kapasitas mempengaruhi
persentase kerusakan fisik, persentase luas memar pada tiap buah salak dan laba
bersih penjualan buah salak. Semakin besar kapasitas kemasan maka makin besar
pula persentase memar dan pecah kulit serta luas memar buah. Berdasarkan hasil
uji lanjut Duncan disimpulkan bahwa kapasitas 15 kg adalah kapasitas yang
optimal karena persentase kerusakan fisik buah salak pada kapasitas 15 kg
berbeda nyata dengan 20 kg dan tidak berbeda nyata dengan 10 kg, meskipun
kapasitas 15 kg lebih besar daripada 10 kg. Secara ekonomi, estimasi laba bersih
penjualan terbesar diperoleh pada kapasitas 15 kg sehingga penggunaan kapasitas
15 kg lebih menguntungkan daripada 10 dan 20 kg. Berdasarkan hasil hasil uji
tersebut, maka dapat dinyatakan bahwa kapasitas 15 kg adalah kapasitas kemasan
yang optimal dibandingkan kapasitas 20 dan 10 kg.

Kata kunci : kemasan, simulasi transportasi, rancangan, salak, memar, fcc


ABSTRACT

WIYANA LEVI SANTI SIREGAR. Using of Snakefruit (Salacca edulis) Tree


Rods as Packaging Material in Snakefruit Transportation Packaging Design.
Under supervision of SUTRISNO (Chair) and EMMY DARMAWATI
(Member).

High physical damage occurred during transportation of snakefruit could


be solved by using appropriate packaging technology. The objective of this
research is to design snakefruit packaging for transportation purpose. Package
was made from dried snakefruit tree rods and designed in three capacities; they
were 10, 15, and 20 kilograms (kgs). Design used face centered cubic (fcc)
pattern package which developed by Peleg (1985). Fcc is a fruit pattern package
that based on fruit counts and suitable for snakefruit pattern package because
snakefruit dimensions (diameters and high) were less variate than its average
weight. Package was also tested with transportation simulation for 3 (three) hours
by vibrator with 3.34 Hz frequency and 4.85 cm amplitude. The simulation
reflected 500 kilometers of snakefruit transportation ride by truck with 1.4 Hz
frequency and 1.74 cm amplitude. After simulation, snakefruit was viewed to
analyze the percentage of physical damage which consists of bruise, decay, and
peel breaking, bruise spot counts and percentage of bruise spot area, firmness and
total soluble solid (TSS). Economic analyzation was carried out to estimate
economic loss and net profit of snakefruit sale.
The results shown higher packaging capacities increased the percentage of
physical damage and percentage of bruise spot area. Firmness and TSS were not
always influenced by packaging capacities; they were depended on snakefruit wall
cell condition that influenced by fungi infection which decayed snakefruit.
Optimal capacity was reached in 15 kgs capacity. Snakefruit physical damage in
15 kgs was lower than 20 kgs but 15 kgs was not significantly different with 10
kgs. Maximum packaging strength was about 438 kg and also reached in 15 kgs
capacity. The packaging strength passed snakefruit bioyield value which was
snakefruit package designing requirement. Snakefruit bioyield value was 34.186
kgs. Economically, use of 15 kgs capacity gave more profit than other capacities
on snakefruit sale. The results shown 15 kgs was the optimal packaging capacity
than others (10 and 20 kgs capacities).

Keyword: packaging, transportation simulation, design, snakefruit, bruise, fcc


Hak cipta milik Institut Pertanian Bogor, tahun 2007
Hak cipta dilindungi

Dilarang mengutip dan memperbanyak tanpa izin tertulis dari Institut


Pertanian Bogor, sebagian atau seluruhnya dalam bentuk apapun, baik
cetak, fotokopi, mikrofilm, dan sebagainya
PERANCANGAN KEMASAN TRANSPORTASI
BUAH SALAK (Salacca edulis) BERBAHAN
BAKU PELEPAH SALAK

WIYANA LEVI SANTI SIREGAR

Tesis
Sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar Magister Sains
pada Program Studi Teknologi Pasca Panen

SEKOLAH PASCASARJANA
INSTITUT PERTANIAN BOGOR
BOGOR
2007
Judul tesis : Perancangan Kemasan Transportasi Buah Salak
(Salacca edulis) Berbahan Baku Pelepah Salak
Nama : Wiyana Levi Santi Siregar
NRP : F051020151

Disetujui
Komisi Pembimbing

Dr. Ir. Sutrisno, MAgr. Dr. Ir. Emmy Darmawati, MSi.


Ketua Anggota

Diketahui

Ketua Program Studi Dekan Sekolah Pascasarjana


Teknologi Pasca Panen

Dr. Ir. I Wayan Budiastra, MAgr. Prof. Dr. Ir. Khairil Anwar Notodiputro, MS.

Tanggal Ujian : 6 Februari 2007 Tanggal Lulus :


KATA PENGANTAR

Segala puji bagi Allah SWT, Tuhan Semesta Alam, atas segala rahmat
yang dilimpahkan sehingga karya ilmiah berupa tesis yang berjudul Perancangan
Kemasan Transportasi Buah Salak (Salacca edulis) Berbahan Baku Pelepah Salak
dapat diselesaikan. Karya ilmiah ini diharapkan dapat menjadi rintisan dalam
pengembangan teknologi pengemasan tepat guna yang memanfaatkan pelepah
salak sebagai limbah dari budidaya tanaman salak. Karya ini diharapkan pula
dapat dimanfaatkan sebagai bahan informasi mengenai penelitian yang berkaitan
dengan transportasi, khususnya transportasi buah sebagai komoditas hortikultura.
Akhirul kalam, terima kasih sebesar besarnya dihaturkan kepada
Dr. Ir. Sutrisno, MAgr. dan Dr. Ir. Emmy Darmawati, MSi. selaku Komisi
Pembimbing, Dr. Y. Aris Purwanto, MSc. selaku penguji dalam ujian akhir tesis,
juga kepada Papa, Mama, Udith, Mimi, Mas Adi, TPP 2002 (Mbak Hani, Mas
Slamet, Harmi, Bang Munawar, Mas Enrico, Mbak Novi), Pak Sulyaden dan
rekan rekan di Lab. TPPHP (Neng, Tesi, Bang Nurdin, Bang Muhdar, Adnan),
teman teman sejawat (Bang Ucok dan keluarga, Fida, Lisa, Retno, Imatapsel
Bogor, Beni, Hamdan, Isma, Fitri, Nia, Neni) dan semua pihak yang telah
berperan serta selama penulis menempuh studi di Institut Pertanian Bogor.

Bogor, Maret 2007

Wiyana Levi Santi Siregar


RIWAYAT HIDUP

Penulis dilahirkan di Gunung Tua, Kabupaten Tapanuli Selatan, Propinsi


Sumatera Utara pada tanggal 23 Oktober 1978 dari ayah Syafruddin Siregar dan
ibu Susni S. Pohan. Penulis adalah anak pertama dari 3 (tiga) bersaudara.
Pada tahun 1997, penulis mendapat kesempatan untuk menempuh studi
Sarjana Teknologi Pertanian di Institut Pertanian Bogor melalui jalur USMI dan
menyelesaikan studi tersebut pada tahun 2002. Pada tahun 2001, penulis menjadi
finalis tingkat Nasional dalam Lomba Karya Ilmiah Produktif (LKIP) sebagai
prewakilan dari Institut Pertanian Bogor. Pada tahun 2002, penulis mendapat
kesempatan untuk melanjutkan studi ke jenjang Magister pada Program Studi
Teknologi Pasca Panen, Sekolah Pascasarjana, Institut Pertanian Bogor.
DAFTAR SIMBOL

Simbol Keterangan Satuan


2a diameter mayor buah salak cm
2b diameter minor buah salak cm
tinggi buah salak saat diasumsikan berbentuk
2c
spheroid cm
a jari - jari mayor buah salak cm
b jari - jari minor buah salak cm
A panjang kemasan cm
B lebar kemasan cm
C tinggi kemasan cm
d diameter spot memar berbentuk lingkaran cm
F beban tekan kg
h tinggi buah salak cm
i ulangan perlakuan percobaan
K kelompok perlakuan (lapisan buah, posisi kemasan)
KA jumlah buah salak pada baris sejajar sumbu x buah
KB jumlah buah salak pada baris sejajar sumbu y buah
KC jumlah buah salak pada baris sejajar sumbu z buah
L panjang bentangan cm
MOE Modulus of Elasticity kg/ cm2
MOR Modulus of Rupture kg/ cm2
N jumlah buah salak dalam satu jenis bobot kemasan buah
P gaya pembebanan maksimum kg
p diameter mayor spot memar berbentuk elips cm
q Diameter minor spot memar berbentuk elips cm

i
Simbol Keterangan Satuan
R jari jari contoh uji pelepah salak cm
r jari jari buah salak cm
S densitas (kepadatan kemasan) %
s panjang sisi selimut kerucut cm
V volume kemasan m3
Vk volume buah dalam satu jenis bobot kemasan m3
Yi nilai pengamatan percobaan
faktor perlakuan satu
galat nilai pengamatan percobaan
nilai tengah pengamatan percobaan
P selisih beban pada batas proporsional kg
x selang antar buah dalam baris sejajar sumbu x cm
y selang antar buah dalam baris sejajar sumbu y cm
z selang antar buah dalam baris sejajar sumbu z cm
defleksi (regangan) akibat beban cm

ii
DAFTAR ISI

Halaman
DAFTAR SIMBOL ..................................................................................... i
DAFTAR TABEL ..................................................................................... iv
DAFTAR GAMBAR .................................................................................. v
DAFTAR LAMPIRAN.............................................................................. vi
PENDAHULUAN
Latar belakang ................................................................................... 1
Tujuan ............................................................................................... 2
TINJAUAN PUSTAKA
Penanganan panen dan pasca panen (segar) buah salak ...................... 3
Pengemasan buah-buahan .................................................................. 6
PENDEKATAN MASALAH
Pendekatan geometri buah salak ...................................................... 21
Perancangan kemasan ...................................................................... 22
Pengujian (simulasi) transportasi ..................................................... 22
BAHAN DAN METODE
Bahan dan Alat ................................................................................ 24
Tempat dan Waktu........................................................................... 24
Metode Penelitian ............................................................................ 24
HASIL DAN PEMBAHASAN
Dimensi buah salak.......................................................................... 34
Sifat mekanis buah salak.................................................................. 35
Sifat fisik dan mekanis pelepah salak ............................................... 36
Perancangan kemasan ...................................................................... 39
Pembuatan kemasan hasil rancangan................................................ 40
Pengujian beban............................................................................... 44
Simulasi transportasi........................................................................ 45
SIMPULAN DAN SARAN
Simpulan ......................................................................................... 59
Saran ............................................................................................... 59
DAFTAR PUSTAKA ............................................................................... 60

iii
DAFTAR TABEL

Halaman
1 Penggolongan (grading) buah salak bali berdasarkan kelas mutu ........... 5
2 Kelas mutu salak berdasarkan SNI 0131671992 .............................. 19
3 Formulir hasil uji kekerasan buah salak ............................................... 27
4 Formulir hasil uji transportasi.............................................................. 30
5 Formulir analisis kehilangan secara ekonomi........................................ 32
6 Hasil pengukuran bobot dan dimensi 3 (tiga) varietas buah salak.......... 34
7 Kekerasan buah salak ........................................................................... 35
8 Sifat fisik pelepah salak........................................................................ 36
9 Sifat mekanis pelepah salak.................................................................. 37
10 Hasil perancangan dimensi dalam kemasan hasil rancangan ................. 39
11 Dimensi dan berat kemasan hasil rancangan......................................... 42
12 Hasil uji beban kemasan rancangan ...................................................... 44
13 Jumlah spot memar pada tiap buah salak setelah simulasi.................... 55
14 Analisis ekonomi.................................................................................. 58

iv
DAFTAR GAMBAR

Halaman
1 Produksi buah salak di Indonesia............................................................ 1
2 Karung anyaman pandan (sumpit) .......................................................... 6
3 Keranjang bambu ................................................................................. 13
4 Keranjang bambu yang diberi penahan pada bagian atas....................... 14
5 Pengaturan posisi buah di dalam kemasan bantalan .............................. 15
6 Pola penyusunan buah jeruk dalam kemasan ........................................ 17
7 Ilustrasi pola penyusunan fcc................................................................ 18
8 Ilustrasi asumsi bentuk spheroid buah salak.......................................... 21
9 Diagram alir penelitian......................................................................... 25
10 Pengukuran dimensi buah salak............................................................ 26
11 Ilustrasi luas memar buah salak ............................................................ 31
12 Ketiga kapasitas kemasan rancangan dalam berbagai sudut pandang .... 41
13 Pelepah pelepah salak yang dijepit dengan kawat .............................. 41
14 Susunan fcc buah salak dan pengisian kertas dalam kemasan................ 43
15 Kerusakan kemasan saat diberi uji beban............................................. 45
16 Susunan kemasan sebelum simulasi transportasi................................... 45
17 Berbagai kondisi tumpukan setelah simulasi......................................... 46
18 Kondisi kemasan setelah simulasi......................................................... 46
19 Susunan buah sebelum dan setelah simulasi ......................................... 47
20 Berbagai kerusakan buah salak setelah simulasi ................................... 48
21 Persentase kerusakan fisik buah salak setelah simulasi ......................... 50
22 Persentase luas memar dan jumlah spot memar buah salak .................. 54
23 Kekerasan buah salak setelah simulasi transportasi............................... 56
24 Total padatan terlarut buah salak setelah simulasi transportasi.............. 56

v
DAFTAR LAMPIRAN
Halaman
1 Perhitungan pilihan pilihan KA, KB, KC pada metode fcc ................... 63
2 Rumus penghitungan nilai MOE dan MOR pelepah salak .................... 64
3 Contoh penghitungan sifat mekanis buah salak..................................... 65
4 Penghitungan sifat fisik dan mekanis pelepah salak .............................. 66
5 Contoh penghitungan dimensi kemasan hasil rancangan....................... 67
6 Dimensi kemasan hasil rancangan ........................................................ 68
7 Berat kemasan hasil rancangan............................................................. 69
8 Hasil uji beban (tekan), ansira dan uji BNT kemasan hasil rancangan... 70
9 Perhitungan kesetaraan jarak tempuh simulasi transportasi kemasan
hasil rancangan menggunakan truk pada jalan luar kota ........................ 72
10 Hasil uji lanjut Duncan kerusakan fisik total buah salak ....................... 74
11 Hasil uji lanjut Duncan kerusakan fisik memar buah salak ................... 75
12 Hasil uji lanjut Duncan kerusakan fisik busuk buah salak ..................... 76
13 Hasil uji lanjut Duncan kerusakan fisik pecah kulit buah salak ............. 77
14 Hasil uji lanjut Duncan persentase luas memar buah salak.................... 78
15 Hasil uji lanjut Duncan jumlah spot memar buah salak......................... 79
16 Hasil uji lanjut Duncan kekerasan buah salak ....................................... 80
17 Hasil uji lanjut Duncan TPT buah salak................................................ 81
18 Analisis ekonomi kemasan hasil rancangan .......................................... 82

vi
PENDAHULUAN

Latar Belakang
Buah salak (Salacca edulis), sebagaimana mangga, pepaya dan manggis,
termasuk buah tropik yang eksotik dan memiliki rasa khas yang menjadi
kelebihannya dibandingkan dengan buah-buahan lainnya. Buah asli Nusantara ini
juga termasuk buah yang populer di masyarakat Indonesia dan cukup banyak pula
varietas yang telah dikembangkan, di antaranya salak pondoh (Sleman,
Yogyakarta), manonjaya (Tasikmalaya), condet (Jakarta), bali (Bali), dan
sidimpuan (Sumatera Utara). Tingkat harga eceran buah salak yang relatif
terjangkau konsumen dari semua golongan dan ketersediaannya sepanjang tahun
(Gambar 1) menempatkan buah salak sebagai salah satu mata dagangan yang
berprospek baik.

1000000
900000
800000
jumlah produksi (ton)

700000
600000
500000
400000
300000
200000
100000
0
70

73

76

79

82

85

88

91

94

97

00

03
19

19

19

19

19

19

19

19

19

19

20

20

tahun produksi

Gambar 1. Produksi buah salak di Indonesia (Deptan, 2006).

Dalam penanganan pasca panen pada tahap transportasi, buah salak


biasanya dikemas dalam keranjang bambu, peti kayu, kardus (kotak karton
gelombang) atau kemasan tradisional khas sentra produksi, seperti salak
sidimpuan yang dikemas dalam karung anyaman pandan (sumpit). Penggunaan
kemasan kemasan tersebut mempengaruhi tingkat kerusakan pasca panen yang
terjadi selama proses transportasi, khususnya kerusakan fisik. Sebagaimana yang
dilaporkan Suharjo et al. (1995), salak bali yang dikemas dengan peti kayu
berdimensi 50 x 30 x 30 cm dan disusun dalam bentuk butiran mengalami
kerusakan mekanis sebesar 11.8% setelah diangkut melalui jalan darat dari Bali ke
Malang. Pada salak pondoh, kerusakan mekanis yang terjadi sebesar 6.5% setelah
diangkut dari Yogyakarta ke Malang. Napitupulu et al. (2001) juga memaparkan
bahwa pada salak sidimpuan yang dikemas dalam karung anyaman pandan
(sumpit) berkapasitas 35 50 kg/ karung, kehilangan pasca panen yang terjadi
sebesar 26.3 29.8% setelah diangkut selama 18 jam (Padang Sidimpuan
Medan) dan disimpan selama 1 (satu) hari. Dengan kondisi transportasi dan
penyimpanan yang sama, kehilangan pasca panen menjadi 14.3% bila salak
sidimpuan dikemas dengan kardus (kotak karton gelombang) berukuran 40 x 30 x
20 cm dan kapasitas 10 11 kg. Sedangkan jika salak sidimpuan dikemas
menggunakan kemasan berbentuk kotak dari bingkai kayu sebagai kerangka
kemasan dan pelepah salak segar sebagai dinding kemasan yang dirancang oleh
Dalimunthe (2002), kehilangan pasca panen yang terjadi sebesar 8.3 9.2%
setelah diangkut dan disimpan dengan kondisi yang sama.
Untuk menekan kehilangan pasca panen yang cukup besar ini, salah satu
solusi adalah merancang kemasan baru yang berprinsip kepada teknologi tepat
guna. Pemilihan teknologi tepat guna didasarkan pada upaya mereduksi biaya
kemasan dan kemudahan penerapannya di lapangan. Prinsip teknologi tepat guna
tersebut menjadi pedoman dalam penelitian ini. Kemasan yang dirancang dalam
penelitian ini adalah kemasan dengan bahan baku pelepah salak yang dikeringkan
dengan penjemuran. Hasil penelitian ini diharapkan dapat menjadi alternatif
kemasan yang aplikatif dan ekonomis sebab pelepah salak sebagai bahan baku
kemasan relatif selalu tersedia di lapangan dan pembuatannya relatif mudah
sehingga dapat dikerjakan sendiri oleh produsen/ petani.

Tujuan
Penelitian ini dilakukan dengan tujuan :
1. Merancang kemasan transportasi buah salak berbahan baku pelepah salak.
2. Menganalisis pengaruh kemasan pelepah salak hasil rancangan terhadap
tingkat kerusakan buah salak selama transportasi.

2
TINJAUAN PUSTAKA

Penanganan panen dan pasca panen (segar) buah salak

Panen
Buah salak dipanen dengan cara memotong tangkai tandan dengan
menggunakan sabit, pisau yang tajam atau gergaji. Buah salak termasuk buah non
klimaterik sehingga hanya dapat dipanen jika benar-benar telah matang di pohon,
yang ditandai dengan sisik yang telah jarang, warna kulit buah merah kehitaman
atau kuning tua, bulu-bulu di kulit telah hilang, bila dipetik mudah terlepas dari
tangkai dan beraroma salak.
Panen dilakukan dalam keadaan cuaca kering (tidak hujan) pada pagi hari
(pukul 9 10 pagi) saat buah sudah tidak berembun. Jika panen dilakukan pada
saat terlalu pagi dan buah masih berembun maka buah akan mudah kotor dan bila
luka sangat rentan terserang penyakit. Bila panen dilakukan pada siang hari, buah
akan mengalami penguapan sehingga susut lebih banyak, sedangkan bila pada
sore hari dapat berakibat lamanya waktu menunggu, kecuali harus bekerja pada
malam hari (Sabari, 1983, diacu dalam Mohamad, 1990).
Salak dipanen saat berumur 5 6 bulan umur bunga. Untuk salak pondoh,
panen raya terjadi pada periode November Januari, masa panen sedang terjadi
pada Mei Juli, masa panen kecil pada periode Februari April, dan masa
istirahat (kosong) terjadi pada periode Agustus Oktober. Buah yang masih
dapat dipanen pada masa istirahat disebut buah slandren (Arief, 2003). Buah
salak pondoh sebenarnya dapat dipanen sebelum berumur 5 bulan (umur bunga)
karena rasanya sudah manis dan tidak sepat meski masih muda, namun akan
diperoleh buah berukuran kecil dan beraroma lemah karena komponen penyusun
aroma buah salak belum terbentuk optimal (Suhardjo et al., 1995).
Pada salak bali panen raya berlangsung dari bulan Desember hingga
Maret, masa panen kecil yang disebut Gadu terjadi pada periode Juli Agustus
(Damayanti, 1999). Salak bali disarankan untuk dipanen pada umur 5 bulan
(umur bunga) karena bila dipanen melebihi umur tersebut terdapat bercak kebiru-
biruan pada daging buah salak bali (Suhardjo et al., 1995).
Salak sidimpuan biasanya dipanen pada umur bunga 5.5 bulan. Salak
diangkut menggunakan kereta sorong (beko) maupun kuda menuju tempat
pengumpulan (Napitupulu et al., 2001). Salak condet dipanen mulai umur bunga
5 bulan karena pada umur tersebut salak condet memiliki kadar gula tertinggi.
Kadar gula ini akan menurun pada umur 6 bulan dan disertai dengan penurunan
kadar asam dan kadar tanin (Suhardjo et al., 1995).

Pengumpulan dan pembersihan


Buah salak yang dipanen dimasukkan ke dalam keranjang bambu atau peti
kayu yang diberi alas daun-daunan. Beberapa petani maju menggunakan peti
plastik jenis HDPE (high density polyethylene) untuk membawa salak dari kebun
ke kios atau toko yang sekaligus sebagai tempat pengumpulan dan pengemasan.
Buah salak diletakkan di tempat yang teduh, seperti di bawah pohon atau
naungan, untuk melindungi dari sengatan matahari yang dapat meningkatkan suhu
buah salak sehingga mempercepat kerusakan (Suhardjo et al., 1995).
Kebersihan salak berpengaruh terhadap masa simpan buah salak. Tandan
salak sering diletakkan dekat dengan permukaan tanah sehingga kotoran dapat
menempel pada buah salak dan menyebabkan binatang-binatang kecil yang
menyukai tempat lembab sering bersembunyi di antara buah dalam tandan.
Pembersihan buah salak dilakukan dengan menyikat buah menggunakan sikat ijuk
atau plastik dengan gerakan searah susunan sisik (Suhardjo et al., 1995) sehingga
buah salak bersih dari kotoran dan sisa-sisa duri. Bersamaan dengan pembersihan
dapat dilakukan sortasi dan penggolongan (grading).

Sortasi dan Penggolongan


Sortasi bertujuan memilih buah yang baik, tidak cacat, dan dipisahkan dari
buah yang busuk, pecah, tergores atau tertusuk. Juga berguna untuk
membersihkan buah salak dari kotoran, sisa sisa duri, tangkai dan ranting.
Khusus pada salak bali dengan tujuan pasar lokal tidak dilakukan sortasi
(Damayanti, 1999).
Penggolongan bertujuan menyeragamkan ukuran dan mutu buah sehingga
mendapatkan harga jual yang lebih tinggi. Sebelum dikemas dalam karung

4
anyaman pandan, buah salak sidimpuan digolongkan secara manual ke dalam 2
(dua) kelas yaitu kelas ukuran besar dan kelas ukuran sedang yang dicampur
dengan ukuran kecil (Napitupulu et al., 2001). Penggolongan buah salak bali
didasarkan kepada besar, bentuk, penampilan, warna, corak, bebas penyakit dan
tidak cacat atau luka (Tabel 1)

Tabel 1. Penggolongan buah salak bali (Suhardjo et al., 1995)


Kelas Mutu Ciri ciri
AA (super) 12 buah/ kg, sehat, warna kulit kekuningan
AB (sedang) 15 19 buah/ kg, sehat
C (kecil) 25 30 buah/ kg, bahan baku manisan
BS (tidak diperdagangkan) Busuk, pecah

Untuk pasar ekspor, persyaratan mutu lebih tinggi dengan mengikuti


persyaratan yang ditetapkan pembeli luar negeri. Pasar Eropa menetapkan
persyaratan keutuhan buah, kesegaran, kehalusan permukaan kulit buah, bebas
dari kerusakan fisik, mikrobiologis ataupun bau asing, derajat ketuaan yang tepat
dan keadaan yang baik sampai tujuan (Suhardjo et al., 1995).

Penyimpanan
Penyimpanan yang dilakukan petani atau pedagang hanya bersifat
sementara dan dilakukan di lapangan. Petani/ pedagang belum melakukan
kegiatan penyimpanan yang bertujuan untuk memperpanjang masa simpan buah
salak sebelum dipasarkan. Buah yang telah disortasi dan digolongkan dikemas ke
dalam karung anyaman pandan atau keranjang menunggu dimuat ke sarana
pengangkutan.

Pengangkutan (transportasi) dan pengemasan


Biasanya buah salak dikemas dalam keranjang bambu (besek)
berkapasitas 5, 10, dan 20 kilogram. Pada kemasan salak pondoh, buah salak
yang masih utuh pada tandan diletakkan di tengah dan di sekelilingnya diletakkan
butiran salak yang sudah lepas dari tandan. Salak bali biasanya dikemas dalam
peti kayu yang dialasi tikar pandan untuk bantalan. Salak sidimpuan biasanya

5
dikemas dalam karung anyaman pandan yang disebut sumpit dengan kapasitas
yang bervariasi sekitar 35 sampai 50 kg/ karung menggunakan kemasan pengisi
(bantalan) berupa serat pelepah kering tanaman salak (Gambar 2).

Gambar 2. Karung anyaman pandan (sumpit).

Pengangkutan salak sidimpuan dari kebun ke tempat pengumpulan


berjarak sekitar 1 km. Untuk penjualan ke pasar lokal setempat, buah salak
diangkut menggunakan sarana angkutan mobil pick up dan biaya transportasi
ditanggung oleh petani. Untuk pemasaran di luar daerah Padang Sidimpuan,
digunakan truk Fuso dan Colt Diesel yang dilengkapi dengan penutup terpal.
Kapasitas Truk Fuso sekitar 7 ton ( 300 karung anyaman pandan). Untuk pasar
ekspor, buah salak dikemas dengan karton bergelombang yang berkapasitas 10
11 kg. Dalam kemasan ini, digunakan daun pisang kering maupun potongan
kertas koran sebagai kemasan pengisi.

Pengemasan buah-buahan

Tujuan dan fungsi pengemasan


Pengemasan dilakukan untuk meningkatkan keamanan produk selama
transportasi, dan melindungi produk dari pencemaran, susut mutu dan susut bobot,
serta memudahkan dalam penggunaan produk yang dikemas. Secara umum,
pengemasan berfungsi untuk pemuatan produk pada suatu wadah (containment),

6
perlindungan produk, kegunaan (utility), dan informasi. Untuk keperluan
transportasi, fungsi pengemasan lebih diutamakan untuk pemuatan dan
perlindungan. Sedangkan pengemasan eceran (retail) lebih dititik beratkan pada
fungsi kegunaan dan informasi produk (Peleg, 1985).
Buah yang akan diangkut dapat dikemas menggunakan berbagai jenis
kemasan, seperti karung goni, kardus, keranjang plastik atau bambu, tray dari
stirofoam dan plastik film, dan peti kayu. Disamping itu, terdapat juga jenis
kemasan yang khas sentra produksi buah, misalnya kemasan karung anyaman
bambu (sumpit) pada transportasi buah salak sidimpuan.

Kerusakan buah dan kemasan selama transportasi


Selama transportasi, buah-buahan yang dikemas mengalami kerusakan,
dapat berupa kerusakan kimiawi, fisik dan mikrobiologis. Kerusakan kimiawi
ditandai dengan adanya perubahan warna buah (discoloration) dan busuk (karat)
pada buah akibat terinfeksi mikroorganisme. Kerusakan fisik ditandai dengan
adanya pecah (kulit terkelupas), memar dan luka pada buah (Waluyo, 1991).
Kerusakan ini diakibatkan oleh benturan (shock) dan getaran (vibration) selama
transportasi (Maezawa, 1990), beban tekanan yang dialami buah (stress), varietas,
tingkat kematangan, bobot dan ukuran buah, karakteristik kulit buah serta kondisi
lingkungan di sekitar buah (Kays, 1991).
Kerusakan fisik dapat juga disebabkan oleh isi kemasan terlalu penuh
(over packing) ataupun terlalu kurang (under packing) dan penumpukan kemasan
yang terlalu tinggi. Isi kemasan yang terlalu penuh mengakibatkan bertambahnya
tekanan (compression) pada buah, sedangkan isi kemasan yang terlalu kurang
akan menyebabkan buah yang terletak pada bagian atas saling berbenturan dan
terlempar karena getaran maupun benturan yang berlangsung selama transportasi.
Penumpukan kemasan yang terlalu tinggi menyebabkan buah pada lapisan dasar
dalam kemasan yang paling bawah dari tumpukan akan mengalami kerusakan
tekan akibat penambahan tekanan dari tumpukan kemasan (Darmawati, 1994).
Pada pengemasan buah salak, kerusakan yang terjadi umumnya adalah
kerusakan fisik (pememaran, goresan, retak/ pecah dan luka) dan kerusakan
mikrobiologis. Mikroorganisme yang terbawa dari kebun, suasana yang lembab

7
dan hangat dalam kemasan selama pengangkutan mendorong pembusukan
berlangsung lebih cepat. Buah yang mengalami luka fisik juga lebih cepat busuk,
sehingga memberikan tampilan yang buruk untuk dijual.

Hasil hasil penelitian terdahulu


Hasil penelitian Singh dan Xu (1993) menunjukkan bahwa kerusakan fisik
pada buah apel Mc-Intosh dipengaruhi oleh jenis kemasan dan vibrasi kendaraan
transportasi (truk). Dalam penelitian ini tingkat kerusakan fisik diuji dengan
simulasi transportasi menggunakan meja getar elektrohidraulik. Uji mengacu
pada Metode A, ASTM D4728-87 dan merefleksikan transportasi pada 2 (dua)
jenis suspensi truk yaitu suspensi pegas daun (leaf spring suspension) dan
suspensi bantalan udara (air-ride suspension) yang mensimulasikan perjalanan
sejauh 88 km/jam (55 mph) pada jalan tol antar daerah selama 180 menit
menggunakan truk bermuatan 8.172 kg (18,000 lb). Hasil penelitian tersebut
menunjukkan bahwa kemasan FTHS (full telescopic half slotted) berkapasitas 96
buah apel dan menggunakan tray polistiren adalah kemasan yang terbaik dalam
mengurangi kerusakan fisik dengan persentase kememaran sebesar 5.2% jika
diangkut menggunakan truk dengan suspensi pegas daun dan sebesar 1.0% dengan
suspensi bantalan udara. Penelitian ini juga menunjukkan bahwa penggunaan
suspensi bantalan udara untuk truk (kendaraan transportasi) lebih optimal dalam
mengurangi kerusakan fisik daripada penggunaan suspensi pegas daun.
Hasil dari penelitian gt et al. (1999) menunjukkan jenis kemasan
bantalan berpengaruh nyata terhadap modulus elastisitas (P < 0.01) setelah
transportasi pada buah peach (Golden Elberta cling). Tingkat perubahan terkecil
(modulus elastisitas sebelum dan sesudah simulasi transportasi) terjadi pada
bantalan papan kertas (paperboard) sedangkan tingkat perubahan modulus
elastisitas terbesar terjadi pada bantalan kayu.
Studman (1999) meneliti pengaruh kemasan terhadap tingkat kerusakan
fisik (memar) akibat transportasi dengan menggunakan metode finite element pada
buah apel di Selandia Baru. Hasil percobaan menunjukkan bahwa persentase
memar buah apel yang disusun dalam kardus berkapasitas 100 buah apel lebih

8
rendah daripada buah apel yang disusun dalam kardus berkapasitas 88 buah apel,
masing masing berkisar 15 73% dan 53 - 94%.
Hasil penelitian Waluyo (1990) menunjukkan bahwa kerusakan fisik buah-
buahan selama proses transportasi dipengaruhi oleh varietas buah, jenis kemasan,
pola susunan buah dalam kemasan dan lama transportasi. Penelitian dilakukan
terhadap 3 (tiga) varietas buah jeruk (Citrus sinensis, C. nobilis, dan C.
reticulata). Semakin lama transportasi maka kerusakan fisik yang terjadi juga
makin besar, kerusakan fisik buah jeruk yang mengalami simulasi transportasi
selama 8 (delapan) jam mencapai 4.40% sedangkan pada simulasi selama 4
(empat) jam mencapai 1.99%. Simulasi pengangkutan truk selama 4 (empat) dan
8 (delapan) jam masing masing setara dengan perjalanan sepanjang 653
kilometer dan 1,307 km dengan amplitudo getaran 1.74 cm pada jalan luar kota.
CGS Noer (1998) memaparkan bahwa pada transportasi jarak dekat, jenis
kemasan tidak berpengaruh nyata dalam mereduksi kerusakan fisik pada komoditi
tomat segar. Dari hasil uji transportasi menggunakan truk selama 6 (enam) jam
sejauh 230 kilometer (Brastagi Tanjung Balai), dibuktikan bahwa perlakuan
jenis kemasan dan cara penyusunan buah dalam kemasan tidak berpengaruh nyata
terhadap kerusakan fisik, pH, total padatan terlarut dan derajat kematangan tomat
segar. Namun cara penyusunan buah dalam kemasan berpengaruh nyata terhadap
susut bobot dan kekerasan tomat segar.
Suatu program komputer perancangan kemasan karton gelombang untuk
transportasi buah-buahan telah disusun Darmawati (1994). Buah yang digunakan
dalam penelitian ini adalah buah jeruk siam pontianak. Kemasan hasil rancangan
diuji dengan simulasi transportasi meja getar selama 8 (delapan) jam setara
dengan pengangkutan dengan truk dalam jarak tempuh 2,490 km panjang jalan
beraspal baik atau 905 km panjang jalan buruk berbatu. Hasil percobaan
menunjukkan tingkat kerusakan buah dalam kemasan yang dinyatakan sebagai
persentase penurunan nilai kekerasan dan IKS (Indeks Kememaran Setara)
dipengaruhi oleh tipe flute dan ketebalan karton gelombang.
Shahabasi et. all (1995) telah meneliti pendugaan ketinggian tumpukan
buah apel varietas Jonathan yang disimpan secara curah (bulk). Hasil pendugaan
menunjukkan bahwa apel Jonathan dapat ditumpuk secara curah setinggi 8 meter

9
pada umur petik 1 hari dan hanya dapat ditumpuk setinggi 3 meter pada umur
simapn 45 hari dalam penyimpanan dingin.
Chen dan Yazdani (1991) meneliti pengaruh ketinggian benturan dan jenis
bantalan terhadap tingkat kememaran apel varietas Golden Delicious. Hasil
penelitian ini menunjukkan bahwa apel Golden Delicious sangat rentan terhadap
memar, karena itu sebaiknya apel tersebut tidak mendapat perlakuan jatuhan
(dropping) bahkan dari ketinggian jatuh yang rendah. Untuk menghindari memar,
yang terbaik adalah menggunakan bantalan setebal 6.35 mm, karena volume
memar yang terjadi hanya berkisar 0 0.5 cm3 pada ketinggian jatuh 0 40 cm.
Abrar (2000) meneliti tentang pengukuran tingkat kememaran buah Salak
Pondoh menggunakan pengolahan citra. Dari penelitian ini didapatkan persamaan
laju kerusakan memar buah salak pada suhu 26 oC dan suhu penyimpanan 10 oC,
masing masing adalah M26 = 100e-0.0041t dan M10 = 100e-0.0016t. Kadar gula buah
salak yang memar mengalami peningkatan dengan bertambahnya waktu, dengan
koefisien determinasi hubungan kadar gula dan luas memar untuk suhu 26 oC
adalah 0.5624 dan 0.066 untuk suhu penyimpanan 10 oC. Kekerasan buah salak
yang memar menurun dengan bertambahnya umur simpan dengan koefisien
determinasi hubungan kekerasan dan luas memar untuk suhu 26 oC adalah 0.7289
dan 0.8991 untuk suhu penyimpanan 10 oC.
Suhardjo et al. (1995) memaparkan beberapa informasi mengenai
kerusakan fisik buah salak akibat transportasi di Indonesia yang berkaitan dengan
kondisi transportasi dan jenis kemasan. Pada salak manonjaya, buah salak
dikemas dengan keranjang bambu (besek) yang berkapasitas 30 40 kg dan
disusun secara acak. Salak pondoh juga dikemas dalam keranjang bambu
berbobot 5, 10 dan 20 kg dan disusun dengan meletakkan buah salak yang masih
melekat pada tandannya di tengah-tengah kemasan dan di sekelilingnya diletakkan
buah salak yang berbentuk butiran. Buah salak bali disusun sama dengan cara
susun salak pondoh, namun kemasan yang digunakan adalah peti kayu dengan
berat kotor 10 kg (50 x 30 x 30 cm). Kerusakan fisik pada cara susun tersebut
lebih kecil daripada cara susun butiran. Pada salak bali yang disusun dalam peti
kayu dalam bentuk tandan kerusakan fisik yang terjadi sebesar 9.6% sedangkan
pada bentuk butiran mencapai 11.8% setelah transportasi dari Bali ke Malang.

10
Pada salak bali, kerusakan fisik dalam bentuk tandan sebesar 6.3% dan dalam
bentuk butiran 6.5% setelah transportasi dari Yogyakarta ke Malang.
Alternatif pengemasan buah salak menggunakan kemasan atmosfir
termodifikasi (MAP) untuk transportasi dengan kereta api telah diteliti oleh
Mohamad (1990). Hasil penelitian menunjukkan kombinasi konsentrasi gas CO2
dan O2 yang optimal adalah 10% O2 dan 2.0% CO2. Setelah simulasi transportasi,
secara organoleptik buah salak pondoh masih disukai konsumen sampai
penyimpanan hari ke 20 dan mengandung total padatan terlarut 17.8%.
Hasil penelitian Dalimunthe (2002) menunjukkan bahwa kemasan
transportasi buah salak dapat dibuat dari pelepah-pelepah salak segar, namun di
dalam laporan penelitiannya tidak terdapat informasi tentang dimensi dan
kekuatan (mekanis) kemasan. Kemasan yang dirancang Dalimunthe (2002)
adalah kemasan berbentuk kotak dengan bingkai (kerangka) kemasan dari kayu
dan dinding kemasan dari pelepah-pelepah salak segar. Dari hasil uji transportasi
menggunakan truk selama 10 jam (Padang Sidimpuan Medan) ditunjukkan
bahwa kerusakan fisik buah salak yang paling rendah yaitu sebesar 8.3 9.2%
didapatkan pada kemasan berbobot 10 kg dengan masa penyimpanan 2 (dua) hari
dibandingkan dengan kemasan berbobot 15 kg dan 20 kg dan masa simpan 4
(empat) dan 6 (enam) hari setelah transportasi.

Perancangan kemasan transportasi buah buahan


Syarat-syarat perancangan
Kemasan transportasi untuk komoditi hortikultura, khususnya buah, lebih
ditujukan untuk melindungi buah dari kerusakan yang dapat menurunkan mutu
buah, maka aspek teknis menjadi pertimbangan utama dalam perancangan
kemasan tersebut. Aspek teknis perancangan mencakup pemilihan bahan
kemasan, bentuk dan dimensi kemasan, serta uji-uji sifat fisik dan reologi yang
berkaitan dengan aspek tersebut dan tetap mempertimbangkan sifat-sifat kritis
komoditi hortikultura yang mempengaruhi perubahan mutu komoditi tersebut
selama transportasi.
Menurut Maezawa (1990), pengemasan dirancang untuk mengatasi faktor
getaran dan benturan selama transportasi. Pemilihan bahan kemasan juga

11
mengutamakan bahan yang dapat melindungi produk dari kerusakan fisik selama
transportasi. Kemasan harus mampu menahan beban tumpukan, dampak
pemuatan dan pembongkaran buah dari sarana transportasi, serta getaran dan
benturan selama perjalanan (Waluyo, 1990). Dengan kata lain, kemasan harus
mampu menahan beban dan bersifat kaku (rigid) sehingga tidak mentransfer
beban apapun kepada buah (Hilton, 1993).
Dalam merancang kemasan transportasi untuk komoditi hortikultura perlu
diperhatikan persyaratan persyaratan berikut (Soedibjo, 1972, diacu dalam
Waluyo, 1990) :
1. Kemasan harus benar benar berfungsi sebagai wadah yang dapat diisi
produk.
2. Kemasan harus tahan dan tidak berubah bentuk selama pengangkutan.
3. Permukaan bagian dalam kemasan harus halus sehingga produk tidak rusak
selama pengangkutan.
4. Ventilasi kemasan harus cukup, sehingga dapat mengeluarkan gas hasil
metabolisme produk dan menurunkan panas yang timbul. Selain itu, juga
dapat menahan laju transpirasi dan respirasi dari produk.
5. Bahan untuk kemasan harus cukup kering sehingga beratnya tetap (konstan),
dan tidak mengabsorpsi air dan perisa (flavour) produk.
6. Kemasan harus bersih dan tidak memindahkan infeksi penyakit ke produk,
bahan kemasan juga harus tahan serangan jamur, gigitan serangga dan tikus.
7. Kemasan harus mudah diangkat dan dapat disusun pada bak bak alat
angkut dengan sistem pallet (khusus untuk ekspor).
8. Kemasan harus ekonomis dan bahan kemasan terdapat di sentra produksi.
Persyaratan perancangan serupa juga dipaparkan oleh Roswita dan Erma
(1999) untuk kemasan transportasi buah markisa, yaitu :
1. Kemasan cukup kuat sehingga dapat melindungi buah dari memar, getaran
dan tekanan dari tumpukan kemasan.
2. Mempunyai sirkulasi udara yang baik.
3. Mempunyai permukaan yang halus agar buah tidak luka
4. Mudah dipakai dan dapat diangkut (tidak mempersulit penanganan).
5. Tidak beracun dan bereaksi dengan buah yang dikemas.

12
Fungsi proteksi terhadap buah dapat dipenuhi dengan baik dalam
penggunaan kemasan peti kayu, stirofoam, dan keranjang plastik yang keras
(crates), sedangkan pada kardus (kotak karton gelombang) hanya mampu bila
ditumpuk setinggi 6 7 tumpukan saja. Selain itu jika isi kardus terlalu padat
atau RH lingkungan tinggi, maka kardus tidak mampu lagi menahan beban dan
mentransfer beban tersebut kepada buah. Compressive strength kardus menurun
sekitar 35% jika kadar air meningkat dari 10% ke 15% (Hilton, 1993).
Hal tersebut sejalan dengan Marcondes (1992) yang menyatakan bahwa
RH yang tinggi akan menurunkan compressive strength bahan-bahan dari papan
serat korugasi (corrugated fibreboard). Penurunan kemampuan kardus dalam
menahan beban akibat RH yang tinggi dapat diatasi dengan pemberian lapisan
lilin (waxing) pada bagian dalam dan luar kemasan kardus, atau cukup pada
bagian dalam kemasan agar lebih ekonomis (Hilton, 1993).
Penggunaan keranjang bambu kurang efektif sebagai kemasan
transportasi, karena penampang kemasan yang berbentuk lingkaran, daripada
kemasan lain yang berpenampang segi empat seperti kayu dan kardus. Bentuk
penampang lingkaran pada keranjang bambu menyebabkan keranjang bambu
bersifat fleksibel saat dikenai beban tumpukan terutama bila diisi penuh (padat)
sehingga buah juga akan menerima beban tumpukan tersebut (Gambar 3).

Gambar 3. Keranjang bambu.

Agar keranjang bambu dapat lebih baik melindungi buah, maka pada
bagian atas keranjang ditambahkan penahan sehingga bentuk penampang
keranjang tidak mengalami perubahan (deformasi) saat dikenai beban tekanan

13
(Gambar 4). Selain itu pengisian buah diatur sedemikian rupa sehingga keranjang
tidak terlalu padat (overfilled) (Hilton, 1993).

Gambar 4. Keranjang bambu yang diberi penahan pada bagian atas.

Kapasitas kemasan ditentukan berdasarkan sistem penanganan yang akan


digunakan pada transportasi. Menurut Peleg (1985), kapasitas kemasan untuk
penanganan sesuai kemampuan manusia (suitable for carrying man) adalah 15
30 kilogram dan sekitar 200 500 kilogram untuk sistem penanganan mesin
(suitable for forklift handling).
Menurut Hilton (1993) vibrasi dan benturan selama transportasi dapat
diredam dengan penggunaan kemasan bantalan. Pada jenis kemasan yang terbuat
dari kayu atau plastik (hard plastic), kemasan bantalan harus dirancang
sedemikian rupa sehingga dapat meredam vibrasi dan benturan sekaligus dapat
menjaga posisi buah tidak berubah di dalam wadah kemasan bantalan selama
proses transportasi dan tidak menyentuh dasar kemasan primer (Gambar 5).
Komoditi hortikultura bersifat mudah rusak (perishable) dan masih
melakukan metabolisme sebagai aktivitas hidup maka pemuatan produk dalam
kemasan harus dilakukan secara efisien untuk menghindari kerusakan produk
selama transportasi. Penggunaan 60 65% volume kemasan adalah penggunaan
volume kemasan yang baik untuk mengurangi kerusakan produk karena masih
tersedianya ruang dalam kemasan untuk pertukaran gas gas yang dihasilkan dari
proses metabolisme produk selama dikemas (Peleg, 1985).

14
Waluyo (1990) memaparkan produk (buah) yang dikemas akan semakin
rusak bila frekuensi alat angkut (kendaraan transportasi) sesuai dengan natural
frequency buah karena timbul resonansi sehingga buah akan berbenturan dengan
lebih kuat dan sering. Natural frequency adalah getaran yang dialami suatu
sistem massa pegas (spring mass system) pada frekuensi tertentu yang bersifat
tetap setelah sistem massa pegas tersebut (dalam hal ini buah-buahan) diberi
beban tekanan (Maezawa, 1990).
Agar natural frequency buah yang dikemas tidak sama dengan frekuensi
gaya yang diberikan (forced frequency), maka dapat digunakan kendaraan yang
frekuensi suspensinya berbeda dengan natural frequency buah yang diangkut
(Hilton, 1993) atau dengan cara menambah massa buah yang dikemas sehingga
memperkecil damping ratio. Penambahan massa buah harus tetap memperhatikan
beban tumpukan yang diterima buah pada lapisan paling bawah kemasan tidak
melebihi beban maksimum (bioyield) yang dapat diterima buah (Waluyo, 1990).
Nilai natural frequency buah dapat ditentukan dengan menggunakan kurva
relaksasi buah yang menunjukkan sifat viskoelastis buah sebagai salah satu sifat
reologi buah. Apabila sifat tersebut telah diketahui, maka dapat digunakan untuk
mencari nilai tetapan model Maxwell Kelvin yang disederhanakan (Simplified
Maxwell Kelvin Model) untuk memperkirakan perilaku buah dalam kemasan.

kurang tepat tepat berlebihan

Kemasan bantalan
Kemasan primer

Gambar 5. Pengaturan posisi buah di dalam kemasan bantalan.

Pada perancangan kemasan transportasi komoditi hortikultura juga


dilakukan serangkaian pengujian untuk menilai kemasan hasil rancangan tersebut.
Secara garis besar, pengujian-pengujian ini dapat digolongkan pada 2 (dua) jenis

15
uji yaitu pengujian terhadap kemasan hasil rancangan dan pengujian terhadap
komoditi hortikultura. Pengujian terhadap kemasan hasil rancangan berupa uji
beban tekan (compression testing) dan uji ketinggian jatuh (dropping testing)
dengan sampel uji tiap kemasan hasil rancangan. Untuk pengujian kemasan hasil
rancangan secara tumpukan, dilakukan uji transportasi baik berupa simulasi di
laboratorium maupun uji langsung di lapangan sesuai jalur transportasi yang
ditentukan (Peleg, 1985). Adapun pengujian terhadap komoditi yang diangkut
bertujuan untuk menganalisis kerusakan yang timbul sebelum dan sesudah proses
transportasi, biasanya berupa pengukuran sifat-sifat kritis komoditi yang
mempengaruhi mutu komoditi, seperti sifat fisik, reologi, kimia, fisiologik dan
organoleptik. Contoh dari sifat fisik dan reologi yang diuji adalah persentase
kememaran, firmness, modulus elastisitas dan susut bobot. Sifat kimia misalnya
total padatan terlarut, pH, dan kadar vitamin C, dan sifat fisiologik misalnya laju
respirasi (Purwanto, 1986; Waluyo, 1990; Mohamad, 1990; gt et al., 1997;
CGS Noer, 1998; Darmawati, 1994; Dalimunthe, 2002; Anwar, 2005).

Pola penyusunan buah dalam kemasan


Secara garis besar, pola penyusunan buah dalam kemasan dapat
digolongkan dalam 2 cara, yaitu pola penyusunan buah secara acak (jumble pack),
dan pola penyusunan secara teratur (pattern pack). Pola penyusunan buah secara
acak adalah pola yang paling umum digunakan, terutama untuk buah buahan
yang berharga murah. Pola ini adalah pola yang paling tua, paling sederhana dan
berbiaya rendah daripada semua pola penyusunan secara teratur. Namun pola ini
menyebabkan kerusakan buah yang tinggi, kepadatan buah dalam kemasan yang
lebih rendah dan penampilan yang kurang menarik.
Menurut Syaifullah dan Soedibyo (1976), diacu dalam Waluyo (1990),
penyusunan buah dalam kemasan dapat dilakukan dengan beberapa cara (pola),
yaitu pola 2-2, 3-2, 3-3, dan 4-3 (Gambar 6).

16
Gambar 6. Pola penyusunan buah jeruk dalam kemasan.

Penelitian Waluyo (1990) terhadap buah jeruk yang dikemas dalam peti
kayu menunjukkan bahwa pola susunan 3-2 lebih unggul daripada pola 3-3.
Setelah simulasi transportasi selama 8 (delapan) jam, kekerasan buah jeruk yang
disusun dengan pola 3-2 sebesar 4.9733 kg/cm2 sedangkan kekerasan buah jeruk
dengan pola 3-3 sebesar 4.0800 kg/cm2.
Peleg (1985) mengembangkan pola penyusunan buah secara teratur
berdasarkan jarak (selang) antara buah dalam 3 (tiga) dimensi atau sesuai dengan
sumbu cartesius (x, y, z) dan disebut sebagai Pola Region I, Pola Region II dan
Pola fcc (face-centered cubic). Di antara ketiga pola tersebut, pola fcc merupakan
pola susun yang optimal. Pola susun fcc adalah suatu cara penyusunan dalam
kemasan dengan bentuk susunan yang mirip kubus. Bentuk kubus ini ditunjukkan
dengan 5 (lima) buah sebagai contoh susunan, dimana 1 (satu) buah sebagai pusat
yang diletakkan di tengah tengah (titik pusat) kubus dan 4 (empat) buah masing
masing diletakkan di sudut sudut kubus (Gambar 7). Pola susunan fcc hanya
berlaku untuk buah yang berbentuk spheroid dan ellipsoid. Mayoritas buah
buahan memang berbentuk spheroid.

17
Gambar 7. Ilustrasi pola penyusunan fcc.

Pola susun fcc diawali dengan menentukan jumlah buah dalam kemasan
(N). Selanjutnya jumlah buah dalam kemasan menjadi acuan dalam menentukan
jumlah buah pada tiap baris/ lajur kemasan (KA, KB, KC). Adapun kombinasi nilai
KA, KB, KC didasarkan pada jenis pola baris buah, yaitu pola baris simetris atau
non simetris.
Rumusan pola baris non simetris: N = (KAKBKC) / 2................................(1)
Disebabkan N harus suatu bilangan bulat, setidaknya salah satu dari KA,
KB dan KC harus suatu bilangan genap agar didapatkan pola baris non simetris
tersebut.
Rumusan pola baris simetris: N = (KAKBKC + 1) / 2.................................(2)
Sedangkan pola baris simetris, KA, KB, dan KC harus termasuk bilangan
ganjil agar N tetap suatu bilangan bulat.
Setelah pola baris KA, KB, dan KC ditentukan, selanjutnya dapat dihitung
ukuran dimensi kemasan dengan rumusan:
A = (1.41 KA + 0.59)a ..................................(3)
B = (1.41 KB + 0.59)b ..................................(4)
C = (1.41 KC + 0.59)b ......................................(5)
Dan volume kemasan ditentukan dengan rumus:
V = ABC...................................................................................................(6)
Sedangkan volume total buah dalam kemasan adalah:
2
Vk = ab 2 K A K B K c ................................................................................(7)
3

18
Sehingga kepadatan (densitas) kemasan didapatkan:
S = Vk/ V.................................................................................................(8)
Adapun jarak antar buah dalam pola fcc diatur dalam 3 (tiga) dimensi
sesuai 3 (tiga) sumbu cartesius (sumbu x, y, z) ditentukan dengan rumusan:
x = 0.82a .......................................(9)
y = 0.82b .....................................(10)
z = 0.82b .....................................(11)
Salah satu keuntungan dari pola susun fcc ini dibandingkan pola susun
konvensional adalah penggunaan volume kemasan yang lebih baik sehingga dapat
menghemat biaya transportasi, penyimpanan dan bahan kemasan dengan tetap
mempertahankan mutu buah-buahan yang dikemas.

Standar Mutu Salak


Standar mutu salak Indonesia tercantum pada SNI 01 3167 1992.
Salak dibagi atas 2 (dua) kelas mutu, yaitu mutu I dan mutu II (Tabel 2). Ukuran
berat dibagi atas ukuran besar untuk salak yang berbobot 61 gram atau lebih per
buah, ukuran sedang berbobot 33 60 gram/ buah, dan ukuran kecil berbobot 32
gram atau kurang per buah.

Tabel 2. Kelas mutu salak berdasarkan SNI 0131671992

Tingkat Mutu I Mutu II


Ketuaan Seragam tua Kurang seragam
Kekerasan Keras Keras
Kerusakan kulit buah Utuh Kurang utuh
Ukuran Seragam Seragam
Busuk (bobot/bobot) 1% 1%
Kotoran Bebas Bebas

19
PENDEKATAN MASALAH

Kerugian akibat kerusakan pasca panen setelah transportasi pada buah salak
masih cukup besar. Besarnya kehilangan ini tidak hanya disebabkan oleh sifat buah salak
yang mudah rusak (perishable), tetapi dipengaruhi oleh kondisi transportasi, seperti
kemasan yang digunakan dan sarana transportasi serta penanganan yang kurang tepat
selama pengangkutan. Kemasan transportasi yang layak adalah kemasan yang mampu
meminimalisir kerusakan sehingga dapat mempertahankan mutu buah salak yang
diangkut. Akan lebih baik lagi bila kemasan transportasi tersebut tidak menelan biaya
yang besar sehingga membantu mereduksi biaya yang ditanggung produsen. Dalam hal
ini, pembuatan kemasan yang berprinsip kepada teknologi tepat guna menjadi suatu
pilihan. Tujuan ini dapat dicapai dengan pembuatan kemasan dari pelepah salak sebagai
bahan baku.
Pelepah salak adalah bahan yang relatif murah dan selalu tersedia di lapangan,
sehingga dapat mengurangi biaya kemasan tanpa mengabaikan aspek aspek teknis
kemasan yang layak untuk transportasi. Salah satu aspek teknis yang harus dipenuhi
adalah kemasan hasil rancangan harus mampu menahan beban tumpukan agar beban
tersebut tidak diteruskan kepada buah salak yang disusun dalam kemasan, sehingga buah
salak hanya menerima beban dari buah buah salak yang disusun di atasnya dalam suatu
kemasan.
Selain bahan kemasan, aspek yang perlu dicermati untuk mengurangi kerusakan
buah salak adalah penyusunan buah di dalam kemasan. Penyusunan buah yang baik akan
menghasilkan susunan buah yang kokoh dan penggunaan volume kemasan yang lebih
baik. Cara susun buah dengan metode fcc adalah pilihan yang tepat untuk memperoleh
kedua hal tersebut.
Pola penyusunan buah fcc dikembangkan oleh Peleg (1985). Pola susunan fcc
dipilih karena susunan buah yang dibentuk lebih kokoh daripada pola susunan buah yang
lain. Dengan pola susunan fcc, jarak antar buah ditentukan secara khusus, sehingga tidak
terbentuk ruang ruang kosong karena adanya buah yang tidak mengalami kontak
(bersentuhan) dengan permukaan buah lainnnya (tetangga buah tersebut). Ruang kosong
ini dapat mengakibatkan kerusakan mekanis pada buah (memar) karena getaran dan
goncangan selama transportasi. Selain itu dapat menyebabkan susunan buah dalam
kemasan menjadi berantakan. Pada pola susunan fcc, setiap buah mengalami kontak
dengan permukaan buah buah tetangganya, sehingga susunan buah menjadi kokoh
(tightest packing). Susunan buah yang kokoh ini akan sangat membantu dalam
mengurangi kerusakan mekanis yang terjadi selama transportasi.

Pendekatan bentuk geometri buah salak


Pola susunan fcc hanya berlaku untuk buah yang berbentuk spheroid dan
ellipsoid. Bentuk buah salak lebih mendekati ellipsoid daripada spheroid, maka
diasumsikan buah salak berbentuk ellipsoid. Bentuk ellipsoid didapatkan dengan asumsi
bahwa bagian buah yang meruncing diabaikan (Gambar 8). Pengabaian ini tidak
menimbulkan masalah saat penyusunan buah dalam kemasan, karena bagian yang
meruncing tersebut akan berada di antara buah pada lapisan di atasnya. Bagian
meruncing yang diabaikan ini adalah setengah dari tinggi buah salak (1/2 h) sesuai
dengan pengamatan selama penelitian terhadap bagian yang meruncing pada buah salak.

2c

2b

2a
Gambar 8. Ilustrasi asumsi bentuk spheroid buah salak.

21
Perancangan kemasan
Agar sesuai dengan kemampuan penanganan menggunakan tenaga manusia,
kapasitas kemasan yang akan dirancang ditentukan pada 3 (tiga) taraf kapasitas kemasan,
yaitu 10, 15 dan 20 kilogram. Adapun prosedur penentuan ukuran dimensi dalam
kemasan sesuai metode fcc diuraikan sebagai berikut :
i. Penghitungan jumlah buah (N) dalam 1 (satu) perlakuan kapasitas kemasan
N = jumlah buah/ kg x kapasitas kemasan (kg) ...............................(12)
ii. Penentuan volume seluruh buah dalam kemasan sesuai dengan Persamaan 7.
iii. Penentuan jumlah baris/ lajur buah dalam kemasan (KA, KB, KC) berdasarkan
jumlah buah dalam 1 (satu) kapasitas kemasan (N) yang didasarkan pada kepadatan
kemasan tertinggi dari hasil perhitungan terhadap pilihan pilihan nilai KA, KB, KC
yang dicantumkan dalam metode fcc (Peleg, 1985) dan berpedoman kepada nilai N
(Lampiran 1).
iv. Penentuan selang antar buah dalam kemasan (x, y, z) yang diatur dalam 3
(tiga) dimensi sesuai dengan 3 (tiga) sumbu cartesius (sumbu x, y, z) menggunakan
rumusan yang telah ditentukan oleh Peleg, sebagaimana yang dicantumkan pada
Persamaan 9 sampai dengan Persamaan 11.
v. Penentuan dimensi kemasan (A, B,C dan V) sesuai Persamaan 3 sampai dengan
Persamaan 5.
vi. Penentuan volume kemasan sesuai dengan Persamaan 6.
vii. Penentuan kepadatan kemasan sesuai dengan Persamaan 8.

Pengujian (simulasi) transportasi


Untuk menguji kemampuan kemasan hasil rancangan dalam meminimalisir
kerusakan buah salak yang terjadi selama transportasi, dilakukan simulasi transportasi
menggunakan meja getar di laboratorium. Melalui simulasi transportasi, kehomogenan
kondisi akan didapatkan. Kehomogenan kondisi pengujian penting untuk mengetahui
kelayakan kemasan hasil rancangan untuk digunakan pada proses transportasi. Bila
pengujian transportasi dilakukan langsung di lapangan, maka kehomogenan akan sulit
dicapai karena akan lebih banyak faktor yang mempengaruhi, seperti kondisi supir sarana
pengangkutan, waktu tempuh yang berbeda pada tiap ulangan pengujian karena

22
bergantung pada kondisi lalu lintas selama transportasi. Selain itu, waktu simulasi lebih
singkat daripada uji transportasi langsung di lapangan karena dapat didekati dengan
konsep kesetaraan jarak tempuh sesuai jenis jalan yang dilalui. Waktu uji yang lebih
singkat ini sangat berguna untuk segera mendapatkan hasil uji yang akan digunakan
dalam evaluasi kekurangan kekurangan dari kemasan hasil rancangan sebelum kemasan
tersebut diaplikasikan pada kondisi transportasi sesungguhnya.
Kemampuan kemasan hasil rancangan dalam meminimalisir kerusakan dapat
ditinjau dari persentase kerusakan fisik buah salak setelah simulasi. Salah satu jenis
kerusakan fisik yang penting adalah memar. Memar merupakan gejala kerusakan buah
akibat getaran dan guncangan yang dialami buah selama transportasi. Memar juga
disebabkan gesekan antar buah maupun gesekan buah dengan dinding kemasan yang
berlangsung selama proses transportasi. Memar akan segera diikuti dengan pembusukan
sehingga buah menjadi tidak layak jual. Memar mengindikasikan bahwa jaringan daging
buah salak telah rusak sehingga mutu buah menurun. Semakin besar kerusakan memar
yang terjadi setelah simulasi menunjukkan semakin rendahnya kemampuan kemasan
hasil rancangan dalam meminimalisir kerusakan buah salak.

23
BAHAN DAN METODE

Bahan dan Alat


Bahan bahan penelitian ini terdiri atas pelepah salak, kawat, paku dan
buah salak. Dalam penelitian tahap I digunakan 3 (tiga) varietas buah salak, yaitu
manonjaya, pondoh, dan sidimpuan pada 3 (tiga) hari umur panen. Pada
penelitian tahap III digunakan buah salak manonjaya yang berumur panen 2 (dua)
hari. Adapun alat alat yang digunakan terdiri atas alat alat pertukangan,
jangka sorong (vernier caliper), oven pengering, timbangan digital, Universal
Testing Machine, meja getar (vibrator), rheometer dan refractometer.

Tempat dan Waktu


Penelitian tahap I dilakukan di Laboratorium Keteknikan Kayu, Fakultas
Kehutanan, IPB untuk pengujian sifat fisik mekanis pelepah dan buah salak, dan
Laboratorium Energi Dan Elektrifikasi Pertanian, Fakultas Teknologi Pertanian
IPB untuk pengukuran kadar air pelepah salak. Penelitian tahap II dilakukan
menggunakan komputer dengan program Microsoft Excel XP dan Autocad 2002
untuk perancangan kemasan. Penelitian tahap III dilakukan di Laboratorium
Mekanik Kayu, Balai Penelitian dan Pengembangan Kehutanan, Bogor untuk
pengujian beban tekan maksimum kemasan hasil rancangan dan di Laboratorium
Teknologi Pengolahan Hasil Pertanian, Fakultas Teknologi Pertanian IPB untuk
simulasi transportasi kemasan. Semua data hasil penelitian tahap III diolah
menggunakan program Microsoft Excel XP dan SAS versi 6.12. Keseluruhan
tahapan penelitian dilakukan dari Februari sampai dengan Desember 2006.

Metode Penelitian
Penelitian ini terdiri atas 3 (tiga) tahapan yang disajikan pada Gambar 9,
yaitu :
1. Pengukuran dimensi dan uji sifat mekanis buah dan pelepah salak
2. Perancangan dimensi kemasan yang optimal
3. Uji beban tekan maksimum dan simulasi transportasi kemasan hasil
rancangan.
Buah Salak Pelepah Salak
Uji sifat mekanis Uji sifat fisik
Bioyield Uji kadar air
Strain Uji penyusutan

Tahap I
Deformasi
Stress Uji sifat mekanis
Firmness Uji kekuatan tekan
Pengukuran MOR (kelenturan)
Berat tiap buah MOE (kekakuan)
Dimensi tiap buah

Pengawetan pelepah salak dengan metode penjemuran


hingga kadar air kering udara (10- 20 % bb)

Penghitungan jumlah buah dalam satu jenis kapasitas kemasan (N)

Penentuan volume seluruh buah


dalam 1 jenis kapasitas kemasan (Vk)
Tahap II

Penentuan Ka, Kb, dan Kc dengan metode fcc (Peleg,1985)

Penentuan selang antar buah dalam kemasan (x, y, z)

Penentuan dimensi kemasan (A, B, C, V)

Uji beban tekan kemasan hasil rancangan

Tahap III
Uji simulasi transportasi kemasan hasil rancangan
di laboratorium

Gambar 9. Diagram alir penelitian.

25
Uji sifat fisik bahan kemasan dan sifat mekanis produk (Tahap I)
Pengukuran dimensi buah salak
Dimensi buah salak yang diukur terdiri atas diameter mayor (2a), diameter
minor (2b) dan tinggi buah (h) (Gambar 10). Pengukuran dilakukan dengan
menggunakan jangka sorong (vernier caliper).

2a
2b

Gambar 10. Pengukuran dimensi buah salak.

Karena belum tersedia dimensi buah salak, maka untuk mendapatkan data
hasil uji (pengukuran) yang representatif dilakukan teknik pengambilan data
sampel (sampling) dengan batasan populasi adalah buah salak kelas mutu ukuran
besar (bobot buah salak 61 gram) sesuai SNI.

Uji sifat mekanis buah salak


Pengujian dilakukan pada tiap individu buah salak dengan memberikan
gaya statis (beban) (3 ulangan) dengan mesin Instron Universal Testing Machine.
Data hasil pengujian berbentuk kurva beban pada kertas grafik. Pemberian beban
dihentikan jika kurva menunjukkan penurunan setelah mencapai puncak. Posisi
buah salak saat pengujian adalah posisi vertikal, sesuai dengan posisi buah salak
bila disusun dalam kemasan hasil rancangan. Uji ini bertujuan untuk mengetahui

26
bioyield (beban tekan maksimum yang ditahan satu buah salak), firmness,
deformasi, regangan (strain).

Tabel 3. Formulir hasil uji kekerasan buah salak


Perlakuan Ulangan Bioyield Deformasi Strain Firmness
(kg) (mm) (kg/mm)

Uji sifat fisik dan mekanis pelepah salak


Data sifat fisik dan mekanis pelepah salak dibutuhkan untuk mengetahui
kekuatan pelepah salak sebagai bahan baku kemasan. Karena penelitian sifat fisik
pelepah salak belum pernah dilakukan, maka metode yang digunakan pada
penelitian ini mengacu kepada metode uji sifat fisik kayu kayu yang telah
dilakukan. Tiap jenis uji dilakukan sebanyak 3 (tiga) ulangan.
Uji sifat fisik yang dilakukan berdasarkan ASTM D 143 (2002), yang
meliputi :
1. Uji kadar air
a. contoh uji diambil dari tiap pelepah salak (3 ulangan) dengan ukuran
2.5 x 2.5 x 10 cm (1 x 1 x 4 inchi).
b. contoh uji ditimbang untuk menentukan berat awal, lalu dikeringkan
dalam oven dengan suhu 103 2 oC hingga berat konstan selama 24
jam dan ditimbang berat akhirnya (berat kering tanur)
c. Kadar air dihitung dengan rumus
Berat awal Berat ker ing oven
Kabb = x100%................................(13)
Berat awal
Berat awal Berat ker ing oven
Kabk = x 100%................................(14)
Berat ker ing oven
2. Uji penyusutan
a. contoh uji diambil dari tiap pelepah salak (3 ulangan) dengan ukuran
2.5 x 2.5 x 10 cm (1 x 1 x 4 inchi).
b. contoh uji diukur dimensi awal (panjang, lebar, tinggi) lalu
dikeringkan dalam oven dengan suhu 103 2 oC selama 24 jam dan
diukur dimensi akhir (berat kering tanur).

27
c. Penyusutan dihitung dengan rumus
Volume awal Volume akhir
Penyusu tan = x100%.........................(15)
Volume awal

3. Uji keteguhan tekan


a. contoh uji diambil dari tiap pelepah salak (3 ulangan) dengan ukuran
2 x 2 x 10 cm.
b. contoh uji dipasang di tempat alat/ mesin uji tekan.Pembebanan
diberikan sampai terjadi kerusakan pada contoh uji dan beban yang
dicatat adalah beban maksimum.
c. Keteguhan (tekan sejajar serat) dihitung dengan rumus
Beban maks ( P) kg
Keteguhan tekan (T ) = .........(16)
Luas permukaan bidang tekan ( A) cm 2

4. Uji keteguhan lentur (MOR) dan sifat kekakuan (MOE)


a. contoh uji diambil dari tiap pelepah salak (3 ulangan) dengan ukuran
2.5 x 2.5 x 41 cm untuk masing masing uji (MOR dan MOE)
b. beban diberikan di tengah tengah contoh uji dengan jarak sangga 36
cm dan defleksi dicatat sampai mencapai beban maksimum.
Pembacaan beban dilakukan setiap kenaikan 1 kg beban.
c. Dari hasil pengamatan beban dan defleksi selanjutnya dihitung nilai
MOE dan MOR dengan rumusan (Lampiran 2):
PL3
MOE = ...................................................................................(17)
12R 4

PL
MOR = .......................................................................................(18)
R 3

Penjemuran pelepah salak


Pelepah salak termasuk bahan yang mudah busuk, maka untuk
mengawetkan dilakukan penjemuran hingga kadar air kering udara. Metode
penjemuran dipilih berdasarkan pertimbangan kemudahan aplikasi di tingkat
petani. Pelepah salak mudah menyerap air dari lingkungan sekitarnya, maka

28
kadar air kering udara pada pelepah salak ditentukan berkisar 10% sampai dengan
20% bb tergantung dari kondisi kelembaban lingkungan sekitarnya.

Perancangan kemasan (Tahap II)


Kemasan dirancang menggunakan metode fcc (Peleg, 1985). Tahap
perancangan kemasan diawali dengan menentukan jumlah buah dalam 1 (satu)
jenis kapasitas kemasan menggunakan nilai bobot rataan buah salak manonjaya
dengan menggunakan Persamaan 12. Nilai N ini akan digunakan untuk
menentukan jumlah buah tiap baris (KA, KB dan KC) sesuai pilihan pilihan
metode fcc (Lampiran 1). Selanjutnya dihitung volume kemasan dan volume
seluruh buah dalam kemasan sesuai Persamaan 6 dan Persamaan 7. Selanjutnya
dihitung jarak antar buah dalam 3 (tiga) sumbu cartesius (sumbu x, y, z) sesuai
Persamaan 9 sampai dengan Persamaan 11. Kemudian dihitung dimensi kemasan
(A, B, C) sesuai Persamaan 3 sampai dengan Persamaan 5. Hasil penghitungan
dimensi kemasan tersebut menjadi pedoman dimensi dalam kemasan pada
pembuatan kemasan hasil rancangan.

Uji kemasan hasil rancangan (Tahap III)


Uji beban tekan maksimum
Uji beban dilakukan untuk menentukan beban tumpukan maksimum
kemasan hasil rancangan. Uji dilakukan terhadap kemasan kosong. Perlakuan
dalam uji ini adalah kapasitas kemasan, yang terdiri atas 10, 15, 20 kg buah salak.
Jumlah ulangan uji beban adalah 3 (tiga) ulangan untuk tiap perlakuan kapasitas
kemasan. Posisi kemasan saat diuji beban berada dalam posisi vertikal sesuai
posisi kemasan saat digunakan pada uji simulasi transportasi. Pemberian beban
dilakukan menggunakan Universal Testing Machine. Pembebanan dihentikan jika
kemasan hasil rancangan mengalami deformasi permanen (retak, patah), beban ini
dinyatakan sebagai beban maksimum yang dapat ditahan kemasan.

Uji transportasi (simulasi)


Simulasi dengan meja getar berfrekuensi 3.34 Hz selama 3 (tiga) jam yang
setara dengan transportasi sejauh 500 km pada jalan luar kota menggunakan truk
yang berfrekuensi 1.4 Hz (Lampiran 9). Uji ini bertujuan menganalisis pengaruh

29
kapasitas kemasan terhadap tingkat kerusakan fisik pada buah salak. Uji
dilakukan sebanyak 2 (dua) ulangan untuk tiap perlakuan kapasitas kemasan.
Pengamatan parameter kerusakan dilakukan pada lapisan atas, tengah, dan bawah
dari tiap kemasan perlakuan. Parameter kerusakan terdiri atas persentase
kerusakan fisik setelah simulasi, persentase kememaran buah, tingkat kekerasan
buah dan total gula (total padatan terlarut).
Pengamatan dilakukan sampai keseluruhan buah salak sampel membusuk
sehingga pengamatan dilakukan selama 5 (lima) hari. Sampel pengamatan
parameter sebanyak 2 (dua) buah salak (sebagai dua ulangan) pada tiap hari
pengamatan, sehingga sampel buah salak yang diamati dari tiap lapisan pada tiap
ulangan jenis kapasitas kemasan berjumlah 18 (delapan belas) buah salak. Dari
tiap buah salak diambil 2 (dua) suku daging buah salak untuk diamati. Hasil
pengamatan tiap suku buah salak dirata ratakan untuk masing masing sampel
buah salak tersebut.
Parameter kerusakan persentase kerusakan fisik setelah simulasi adalah
jumlah kumulatif buah salak yang mengalami kerusakan berupa memar, busuk,
kulit terkelupas, dan pecah/ retak yang dibagi dengan jumlah total buah dalam
kemasan sampel pengamatan. Sampel buah salak yang busuk pada pengamatan
hari ke 0 tidak diamati meski terjadi kebusukan setelah simulasi transportasi
karena penyebab buah salak menjadi busuk pada hari tersebut adalah infeksi laten
cendawan dari kebun bukan akibat simulasi transportasi.

Tabel 4. Formulir hasil uji transportasi


Hari Kapasitas Kerusakan fisik setelah simulasi
ke - (kg) Memar Pecah/ Retak Kulit terkelupas Jumlah

30
Persentase kememaran buah adalah persentase dari perbandingan antara
luas memar kumulatif yang terjadi pada 1 (satu) buah salak hasil pengamatan
dengan luas permukaan daging buah salak (Gambar 11).

buah salak

memar

Gambar 11. Ilustrasi luas memar buah salak.

Luas bagian yang memar pada buah diasumsikan sebagai luas lingkaran
atau luas setengah elips tergantung pada bentuk luas bagian yang memar. Luas
permukaan daging buah salak diasumsikan sebagai luas permukaan (dinding)
kerucut. Rumusannya:
luas memar kumulatif
Persentase memar = x 100 %......... .......... .......... ..(19 )
luas permukaan daging buah

1
Luas spot memar lingkaran = d 2 .......... .......... .......... .......... .......... .......... .......( 20 )
4
1
Luas spot memar setengah elips = pq .......... .......... .......... .......... .......... .........( 21)
4

Luas permukaan = Luas alas + Luas se lim ut = r 2 + rs .......... .......... .......... .....( 22 )

Perubahan kekerasan buah salak diukur menggunakan Rheometer dengan


cara menusukkan jarum rheometer pada daging buah salak sampel. Kemudian
nilai kekerasan (kgf) dibaca pada alat tersebut. Perubahan total gula ditentukan
dengan mengukur total padatan terlarut (total soluble solid) buah salak. Prosedur
pengukuran diawali dengan menghancurkan setiap sampel daging buah salak, lalu
diperas dan airnya diteteskan pada wadah kaca Refractometer (alat ukur total
padatan terlarut). Kemudian dilakukan pembacaan pada alat refraktrometer yang

31
memiliki skala 0 60% ( obrix). Pengukuran kekerasan dan TPT dilakukan pada
tiap sampel buah salak pada tiap hari pengamatan.

Analisis ekonomi
Analisis ini dilakukan untuk mengetahui tingkat kerugian secara ekonomi
akibat kerusakan fisik setelah simulasi dengan penggunaan kemasan hasil
rancangan. Analisis ini adalah analisis ekonomi sederhana berdasarkan penjualan
buah salak yang disusun dalam kemasan hasil rancangan dalam 1 (satu) kali
proses pengangkutan menggunakan truk.

Tabel 5. Formulir analisis ekonomi


Bobot kemasan pelepah salak (kg)
Parameter (Rp.)
10 15 20
Modal awal
Modal kemasan
Sewa Angkutan
Laba awal
Harga jual buah salak
Kerugian
Kerusakan (%)
Laba bersih

Rancangan percobaan
Dalam penelitian ini digunakan 2 (dua) jenis rancangan percobaan, yaitu
Rancangan Acak Lengkap (RAL) dengan 1 (satu) faktor untuk hasil uji beban dan
Rancangan Acak Kelompok (RAK) dengan (satu) faktor untuk hasil simulasi
transportasi.
Rancangan percobaan uji beban
Rancangan yang digunakan dalam uji ini adalah Rancangan Acak Lengkap
dengan 1 (satu) faktorial dan 3 (tiga) kali ulangan untuk tiap perlakuan. Faktor
perlakuan (satu faktor) adalah jenis kapasitas kemasan dengan 3 taraf perlakuan,
yang terdiri atas:
A1 = kemasan berkapasitas 10 kg
A2 = kemasan berkapasitas 15 kg
A3 = kemasan berkapasitas 20 kg

32
Model umum dari rancangan percobaan ini adalah :
Yi= + Ai + (ik).....................................................................................(23)
Rancangan percobaan uji (simulasi) transportasi
Untuk menganalisis pengaruh kapasitas kemasan terhadap parameter
parameter kerusakan pada simulasi transportasi tersebut digunakan Rancangan
Acak Kelompok dengan 1 (satu) faktorial dan 2 (dua) kali ulangan untuk tiap
perlakuan dan tiap parameter pada tiap hari pengamatan. Faktor perlakuan (satu
faktor) adalah jenis kapasitas kemasan dengan 3 taraf perlakuan pada tiap hari
pengamatan, terdiri atas:
A1 = kemasan berkapasitas 10 kg
A2 = kemasan berkapasitas 15 kg
A3 = kemasan berkapasitas 20 kg
Batasan kelompok adalah lapisan buah sampel pengamatan dan posisi
(letak) kemasan dalam satu tumpukan kemasan uji. Lapisan buah salak sampel
pengamatan terdiri atas buah salak lapisan atas (a), lapisan tengah (t), dan lapisan
bawah (b) dari satu kemasan. Letak (posisi) kemasan dalam satu tumpukan
kemasan uji dibedakan atas kemasan bawah (K1), kemasan tengah (K2), dan
kemasan atas (K3), sehingga didapatkan 9 (sembilan) kelompok percobaan, yaitu :
K1 = sampel buah lapisan atas pada kemasan 1 (K1a)
K2 = sampel buah lapisan tengah pada kemasan 1 (K1t)
K3 = sampel buah lapisan bawah pada kemasan 1 (K1b)
K4 = sampel buah lapisan atas pada kemasan 2 (K2a)
K5 = sampel buah lapisan tengah pada kemasan 2 (K2t)
K6 = sampel buah lapisan bawah pada kemasan 2 (K2b)
K7 = sampel buah lapisan atas pada kemasan 3 (K3a)
K8 = sampel buah lapisan tengah pada kemasan 3 (K3t)
K9 = sampel buah lapisan bawah pada kemasan 3 (K3b)
Dalam uji ini terdapat 3 (tiga) jenis parameter pengamatan percobaan yaitu
kerusakan fisik setelah simulasi, kekerasan dan total padatan terlarut (TPT) buah
salak sampel setelah simulasi transportasi selama 3 (tiga) hari pengamatan.
Model umum dari rancangan percobaan ini adalah :
Yi= + K + Ai + (ik)............................................................................(24)

33
HASIL DAN PEMBAHASAN

Dimensi buah salak


Pengukuran dimensi buah salak dilakukan pada 3 (tiga) varietas buah salak
yaitu salak pondoh, salak manonjaya dan salak sidimpuan. Sampel pengukuran
pada ketiga varietas tersebut dibatasi pada buah salak kelas mutu ukuran besar
(bobot buah salak 61 gram) sesuai SNI 01 3167 1992.

Tabel 6. Hasil pengukuran bobot dan dimensi 3 (tiga) varietas salak


No Varietas salak Data pengukuran Rataan Simpangan Tingkat
baku (SD) kesalahan
(error)
1 Manonjaya berat (g) 78.165 8.910 5 gram
diameter mayor (cm) 5.505 0.306 0.5 cm
diameter minor (cm) 4.944 0.427 0.5 cm
h (cm) 6.400 0.668 0.5 cm
2 Pondoh berat (g) 74.064 9.065 5 gram
diameter mayor (cm) 5.247 0.282 0.5 cm
diameter minor (cm) 4.786 0.446 0.5 cm
h (cm) 6.401 0.640 0.5 cm
3 Sidimpuan berat (g) 90.088 16.009 5 gram
diameter mayor (cm) 5.793 0.389 0.5 cm
diameter minor (cm) 4.944 0.467 0.5 cm
h (cm) 7.161 0.928 0.5 cm

Dari hasil pengukuran dimensi buah salak (Tabel 6) ditunjukkan bahwa


dimensi panjang buah salak yang meliputi diameter terbesar dan terkecil serta
tinggi tidak jauh berbeda. Hal ini didukung dengan nilai standar deviasi dimensi
panjang yang rendah dan tidak jauh berbeda antar varietas. Sehingga penyusunan
buah salak dengan metode fcc yang menitik beratkan pada pola susun buah
berdasarkan jumlah buah dalam satu jenis kemasan adalah metode penyusunan
buah yang tepat bagi buah salak.
Kondisi yang berbeda ditunjukkan pada nilai standar deviasi berat buah
salak yang variatif antar varietas buah salak. Keragaman ukuran berat buah salak
yang tertinggi didapatkan pada varietas salak sidimpuan, kemudian salak pondoh,
dan terakhir salak manonjaya, dengan nilai standar deviasi masing masing
varietas adalah 16.009, 9.065 dan 8.910 gram. Berdasarkan besarnya nilai standar
deviasi berat buah salak tersebut, dapat dinyatakan bahwa berat tiap individu buah
salak sangat beragam bahkan dalam satu varietas salak.
Keragaman berat buah salak yang cukup besar ini akan sangat berpengaruh
pada berat bersih kemasan jika telah diisi dengan buah salak, karena berat bersih
kemasan tersebut akan menjadi beragam pula. Jika diurutkan dari jenis varietas,
berat rataan yang terbesar adalah berat rataan buah salak sidimpuan, lalu salak
manonjaya dan pondoh, masing masing 90.08 g 5 g, 78.165 5 g, dan 74.064
5 g. Dari nilai berat rataan tersebut dapat dinyatakan bahwa berat bersih
kemasan yang diisi buah salak sidimpuan lebih besar daripada yang diisi salak
pondoh dan manonjaya karena berat rataan buah salak sidimpuan adalah yang
terbesar daripada kedua jenis varietas salak tersebut. Sedangkan pada buah salak
pondoh dan manonjaya, berat bersih kemasannya juga tidak akan jauh berbeda
karena berat rataan dan standar deviasi kedua varietas buah salak tersebut tidak
berbeda jauh pula.

Sifat mekanis buah salak


Berdasarkan hasil uji sifat mekanis buah salak (Tabel 7), didapatkan
informasi bahwa bioyield buah salak sebesar 34.186 kg. Informasi ini
menunjukkan buah salak utuh (masih dengan kulit) mampu menahan beban
hingga 34.186 kg tanpa mengalami kerusakan (perubahan bentuk buah) atau
deformasi. Batasan yang disyaratkan kemasan harus dapat menahan beban
melebihi bioyield buah salak dan beban yang diterima oleh buah salak pada
bagian dasar dari suatu susunan buah (tumpukan) dalam satu kemasan rancangan
juga harus tidak melebihi bioyield buah salak tersebut.

Tabel 7. Hasil uji kekerasan buah salak


Sifat mekanis buah salak Nilai Keterangan
Bioyield (kg) 34.186 Fmax (puncak I)
Deformasi (cm) 1.3139 deformasi saat Fmax
Strain (cm/cm) 0.2006 deformasi/h salak
Stress (kg/cm2) 0.6508 bioyield/ A
Firmness (kg/cm) 34.6035 bioyield/ deformasi

35
Dari nilai bioyield (Tabel 7) dan berat rataan buah salak (Tabel 6) dapat
dinyatakan bahwa buah salak manonjaya dapat disusun secara vertikal ke atas
sebanyak 437 buah atau setara dengan 34.158 kg buah salak manonjaya,
sedangkan buah salak pondoh dapat disusun vertikal sebanyak 461 buah (setara
34.143 kg) dan buah salak sidimpuan sebanyak 379 buah (setara 34.143 kg).
Dari Tabel 7 ditunjukkan bahwa saat buah salak menerima beban sebesar
bioyield (34.186 kg) maka buah salak akan mengalami deformasi sebesar 1.3139
cm atau 0.2006 cm per tinggi buah salak (nilai strain buah salak). Dari Tabel 7
ditunjukkan bahwa buah salak akan mengalami deformasi sebesar 1 cm bila diberi
beban sebesar 34.6035 kg (nilai firmness buah salak).
Keseluruhan informasi informasi tersebut digunakan sebagai bahan
pertimbangan (persyaratan) dalam perancangan kemasan pada penelitian ini.
Kemasan yang dirancang harus dapat menahan beban tekan minimal sama dengan
bioyield buah salak agar buah salak yang disusun dalam kemasan hasil rancangan
tidak mengalami deformasi ataupun kerusakan bentuk yang menurunkan mutu dan
harga jual buah salak.

Sifat fisik dan mekanis pelepah salak


Meskipun pelepah salak termasuk produk non kayu, namun sifat sifat
pelepah salak memiliki kemiripan dengan sifat sifat kayu. Pada kayu, sifat fisik
dan mekanik, ketahanan terhadap penghancuran biologis, dan kestabilan dimensi
produk dipengaruhi oleh kandungan air yang ada. Karakter karakter tersebut
juga didapatkan pada pelepah salak, sebagaimana yang ditunjukkan pada sifat
fisik (Tabel 8) dan sifat mekanis pelepah salak (Tabel 9).

Tabel 8. Sifat fisik pelepah salak


Jenis sifat fisik Nilai
Kadar air (%)
Kabb 67.04
Kabk 203.51
Susut (%)
Radial (diameter) 14.74
Longitudinal (tinggi) 0.47
Volume 27.64
Keterangan : susut pelepah salak diukur dari kondisi segar sampai kering tanur (oven).

36
Pada pelepah salak kering, uji sifat mekanis dilakukan untuk 2 (dua) jenis
diameter berukuran 1.2 cm dan 1.5 cm yang dianggap mewakili variasi diameter
pelepah kering sebagai bahan baku kemasan. Hasil uji menunjukkan pengeringan
pelepah salak meningkatkan kekuatan mekanis (Tabel 9).

Tabel 9. Sifat mekanis pelepah salak


Tekan
Jenis pelepah MoE (kg/cm2) MoR (kg/cm2)
kg/cm2
segar 4,778.592 28.066 12.023
kering dia.1.2 cm 8,971.101 38.319 14.111
kering dia.1.5 cm 8,388.170 34.429 16.330

Dari hasil uji sifat fisik pelepah salak ditunjukkan bahwa pelepah salak
termasuk bahan berkadar air tinggi (67.04% kabb) dengan penyusutan bersifat
anisotropik seperti yang ditemukan pada kayu. Penyusutan anistotropik
mengandung pengertian penyusutan yang terjadi tidak sama besar dan arahnya
pada penampang radial, longitudinal dan tangensial. Sifat anisotropik tersebut
juga ditemukan pada penyusutan pelepah salak (Tabel 8) yang ditunjukkan
dengan penyusutan radial lebih besar daripada penyusutan longitudinal, masing
masing 14.736% dan 0.417%. Hal ini menunjukkan bahwa perubahan dimensi
tinggi (longitudinal) dapat diabaikan dalam pertimbangan desain kemasan, namun
berbeda dengan nilai susut radial yang cukup besar harus menjadi pertimbangan
yang penting dalam desain. Susut radial tersebut menimbulkan masalah bila
pelepah salak digunakan dalam kondisi segar. Penggunaan pelepah salak segar
akan menyebabkan perubahan dimensi kemasan yang mengakibatkan kemasan
menjadi kurang kokoh (rigid) dan mudah rusak. Bila ditinjau dari nilai susut
volume sebesar 27.642%, penggunaan pelepah salak segar dapat dipastikan akan
menyebabkan perubahan dimensi kemasan yang merugikan.
Pelepah salak pada kondisi segar memiliki kadar air yang cukup tinggi,
yaitu 67.041% bb atau 203.509% bk. Kadar air yang tinggi mengakibatkan
pelepah salak segar mudah membusuk karena kandungan air yang tinggi
memudahkan cendawan untuk berkembang, sehingga bila digunakan sebagai
bahan baku kemasan dapat dipastikan kemasan akan segera rusak.
Dari uji sifat mekanis ditunjukkan bahwa pengeringan pelepah salak hingga
mencapai kadar air kering udara (10 20%) dengan metode penjemuran

37
meningkatkan kekuatan (sifat) mekanis pelepah salak, sehingga pelepah salak
kering udara menjadi lebih layak digunakan sebagai bahan baku kemasan
daripada pelepah salak segar. Ketiga sifat mekanis yang terdiri atas modulus
elasitisitas (MOE), modulus patahan (MOR), dan kekuatan tekan tersebut
menunjukkan peningkatan nilai bila pelepah salak dikeringkan. Nilai MOE
meningkat hampir dua kali lipat bila pelepah salak dikeringkan (Tabel 9). Hal ini
menunjukkan bahwa pelepah salak kering lebih kaku (rigid) daripada pelepah
salak segar. Kekakuan bahan dibutuhkan untuk kekokohan kemasan. Nilai MOR
dan kekuatan tekan pelepah kering yang juga lebih besar daripada pelepah segar
menunjukkan bahwa kemampuan pelepah salak kering dalam menahan beban
lengkung dan tekan lebih baik daripada pelepah segar, sehingga pelepah salak
kering lebih layak digunakan sebagai bahan baku kemasan.
Disebabkan bervariasinya diameter pelepah salak setelah dikeringkan, maka
uji sifat mekanis juga dilakukan pada pelepah salak dengan diameter berbeda,
yaitu 1.2 cm dan 1.5 cm. Pemilihan kedua diameter ini didasarkan pada
pengamatan selama penelitian terhadap diameter yang dianggap mewakili variasi
diameter pelepah salak kering sebagai bahan baku kemasan. Dari Tabel 9
ditunjukkan bahwa semakin besar diameter pelepah salak kering yang digunakan
maka semakin besar pula kekuatan mekanis pelepah tersebut karena pertambahan
diameter menyebabkan penambahan luas penampang pelepah salak yang diberi
beban tekan. Pertimbangan pertimbangan inilah yang menjadi dasar pemilihan
penggunaan pelepah kering sebagai bahan baku kemasan. Untuk pengeringan
pelepah dipilih metode penjemuran agar lebih aplikatif di lapangan. Penjemuran
dilakukan sampai pelepah salak mencapai kadar air kering udara (10 20% bb).
Bila sifat fisik dan mekanis pelepah salak dibandingkan dengan kayu
sengon (jeunjing) yang biasanya juga sebagai bahan baku peti kayu, dapat dilihat
kekuatan mekanis pelepah masih lebih rendah daripada kayu sengon. Nilai MOE
dan MOR kayu sengon masing masing sebesar 7,3140.80 kg/cm2 dan 546.48 kg/
cm2 (Sribuono 2000, diacu dalam WR Pradana 2001). Kekuatan mekanis yang
lebih tinggi pada kayu sengon menyebabkan kayu sengon masih lebih baik
sebagai bahan baku kemasan. Kelebihan kayu sengon ini disebabkan kayu sengon
termasuk jenis kayu sedangkan pelepah salak termasuk bahan non kayu.

38
Perancangan kemasan
Lampiran 5 menunjukkan bahwa perancangan dimensi dalam kemasan
dengan metode fcc dipengaruhi oleh dimensi dari geometri buah salak.
Berdasarkan Tabel 6 dan asumsi dalam rancangan bahwa geometri buah salak
adalah spheroid, didapatkan ukuran buah salak untuk perancangan yang nilai
diameter mayornya (2a) sama dengan tinggi buah salak hasil asumsi (2c) dan
diameter minor yang lebih kecil dari tinggi buah salak hasil asumsi tersebut. Hal
ini menyebabkan komponen komponen ukuran dimensi dalam dari ketiga jenis
kapasitas kemasan hanya berbeda pada komponen komponen ukuran sejajar
sumbu y saja (Tabel 10). Pada ketiga jenis kapasitas tersebut ditunjukkan bahwa
perbedaan ukuran dimensi dalam kemasan hanya terdapat pada ukuran lebar
kemasan dan jumlah buah pada tiap baris sejajar sumbu y sebagai konsekuensi
dari bentuk geometri buah salak yang digunakan dalam perancangan kemasan.

Tabel 10. Hasil perancangan ukuran dimensi dalam kemasan


Kapasitas kemasan (kg)
Jenis ukuran
10 15 20
Jumlah buah dalam satu kemasan (N) 128 192 256
Jumlah buah pada tiap baris
sejajar sumbu x (KA) 8 8 8
sejajar sumbu y (KB) 4 6 8
sejajar sumbu z (KC) 8 8 8
Jarak antar buah (cm)
sejajar sb x (x) 2.5 2.5 2.5
sejajar sb y (
y) 2.1 2.1 2.1
sejajar sb z (z) 2.5 2.5 2.5
Dimensi dalam kemasan (cm)
Panjang (A) 36 36 36
Lebar (B) 16 23 30
Tinggi (C) 36 36 36
Volume (m3)
total buah dalam satu kemasan (Vk) 0.014 0.022 0.029
kemasan (V) 0.020 0.029 0.038
Kepadatan kemasan (S) 61% 63% 64%

39
Tabel 10 menunjukkan bahwa penggunaan metode fcc memberikan
beberapa keuntungan, yaitu penyusunan buah jauh lebih teratur, jumlah buah per
kemasan sama, jumlah buah yang disusun pada tiap baris juga sudah dapat
ditentukan dari awal, kepadatan kemasan berada pada kisaran 60 65 % sesuai
kepadatan kemasan yang dianjurkan untuk komoditi hortikultura (Peleg, 1985),
sehingga masih memberikan ruang dalam kemasan untuk pertukaran udara agar
buah tidak busuk dan ruang dalam kemasan tidak lembab. Kepadatan kemasan ini
adalah kepadatan kemasan bila hanya diisi buah salak saja, belum diberi kemasan
pengisi seperti potongan kertas ataupun daun daun kering.

Pembuatan kemasan hasil rancangan


Kemasan berbentuk peti dengan bagian dinding, dasar, dan tutup kemasan
dibuat dari pelepah salak yang telah dikeringkan (Gambar 12). Dari tiap pelepah
salak yang telah dijemur tersebut dipilih bagian bagian pelepah yang lurus
sebagai bahan baku kemasan. Bagian pelepah yang lurus tersebut digergaji sesuai
ukuran yang ditentukan dalam perancangan, lalu dilubangi dengan bor listrik.
Kemudian pelepah pelepah salak ini disambung (dirangkai) menggunakan kawat
yang dimasukkan pada lubang lubang hasil bor, sehingga kemasan hasil
rancangan tidak menggunakan paku kecuali pada dasar kemasan untuk
melekatkan dasar kemasan ke dinding kemasan. Rangkaian rangkaian pelepah
salak ini yang menjadi dasar, dinding dan tutup kemasan. Untuk memperkokoh
rangkaian, pelepah salak dijepit dengan kawat (Gambar 13). Karena sulitnya
mendapatkan pelepah salak kering yang berdiameter seragam, maka kemasan
hasil rancangan dibuat tanpa mengharuskan keseragaman ukuran diameter
pelepah yang telah digergaji dengan tetap membatasi ukuran diameter pelepah
salak kering yang digunakan berada dalam selang 1.2 1.5 cm.

40
Gambar 12. Ketiga kapasitas kemasan hasil rancangan dalam berbagai sudut
pandang.

Gambar 13. Pelepah pelepah salak yang dijepit dengan kawat.

41
Tabel 11. Dimensi dan berat kemasan hasil rancangan
Kapasitas kemasan (kg)
Jenis ukuran
10 15 20
Perancangan kemasan
Dimensi dalam kemasan (cm)
panjang 36 36 36
lebar 16 23 30
tinggi 36 36 36
Pembuatan kemasan
Dimensi kemasan (cm)
Dimensi dalam
panjang 36.2 36 36
lebar 16.5 23.8 31.7
tinggi 37.5 37.3 37.2
Dimensi luar
panjang 39.3 40.2 40.2
lebar 19.2 27.2 34.8
tinggi 40 40.2 40.3
Tutup kemasan
panjang 39.3 40 40.7
lebar 19.8 27.3 35.7
tinggi 1.5 1.5 1.5
Berat kemasan (kg)
Berat kotor kemasan 12.24 16.90 22.35
berat kotak kemasan 2.15 2.69 3.34
berat tutup kemasan 0.35 0.44 0.59
berat kertas 0.09 0.21 0.31
berat bersih kemasan (berat buah salak) 9.64 13.56 18.10
%ase rasio berat bersih/ kapasitas kemasan 96.4 90.4 90.5

Ukuran kemasan hasil rancangan adalah 39 x 19 x 40 cm untuk kapasitas 10


kg, 40 x 27 x 40 cm untuk kapasitas 15 kg, dan 40 x 35 x 40 cm untuk kapasitas
20 kg dengan toleransi ukuran 2 cm (Tabel 11 dan Lampiran 6).
Dari perbandingan dimensi kemasan yang tercantum pada Tabel 10 dan
Tabel 11, dapat dicermati bahwa dalam pembuatan kemasan hasil rancangan
didapati perbedaan (selisih) ukuran dimensi dalam hasil perhitungan dengan hasil
pembuatan. Selisih tersebut berada dalam kisaran 0 2 cm. Selisih ini
menyebabkan ruang di dalam kemasan menjadi lebih luas, namun kelebihan ini
tidak menimbulkan masalah karena dalam penyusunan buah salak juga digunakan
potongan potongan kertas sebagai kemasan pengisi. Potongan potongan
kertas yang digunakan berukuran panjang 15 - 17 cm dan lebar 0.5 0.7 cm.

42
Selain untuk menutupi kelebihan ruang tersebut, penggunaan potongan
potongan kertas juga ditujukan untuk mempermudah penyusunan buah salak di
dalam kemasan hasil rancangan. Pada kenyataannya di lapangan, bentuk buah
salak yang meruncing ke atas menyebabkan kesulitan tersendiri dalam
penyusunan buah secara vertikal sebagaimana pada metode fcc, maka disiasati
dengan menggunakan potongan potongan kertas yang akan mengisi rongga
rongga antar buah salak yang disusun, sehingga mempermudah penyusunan buah
salak pada lapisan selanjutnya.
Seperti yang telah disajikan pada Tabel 6, berat tiap individu buah salak
bervariasi meski berasal dari 1 (satu) varietas buah salak. Keragaman berat buah
salak tersebut berpengaruh pada berat bersih kemasan sebagaimana yang
ditunjukkan pada Tabel 11 dan Lampiran 6. Kondisi ini menyebabkan berat total
buah salak yang disusun dalam 1 (satu) kemasan tidak mencapai kapasitas
kemasan yang seharusnya. Hal ini ditunjukkan dari persentase rasio berat bersih
dengan kapasitas kemasan (Tabel 11), rasio yang variatif tidak disebabkan oleh
kapasitas kemasan, namun disebabkan oleh berat bersih kemasan yang variatif
sebagai konsekuensi berat buah salak yang beragam tersebut.
Kemudian buah buah salak disusun dengan metode fcc, sesuai yang
dicantumkan pada Tabel 10, sebanyak jumlah yang ditentukan pada tiap kemasan.
Rongga rongga antar buah diisi dengan potongan potongan kertas. Pemilihan
kertas berdasarkan pertimbangan higinitas dibandingkan menggunakan daun
daun kering (Gambar 14).

Gambar 14. Susunan fcc buah salak dan pengisian kertas dalam kemasan.

Buah salak yang disusun dalam percobaan ini adalah buah salak manonjaya.
Salak maonjaya termasuk buah salak yang banyak dibudidayakan di daerah Jawa

43
Barat. Hasil penelitian ini diharapkan dapat mengurangi kerusakan buah salak
setelah diangkut, sehingga akan meningkatkan penjualan buah salak tersebut.

Pengujian beban
Secara teoritis, penambahan kapasitas kemasan memperluas bidang tekan
kemasan sehingga menambah beban tekan yang dapat ditahan karena luasan
distribusi tekanan yang makin besar. Namun hasil uji beban (Tabel 12)
menunjukkan kondisi yang sebaliknya; penambahan kapasitas memperluas bidang
tekan kemasan, tetapi tidak meningkatkan kemampuan kemasan dalam menahan
beban tekan. Hal ini juga didukung oleh hasil uji beda lanjut Duncan (Lampiran
8); penambahan kapasitas peti rancangan tidak berbeda nyata dengan nilai beban
maksimum.

Tabel 12. Hasil uji beban kemasan rancangan


Kapasitas peti Ukuran bidang tekan Beban
(kg) p x l (cm) luas (cm2) maksimum (kg)
10 39 x 19 2 cm 741 120 cm2 410.7
15 40 x 27 2 cm 1,080 134 cm2 438.3
20 40 x 35 2 cm 1,400 150 cm2 396.7

Pada Tabel 12 ditunjukkan bahwa kemasan yang berkapasitas 15 kg


memiliki kemampuan menahan beban maksimum tertinggi, yaitu 438.3 kg.
Meskipun kemasan berkapasitas 20 kg memiliki bidang tekan terluas, kemampuan
menahan beban maksimum justru paling rendah diantara ketiga jenis kapasitas.
Kondisi ini disebabkan ketidak seragaman diameter dan bagian bagian
pelepah salak yang digunakan. Bagian lurus pelepah dapat diambil dari bagian
pangkal atau tengah pelepah, tergantung pada letak bagian yang lurus tersebut.
Selain itu usia pohon salak yang menjadi asal pelepah salak juga tidak seragam
karena tidak ditanam sekaligus pada saat yang sama. Hal ini memperlihatkan
kemiripan sifat pelepah salak dengan kayu, kekuatan kayu juga bervariasi dari
bagian pangkal hingga ujung (kayu gelondongan) dan usia dari pohon kayu.
Berdasarkan hasil uji beban yang disajikan pada Tabel 12, dapat dinyatakan
kemasan hasil rancangan mampu menahan beban dalam kisaran 400 kg. Pada
kisaran pembebanan tersebut, kemasan telah rusak atau mengalami deformasi

44
permanen karena serat serat pelepah salak mulai patah (Gambar 15). Dari hasil
ini juga dapat dinyatakan bila kemasan ditumpuk melebihi 400 kg, maka beban
tumpukan akan ditransfer ke buah buah salak dalam tumpukan paling bawah,
sehingga akan memperparah kerusakan buah salak. Sebagaimana yang
dicantumkan pada Tabel 6, bioyield buah salak adalah 34.186 kg.

Gambar 15. Kerusakan kemasan saat diberi uji beban.

Simulasi transportasi
Simulasi transportasi menggunakan meja getar berfrekuensi 3.34 Hz dan
amplitudo 4.85 cm selama 3 (tiga) jam atau setara dengan transportasi sejauh 500
km pada jalan luar kota menggunakan truk yang berfrekuensi 1.4 Hz dan
amplitudo 1.74 cm (Lampiran 9). Kemasan ditumpuk pada meja getar, 1 (satu)
tumpukan kemasan dijadikan sebagai 1 (satu) ulangan sesuai kapasitas kemasan
yang diuji. Satu tumpukan terdiri atas 3 buah kemasan uji (Gambar 16).

Gambar 16. Susunan kemasan sebelum simulasi transportasi.

45
Setelah simulasi, kemasan bergeser dan menyebabkan tumpukan dan bentuk
kemasan menjadi miring sebagaimana yang dapat dilihat pada Gambar 17 dan
Gambar 18. Kemiringan ini disebabkan getaran dan goncangan selama simulasi,
sehingga menggeser posisi kemasan. Getaran dan goncangan tersebut
merepresentasikan getaran dari sarana pengangkutan dan kondisi jalan selama
transportasi.

Gambar 17. Berbagai kondisi tumpukan kemasan setelah simulasi.

Gambar 18. Kondisi kemasan setelah simulasi.

Goncangan selama simulasi juga menyebabkan susunan buah salak di


dalam kemasan menjadi berubah (Gambar 19). Perubahan susunan buah ini
mengakibatkan rongga rongga antar buah menjadi berkurang dan tinggi susunan
buah salak dalam tiap kemasan menjadi turun.

46
Sebelum simulasi

Setelah simulasi

Gambar 19. Susunan buah sebelum dan setelah simulasi.

Kerusakan fisik setelah simulasi


Setelah simulasi, buah salak sampel diamati kerusakannya selama 5 (lima)
hari pada suhu ruang. Parameter kerusakan terdiri atas persentase kerusakan fisik
setelah simulasi, kememaran buah, kekerasan dan total padatan terlarut.
Kerusakan buah salak yang terjadi terdiri atas memar, busuk dan pecah kulit
(Gambar 20). Kondisi kulit terkelupas tidak ditemui selama pengamatan yang
dilakukan dalam penelitian ini.
Memar ditandai dengan adanya jaringan daging buah yang lembek, secara
visual transparan dan seperti berarir pada hari ke 0 pengamatan. Selanjutnya
jaringan tersebut akan berubah warna menjadi coklat. Busuk ditandai dengan
adanya jaringan daging buah yang lembek dan berair serta berwarna hitam.
Busuk ini juga menyebabkan kulit buah salak menjadi tidak keras, sehingga bila
ditekan daging buah yang hancur akibat busuk akan segera keluar disertai cairan
daging buah salak yang busuk tersebut. Pecah kulit ditandai dengan pengamatan
visual berupa terpecahnya kulit buah salak sehingga daging buah salak terlihat.

47
Gambar 20. Berbagai kerusakan buah salak setelah simulasi.

Persentase kerusakan fisik setelah simulasi


Secara fisiologis, setelah dipanen buah salak tetap melakukan proses
metabolisme, yang lebih bersifat autolisis. Pati; yang menjadi cadangan makanan,
digunakan sebagai sumber energi setelah dipanen; dengan memecah pati menjadi
glukosa. Energi ini dimanfaatkan untuk respirasi buah salak setelah dipanen.
Penggunaan cadangan makanan menyebabkan penurunan mutu buah salak.
Penurunan mutu akan semakin cepat bila buah mengalami kerusakan fisik akibat
transportasi karena terjadi kerusakan pada jaringan daging buah salak.
Analisis kerusakan fisik buah salak setelah simulasi ditunjukkan pada hasil
uji beda lanjut Duncan yang diuraikan pada Lampiran 10 sampai dengan
Lampiran 13. Lampiran 10 adalah hasil uji lanjut Duncan untuk kerusakan fisik
total, Lampiran 11 untuk kerusakan fisik memar, Lampiran 12 untuk kebusukan
dan Lampiran 13 untuk pecah kulit. Hasil uji lanjut Duncan kerusakan fisik total
pada Lampiran 10 menunjukkan hasil yang berlainan pada pengamatan hari ke 0
dan ke 1, namun menunjukkan hasil yang sama pada hari ke 2 sampai hari ke -
5. Pada pengamatan hari ke 0, pengaruh kapasitas 20 kg tidak berbeda nyata
dengan kapasitas 15 kg tetapi berbeda nyata dengan kapasitas 10 kg. Pada hari ke

48
1, pengaruh kapasitas 20 kg tidak berbeda nyata dengan 15 kg tetapi tetap
berbeda nyata dengan 10 kg dan kapasitas 15 kg tidak berbeda nyata terhadap 10
kg. Pada hari ke 2 dan seterusnya, pengaruh ketiga taraf perlakuan (kapasitas)
tidak berbeda nyata terhadap kerusakan fisik total.
Pada Lampiran 11, hasil uji beda lanjut Duncan terhadap kerusakan memar
menunjukkan hasil yang berlainan pula. Pada hari ke 0, pengaruh kapasitas 20
kg tidak berbeda nyata dengan 15 kg tetapi tetap berbeda nyata dengan 10 kg dan
kapasitas 15 kg tidak berbeda nyata terhadap 10 kg. Pada hari ke 1 dan ke 2,
pengaruh kapasitas 20 kg tidak berbeda nyata dengan kapasitas 15 kg tetapi
berbeda nyata dengan kapasitas 10 kg dan pengaruh kapasitas 15 kg tetap tidak
berbeda nyata dengan 10 kg. Pada hari ke 3 sampai hari ke 5, pengaruh
kapasitas 20 kg berbeda nyata dengan 15 kg dan 10 kg tetapi pengaruh kapasitas
15 kg tidak berbeda nyata terhadap 10 kg.
Uji beda lanjut Duncan terhadap kebusukan yang diuraikan pada Lampiran
12 juga menunjukkan hasil yang berlainan. Pada hari ke 0, pengaruh ketiga
jenis kapasitas berbeda nyata karena kebusukan buah salak belum terjadi pada hari
ke 0 tersebut. Pada hari ke - 1, pengaruh kapasitas tidak berbeda nyata. Pada
hari ke 2 dan seterusnya, pengaruh kapasitas kapasitas 15 kg tidak berbeda nyata
terhadap 10 kg tetapi berbeda nyata dengan 20 kg. Pada Lampiran 13 dapat
dilihat bahwa uji lanjut Duncan untuk persentase pecah kulit tetap menunjukkan
hasil yang sama pada tiap hari pengamatan.
Hasil uji beda lanjut Duncan yang berlainan pada beberapa hari pengamatan
tersebut disebabkan karakteristik kerusakan fisik buah salak yang berbeda beda.
Kerusakan pecah kulit hanya terjadi pada hari ke 0, kerusakan memar semakin
jelas dilihat dengan bertambahnya waktu pengamatan, sedangkan kebusukan
adalah reaksi lanjutan dari kerusakan memar buah salak. Kondisi dari kerusakan
fisik buah salak pada tiap hari pengamatan disajikan pada Gambar 21
menunjukkan bahwa kerusakan fisik maksimal buah salak setelah disimulasi
sekitar 22 % dengan menggunakan kemasan hasil rancangan.

49
a

24

Persentase kerusakan
20
16

fisik (%)
10 kg
12 15 kg
8
20 kg
4
0
Ho H1 H2 H3 H4 H5
Hari pengamatan (hari)

24
kerusakan fisik (%)

20
10 kg
Persentase

16
12 15 kg
8 20 kg
4
0
Ho H1 H2 H3 H4 H5
Hari pengam atan (hari)

24
Persentase kerusakan

20
16 10 kg
fisik (%)

12 15 kg
8 20 kg
4
0
Ho H1 H2 H3 H4 H5
Hari pengamatan (hari)

24
Persentase kerusakan

20
16 10 kg
fisik (%)

12 15 kg
8 20 kg

4
0
Ho H1 H2 H3 H4 H5
Hari pengam atan (hari)

Gambar 21a. Persentase kerusakan fisik total pada tiap kapasitas kemasan.
b. Persentase kerusakan fisik memar pada tiap kapasitas kemasan.
c. Persentase kerusakan fisik busuk pada tiap kapasitas kemasan.
d. Persentase kerusakan pecah kulit pada tiap kapasitas kemasan.

50
Berdasarkan Lampiran 10 dan Gambar 21a dapat dilihat bahwa kapasitas
kemasan memberikan kontribusi terhadap persentase kerusakan fisik total buah
salak setelah simulasi. Semakin besar kapasitas kemasan maka kerusakan fisik
total juga semakin besar. Persentase kerusakan tertinggi terjadi pada buah salak
yang disusun dalam kemasan berkapasitas 20 kg pada tiap hari pengamatan,
kecuali pada hari ke 0. Pengecualian ini ditunjukkan dengan nilai persentase
kerusakan fisik total tertinggi ditemui pada buah salak yang disusun dalam
kemasan berkapasitas 15 kg (Gambar 21a dan Gambar 21b). Tingginya
persentase memar tersebut disebabkan oleh fluktuasi amplitudo dan frekuensi
pada saat simulasi transportasi.
Memar terjadi sebagai reaksi daging buah salak terhadap beban tekan yang
dialaminya. Beban tekan dapat berupa beban tumpukan dan benturan yang
dialami buah salak selama transportasi. Tekanan tersebut menyebabkan daging
buah salak berubah bentuk (deformasi) sesuai kemampuannya menahan beban
tekan. Perubahan bentuk yang terjadi sebenarnya adalah penyempitan dinding sel
daging buah salak karena diberi tekanan. Dinding sel yang menyempit
meningkatkan tekanan turgor sel daging buah salak dan menyebabkan air yang
berada dalam sel daging buah tersebut terdesak keluar. Pada batas tertentu
dinding sel yang menyempit tersebut hancur karena tidak mampu menahan
desakan air dalam sel daging buah salak sehingga jaringan buah salak menjadi
memar (rusak).
Bila Gambar 21b dikaitkan dengan hasil uji lanjut Duncan memar buah
salak pada Lampiran 11 dapat dilihat bahwa persentase memar buah salak
meningkat dengan bertambahnya hari pengamatan. Penambahan persentase ini
disebabkan oleh karakteristik memar pada buah yang akan semakin jelas terlihat
dengan bertambahnya waktu pengamatan. Pada awal terjadi kerusakan, memar
akan tampak transparan dan lama kelamaan akan berubah menjadi berwarna
coklat sebagai akibat dari proses enzimatis.
Jumlah buah salak yang disusun pada kemasan berkapasitas 20 kg paling
banyak daripada 10 dan 15 kg. Banyaknya jumlah buah tersebut menambah
jumlah buah yang mengalami goncangan dan menambah beban tumpukan juga,
sehingga menambah jumlah buah salak yang memar. Hal ini yang menyebabkan

51
persentase kerusakan fisik memar tertinggi ditemui pada buah salak yang disusun
dalam kapasitas 20 kg selama hari pengamatan.
Kerusakan jaringan seperti memar dan pecah kulit pada buah salak memberi
peluang bagi mikroba untuk berkembang dan membusukkan salak. Kondisi ini
dapat dilihat pada Lampiran 12 dan Gambar 21c. Persentase kebusukan buah
salak meningkat seiring pertambahan hari pengamatan. Gambar 21c
menunjukkan persentase kebusukan tertinggi ditemukan pada kapasitas 15 kg,
sedangkan kebusukan terendah ditemukan pada kapasitas 20 kg. Hasil uji beda
lanjut Duncan terhadap persentase kebusukan juga menunjukkan bahwa
kebusukan tertinggi ditemukan pada kapasitas 15 kg meskipun pengaruh kapasitas
15 kg tidak berbeda nyata dengan 10 kg dan berbeda nyata dengan 20 kg.
Gambar 21c dan Lampiran 12 tersebut menunjukkan bahwa penambahan
kapasitas tidak selalu meningkatkan persentase kebusukan buah salak.
Kebusukan mudah menyebar di antara buah salak. Kondisi kebusukan yang
ditemukan tersebut kemungkinan disebabkan cendawan yang menyebar di antara
buah salak. Infeksi cendawan penyebab kebusukan tersebut tidak terlihat jelas
secara kasat mata, sehingga buah salak tetap baik secara visual meskipun telah
diinfeksi cendawan. Infeksi dapat jelas terlihat bila cendawan telah berkembang
dan merombak dinding sel daging buah salak yang ditandai dengan perubahan
daging buah salak menjadi lebih lunak, berair dan berwarna hitam (Gambar 20).
Pengaruh dari penyebaran tersebut dapat dilihat dari Gambar 21b dan Gambar 21c
serta Lampiran 11 dan Lampiran 12. Persentase busuk kapasitas 20 kg paling
rendah meskipun persentase memarnya paling tinggi pada tiap hari pengamatan.
Persentase memar buah salak dalam ketiga kapasitas pada pengamatan hari ke 0
lebih tinggi daripada persentase busuk buah dalam ketiga kapasitas pada
pengamatan hari ke 1 menunjukkan belum seluruh buah salak yang memar
menjadi busuk, namun kondisi tersebut mengalami perubahan pada pengamatan
hari selanjutnya; persentase busuk dapat lebih tinggi daripada persentase memar
akibat karakteristik busuk yang mudah menyebar pada buah tersebut.
Berbeda dengan persentase kebusukan, penambahan kapasitas kemasan
mempengaruhi kerusakan pecah kulit buah salak setelah disimulasi. Bila
Lampiran 13 dihubungkan dengan Gambar 21d, maka dapat dilihat bahwa

52
penambahan kapasitas meningkatkan persentase pecah kulit pada buah salak.
Dari Gambar 21d dan Lampiran 13 tersebut juga ditunjukkan bahwa persentase
pecah kulit tidak meningkat meskipun hari pengamatan bertambah. Pecah kulit
ditemui hanya pada pengamatan hari ke 0. Pecah kulit disebabkan oleh
pertumbuhan dan perkembangan buah salak yang tidak proporsional antara daging
dan kulit buah salak sebagai pembungkus daging buah, sehingga kulit buah salak
menjadi mudah rusak saat diangkut.
Berdasarkan hasil uji lanjut Duncan pada Lampiran 10 sampai dengan
Lampiran 13 dan hasil yang disajikan pada Gambar 21 menunjukkan bahwa 15 kg
adalah kapasitas optimal untuk kemasan hasil rancangan, karena kerusakan buah
salak yang disusun pada kapasitas 15 kg tidak berbeda nyata dengan 10 kg
meskipun berat bersih kemasan berkapasitas 15 kg lebih besar daripada 10 kg
(Lampiran 7).

Persentase luas memar


Uji lanjut Duncan untuk persentase luas spot memar pada tiap buah salak
pada Lampiran 14 menunjukkan perbedaan hasil pada pengamatan hari ke 0 dan
ke 1, namun uji lanjut Duncan menunjukkan hasil yang tetap sama pada
pengamatan hari ke 2 dan ke 3. Adapun uji lanjut Duncan untuk jumlah spot
memar pada Lampiran 15 menunjukkan hasil yang sama pada pengamatan hari ke
0 dan ke 1, tetapi hasil uji berbeda pada pengamatan hari ke 2 dan ke 3.
Dari Gambar 22 dapat dilihat perbedaan perbedaan yang terjadi pada luas dan
jumlah spot memar pada tiap buah salak.
Berdasarkan pengamatan persentase luas memar yang disajikan pada
Gambar 22a dan Lampiran 14, peningkatan kapasitas meningkatkan persentase
luas memar buah. Perbedaan hasil uji lanjut Duncan pada pengamatan hari ke 0
dan ke 1 lebih disebabkan oleh karakteristik memar yang makin jelas terlihat
dengan bertambahnya hari pengamatan. Secara keseluruhan dari hasil tersebut
ditunjukkan bahwa kapasitas 20 kg berbeda nyata dengan kapasitas lainnya tetapi
kapasitas 15 kg tidak berbeda nyata dengan 10 kg.

53
a

Persentase luas spot


100
80

memar (%)
60
40
20
0
0 1 2 3 4 5
Hari pengam atan (hari)

10 kg 15 kg 20 kg

20
memar ( spot
Jumlah spot

15
/ buah )

10
5
0
0 1 2 3 4 5
Hari pengam atan (hari)

10 kg 15 kg 20 kg

Gambar 22a. Persentase luas spot memar buah salak setelah simulasi.
b. Jumlah spot memar buah salak setelah simulasi.

Berdasarkan Gambar 22b, Lampiran 15 dan Tabel 13 dapat dilihat bahwa


jumlah spot memar buah salak tidak selalu dipengaruhi oleh kapasitas kemasan.
Gambar 22 menunjukkan meski persentase luas memar meningkat selama hari
pengamatan, jumlah spot memar tidak bertambah, bahkan menurun pada hari ke
4 dan ke 5. Lampiran 15 menunjukkan bahwa kapasitas tidak berpengaruh
nyata terhadap jumlah spot memar buah salak pada pengamatan hari ke 0 dan ke
1, meskipun jumlah spot terbanyak ditemukan pada kapasitas 20 kg. Pada
pengamatan hari ke 2 dan ke 3, Tabel 13 menunjukkan bahwa jumlah spot
memar buah salak pada kapasitas 10 kg lebih besar daripada jumlah spot memar
pada kapasitas 15 kg, tetapi hasil uji lanjut Duncan dalam Lampiran 15
menunjukkan bahwa pengaruh kapasitas 10 kg tidak berbeda nyata dengan 15 kg
terhadap jumlah spot memar buah salak. Pada Tabel 13 juga dapat dilihat bahwa
mayoritas spot memar buah salak berbentuk setengah elips karena memar lebih
banyak terjadi di sisi samping dari suatu suku daging buah salak (Gambar 17).

54
Sisi samping suatu suku daging buah salak adalah jaringan yang paling lunak,
karena pada bagian tengahnya terdapat biji buah.

Tabel 13. Jumlah spot memar pada tiap buah salak setelah simulasi
Jumlah spot
Sampel Hari
setengah elips lingkaran total
10 kg 0 1 1 2
1 3 2 5
2 6 3 8
3 8 3 11
4 9 3 4
5 10 3 7
15 kg 0 3 1 4
1 5 2 7
2 5 2 7
3 6 3 9
4 6 3 5
5 7 3 5
20 kg 0 4 1 5
1 8 2 10
2 11 3 15
3 13 4 17
4 15 4 1
5 15 4 3

Bila hasil yang disajikan pada Gambar 22, Lampiran 14 dan Lampiran 15
tersebut dikaitkan dengan hasil pada Gambar 21b, maka dapat dilihat bahwa
kerusakan memar buah salak lebih dipengaruhi oleh besar luasan memar spot
buah salak daripada oleh jumlah spot memar buah. Semakin besar luasan memar
spot maka akan semakin luas pula jaringan daging buah salak yang rusak,
sehingga mempercepat kerusakan buah. Berdasarkan hasil ini maka dinyatakan
bahwa buah salak yang disusun dalam kapasitas 20 kg mengalami kerusakan fisik
tertinggi dan kerusakan pada 15 kg tidak berbeda nyata dengan 10 kg.

Kekerasan dan TPT


Berdasarkan hasil uji lanjut Duncan pada Lampiran 16, tingkat kekerasan dan
TPT buah salak setelah simulasi transportasi berbeda nyata pada kapasitas 20 kg,
namun tidak berbeda nyata pada kapasitas 15 dan 10 kg. Hasil uji tetap sama
pada tiap hari pengamatan. Hasil ini menunjukkan pengaruh yang nyata terhadap

55
kekerasan buah salak ditemui pada kapasitas 20 kg. Pada Gambar 23 dapat dilihat
perbedaan perbedaan nilai kekerasan buah tersebut.

0.5

Kekerasan daging buah salak (kg)


0.45
0.4
0.35
0.3
10 kg
0.25
15 kg
0.2
20 kg
0.15
0.1
0.05
0
Ho H1 H2 H3 H4 H5
Hari pengamatan (hari)

Gambar 23. Kekerasan buah salak setelah simulasi transportasi.

Lampiran 17 dan Gambar 24 menunjukkan bahwa kapasitas kemasan tidak


selalu berpengaruh terhadap TPT buah salak. Kapasitas 20 kg adalah kapasitas
tertinggi tetapi nilai TPT buah salak dalam kapasitas tersebut tidak selalu berbeda
nyata dengan kapasitas 15 dan 10 kg.

18.5
TPT daging buah salak (%brix)

18

17.5
10 kg
17
15 kg
16.5 20 kg

16

15.5

15
Ho H1 H2 H3 H4 H5
Hari pengamatan (hari)

Gambar 24. Total Padatan Terlarut buah salak setelah simulasi transportasi.
Total padatan terlarut (TPT) buah salak yang disimpan pada suhu ruang dari
kondisi segar hingga membusuk memiliki kecenderungan menaik di awal
penyimpanan karena proses respirasi buah salak masih menggunakan karbohidrat
sebagai substrat respirasi. Kondisi ini menyebabkan gula menjadi terakumulasi

56
dan konsentrasi gula akan menyebabkan rasa buah salak semakin manis.
Kemudian pada batas tertentu hari penyimpanan, TPT menurun karena gula
digunakan sebagai substrat respirasi menggantikan karbohidrat yang sudah habis
terpakai. Kecenderungan TPT buah salak tersebut hanya terlihat jelas pada
perubahan TPT buah salak dalam kapasitas 10 kg (Gambar 24). TPT meningkat
dari hari pengamatan ke 0 sampai hari ke 1 lalu menurun pada hari
selanjutnya.
Kondisi kekerasan dan TPT hasil pengamatan dalam penelitian ini
kemungkinan dipengaruhi oleh kondisi lingkungan di sekitar buah salak sampel
dan penggunaan sampel buah salak yang berbeda pada tiap hari pengamatan.
Yang dimaksud dengan lingkungan dalam hal ini adalah kondisi kebusukan buah
salak yang menjadi tetangga buah salak sampel selama proses transportasi dari
lapangan dan selama simulasi transportasi di laboratorium. Kebusukan
diakibatkan oleh infeksi cendawan mudah menyebar pada buah salak. Infeksi
memepengaruhi kekuatan dinding sel buah salak karena cendawan memiliki
enzim selulosa yang bersifat merombak hemiselulosa yang merupakan senyawa
yang terdapat di dalam dinding sel tumbuhan. Kekuatan dinding sel buah salak
mempengaruhi kekerasan buah; semakin lemah dinding sel maka kekerasan buah
akan makin rendah karena makin rendahnya beban yang dibutuhkan Rheometer
(alat ukur kekerasan) untuk menekan daging buah. Perombakan oleh cendawan
juga mempengaruhi kadar padatan terlarut dalam sel daging buah sehingga
mempengaruhi TPT buah salak.

Analisis ekonomi
Analisis ini dilakukan untuk mengetahui tingkat kerugian secara ekonomi
akibat kerusakan fisik setelah simulasi dengan penggunaan peti hasil rancangan
yang diuraikan pada Lampiran 18 dengan asumsi kemasan hasil rancangan dibuat
sendiri oleh petani salak. Buah salak diangkut menggunakan truk sewaan dan
langsung dijual setelah sampai di daerah tujuan pemasaran, sehingga tidak
didapati buah salak yang busuk (pengamatan hari ke 0) dan harga jual buah
salak sebesar Rp. 3,000.00/ kg. Daya angkut truk sebesar 2,400 kg dengan ukuran
bak truk 4 x 1.75 meter dan tumpukan kemasan dalam bak truk setinggi 2 meter.

57
Tabel 14. Analisis kehilangan secara ekonomi
Kapasitas kemasan (kg)
Komponen analisis ekonomi
10 15 20
Jumlah kemasan yang digunakan (buah) 196 142 87
Biaya pembuatan kemasan (Rp.) 862,400 624,800 382,800
Berat buah salak dalam satu jenis kemasan (kg) 9.64 13.56 18.1
Berat buah salak yang dapat diangkut satu truk
(kg) 1,890 1,926 1,575
Kerusakan fisik buah salak (%) 0.93 3.09 2.62
Sewa truk (Rp.) 400,000 400,000 400,000
Pendapatan dari penjualan buah salak (Rp.) 5,670,000 5,778,000 4,725,000
Kerugian akibat kerusakan fisik (Rp.) 52,500 178,333 123,958
Laba dari penjualan buah salak (Rp.) 4,355,100 4,574,867 3,818,242

Tabel 14 menunjukkan bahwa tingkat kerusakan buah salak dan


penambahan kapasitas tidak terlalu berperan dalam mempengaruhi laba bersih.
Buah salak yang disusun dalam kapasitas 10 kg mengalami kerusakan fisik yang
paling rendah daripada 15 kg dan 20 kg, tetapi jumlah kemasan yang digunakan
paling banyak daripada kedua kapasitas lainnya, sehingga biaya pembuatan
kemasan berkapasitas 10 kg paling besar daripada kedua kapasitas lainnya dan
mempengaruhi laba penjualan buah salak dalam kapasitas tersebut. Penggunaan
kapasitas 20 kg sebagai kapasitas terbesar juga tidak meningkatkan laba bersih
karena kerusakan buah salak tertinggi ditemukan pada kapasitas 20 kg dan berat
buah salak yang dapat diangkut paling rendah bila menggunakan kapasitas
tersebut, sehingga menyebabkan laba penjualannya paling rendah dibandingkan
dengan laba pada kapasitas 15 kg dan 10 kg. Dari Tabel 14 ini dapat dinyatakan
bahwa penggunaan kapasitas 15 kg lebih menguntungkan daripada 20 dan 10 kg.
Meskipun persentase kerusakan buah salak tertinggi terjadi pada kapasitas 15 kg
namun kerugian masih dapat ditutupi karena berat buah salak yang dapat diangkut
tertinggi didapatkan dengan kemasan berkapasitas 15 kg.

58
SIMPULAN DAN SARAN

Simpulan
Pelepah salak dapat digunakan sebagai bahan baku kemasan dengan metode
penjemuran hingga mencapai kadar air kering udara (10 20%).
Pola fcc yang menitik beratkan pada jumlah buah dalam tiap kemasan dapat
dijadikan sebagai pola susun buah salak karena dimensi diameter dan tinggi
buah salak relatif lebih seragam dibandingkan bobot buah salak.
Semakin besar kapasitas dari kemasan hasil rancangan maka makin besar pula
persentase kerusakan fisik memar dan pecah kulit buah salak setelah disimulasi.
Penambahan kapasitas juga meningkatkan persentase luas memar pada tiap buah
salak. Adapun persentase busuk, jumlah spot memar, kekerasan, dan TPT
daging buah salak tidak mengalami peningkatan meskipun kapasitas bertambah,
nilai parameter parameter tersebut kemungkinan dipengaruhi juga oleh infeksi
cendawan.
Kapasitas optimal dari kemasan hasil rancangan adalah 15 kg karena kapasitas
tersebut memiliki kekuatan beban tekan tertinggi sebesar 438 kg, tingkat
kerusakan fisik buah salak yang tidak berbeda nyata dengan kapasitas 10 kg dan
laba bersih tertinggi senilai Rp. 4,574,867.00 dalam analisis penjualan buah
salak yang diangkut dengan truk berdaya angkut 2,400 kg, harga jual buah salak
Rp. 3,000.00, dan kemasan diasumsikan dibuat sendiri oleh petani salak.

Saran
Dari hasil uji beban tekan maksimum kemasan hasil rancangan didapatkan
informasi bahwa keseragaman diameter pelepah dapat mempengaruhi kekuatan
kemasan, sehingga dibutuhkan penelitian lanjutan mengenai penggunaan
diameter pelepah yang seragam untuk bahan baku kemasan dalam perancangan.
Setelah simulasi transportasi, susunan buah salak mengalami perubahan menjadi
tidak beraturan, maka diperlukan penelitian lebih lanjut tentang pola susun
ataupun penggunaan kemasan pengsisi yang lebih baik dalam menjaga
kestabilan susunan buah salak setelah disimulasi.
DAFTAR PUSTAKA

Anwar, R. S. 2005. Dampak Kemasan dan Suhu Penyimpanan terhadap


Perubahan Sifat Fisik dan Masa Simpan Brokoli Setelah Transportasi.
Skripsi. Departemen Keteknikan Pertanian, Fakultas Teknologi Pertanian,
Institut Pertanian Bogor.

Arief, P. W. 2003. Analisis Prefensi Konsumen Luar Negeri terhadap Atribut


Buah Salak dan Implikasinya terhadap Strategi Pengembangan Pemasaran
Salak Pondoh. Skripsi. Jurusan Sosial Ekonomi Pertanian, Fakultas
Pertanian, Institut Pertanian Bogor.

CGS Noer, G. J. 1998. Mempelajari Pengaruh Jenis Kemasan dan Cara


Pengemasan terhadap Mutu Tomat Segar (Lycopersicum esculentum Mill)
selama Pengangkutan di Daerah Sumatera Utara. Skripsi. Fakultas
Teknologi Pertanian, Institut Pertanian Bogor.

Chen, P. and R. Yadzani. 1991. Prediction of apple bruising due to impact on


different surfaces. Transaction of ASAE 34 (3): 956 965.

Dalimunthe, M. 2002. Kaji Terap Teknologi Pasca Panen Buah Salak dengan
Memakai Kemasan Bingkai Kayu dan Pelepah Tanaman Salak. Proyek
Pengembangan Agribisnis Tanaman Pangan dan Hortikultura Propinsi
Sumatera Utara.

Damayanti, P. G. 1999. Analisis Pendapatan Usaha Tani dan Sistem Pemasaran


Salak Bali: Studi Kasus Desa Sibetan Kabupaten Karang Asem Bali.
Skripsi. Jurusan Sosial Ekonomi Pertanian, Fakultas Pertanian, Institut
Pertanian Bogor.

Darmawati, E. 1994. Simulasi Komputer untuk Perancangan Kemasan Karton


Gelombang dalam Pengangkutan Buah Buahan. Tesis. Program
Pascasarjana, Institut Pertanian Bogor.

Hadiyanto, S. 1994. Studi Mutu Kotak Karton Gelombang sebagai Kemasan


Transportasi Produk Pangan Rapuh. Skripsi. Fakultas Teknologi
Pertanian, Institut Pertanian Bogor.

Hanafiah, K. A. 2002. Rancangan Percobaan: Teori dan Aplikasi. Ed. ke 3.


Rajawali Press, Jakarta.

Hasan, M. I. 2003. Pokok Pokok Materi Statistik: Statistik Deskriptif.


Ed. ke 2. Bumi Aksara, Jakarta.

60
Hilton, D. J. 1993. Impact and Vibration Damage to Fruit during Handling and
Transportation. In: Champ, B. R., E. Highley and G. I. Jhonson, editor.
Postharvest Handling of Tropical Fruits. Proceedings of An International
Conference, Chiang Mai, Thailand, 19 23 July 1993.

http://database.deptan.go.id/bdspweb/f4-jKom1-FreeQuery.asp?vBah26 Mei 2006

Kays, S. J. 1991. Postharvest Physiology of Perishable Plant Products. AVI


Publishing by van Nostrand Reinhold, New York.

Maezawa, E. 1990. Cushioning Package Design. Japan International Cooperation


Agency, Japan Packaging Institute.

Marcondes, J. 1992. Cushioning Properties of corrugated fibrebroad and the


effects of moisture content. J ASAE 35(6): 1949 1953.

Mohammad. 1990. Pengaruh Goncangan terhadap Mutu dan Masa Simpan Buah
Salak (Salacca edulis Reinw.) Sleman dalam Kemasan Modified
Atmosphere selama Simulasi Pengangkutan Kereta Api. Skripsi.
Fakultas Teknologi Pertanian, Institut Pertanian Bogor.

Napitupulu, B., Sariman, Murizaf, D. Harahap, Zulkarnain, dan M. Tampubolon.


2001. Karakteristik Teknologi Pasca Panen dan Pengemasan Buah Salak
Sidimpuan. Balai Pengkajian Teknologi Pertanian Gedung Johor, Balai
Penelitian dan Pengembangan Pertanian, Departemen Pertanian.

gt, H., C. Aydin and A. Peker. 1999. Simulated transit studies on peaches:
effect of container, cushion materials and vibration on elasticity modulus.
J Agricultural Mechanization in Asia, Africa and Latin America 30(3):
52 62.

Purwanto, M. H. 1986. Mempelajari Sifat Reologi Jambu Biji untuk Penanganan


selama Pengangkutan. Skripsi. Fakultas Teknologi Pertanian, Institut
Pertanian Bogor.

Peleg, K. 1985. Produce Handling, Packaging and Distribution. Westport,


Connecticut: AVI Publishing Corporation Inc.

Roswita, R. dan Erma. 1999. Pengemasan Buah Markisa. Liputan Pertanian 09.

Shabasi, Y., L. J. Segerlind and N. J. Carroll. 1995. A simulation model to


determine the allowable depth for apples stored in bulk. Transcation of
ASAE 38 (2): 587 591.

Singer, F., and A. Pytel. 1980. Kekuatan Bahan: Teori Kokoh Strength of
Materials. Edisi 3. Sebayang, D. Penerjemah. Penerbit Erlangga,
Jakarta. Terjemahan dari: Strength of Materials, 3rd edition.

61
Singh, S.P., and M. Xu. 1993. Bruising in apples as a function of truck vibration
and packaging. J Applied Engineering in Agriculture 9(5): 455 460.

Slaughter, D. C, J. F. Thompson, and R. T. Hinsch. 1998. Packaging Bartlett


pears in polyethylene film bags to reduce vibration injury during transit.
Transcation of ASAE 41(1): 107 114.

Studman, C.J. 1999. Reducing bruising in apple cartons. Di dalam: Jhonson, G.I.,
V. T. Le, D. D. Nguyen, and Mc Webb. Editors. Quality Assurance in
Agricultural Produce. Proceedings of the 19th ASEAN/ 1st APEC Seminar
on Postharvest Technology, Post - Harvest Technology Institute, Ho Chi
Minh City, Vietnam, 9 12 November 1999.

Suhardjo, Sjaifullah, S. Prabawati, S. Sahutu, dan Murtiningsih. 1995.


Penanganan Segar dan Olahan. Di dalam: Kusumo, S., F. A. Bahar, S.
Sulihati, Y. Krisnawati, Suhardjo, dan T. Sudaryono. Editor. Teknologi
Produksi Salak. Pusat Penelitian dan Pengembangan Hortikultura, Badan
Penelitian dan Pengembangan Pertanian, Departemen Pertanian.

Supranto, J. 2001. Statistik Teori dan Aplikasi. Edisi ke 6.Penerbit Erlangga,


Jakarta.

Waluyo, S. B. 1990. Pengkajian Dampak Getaran Mekanik Pengangkutan Truk


terhadap Jeruk dalam Kemasan. Tesis. Fakultas Pascasarjana, Institut
Pertanian Bogor.

WR. Pradana, D. D. 2001. Inventarisasi Hasil Hasil Penelitian Sengon


(Paraserianthes falcataria (L) Nielsen) di Indonesia. Skripsi. Fakultas
Kehutanan, Institut Pertanian Bogor.

62
Lampiran 1. Perhitungan pilihan pilihan nilai KA, KB, KC pada metode penyusunan buah fcc

Jumlah buah salak dalam satu Volume Volume total Kepadatan


barisan pada satu susunan Dimensi kemasan (cm) kemasan buah dalam kemasan
Kapasitas kemasan (kg)
(buah) (cm3) kemasan (cm3) (%)
Ka Kb Kc A B C V Vk S
10 17 3 5 74 12 23 20,349 12,011 59.02
16 4 4 69 16 19 20,217 12,058 59.64
8 4 8 36 16 36 19,750 12,058 61.05

15 32 3 4 137 12 19 30,884 18,086 58.56


16 3 8 69 12 36 29,801 18,086 60.69
24 4 4 103 16 19 30,067 18,086 60.15
16 4 6 69 16 27 29,368 18,086 61.59
12 4 8 53 16 36 29,134 18,086 62.08
8 6 8 36 23 36 28,690 18,086 63.04

20 64 4 2 272 16 10 43,416 24,115 55.54


32 4 4 137 16 19 39,918 24,115 60.41
32 8 2 137 30 10 41,629 24,115 57.93
16 8 4 69 30 19 38,519 24,115 62.61
8 8 8 36 30 36 37,630 24,115 64.08
16 16 2 69 58 10 41,119 24,115 58.65

63
Lampiran 2. Rumus penghitunngan nilai modulus elastisitas (MOE) dan modulus
patah (MOR) pada pelepah salak (Singer and Pytel, 1980).

Modulus elastisitas (MOE)


Rumus defleksi (lendutan) pada beban terpusat (centre loading) :
PL3
y= .............................................................(25)
48 EI
Rumus momen inersia titik berat untuk penampang lingkaran (I)
r4
= ............................................................(26)
4

maka defleksi bahan dengan penampang lingkaran dan diberi beban


terpusat:
PL3
y= ..........................................................................................(27)
12 E r 4

sehingga modulus elastisitas (MOE) dapat dirumuskan:


PL3
MOE = ..(28)
12 yr 4

Modulus patah (MOR)

MOE = BL/r3 (29)

64
Lampiran 3. Contoh penghitungan sifat mekanis buah salak

Sal ak U l ang an 1

0.35

0.3

0.25

0.2

0.15 Beban (kN)

0.1

0.05

-0.05
d ef o r masi ( mm)

F maks

Dari grafik hasil uji sifat mekanis buah salak untuk ulangan 1
F maks = 0.31911 kN = 32.5572 kg
Deformasi saat Fmaks = 13.7667 mm = 1.3767 cm

Diameter plunger (D) = 8.18 cm


Luas plunger (A) = 0.25 D2 = 52.5262 cm2
Tinggi buah salak (h) = 6.55 cm

Maka :
Bioyield = Fmaks = 32.5572 kg
Deformasi = 1.3767 cm
Strain = deformasi/ h = 0.2102 cm/ cm
Stress = bioyield/ A = 0.6198 kg/ cm2
Firmness = stress/ strain = 23.6492 kg/ cm.

65
Lampiran 4. Penghitungan sifat fisik dan mekanis pelepah salak

Sifat fisik pelepah salak


Dimensi Susut (%) Berat (g) Kadar air (%)
3
Sampel Diameter (mm) Tinggi (mm) Volume (mm ) diameter tinggi volume awal akhir selisih bb bk
awal akhir selisih awal akhir selisih awal akhir selisih
K1 17.50 14.81 2.69 80.61 80.50 0.11 77,516.59 55,441.59 22,075.01 15.37 0.14 28.48 11.80 3.80 8.00 67.80 210.53
K2 16.81 14.40 2.41 79.21 78.81 0.40 70,282.16 51,314.01 18,968.15 14.34 0.50 26.99 11.00 3.70 7.30 66.36 197.30
K3 17.31 14.80 2.51 78.20 77.60 0.60 73,575.05 53,372.16 20,202.88 14.50 0.77 27.46 11.20 3.70 7.50 66.96 202.70
Rataan 14.74 0.47 27.64 67.04 203.51

Sifat mekanis pelepah salak


Jenis pelepah Ulangan dia (cm) r (cm) L (cm) P(kg) B(kg) y (cm) MoE (kg/cm2) MoR (kg/cm2)
segar 1 1.75 0.87 36 0.2051 1.7144 0.0833 5,198.210 29.340
2 1.62 0.81 36 0.1310 1.2489 0.0833 4,521.980 26.943
3 1.88 0.94 36 0.2425 2.0222 0.0833 4,615.586 27.914
rataan 1.75 0.88 36 0.1929 1.6618 0.0833 4,778.592 28.066
kering dia.1.2 cm 1 1.36 0.68 36 0.1096 0.8410 0.0833 7,618.130 30.666
2 1.14 0.57 36 0.0736 0.7147 0.0833 10,358.340 44.245
3 1.02 0.51 36 0.0407 0.4633 0.0833 8,936.829 40.047
rataan 1.17 0.59 36 0.0746 0.6730 0.0833 8,971.101 38.319
kering dia.1.5 cm 1 1.57 0.79 36 0.0182 1.3974 0.0083 7,133.009 33.120
2 1.56 0.78 36 0.0247 1.4272 0.0083 9,914.715 34.481
3 1.46 0.73 36 0.0155 1.2108 0.0083 8,116.788 35.685
rataan 1.53 0.77 36 0.0195 1.3452 0.0083 8,388.170 34.429

66
Lampiran 5. Contoh penghitungan dimensi kemasan hasil rancangan.

Diketahui :
Buah salak manonjaya
diameter mayor = 2a = 5.505 6 cm  a = 3.0 cm
diameter minor = 2b = 4.994 5 cm  a = 2.5 cm
tinggi = h = 6.401 6 cm  2c = h = 3.0 cm
berat rataan = 78.165 g

Penghitungan :
Kapasitas kemasan = 20 kg = 20,000 g
Jumlah buah dalam kemasan (N) = 20,000/78.165 = 255.869 256 buah salak
Dari standar yang diinformasikan Peleg (1985) untuk N = 256 buah maka
KA = 8, KB = 8, KC = 8 (Lampiran 1)
Vk = (2/3) (3.0)(2.5)(3.0) (8)(8)(8) = 0.024 m3
x = 0.82a = 0.82 (3.0) = 2.5 cm
y = 0.82b = 0.82 (2.5) = 2 cm
z = 0.82c = 0.82 (3.0) = 2.5 cm
A = (1.41 KA + 0.59)a = [(1.41) (8) + 0.59] (3.0) = 35.61 cm 36 cm
B = (1.41 KB + 0.59)b = [(1.41) (8) + 0.59] (2.5) = 29.675 cm 30 cm
C = (1.41 KC + 0.59)c = [(1.41) (8) + 0.59] (3.0) = 35.61 cm 36 cm
V = ABC = (36) (30) (36) = 20736 cm3 = 0.038 m3
S = Vk/ V = 0.024/ 0.038 = 0.641 64 %

67
Lampiran 6. Dimensi kemasan hasil rancangan

Dimensi kemasan (cm)


Kapasitas
kemasan Dimensi dalam Dimensi luar Tutup kemasan
(kg) Ulangan p l t p l t p l t
10 1 36 17 37 40 19 40 39 20 1.5
2 36 16 38 39.5 20 41 39.5 20 1.5
3 36.5 16.5 37.5 38.5 18.5 39 39.5 19.5 1.5
rataan 36.2 16.5 37.5 39.3 19.2 40 39.3 19.8 1.5
15 1 36 24 37 40 28.5 40.5 40 28.5 1.5
2 36 23 38 40.5 26 39 40.5 26 1.5
3 36 24.5 37 40.5 27 41 39.5 27.5 1.5
rataan 36 23.8 37.3 40.3 27.2 40.2 40 27.3 1.5
20 1 35 31.5 37.5 40.5 34.5 41.5 40.5 36 1.5
2 36.5 32 38.5 39.5 35.5 39 41 35.5 1.5
3 36.5 31.5 35.5 40.5 34.5 40.5 40.5 35.5 1.5
rataan 36 31.7 37.2 40.2 34.8 40.3 40.7 35.7 1.5

68
Lampiran 7. Berat kemasan hasil rancangan
berat bersih kemasan
kapasitas berat kemasan (g) berat kertas (berat buah salak yang berat kotor kemasan
kemasan (kg) (g) disusun dalam kemasan )
kotak kemasan tutup total g kg g Kg
10 2,176.6 354.19 2,530.79 83.78 9,544.42 9.54 12,158.99 12.16
2,197.2 354.56 2,551.76 93.46 9,045.82 9.05 11,691.04 11.69
2,088.3 352.47 2,440.77 72.24 10,232.32 10.23 12,745.33 12.75
2,147.2 355.04 2,502.24 64.70 9,597.52 9.60 12,164.46 12.16
2,267.3 353.85 2,621.15 112.31 9,712.46 9.71 12,445.92 12.45
2,046.8 354.10 2,400.90 126.49 9,720.24 9.72 12,247.63 12.25
rataan 2,153.9 354.00 2,507.90 92.20 9,642.10 9.64 12,242.20 12.24

15 2,744.3 439.63 3,183.93 188.51 12,193.80 12.19 15,566.24 15.57


2,834.2 440.25 3,274.45 210.29 14,104.12 14.10 17,588.86 17.59
2,539.4 439.30 2,978.70 162.55 14,484.48 14.48 17,625.73 17.63
2,586.7 438.81 3,025.51 145.57 14,849.61 14.85 18,020.69 18.02
2,758.8 439.23 3,198.03 252.69 13,233.34 13.23 16,684.06 16.68
2,691.5 436.96 3,128.46 284.60 12,519.00 12.52 15,932.06 15.93
rataan 2,692.5 439.00 3,131.50 207.40 13,564.10 13.56 16,902.90 16.90

20 3,533.6 536.97 4,070.57 282.76 16,971.50 16.97 21,324.83 21.32


3,137.4 596.95 3,734.35 315.44 19,988.80 19.99 24,038.59 24.04
3,272.0 550.86 3,822.86 243.82 18,930.33 18.93 22,997.01 23.00
3,327.7 616.51 3,944.21 218.36 19,670.46 19.67 23,833.03 23.83
2,805.6 692.30 3,497.90 379.04 17,079.60 17.08 20,956.54 20.96
3,998.2 573.61 4,571.81 426.90 15,963.20 15.96 20,961.91 20.96
rataan 3,345.8 594.50 3,940.30 311.10 18,100.60 18,10 22,352.00 22.35

69
Lampiran 8. Hasil uji beban (tekan) dan uji statistik Beda Nyata Terkecil (BNT) kemasan hasil rancangan.

Hasil uji
Ukuran bidang tekan
Kapasitas peti (kg) Ulangan p x l (cm) luas (cm2) Beban maksimum (kg)
10 1 39 x 19 2 cm 741 120 cm2 431
2 39 x 19 2 cm 741 120 cm2 461
3 39 x 19 2 cm 741 120 cm2 340
Rataan 39 x 19 2 cm 741 120 cm2 411

15 1 40 x 27 2 cm 1,080 134 cm2 435


2 40 x 27 2 cm 1,080 134 cm2 450
3 40 x 27 2 cm 1,080 134 cm2 430
Rataan 40 x 27 2 cm 1,080 134 cm2 438

20 1 40 x 35 2 cm 1,400 150 cm2 390


2 40 x 35 2 cm 1,400 150 cm2 400
3 40 x 35 2 cm 1,400 150 cm2 400
Rataan 40 x 35 2 cm 1,400 150 cm2 397

70
Lampiran 8. lanjutan
Uji Beda Nyata Terkecil (LSD)
The SAS System
General Linear Models Procedure
T tests (LSD) for variable: BEBAN
NOTE: This test controls the type I comparisonwise error rate not the experimentwise error rate.
Alpha= 0.05 df= 6 MSE= 1370.667
Critical Value of T= 2.45
Least Significant Difference= 73.967
Means with the same letter are not significantly different.
T Grouping Mean N KAP
A 438.33 3 limabls
A
A 410.67 3 splh
A
A 396.67 3 duaplh

Keterangan : KAP = kapasitas kemasan hasil rancangan (kg)

71
Lampiran 9. Perhitungan kesetaraan jarak tempuh simulasi transportasi kemasan hasil
rancangan menggunakan truk pada jalan luar kota.

Diketahui :
Hasil pengukuran gerakan dari bak truk angkutan setara 30 km jalan pada beberapa
kondisi jalan (Lembaga Uji Konstruksi 1986. diacu dalam Waluyo, 1990) :
Jlh amplitudo Amplitudo gerakan vertikal (cm)
(kali) Jalan dalam kota Jalan luar kota Jalan buruk (aspal) Jalan buruk (berbatu)

1 3.5 3.9 4.8 5.2


500 3.2 3.6 4.2 4.1
1,000 2.9 3.3 3.9 3.8
1,500 2.5 3.0 3.5 3.6
2,000 2.2 2.8 3.1 3.2
2,500 1.8 2.5 2.8 2.6
3,000 1.6 2.1 2.8 2.6
3,500 1.5 2.0 2.0 2.0
4,000 1.1 1.7 1.2 1.1
4,500 0.9 1.3 0.8 0.7
5,000 0.0 0.1 0.2 0.1

Kecepatan truk di jalan dalam kota dan luar kota 60 km/ jam. sedang di jalan buruk
(aspal) dan di jalan buruk (berbatu) 30 km/ jam. Frekuensi getaran bak truk 1.4 Hz dan
beban truk sebanyak 80% beban nominal.
Simulasi transportasi kemasan hasil rancangan dilakukan dengan meja getar selama 3 jam
dengan amplitudo 4.85 cm dan frekuensi 3.4 Hz.

72
Lampiran 9. lanjutan
Penghitungan :
Luas satu siklus getaran meja getar (simulasi)
= A sin T dT A = 4.85 cm
f = 3.34 Hz
T = 0.300 dtk
= 20.994
= 4.85 sin (20.994 T) dT
= - 4.85/20.994 {cos (20.994) (0.300) cos (20.994) (0)}
= 0.00139
Jumlah seluruh getaran meja getar selama simulasi 3 jam
= 3 x 60 x 60 x 3.34
= 36,072
Jumlah luas seluruh getaran meja getar selama simulasi 3 jam
= 36,072 x 0.00139
= 49.980

Luas satu siklus getaran truk di jalan luar kota


= A sin T dT A = 1.74 cm  rataan tinggi ampilutudo di jalan luar kota
f = 1.4 Hz
T = 0.714 dtk
= 8.80
= 1.74 sin (8.80T) dT
= - 1.74/ 8.8 {cos (8.8) (0.714) cos (8.8) (0)}
= 0.00199
Jumlah seluruh getaran bak truk di jalan luar kota selama 30 menit (setara 30 km)
= 30 x 60 x 1.4 x 0.00199
= 2.999

Simulasi dengan meja getar selama 3 jam setara dengan perjalanan di jalan luar kota
= 49.980/2.999 x 30 km
= 499.967 km 500 km

73
Lampiran 10. Hasil Uji Lanjut Duncan kerusakan fisik total buah salak setelah
simulasi selama 5 (lima) hari pengamatan.
Hari ke - 0 Hari ke - 3
The SAS System The SAS System
General Linear Models Procedure General Linear Models Procedure
Duncan's Multiple Range Test for variable: TOTAL Duncan's Multiple Range Test for variable: TOTAL
NOTE: This test controls the type I comparisonwise NOTE: This test controls the type I comparisonwise
error rate, not the experimentwise error rate error rate, not the experimentwise error rate
Alpha= 0.05 df= 34 MSE= 4.933901 Alpha= 0.05 df= 34 MSE= 19.87849
Number of Means 2 3 Number of Means 2 3
Critical Range 1.505 1.582 Critical Range 3.020 3.175
Means with the same letter are not significantly Means with the same letter are not significantly
different. different.
Duncan Grouping Mean N KAP Duncan Grouping Mean N KAP
A 3.2407 18 limabls A 13.889 18 duaplh
A A
A 2.4691 18 duaplh A 12.809 18 limabls
B 0.9259 18 splh A
A 12.037 18 splh

Hari ke - 1 Hari ke - 4
The SAS System The SAS System
General Linear Models Procedure General Linear Models Procedure
Duncan's Multiple Range Test for variable: TOTAL Duncan's Multiple Range Test for variable: TOTAL
NOTE: This test controls the type I comparisonwise NOTE: This test controls the type I comparisonwise
error rate, not the experimentwise error rate error rate, not the experimentwise error rate
Alpha= 0.05 df= 34 MSE= 10.73354 Alpha= 0.05 df= 34 MSE= 20.11384
Number of Means 2 3 Number of Means 2 3
Critical Range 2.219 2.333 Critical Range 3.038 3.194
Means with the same letter are not significantly Means with the same letter are not significantly
different. different.
Duncan Grouping Mean N KAP Duncan Grouping Mean N KAP
A 6.636 18 duaplh A 17.747 18 duaplh
A A
B A 5.556 18 limabls A 16.358 18 limabls
B A
B 4.167 18 splh A 15.123 18 splh

Hari ke - 2 Hari ke - 5
The SAS System The SAS System
General Linear Models Procedure General Linear Models Procedure
Duncan's Multiple Range Test for variable: TOTAL Duncan's Multiple Range Test for variable: TOTAL
NOTE: This test controls the type I comparisonwise NOTE: This test controls the type I comparisonwise
error rate, not the experimentwise error rate error rate, not the experimentwise error rate
Alpha= 0.05 df= 34 MSE= 18.55046 Alpha= 0.05 df= 34 MSE= 23.71971
Number of Means 2 3 Number of Means 2 3
Critical Range 2.918 3.067 Critical Range 3.299 3.468
Means with the same letter are not significantly Means with the same letter are not significantly
different. different.
Duncan Grouping Mean N KAP Duncan Grouping Mean N KAP
A 10.185 18 duaplh A 21.759 18 duaplh
A A
A 8.796 18 limabls A 20.679 18 limabls
A A
A 8.179 18 splh A 19.290 18 splh

Keterangan : KAP = kapasitas kemasan hasil rancangan


duaplh = kapasitas 20 kg
limabls = kapasitas 15 kg
splh = kapasitas 10 kg

74
Lampiran 11. Hasil Uji Lanjut Duncan kerusakan fisik memar buah salak setelah
simulasi selama 5 (lima) hari pengamatan.
Hari ke - 0 Hari ke - 3
General Linear Models Procedure The SAS System
Duncan's Multiple Range Test for variable: MEMAR General Linear Models Procedure
NOTE: This test controls the type I comparisonwise Duncan's Multiple Range Test for variable:
error rate, not the MEMAR
experimentwise error rate NOTE: This test controls the type I comparisonwise
Alpha= 0.05 df= 34 MSE= 5.480245 error rate, not the experimentwise error rate
Number of Means 2 3 Alpha= 0.05 df= 34 MSE= 14.21333
Critical Range 1.586 1.667 Number of Means 2 3
Means with the same letter are not significantly Critical Range 2.554 2.685
different. Means with the same letter are not significantly
Duncan Grouping Mean N KAP different.
A 2.9321 18 limabls Duncan Grouping Mean N KAP
A A 10.185 18 duaplh
B A 2.0062 18 duaplh B 5.864 18 limabls
B B
B 0.9259 18 splh B 5.556 18 splh
Hari ke - 1 Hari ke - 4
The SAS System The SAS System
General Linear Models Procedure General Linear Models Procedure
Duncan's Multiple Range Test for variable: MEMAR Duncan's Multiple Range Test for variable:
NOTE: This test controls the type I comparisonwise MEMAR
error rate, not the experimentwise error rate NOTE: This test controls the type I comparisonwise
Alpha= 0.05 df= 34 MSE= 8.085881 error rate, not the experimentwise error rate
Number of Means 2 3 Alpha= 0.05 df= 34 MSE= 16.14655
Critical Range 1.926 2.025 Number of Means 2 3
Means with the same letter are not significantly Critical Range 2.722 2.861
different. Means with the same letter are not significantly
Duncan Grouping Mean N KAP different.
A 5.4012 18 duaplh Duncan Grouping Mean N KAP
A A 11.883 18 duaplh
A 4.6296 18 limabls B 6.944 18 splh
B 2.6235 18 splh B
B 5.864 18 limabls
Hari ke - 2 Hari ke - 5
The SAS System The SAS System
General Linear Models Procedure General Linear Models Procedure
Duncan's Multiple Range Test for variable: MEMAR Duncan's Multiple Range Test for variable: MEMAR
NOTE: This test controls the type I comparisonwise NOTE: This test controls the type I comparisonwise
error rate, not the experimentwise error rate error rate, not the experimentwise error rate
Alpha= 0.05 df= 34 MSE= 9.590427 Alpha= 0.05 df= 34 MSE= 18.19744
Number of Means 2 3 Number of Means 2 3
Critical Range 2.098 2.205 Critical Range 2.890 3.038
Means with the same letter are not significantly Means with the same letter are not significantly
different. different.
Duncan Grouping Mean N KAP Duncan Grouping Mean N KAP
A 8.333 18 duaplh A 11.883 18 duaplh
B 4.784 18 limabls B 7.407 18 splh
B B
B 4.167 18 splh B 6.481 18 limabls

Keterangan : KAP = kapasitas kemasan hasil rancangan


duaplh = kapasitas 20 kg
limabls = kapasitas 15 kg
splh = kapasitas 10 kg

75
Lampiran 12. Hasil Uji Lanjut Duncan kerusakan fisik busuk buah salak setelah
simulasi selama 5 (lima) hari pengamatan.
Hari ke - 0 Hari ke - 3
The SAS System The SAS System
General Linear Models Procedure General Linear Models Procedure
Duncan's Multiple Range Test for variable: BUSUK Duncan's Multiple Range Test for variable: BUSUK
NOTE: This test controls the type I comparisonwise NOTE: This test controls the type I comparisonwise
error rate, not the experimentwise error rate error rate, not the experimentwise error rate
Alpha= 0.05 df= 34 MSE= 0 Alpha= 0.05 df= 34 MSE= 6.858709
Number of Means 2 3 Number of Means 2 3
Critical Range 0 0 Critical Range 1.774 1.865
Means with the same letter are not significantly Means with the same letter are not significantly
different. different.
Duncan Grouping Mean N KAP Duncan Grouping Mean N KAP
A 0 18 duaplh A 6.6358 18 limabls
B 0 18 limabls A
C 0 18 splh A 6.4815 18 splh
B 3.0864 18 duaplh
Hari ke - 1 Hari ke - 4
The SAS System The SAS System
General Linear Models Procedure General Linear Models Procedure
Duncan's Multiple Range Test for variable: BUSUK Duncan's Multiple Range Test for variable: BUSUK
NOTE: This test controls the type I comparisonwise NOTE: This test controls the type I comparisonwise
error rate, not the experimentwise error rate error rate, not the experimentwise error rate
Alpha= 0.05 df= 34 MSE= 1.798731 Alpha= 0.05 df= 34 MSE= 11.07816
Number of Means 2 3 Number of Means 2 3
Critical Range .9085 .9550 Critical Range 2.255 2.370
Means with the same letter are not significantly Means with the same letter are not significantly
different. different.
Duncan Grouping Mean N KAP Duncan Grouping Mean N KAP
A 1.5432 18 splh A 10.185 18 limabls
A A
A 0.6173 18 limabls A 8.179 18 splh
A B 5.247 18 duaplh
A 0.6173 18 duaplh

Hari ke - 2 Hari ke - 5
The SAS System The SAS System
General Linear Models Procedure General Linear Models Procedure
Duncan's Multiple Range Test for variable: BUSUK Duncan's Multiple Range Test for variable: BUSUK
NOTE: This test controls the type I comparisonwise NOTE: This test controls the type I comparisonwise
error rate, not the experimentwise error rate error rate, not the experimentwise error rate
Alpha= 0.05 df= 34 MSE= 4.421179 Alpha= 0.05 df= 34 MSE= 14.06204
Number of Means 2 3 Number of Means 2 3
Critical Range 1.424 1.497 Critical Range 2.540 2.670
Means with the same letter are not significantly Means with the same letter are not significantly
different. different.
Duncan Grouping Mean N KAP Duncan Grouping Mean N KAP
A 4.0123 18 splh A 13.889 18 limabls
A A
A 3.7037 18 limabls A 11.883 18 splh
B 1.2346 18 duaplh B 9.259 18 duaplh

Keterangan : KAP = kapasitas kemasan hasil rancangan


duaplh = kapasitas 20 kg
limabls = kapasitas 15 kg
splh = kapasitas 10 kg

76
Lampiran 13. Hasil Uji Lanjut Duncan kerusakan fisik pecah kulit buah salak setelah
simulasi selama 5 (lima) hari pengamatan.
Hari ke - 0 Hari ke - 3
The SAS System The SAS System
General Linear Models Procedure General Linear Models Procedure
Duncan's Multiple Range Test for variable: PCHKLT Duncan's Multiple Range Test for variable: PCHKLT
NOTE: This test controls the type I comparisonwise NOTE: This test controls the type I comparisonwise
error rate, not the error rate, not the experimentwise error rate
experimentwise error rate Alpha= 0.05 df= 34 MSE= 1.31963
Alpha= 0.05 df= 34 MSE= 1.168334 Number of Means 2 3
Number of Means 2 3 Critical Range .7782 .8180
Critical Range .7322 .7697 Means with the same letter are not significantly
Means with the same letter are not significantly different.
different. Duncan Grouping Mean N KAP
Duncan Grouping Mean N KAP A 0.9259 18 duaplh
A 0.7716 18 duaplh A
A B A 0.1543 18 limabls
B A 0.1543 18 limabls B
B B 0.0000 18 splh
B 0.0000 18 splh
Hari ke - 1 Hari ke - 4
The SAS System The SAS System
General Linear Models Procedure General Linear Models Procedure
Duncan's Multiple Range Test for variable: PCHKLT Duncan's Multiple Range Test for variable: PCHKLT
NOTE: This test controls the type I comparisonwise NOTE: This test controls the type I comparisonwise
error rate, not the experimentwise error rate error rate, not the experimentwise error rate
Alpha= 0.05 df= 34 MSE= 1.31963 Alpha= 0.05 df= 34 MSE= 1.31963
Number of Means 2 3 Number of Means 2 3
Critical Range .7782 .8180 Critical Range .7782 .8180
Means with the same letter are not significantly Means with the same letter are not significantly
different. different.
Duncan Grouping Mean N KAP Duncan Grouping Mean N KAP
A 0.9259 18 duaplh A 0.9259 18 duaplh
A A
B A 0.1543 18 limabls B A 0.1543 18 limabls
B B
B 0.0000 18 splh B 0.0000 18 splh

Hari ke - 2 Hari ke - 5
The SAS System The SAS System
General Linear Models Procedure General Linear Models Procedure
Duncan's Multiple Range Test for variable: PCHKLT Duncan's Multiple Range Test for variable: PCHKLT
NOTE: This test controls the type I comparisonwise NOTE: This test controls the type I comparisonwise
error rate, not the experimentwise error rate error rate, not the experimentwise error rate
Alpha= 0.05 df= 34 MSE= 1.31963 Alpha= 0.05 df= 34 MSE= 1.31963
Number of Means 2 3 Number of Means 2 3
Critical Range .7782 .8180 Critical Range .7782 .8180
Means with the same letter are not significantly Means with the same letter are not significantly
different. different.
Duncan Grouping Mean N KAP Duncan Grouping Mean N KAP
A 0.9259 18 duaplh A 0.9259 18 duaplh
A A
B A 0.1543 18 limabls B A 0.1543 18 limabls
B B
B 0.0000 18 splh B 0.0000 18 splh

Keterangan : KAP = kapasitas kemasan hasil rancangan


duaplh = kapasitas 20 kg
limabls = kapasitas 15 kg
splh = kapasitas 10 kg

77
Lampiran 14. Hasil Uji Lanjut Duncan persentase luas spot memar buah salak
setelah simulasi selama 5 (lima) hari pengamatan.
Hari ke - 0 Hari ke - 3
The SAS System The SAS System
General Linear Models Procedure General Linear Models Procedure
Duncan's Multiple Range Test for variable: LUAS Duncan's Multiple Range Test for variable: LUAS
NOTE: This test controls the type I comparisonwise NOTE: This test controls the type I comparisonwise
error rate, not the experimentwise error rate error rate, not the experimentwise error rate
Alpha= 0.05 df= 34 MSE= 169.3915 Alpha= 0.05 df= 34 MSE= 1178.276
Number of Means 2 3 Number of Means 2 3
Critical Range 8.817 9.268 Critical Range 23.25 24.44
Means with the same letter are not significantly Means with the same letter are not significantly
different. different.
Duncan Grouping Mean N KAP Duncan Grouping Mean N KAP
A 11.497 18 duaplh A 62.27 18 duaplh
A B 25.02 18 splh
A 10.546 18 limabls B
B 1.585 18 splh B 23.59 18 limabls
Hari ke - 1 Hari ke - 4
The SAS System The SAS System
General Linear Models Procedure General Linear Models Procedure
Duncan's Multiple Range Test for variable: LUAS Duncan's Multiple Range Test for variable: LUAS
NOTE: This test controls the type I comparisonwise NOTE: This test controls the type I comparisonwise
error rate, not the experimentwise error rate error rate, not the experimentwise error rate
Alpha= 0.05 df= 34 MSE= 733.9025 Alpha= 0.05 df= 34 MSE= 1522.963
Number of Means 2 3 Number of Means 2 3
Critical Range 18.35 19.29 Critical Range 26.44 27.79
Means with the same letter are not significantly Means with the same letter are not significantly
different. different.
Duncan Grouping Mean N KAP Duncan Grouping Mean N KAP
A 31.942 18 duaplh A 86.50 18 duaplh
A B 36.33 18 splh
B A 16.893 18 limabls B
B B 23.59 18 limabls
B 6.671 18 splh
Hari ke - 2 Hari ke - 5
The SAS System The SAS System
General Linear Models Procedure General Linear Models Procedure
Duncan's Multiple Range Test for variable: LUAS Duncan's Multiple Range Test for variable: LUAS
NOTE: This test controls the type I comparisonwise NOTE: This test controls the type I comparisonwise
error rate, not the experimentwise error rate error rate, not the experimentwise error rate
Alpha= 0.05 df= 34 MSE= 746.7667 Alpha= 0.05 df= 34 MSE= 1488.337
Number of Means 2 3 Number of Means 2 3
Critical Range 18.51 19.46 Critical Range 26.13 27.47
Means with the same letter are not significantly Means with the same letter are not significantly
different. different.
Duncan Grouping Mean N KAP Duncan Grouping Mean N KAP
A 48.674 18 duaplh A 86.50 18 duaplh
B 17.433 18 limabls B 38.45 18 splh
B B
B 12.720 18 splh B 24.41 18 limabls

Keterangan : KAP = kapasitas kemasan hasil rancangan


duaplh = kapasitas 20 kg
limabls = kapasitas 15 kg
splh = kapasitas 10 kg

78
Lampiran 15. Hasil Uji Lanjut Duncan jumlah spot memar pada tiap buah salak
salak setelah simulasi selama 5 (lima) hari pengamatan.
Hari ke - 0 Hari ke - 3
The SAS System The SAS System
General Linear Models Procedure General Linear Models Procedure
Duncan's Multiple Range Test for variable: JMLH Duncan's Multiple Range Test for variable: JMLH
NOTE: This test controls the type I comparisonwise NOTE: This test controls the type I comparisonwise
error rate, not the experimentwise error rate error rate, not the experimentwise error rate
Alpha= 0.05 df= 34 MSE= 36.95534 Alpha= 0.05 df= 34 MSE= 19.87849
Number of Means 2 3 Number of Means 2 3
Critical Range 4.118 4.329 Critical Range 3.020 3.175
Means with the same letter are not significantly Means with the same letter are not significantly
different. different.
Duncan Grouping Mean N KAP Duncan Grouping Mean N KAP
A 4.722 18 duaplh A 13.889 18 duaplh
A A
A 4.444 18 limabls A 12.809 18 limabls
A A
A 2.111 18 splh A 12.037 18 splh
Hari ke - 1 Hari ke - 4
The SAS System The SAS System
General Linear Models Procedure General Linear Models Procedure
Duncan's Multiple Range Test for variable: JMLH Duncan's Multiple Range Test for variable: JMLH
NOTE: This test controls the type I comparisonwise NOTE: This test controls the type I comparisonwise
error rate, not the experimentwise error rate error rate, not the experimentwise error rate
Alpha= 0.05 df= 34 MSE= 66.59477 Alpha= 0.05 df= 34 MSE= 30.72113
Number of Means 2 3 Number of Means 2 3
Critical Range 5.528 5.811 Critical Range 3.755 3.947
Means with the same letter are not significantly Means with the same letter are not significantly
different. different.
Duncan Grouping Mean N KAP Duncan Grouping Mean N KAP
A 10.333 18 duaplh A 4.722 18 limabls
A A
A 6.889 18 limabls A 4.444 18 splh
A A
A 4.944 18 splh A 1.444 18 duaplh
Hari ke - 2 Hari ke - 5
The SAS System The SAS System
General Linear Models Procedure General Linear Models Procedure
Duncan's Multiple Range Test for variable: JMLH Duncan's Multiple Range Test for variable: JMLH
NOTE: This test controls the type I comparisonwise NOTE: This test controls the type I comparisonwise
error rate, not the experimentwise error rate error rate, not the experimentwise error rate
Alpha= 0.05 df= 34 MSE= 95.88453 Alpha= 0.05 df= 34 MSE= 43.09586
Number of Means 2 3 Number of Means 2 3
Critical Range 6.633 6.973 Critical Range 4.447 4.675
Means with the same letter are not significantly Means with the same letter are not significantly
different. different.
Duncan Grouping Mean N KAP Duncan Grouping Mean N KAP
A 16.833 18 duaplh A 6.889 18 splh
A A
B A 10.889 18 splh A 4.722 18 limabls
B A
B 8.889 18 limabls A 3.278 18 duaplh
Keterangan : KAP = kapasitas kemasan hasil rancangan
duaplh = kapasitas 20 kg
limabls = kapasitas 15 kg
splh = kapasitas 10 kg

79
Lampiran 16. Hasil Uji Lanjut Duncan kekerasan buah salak setelah simulasi
salak setelah simulasi selama 5 (lima) hari pengamatan.
Hari ke - 0 Hari ke - 3
The SAS System The SAS System
General Linear Models Procedure General Linear Models Procedure
Duncan's Multiple Range Test for variable: KERAS Duncan's Multiple Range Test for variable: KERAS
NOTE: This test controls the type I comparisonwise NOTE: This test controls the type I comparisonwise
error rate, not the experimentwise error rate error rate, not the experimentwise error rate
Alpha= 0.05 df= 34 MSE= 0.006261 Alpha= 0.05 df= 34 MSE= 0.017977
Number of Means 2 3 Number of Means 2 3
Critical Range .05360 .05634 Critical Range .09083 .09547
Means with the same letter are not significantly Means with the same letter are not significantly
different. different.
Duncan Grouping Mean N KAP Duncan Grouping Mean N KAP
A 0.40542 18 duaplh A 0.36606 18 duaplh
B 0.33569 18 splh A
B B A 0.31742 18 splh
B 0.30739 18 limabls B
B 0.23681 18 limabls
Hari ke - 1 Hari ke - 4
The SAS System The SAS System
General Linear Models Procedure General Linear Models Procedure
Duncan's Multiple Range Test for variable: KERAS Duncan's Multiple Range Test for variable: KERAS
NOTE: This test controls the type I comparisonwise NOTE: This test controls the type I comparisonwise
error rate, not the experimentwise error rate error rate, not the experimentwise error rate
Alpha= 0.05 df= 34 MSE= 0.009975 Alpha= 0.05 df= 34 MSE= 0.013646
Number of Means 2 3 Number of Means 2 3
Critical Range .06766 .07112 Critical Range .07913 .08318
Means with the same letter are not significantly Means with the same letter are not significantly
different. different.
Duncan Grouping Mean N KAP Duncan Grouping Mean N KAP
A 0.43256 18 duaplh A 0.36111 18 duaplh
B 0.29278 18 limabls A
B B A 0.29511 18 splh
B 0.27286 18 splh B
B 0.22797 18 limabls

Hari ke - 2 Hari ke - 5
The SAS System The SAS System
General Linear Models Procedure General Linear Models Procedure
Duncan's Multiple Range Test for variable: KERAS Duncan's Multiple Range Test for variable: KERAS
NOTE: This test controls the type I comparisonwise NOTE: This test controls the type I comparisonwise
error rate, not the experimentwise error rate error rate, not the experimentwise error rate
Alpha= 0.05 df= 34 MSE= 0.021366 Alpha= 0.05 df= 34 MSE= 0.022402
Number of Means 2 3 Number of Means 2 3
Critical Range .0990 .1041 Critical Range .1014 .1066
Means with the same letter are not significantly Means with the same letter are not significantly
different. different.
Duncan Grouping Mean N KAP Duncan Grouping Mean N KAP
A 0.40222 18 duaplh A 0.25908 18 limabls
B 0.26178 18 splh A
B A 0.25881 18 splh
B 0.24511 18 limabls A
A 0.25039 18 duaplh

Keterangan : KAP = kapasitas kemasan hasil rancangan


duaplh = kapasitas 20 kg
limabls = kapasitas 15 kg
splh = kapasitas 10 kg

80
Lampiran 17. Hasil Uji Lanjut Duncan total padatan terlarut (TPT) buah salak
salak setelah simulasi selama 5 (lima) hari pengamatan.
Hari ke - 0 Hari ke - 3
The SAS System The SAS System
General Linear Models Procedure General Linear Models Procedure
Duncan's Multiple Range Test for variable: TPT Duncan's Multiple Range Test for variable: TPT
NOTE: This test controls the type I comparisonwise NOTE: This test controls the type I comparisonwise
error rate, not the experimentwise error rate error rate, not the experimentwise error rate
Alpha= 0.05 df= 34 MSE= 2.336876 Alpha= 0.05 df= 34 MSE= 1.520836
Number of Means 2 3 Number of Means 2 3
Critical Range 1.036 1.089 Critical Range .8354 .8781
Means with the same letter are not significantly Means with the same letter are not significantly
different. different.
Duncan Grouping Mean N KAP Duncan Grouping Mean N KAP
A 17.8667 18 duaplh A 17.7472 18 duaplh
A B 16.7194 18 limabls
B A 17.2056 18 splh B
B B 16.2667 18 splh
B 16.2000 18 limabls
Hari ke - 1 Hari ke - 4
The SAS System The SAS System
General Linear Models Procedure General Linear Models Procedure
Duncan's Multiple Range Test for variable: TPT Duncan's Multiple Range Test for variable: TPT
NOTE: This test controls the type I comparisonwise NOTE: This test controls the type I comparisonwise
error rate, not the experimentwise error rate error rate, not the experimentwise error rate
Alpha= 0.05 df= 34 MSE= 2.431383 Alpha= 0.05 df= 34 MSE= 3.12162
Number of Means 2 3 Number of Means 2 3
Critical Range 1.056 1.110 Critical Range 1.197 1.258
Means with the same letter are not significantly Means with the same letter are not significantly
different. different.
Duncan Grouping Mean N KAP Duncan Grouping Mean N KAP
A 17.7083 18 duaplh A 17.6667 18 duaplh
A A
A 16.9722 18 limabls A 17.2750 18 splh
A A
A 16.7694 18 splh A 16.8333 18 limabls
Hari ke - 2 Hari ke - 5
The SAS System The SAS System
General Linear Models Procedure General Linear Models Procedure
Duncan's Multiple Range Test for variable: TPT Duncan's Multiple Range Test for variable: TPT
NOTE: This test controls the type I comparisonwise NOTE: This test controls the type I comparisonwise
error rate, not the experimentwise error rate error rate, not the experimentwise error rate
Alpha= 0.05 df= 34 MSE= 2.507236 Alpha= 0.05 df= 34 MSE= 1.358608
Number of Means 2 3 Number of Means 2 3
Critical Range 1.073 1.128 Critical Range .7896 .8300
Means with the same letter are not significantly Means with the same letter are not significantly
different. different.
Duncan Grouping Mean N KAP Duncan Grouping Mean N KAP
A 18.0694 18 duaplh A 17.5028 18 duaplh
B 16.9889 18 limabls A
B A 17.3667 18 limabls
B 16.6778 18 splh B 16.3778 18 splh

Keterangan : KAP = kapasitas kemasan hasil rancangan


duaplh = kapasitas 20 kg
limabls = kapasitas 15 kg
splh = kapasitas 10 kg

81
Lampiran 18. Analisis ekonomi kemasan hasil rancangan
Modal awal
* Asumsi dalam analisis ekonomi
Kemasan hasil rancangan dibuat sendiri oleh petani salak. Buah salak
diangkut menggunakan truk sewaan dan langsung dijual setelah sampai di
daerah tujuan pemasaran. Daya angkut truk sebesar 80% dari kapasitas truk
dan tinggi tumpukan kemasan dalam bak truk sebesar 80% dari tinggi
tumpukan maksimum komoditi hortikultura.

* Daya angkut truk


= 80% kapasitas truk = 80% x 3,000 kg = 2,400 kg

* Ukuran bak truk : panjang = 400 cm


lebar = 175 cm
tinggi = 80% tinggi tumpukan maks. komoditi
hortikultura
= 80% x 2.5 m = 2 m = 200 cm
* Ukuran dimensi luar kemasan
10 kg = 39 x 19 x 40 cm
15 kg = 40 x 27 x 40 cm
20 kg = 40 x 35 x 40 cm

* Berat kemasan kosong (berat bersih kemasan)


10 kg = 2.50 kg
15 kg = 3.13 kg
20 kg = 9.10 kg
* Berat kemasan berisi salak (berat kotor kemasan)
10 kg =12.24 kg
15 kg = 16.9 kg
20 kg = 27.51 kg
* Berat bersih buah salak dalam kemasan
10 kg = 9.64 kg
15 kg = 13.56 kg
20 kg = 18.1 kg

82
* Jumlah kemasan berisi salak yang dapat diangkut 1 (satu) truk
= daya angkut truk/ berat kotor kemasan
10 kg = 2,400 kg/ 12.24 kg = 196 kemasan
15 kg = 2,400 kg/ 16.9 kg = 142 kemasan
20 kg = 2,400 kg/ 27.51 kg = 87 kemasan

* Jumlah tumpukan kemasan yang disusun dalam bak truk


= jumlah kemasan/ (tinggi tumpukan maks./ tinggi satu buah kemasan)
10 kg = 196 kemasan/ (200 cm/ tumpukan)/ (40 cm/ kemasan) = 39 tumpukan
15 kg = 142 kemasan/ (200 cm/ tumpukan/ (40 cm/ kemasan) = 28 tumpukan
20 kg = 87 kemasan/ (200 cm/ tumpukan/ (40 cm/ kemasan) = 17 tumpukan

* Jumlah buah salak yang dapat diangkut 1 (satu) truk


= jumlah kemasan yang dapat diangkut 1 (satu) truk x berat bersih kemasan
10 kg = 196 kemasan x 9.64 kg/ kemasan = 1,889.44 kg = 1,890 kg
15 kg = 142 kemasan x 13.56 kg/ kemasan = 1,925.52 kg = 1,926 kg
20 kg = 87 kemasan x 18.1 kg/ kemasan = 1,574.7 kg = 1,575 kg

* Modal pembuatan kemasan


biaya pembuatan 30 kemasan :
kawat 5 kg = 5 x Rp. 12,000.00 = Rp. 60,000.00
paku 1 kg = 1 x Rp. 10,000.00 = Rp. 10,000.00
upah pekerja 30 kemasan = 30 x Rp 2,000.00/kemasan = Rp. 60,000.00
total = Rp 130,000.00/30 kemasan
= Rp. 4,400.00 / kemasan
biaya pembuatan kemasan yang diangkut 1 (satu) truk :
= jumlah kemasan yang diangkut 1 (satu) truk x biaya pembuatan/ kemasan
10 kg = 196 kemasan x Rp. 4,400.00/ kemasan = Rp. 862,400.00
15 kg = 142 kemasan x Rp. 4,400.00/ kemasan = Rp. 624,800.00
20 kg = 87 kemasan x Rp. 4,400.00/ kemasan = Rp. 382,800.00

* Sewa truk = Rp. 400,000.00

83
Kehilangan akibat transportasi
* Kerusakan fisik total buah salak setelah diangkut (0 hari pengamatan)
= kerusakan memar + busuk + pecah kulit
10 kg = 0.93% + 0.00% + 0.00% = 0.93%
15 kg = 2.93% + 0.00% + 0.15% = 3.09%
20 kg = 2.00% + 0.00% + 0.77% = 2.62%
Pendapatan
* Harga jual buah salak Manonjaya (kelas A/ super) = Rp. 3,000.00/ kg
* Pendapatan (hasil penjualan)
= jumlah buah salak yang dapat diangkut 1 (satu) truk x harga jual buah salak
10 kg = 1,890 kg x Rp. 3,000.00 / kg = Rp. 5,670,000.00
15 kg = 1,926 kg x Rp. 3,000.00 / kg = Rp. 5,778,000.00
20 kg = 1,575 kg x Rp. 3,000.00 / kg = Rp. 4,725,000.00
* Kerugian (kehilangan)
= persentase hilang x pendapatan
10 kg = 0.93% x Rp. 5,670,000.00 = Rp. 52,500.00
15 kg = 3.09% x Rp. 5,778,000.00 = Rp. 178,333.00
20 kg = 2.62% x Rp. 4,725,000.00 = Rp. 123,958.00
* Laba (keuntungan)
= pendapatan (modal pembuatan kemasan + sewa truk + kerugian)
10 kg = Rp. (5,670,000 (862,400 + 400,000 + 52,500)) = Rp. 4,355,100.00
15 kg = Rp. (5,778,000 (624,800 + 400,000 + 178,333)) = Rp. 4,574,867.00
20 kg = Rp. (4,725,000 (382,800 + 400,000 + 123,958)) = Rp. 3,818,242.00
Maka dapat dirangkumkan secara keseluruhan :
Kapasitas kemasan (kg)
Komponen analisis ekonomi
10 15 20
Jumlah kemasan yang digunakan (buah) 196 142 87
Biaya pembuatan kemasan (Rp.) 862,400 624,800 382,800
Berat buah salak dalam satu jenis kemasan 9.64 13.56 18.1
Berat buah salak yang dapat diangkut satu truk (kg) 1,890 1,926 1,575
Kerusakan fisik buah salak (%) 0.93 3.09 2.62
Sewa truk (Rp.) 400,000 400,000 400,000
Pendapatan dari penjualan buah salak (Rp.) 5,670,000 5,778,000 4,725,000
Kerugian akibat kerusakan fisik (Rp.) 52,500 178,333 123,958
Laba dari penjualan buah salak (Rp.) 4,355,100 4,574,867 3,818,242

84

Anda mungkin juga menyukai